PEMBELAJARAN – 1 HIDUP MANUSIA YANG BERMAKNA “Untuk apa saya hidup di dunia ini?”. Pada dasarnya pernyataan seperti ini adalah pertanyaan refleksi pribadi untuk menemukan makna dan tujuan hidupnya di dunia. Sesungguhnya bahwa Tuhan sendiri yang membimbing manusia untuk mencari tujuan akhir hidupnya. Tuhan yang menciptakan manusia, menanamkan di dalam hatinya, kerinduan untuk kembali kepada-Nya, dari mana manusia berasal, dan tujuan terakhir tempat manusia berpulang. Tuhan menginginkan semua manusia hidup Bahagia. Semua manusia umumnya mencari kebahagiaan. Maka ketika manusia menghadapi cobaan dalam hidup, meski itu berat sekalipun, hendaknya manusia tetap bersandar pada Tuhan. Karena Dia adalah sumber kebahagiaan hidup manusia. Manusia hendaknya tidak jatuh dalam keputusasaan yang membelenggunya sehingga membuat hidupnya seolah tidak bermakna. Walaupun terkadang hidup terasa sangat sengsara, bernasib sial, dan tidak oernah nyaman akan dunia, namun sebagai pengikut Yesus yang sejati, kita akan berbahagia, karena kasih Allah senanjtiasa menyertai umat-Nya. Kententraman hidup di dunia adalah berkat dari Allah yang membuat manusia senang, namun pernderitaan dunia juga adalah berkat yang membuat manusia semakin bertumbuh. Maka yang perlu diingat kemudian adalah bahwa dalam situasi apa pun (susah-senang) hidup kita tetap harus berjalan. Yang paling penting bagi pengikut Kristus adalah bagaimana bisa mengisi hidup secara berkualitas sambil menemukan panggilan Allah dalam hidup kita. Dengan demikian hidup kita semakin bermakna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
PEMBELAJARAN – 2 PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA
Pada dasarnya Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis,ekonomis, emosional dan Rohani. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kulawarga; “ras” dan “warga” yang berarti “anggota”. Keluarga dalam arti sempit melibatkan suami, istri dan anak- anak mereka, yang disebut sebagai keluarga inti. Keluarga dibentuk Atas Dasar Perkawinan antara Laki-laki dan Perempuan. Baik laki-laki dan Perempuan yang dipersatukan dalam ikatan perkawinan sama-sama mempunyai cita-cita yang luhur, yaitu membentuk keluarga yang harmonis. Gereja Katolik secara tegas mengajarkan bahwa Perkawinan Katolik adalah Sakramen, sehingga setiap pasang suami-istri harus menjaga kesucian perkawinan. karena itu sifat perkawinan katolik adalah monogami dan tidak terceraikan (indisolubile), kecuali oleh maut; “karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.”(Mat 19:6) Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 1656 & 1666 dikatakan bahwa: Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik hendaknya dijaga kesuciannya, karena keluarga merupakan Gereja kecil (Ecclesia domestica). Artinya: keluarga-keluarga kristiani merupakan pusat iman yang hidup, temapt pertama iman akan Kristus ditawarkan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan dan cinta kasih Kristen. Di dalam Konstitusi Dogma Gaudium et Spes (GS) No. 52, dikatakan bahwa pengembangan perkawinan dan keluarga merupakan tugas semua orang. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari Keluarga menurut GS no.52 ini: a. Arti dan makna Keluarga Keluarga adalah sekolah kemanusiaan yang kaya. Supaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik dan Ikhlas dalam Pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak. Perawatan ibu di rumah juga dibutuhkan anak-anak, dsb. b. Tugas dan tanggung jawab seorang suami/bapak 1. Suami sebagai Kepala keluarga Memberi nafkah lahir-batin kepada istri dan keluarganya. Mencari nafkah adalah tugas pokok suami, sedapat mungkin tidak terlalu dibebankan kepada istri dan anak-anak. Suami hendaknya berusaha memiliki pekerjaan 2. Suami sebagai Partner Istri Perkawinan modern menuntut pola hidup partnership. Suami menjadi mitra istri. Suami menjadi pendamping, penyokong dan penyemangat bagi istri. Ada pembagian tugas yang jelas dalam rumah tangga. 3. Suami sebagai Pendidik Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anak-anak pada istri/ibu. Padahal anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam pertumbuhan diri dan pribadi mereka. Sosok ayah tak tergantikan. c. Tugas dan tanggung jawab seorang istri/ibu 1. Istri sebagai Hati dalam keluarga Suami adalah kepala keluarga, maka istri adalah ibu keluarga yang berperan sebagai hati dalam keluarga. Sebagai hati, istri menciptakan suasana kasih sayang, ketentraman, keindahan, dan keharmonisan dalam keluarga. 2. Istri sebagai Mitra dari suami Sebagai mitra, istri dapat membantu suami dalam tugas dan kariernya (memberi sumbang saran (bersifat rasional), dukungan moril (bersifat afektif). 3. Istri sebagai Pendidik Ibu adalah penididik yang pertama dan utama dari anak-anaknya. Ada ungkapan “Surga ada di bawah telapak kaki ibu” artinya kita harus menghormati orang tua, terutama kepada ibu. d. Kewajiban anak-anak terhadap orang tua Beberapa hal dasar yang menjadi kewajiban anak-anak terhadap orang tuanya adalah: mengasihi orang tua, bersikap dan berperilaku penuh Syukur, serta bersikap dan berperilaku hormat pada orang tua. e. Membina hubungan kakak-adik. Dalam mengembangkan keluarga sebagai Persekutuan pribadi-pribadi, hubungan kakak adik sebagai anggota keluarga inti sangat penting. Hal yang dapat dikembangkan dalam hubungan kakak adik adalah: kasih persaudaraan, saling membantu, saling menghargai. Kakak-adik tidak hanya dididik oleh orang tua, melainkan secara tidak langsung saling mendidik. f. Cinta kasih dalam keluarga Tujuan perkawinan pertama-tama adalah membina cinta kasih antara suami-istri, menjalin hubungan perasaan yang mesra antara kedua partner yang hidup bersama untuk selama- lamanya. Dalam hidup berkeluarga, cinta kasih yang dikembangkan adalah cinta kasih yang menghargai setiap anggota keluarga dan cinta kasih yang menyerahkan diri (rela berkorban). “Hendaknya kamu saling mencintai, seperti Aku telah mencintai kamu” (Yoh 15:12) g. Komunikasi dalam keluarga Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain. Untuk mencapai keserasian hubungan antar manusia, untuk mencapai saling pengertian, hal yang paling perlu dikomunikasikan adalah dunia suami, dunia istri, dunia anak-anak yang sering sangat berbeda. Maka dalam berkomunikasi ada banyak hal yang harus diperhatikan, antar lain saling mendengarkan dan saling terbuka. Keluarga kudus Nazaret (Yosef, Maria dan Yesus) adalah contoh acuan bagi keluarga- keluarga kristiani dalam menghidupi dan mengembangkan kehidupan keluarga yang seturut dengan kehendak Allah.
PEMBELAJARAN – 3 PERKAWINAN DALAM TRADISI KATOLIK
Arti dan Makna Perkawinan menurut berbagai pandangan: a. Menurut Peraturan perundang-undangan (UU No. 1 th 1974) Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarag yang bahagia erat kaitannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan. pemeliharaan dan Pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. b. Pandangan Tradisional Perkawinan pada umumnya masih merupakan “ikatan” yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang Perempuan, tetapi juga mengikat kaum kerabat si laki-laki dan kaum kerabat Perempuan. Perkawinan tradisioanl merupakan suatu proses mulai dari lamaran, memberi mas kawin (belis/mahar) kemudian peneguhan dengan seremonial adat. c. Pandangan Hukum (yuridis) Perkawinan dipandang sebagai suatu perjanjian. Dengan perkawinan, seorang laki-laki dan Perempuan berjanji untuk hidup bersama, di depan masyarakat agama/ atau negara, yang menerima dan mengakui perkawinan tersebut adalah sah. d. Pandangan Sosiologi Perkawinan merupakan suatu Persekutuan hidup yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan yang khusus antar anggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhan sebagai manusia sebagai Bapak dan sebagai Ibu. e. Pandangan Antropologis Perkawinan adalah Persekutuan cinta. Hidup perkawinan dimulai dengan cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh kehidupan suami istri didasarkan dan diresapi seluruhnya oleh cinta. Perkawinan Menurut Pandangan Gereja Katolik Perkawinan menurut Hukum Gereja KHK. Kan 1055 §1: a. Perkawinan adalah perjanjian (foedus) antara seorang laki-laki dan seorang Perempuan untuk membentuk kebersamaan hidup. b. Gagasan perkawinan sebagai perjanjian bersumber dari Konsili Vatikan II GS No. 48, yang menunjuk segi simbolik dari hubungan antara Tuhan dan umatNya dalam Perjanjian Lama (Yahwe dan Israel) dan Perjanjian Baru, Kristus dengan Gereja-Nya. Tetapi dengan perjanjian ini, diungkapkan pula dimensi personal dari hubungan suami- istri. c. Perkawinan sebagai kebersamaan seluruh hidup dari pria dan wanita. Kebersamaan tidak hanya dilihat secara kuantitatif (lamanya waktu), melainkan juga kualitatif (intensitas). d. Perkawinan sebagai Sakramen. Unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang telah dibabtis. Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya Perkawinan menurut Gaudium et Spes no. 48: Perkawinan merupakan kesatuan mesra dalam hidup dan kasih antara pria dan wanita, yang merupakan Lembaga tetap yang berhadapan dengan masyarakat. Tanpa pengakuan sebagai Lembaga, perkawinan semacam “hidup bersama” yang dipandang masyarakat sebagai liar (kumpul kebo) Tujuan Perkawinan Ada 2 tujuan perkawinan: a. Kesejahteraan lahir (jasmani-seksual) dan batin (rohani) suami-istri Saling menyejahterakan suami dan istri secara bersama-sama (hakikat sosial perkawinan) dan bukan kesejahteraan pribadi salah satu pasangan. "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya… TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya,. dibangun-Nyalah seorang perempuan, Lalu seorang laki- laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kej 2:18-25) Kitab Suci megajarkan bahwa tujuan perkawinan adalah saling menjadikan baik dan sempurna, saling menyejahterakan, yaitu dengan mengamalkan cinta seluruh jiwa raga. Perkawinan adalah panggilan hidup bagi sebagian besar umat manusia untuk mengatasi batas-batas egoism, mengalihkan perhatian dari diri sendiri kepada sesama, serta untuk menerima tanggung jawab sosial. Seorang yang sungguh egois sebenarnya tidak sanggup menikah, karena hakikatnya perkawinan adalah panggilan hidup bersama. b. Kesejahteraan lahir batin anak-anak Anak-anak menurut pandangan Gereja adalah anugerah perkawinan yang paling utama dan sangat membantu kebahagiaan orang tua. Dalam tanggung jawab menyejahterakan anak terkadung pula kewajiban untuk mendidik anak-anak. Pemenuhan tujuan perkawinan tidak berhenti pada lahirnya anak, melainkan anak harus dilahirkan kembali dalam permandian dan Pendidikan kristiani, entah itu intelektual, moral, keagamaan, hidup sakramental. Sifat Perkawinan Ada 2 sifat perkawinan Katolik: a. Monogami. Dalam perkawinan Kristen, suami mesti menyerahkan diri seutuhnya kepada istri, begitu juga sebaliknya istri juga harus menyerahkan dirinya secara utuh kepada suaminya. Tidak boleh terbagi kepada pihak pribadi-pribadi yang lain. Hanya satu untuk satu, sampai kematian memisahkan mereka. “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikian mereka bukan dua lagi, melainkan satu” (Mat 19:5-6a). Inilah persatuan dan cinta (suami-istri) yang sungguh menyeluruh, tak terbagi dan total sifatnya. b. Tak Terceraikan. Perkawinan Kristen bukan saja monogami, tetapi juga tidak dapat diceraikan. Perkawinan Kristen bersifat tetap, hanya maut yang dapat memisahkan keduanya. Perkawinan Kristen menuntut cinta yang personal, total dan permanen. Suatu cinta tanpa syarat. Suatu pernikahan dengan janka waktu dan syarat-syarat terbatas tidak mencerminkan cinta yang personal, total dan permanen. Perkawinan dapat dilihat pula sebagai Sakramen, yaitu tanda dan cinta Allah kepada Umat-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Karena perkawinan merupakan tanda (sakramen) dari Cinta Allah dan Cinta Kristus, maka ia bersifat: tetap, tak dapat diceraikan, utuh, personal, monogami. PEMBELAJARAN – 4 TANTANGAN DAN PELUANG UNTUK MEMBANGUN KELUARGA YANG DICITA-CITAKAN Ada banyak tantangan yang dihadapi keluarga-keluarga pada zaman ini. Tantangan tersebut datang dari dalam keluarga maupun dari luar lingkungan keluarga. Tantangan keluarga dari Dalam: a. Kebosanan dan Kejenuhan Dalam perjalanan hidup berkeluarga, semakin terlihat ternyata pasangan hidupnya bukanlah manusia sempurna yang tidak memiliki cacat cela dan kekurangan, sehingga ada perasaan kecewa, bosan, jenuh. Dalam tahap ini padangan dapat jatuh pada cinta diri, tidak ada lagi sikap tenggang rasa, saling mengerti dan memaafkan. Dalam situasi seperti ini, cinta romatis harus digantikan dengan cinta rasionla. Cinta dengan tanggung jawab yang lebih kuat terhadap anak-anak dan pasangan. b. Perbedaan pendapat dan pandangan Persoalan akan muncul kalau salah satu dari suami atau istri mulai memaksakan kehendak serta mengambil keputusan dan tindakan secara sepihak. Pihak lain tentu akan merasa disepelekan, dan akhirnya terjadi percekcokan. c. Ketakserasian dalam hubungan seksual Hubungan seksual merupakan soal yang sangat peka. Kalau tidak bertenggang ras, bisa menimbulkan kerenggangan antara suami-istri. Kalau suami terlalu menuntut, bisa jadi istri merasa hanya sebagai pemuas nafsu. Perlu ada komunikasi yang terbuka, sehingga masing-masing merasa tidak dirugikan. d. Perzinahan/ perselingkuhan Efek dari ketidakpedulian terhadap situasi dan kemandirian pasangannya adalah perselingkuhan. Keluarga yang tidak menghadirkan rasa nyaman akan menggoda untuk mencari situasi yang ama atau pelan, yang hanya mungkin ditemukan di luar rumah tangganya. e. Kemadulan Krisis dalam keluarga juga sering dipicu oleh kemandulan. Masing-masing pihak saling membela diri dan hanya menyalahkan pasangannya, sehingga timbul prahara dalam rumah tangga. Tantangan keluarga dari Luar: Pengaruh atau suasana negative yang dapat mempengaruhi atau mengaburkan kesucian martabat perkawinan ada banyak. Seperti: kasus perceaian, kebiasaan poligami, Pria-Wanita Idaman Lain, cinta bebas atau pelacuran dan penerapan KB. Pandangan Gereja Katolik tentang KB (Keluarga Berencana) Pelaksanaan KB sungguh-sungguh menjadi suatu tuntutan moral masa kini yang sangat penting untuk diperhatikan oleh semua pihak, baik dalam bidang kependudukan, maupun sel masyarakat terkecil yakni keluarga. a. Pandangan Gereja mengenai KB Gereja merasa mempunyai tanggung jawab untuk mendukungn dan melaksanakan KB pada masa kini. Ppimpinan Gereja di Indonesia sepakat menyatakan perlunya pengaturan kelahiran demi kesejahteraan keluarga dan karena itu merasa penting membina sikap bertanggung jawab di bidang ini. b. Alasan mengapa KB sangat penting 1. Dengan KB, Kesehatan ibu bisa agak dijamin Kehamilan dan persalinan yang terus-menerus dapat menguras daya jasmani-rohani ibu, khususnya jika gizi ibu kurang diperhatikan. 2. Dengan KB, relasi suami istri bisa semakin kaya Jika kehamilan dan kelahiran anak terjadi secara terus-menerus, tugas utama suami - istri seolah-olah hany terpaut pada urusan pengasuhan dan Pendidikan anak. Waktu untuk membangun keintiman dan kasih sayang di antara keduanya menjadi sangat terbatas 3. Dengan KB, taraf hidup yang lebih pantas dapat dibangun Semakin banyak anak, berarti juga semakin banyak pengeluaran, tentu saja akan mempersulit pengaturan kesejahteraan keluarga 4. Dengan KB, Pendidikan anak dapat lebih dijamin Semua orang tua ingin memberikan Pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, sehingga di masa depan anak dpat memiliki kehidupan yang lebih baik. Sering kali menyekolahkan anak-anak harus mempertauhkan banyak hal, apalagi jika memiliki banyak anak. 5. Dengan KB, tidak hanya menjamin kesejahteraan keluarga, melainkan juga masyarakat. Ledakan penduduk membawa banyak problem: lapangan kerja, sandang-papan- pangan, Kesehatan, dll. Karena itu pelaksanaan KB dapat menjadi sarana yang penting untuk mengantar suatu bangsa dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakadilan. c. Tanggung Jawab dalam KB Beberapa kelompok yang dianggap bertanggung jawab dalam hal KB 1. Pasangan suami-istri (potensi vital untuk mengadakan anak) 2. Pemerintah (memiliki hak dan kewajiban sekitar masalah kependudukan) 3. Pemimpin Agama (bertanggung jawab dalam membimbing dan mendampingin para penganut agamanya (pasutri) dalam pelaksanaan KB yang wajar d. Penilaian Moral tentang Metode KB pada umumnya Ajaran Gereja pada umumnya hanya mengakui metode KB Alamiah. Namun, Gereja Indonesia mengatakan bahwa dalam keadaan terjepit para suami-istri data menggunakan metode lain, asalkan memenuhi persayaratan sebagai berikut: 1. Tidak merendahkan martabat istri atau suami (cth: suami-istri tidak dapat dipaksan untuk menggunakan salah satu metode) 2. Tidak berlawanan dengan hidup manusia (aborsi jelas ditolak) 3. Dapat dipertanggungjawabkan secara medis (tidak membawa efek samping yang menyebabkan kesehatan atau nyawa ibu berada dalam bahaya e. Penilaian Moral untuk masing-masing metode KB 1. Gereja menganjurkan metode KB Alamiah, seperti: Metode Kalender, Metode Pengukuran Suhu Basal, Metode Ovulasi Billings, Metode Simptotermal 2. Metode yang dilarang Gereja karena bersifat abortif: Abortus Provocuatus (pengguguran dengan sengaja), Spiral, Pil Mini