Anda di halaman 1dari 6

KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

PAK KATOLIK SMA-SMK NEGERI PONOROGO


K E L A S X II

BAB I PANGGILAN HIDUP SEBAGAI UMAT ALLAH


PEMBELAJARAN – 1 HIDUP MANUSIA YANG BERMAKNA
 “Untuk apa saya hidup di dunia ini?”. Pada dasarnya pernyataan seperti ini adalah
pertanyaan refleksi pribadi untuk menemukan makna dan tujuan hidupnya di dunia.
Sesungguhnya bahwa Tuhan sendiri yang membimbing manusia untuk mencari tujuan akhir
hidupnya. Tuhan yang menciptakan manusia, menanamkan di dalam hatinya, kerinduan untuk
kembali kepada-Nya, dari mana manusia berasal, dan tujuan terakhir tempat manusia
berpulang.
 Tuhan menginginkan semua manusia hidup Bahagia. Semua manusia umumnya mencari
kebahagiaan. Maka ketika manusia menghadapi cobaan dalam hidup, meski itu berat
sekalipun, hendaknya manusia tetap bersandar pada Tuhan. Karena Dia adalah sumber
kebahagiaan hidup manusia.
 Manusia hendaknya tidak jatuh dalam keputusasaan yang membelenggunya sehingga
membuat hidupnya seolah tidak bermakna.
 Walaupun terkadang hidup terasa sangat sengsara, bernasib sial, dan tidak oernah nyaman
akan dunia, namun sebagai pengikut Yesus yang sejati, kita akan berbahagia, karena kasih
Allah senanjtiasa menyertai umat-Nya.
 Kententraman hidup di dunia adalah berkat dari Allah yang membuat manusia senang, namun
pernderitaan dunia juga adalah berkat yang membuat manusia semakin bertumbuh. Maka
yang perlu diingat kemudian adalah bahwa dalam situasi apa pun (susah-senang) hidup kita
tetap harus berjalan.
 Yang paling penting bagi pengikut Kristus adalah bagaimana bisa mengisi hidup secara
berkualitas sambil menemukan panggilan Allah dalam hidup kita. Dengan demikian hidup
kita semakin bermakna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

PEMBELAJARAN – 2 PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA


 Pada dasarnya Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis,ekonomis,
emosional dan Rohani. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kulawarga; “ras” dan
“warga” yang berarti “anggota”. Keluarga dalam arti sempit melibatkan suami, istri dan anak-
anak mereka, yang disebut sebagai keluarga inti.
 Keluarga dibentuk Atas Dasar Perkawinan antara Laki-laki dan Perempuan. Baik laki-laki
dan Perempuan yang dipersatukan dalam ikatan perkawinan sama-sama mempunyai cita-cita
yang luhur, yaitu membentuk keluarga yang harmonis.
 Gereja Katolik secara tegas mengajarkan bahwa Perkawinan Katolik adalah Sakramen,
sehingga setiap pasang suami-istri harus menjaga kesucian perkawinan. karena itu sifat
perkawinan katolik adalah monogami dan tidak terceraikan (indisolubile), kecuali oleh maut;
“karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.”(Mat 19:6)
 Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 1656 & 1666 dikatakan bahwa:
Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik hendaknya dijaga
kesuciannya, karena keluarga merupakan Gereja kecil (Ecclesia domestica). Artinya:
keluarga-keluarga kristiani merupakan pusat iman yang hidup, temapt pertama iman akan
Kristus ditawarkan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan dan cinta kasih Kristen.
 Di dalam Konstitusi Dogma Gaudium et Spes (GS) No. 52, dikatakan bahwa pengembangan
perkawinan dan keluarga merupakan tugas semua orang. Beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari Keluarga menurut GS no.52 ini:
a. Arti dan makna Keluarga
Keluarga adalah sekolah kemanusiaan yang kaya. Supaya kehidupan dan perutusan
keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik dan Ikhlas
dalam Pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan
anak-anak. Perawatan ibu di rumah juga dibutuhkan anak-anak, dsb.
b. Tugas dan tanggung jawab seorang suami/bapak
1. Suami sebagai Kepala keluarga
Memberi nafkah lahir-batin kepada istri dan keluarganya. Mencari nafkah adalah tugas
pokok suami, sedapat mungkin tidak terlalu dibebankan kepada istri dan anak-anak.
Suami hendaknya berusaha memiliki pekerjaan
2. Suami sebagai Partner Istri
Perkawinan modern menuntut pola hidup partnership. Suami menjadi mitra istri.
Suami menjadi pendamping, penyokong dan penyemangat bagi istri. Ada pembagian
tugas yang jelas dalam rumah tangga.
3. Suami sebagai Pendidik
Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anak-anak pada istri/ibu.
Padahal anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam pertumbuhan diri dan pribadi
mereka. Sosok ayah tak tergantikan.
c. Tugas dan tanggung jawab seorang istri/ibu
1. Istri sebagai Hati dalam keluarga
Suami adalah kepala keluarga, maka istri adalah ibu keluarga yang berperan sebagai
hati dalam keluarga. Sebagai hati, istri menciptakan suasana kasih sayang,
ketentraman, keindahan, dan keharmonisan dalam keluarga.
2. Istri sebagai Mitra dari suami
Sebagai mitra, istri dapat membantu suami dalam tugas dan kariernya (memberi
sumbang saran (bersifat rasional), dukungan moril (bersifat afektif).
3. Istri sebagai Pendidik
Ibu adalah penididik yang pertama dan utama dari anak-anaknya. Ada ungkapan
“Surga ada di bawah telapak kaki ibu” artinya kita harus menghormati orang tua,
terutama kepada ibu.
d. Kewajiban anak-anak terhadap orang tua
Beberapa hal dasar yang menjadi kewajiban anak-anak terhadap orang tuanya adalah:
mengasihi orang tua, bersikap dan berperilaku penuh Syukur, serta bersikap dan
berperilaku hormat pada orang tua.
e. Membina hubungan kakak-adik.
Dalam mengembangkan keluarga sebagai Persekutuan pribadi-pribadi, hubungan kakak
adik sebagai anggota keluarga inti sangat penting. Hal yang dapat dikembangkan dalam
hubungan kakak adik adalah: kasih persaudaraan, saling membantu, saling menghargai.
Kakak-adik tidak hanya dididik oleh orang tua, melainkan secara tidak langsung saling
mendidik.
f. Cinta kasih dalam keluarga
Tujuan perkawinan pertama-tama adalah membina cinta kasih antara suami-istri, menjalin
hubungan perasaan yang mesra antara kedua partner yang hidup bersama untuk selama-
lamanya. Dalam hidup berkeluarga, cinta kasih yang dikembangkan adalah cinta kasih
yang menghargai setiap anggota keluarga dan cinta kasih yang menyerahkan diri (rela
berkorban). “Hendaknya kamu saling mencintai, seperti Aku telah mencintai kamu” (Yoh
15:12)
g. Komunikasi dalam keluarga
Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain. Untuk
mencapai keserasian hubungan antar manusia, untuk mencapai saling pengertian, hal yang
paling perlu dikomunikasikan adalah dunia suami, dunia istri, dunia anak-anak yang
sering sangat berbeda. Maka dalam berkomunikasi ada banyak hal yang harus
diperhatikan, antar lain saling mendengarkan dan saling terbuka.
 Keluarga kudus Nazaret (Yosef, Maria dan Yesus) adalah contoh acuan bagi keluarga-
keluarga kristiani dalam menghidupi dan mengembangkan kehidupan keluarga yang seturut
dengan kehendak Allah.

PEMBELAJARAN – 3 PERKAWINAN DALAM TRADISI KATOLIK


 Arti dan Makna Perkawinan menurut berbagai pandangan:
a. Menurut Peraturan perundang-undangan (UU No. 1 th 1974)
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarag yang bahagia erat
kaitannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan. pemeliharaan dan
Pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua.
b. Pandangan Tradisional
Perkawinan pada umumnya masih merupakan “ikatan” yang tidak hanya mengikat
seorang laki-laki dengan seorang Perempuan, tetapi juga mengikat kaum kerabat si
laki-laki dan kaum kerabat Perempuan. Perkawinan tradisioanl merupakan suatu proses
mulai dari lamaran, memberi mas kawin (belis/mahar) kemudian peneguhan dengan
seremonial adat.
c. Pandangan Hukum (yuridis)
Perkawinan dipandang sebagai suatu perjanjian. Dengan perkawinan, seorang laki-laki
dan Perempuan berjanji untuk hidup bersama, di depan masyarakat agama/ atau
negara, yang menerima dan mengakui perkawinan tersebut adalah sah.
d. Pandangan Sosiologi
Perkawinan merupakan suatu Persekutuan hidup yang mempunyai bentuk, tujuan, dan
hubungan yang khusus antar anggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas.
Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri dapat mencapai kesempurnaan atau
kepenuhan sebagai manusia sebagai Bapak dan sebagai Ibu.
e. Pandangan Antropologis
Perkawinan adalah Persekutuan cinta. Hidup perkawinan dimulai dengan cinta. Ia ada dan
akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh kehidupan suami istri didasarkan dan
diresapi seluruhnya oleh cinta.
 Perkawinan Menurut Pandangan Gereja Katolik
Perkawinan menurut Hukum Gereja KHK. Kan 1055 §1:
a. Perkawinan adalah perjanjian (foedus) antara seorang laki-laki dan seorang Perempuan
untuk membentuk kebersamaan hidup.
b. Gagasan perkawinan sebagai perjanjian bersumber dari Konsili Vatikan II GS No. 48,
yang menunjuk segi simbolik dari hubungan antara Tuhan dan umatNya dalam
Perjanjian Lama (Yahwe dan Israel) dan Perjanjian Baru, Kristus dengan Gereja-Nya.
Tetapi dengan perjanjian ini, diungkapkan pula dimensi personal dari hubungan suami-
istri.
c. Perkawinan sebagai kebersamaan seluruh hidup dari pria dan wanita. Kebersamaan tidak
hanya dilihat secara kuantitatif (lamanya waktu), melainkan juga kualitatif
(intensitas).
d. Perkawinan sebagai Sakramen. Unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang telah
dibabtis. Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan
cinta Kristus kepada Gereja-Nya
Perkawinan menurut Gaudium et Spes no. 48:
Perkawinan merupakan kesatuan mesra dalam hidup dan kasih antara pria dan wanita,
yang merupakan Lembaga tetap yang berhadapan dengan masyarakat. Tanpa pengakuan
sebagai Lembaga, perkawinan semacam “hidup bersama” yang dipandang masyarakat sebagai
liar (kumpul kebo)
 Tujuan Perkawinan
Ada 2 tujuan perkawinan:
a. Kesejahteraan lahir (jasmani-seksual) dan batin (rohani) suami-istri
Saling menyejahterakan suami dan istri secara bersama-sama (hakikat sosial perkawinan)
dan bukan kesejahteraan pribadi salah satu pasangan. "Tidak baik, kalau manusia itu
seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya… TUHAN Allah mengambil
salah satu rusuk dari padanya,. dibangun-Nyalah seorang perempuan, Lalu seorang laki-
laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging.” (Kej 2:18-25)
Kitab Suci megajarkan bahwa tujuan perkawinan adalah saling menjadikan baik dan
sempurna, saling menyejahterakan, yaitu dengan mengamalkan cinta seluruh jiwa
raga. Perkawinan adalah panggilan hidup bagi sebagian besar umat manusia untuk
mengatasi batas-batas egoism, mengalihkan perhatian dari diri sendiri kepada sesama,
serta untuk menerima tanggung jawab sosial. Seorang yang sungguh egois sebenarnya
tidak sanggup menikah, karena hakikatnya perkawinan adalah panggilan hidup bersama.
b. Kesejahteraan lahir batin anak-anak
Anak-anak menurut pandangan Gereja adalah anugerah perkawinan yang paling utama
dan sangat membantu kebahagiaan orang tua. Dalam tanggung jawab
menyejahterakan anak terkadung pula kewajiban untuk mendidik anak-anak.
Pemenuhan tujuan perkawinan tidak berhenti pada lahirnya anak, melainkan anak harus
dilahirkan kembali dalam permandian dan Pendidikan kristiani, entah itu intelektual,
moral, keagamaan, hidup sakramental.
 Sifat Perkawinan
Ada 2 sifat perkawinan Katolik:
a. Monogami.
Dalam perkawinan Kristen, suami mesti menyerahkan diri seutuhnya kepada istri,
begitu juga sebaliknya istri juga harus menyerahkan dirinya secara utuh kepada
suaminya. Tidak boleh terbagi kepada pihak pribadi-pribadi yang lain. Hanya satu
untuk satu, sampai kematian memisahkan mereka. “Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi
satu daging. Demikian mereka bukan dua lagi, melainkan satu” (Mat 19:5-6a). Inilah
persatuan dan cinta (suami-istri) yang sungguh menyeluruh, tak terbagi dan total
sifatnya.
b. Tak Terceraikan.
Perkawinan Kristen bukan saja monogami, tetapi juga tidak dapat diceraikan. Perkawinan
Kristen bersifat tetap, hanya maut yang dapat memisahkan keduanya. Perkawinan
Kristen menuntut cinta yang personal, total dan permanen. Suatu cinta tanpa syarat.
Suatu pernikahan dengan janka waktu dan syarat-syarat terbatas tidak mencerminkan cinta
yang personal, total dan permanen.
Perkawinan dapat dilihat pula sebagai Sakramen, yaitu tanda dan cinta Allah kepada
Umat-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Karena perkawinan merupakan tanda
(sakramen) dari Cinta Allah dan Cinta Kristus, maka ia bersifat: tetap, tak dapat
diceraikan, utuh, personal, monogami.
PEMBELAJARAN – 4 TANTANGAN DAN PELUANG UNTUK MEMBANGUN
KELUARGA YANG DICITA-CITAKAN
 Ada banyak tantangan yang dihadapi keluarga-keluarga pada zaman ini. Tantangan tersebut
datang dari dalam keluarga maupun dari luar lingkungan keluarga.
 Tantangan keluarga dari Dalam:
a. Kebosanan dan Kejenuhan
Dalam perjalanan hidup berkeluarga, semakin terlihat ternyata pasangan hidupnya
bukanlah manusia sempurna yang tidak memiliki cacat cela dan kekurangan, sehingga ada
perasaan kecewa, bosan, jenuh. Dalam tahap ini padangan dapat jatuh pada cinta diri,
tidak ada lagi sikap tenggang rasa, saling mengerti dan memaafkan. Dalam situasi seperti
ini, cinta romatis harus digantikan dengan cinta rasionla. Cinta dengan tanggung jawab
yang lebih kuat terhadap anak-anak dan pasangan.
b. Perbedaan pendapat dan pandangan
Persoalan akan muncul kalau salah satu dari suami atau istri mulai memaksakan kehendak
serta mengambil keputusan dan tindakan secara sepihak. Pihak lain tentu akan merasa
disepelekan, dan akhirnya terjadi percekcokan.
c. Ketakserasian dalam hubungan seksual
Hubungan seksual merupakan soal yang sangat peka. Kalau tidak bertenggang ras, bisa
menimbulkan kerenggangan antara suami-istri. Kalau suami terlalu menuntut, bisa jadi
istri merasa hanya sebagai pemuas nafsu. Perlu ada komunikasi yang terbuka, sehingga
masing-masing merasa tidak dirugikan.
d. Perzinahan/ perselingkuhan
Efek dari ketidakpedulian terhadap situasi dan kemandirian pasangannya adalah
perselingkuhan. Keluarga yang tidak menghadirkan rasa nyaman akan menggoda untuk
mencari situasi yang ama atau pelan, yang hanya mungkin ditemukan di luar rumah
tangganya.
e. Kemadulan
Krisis dalam keluarga juga sering dipicu oleh kemandulan. Masing-masing pihak saling
membela diri dan hanya menyalahkan pasangannya, sehingga timbul prahara dalam rumah
tangga.
 Tantangan keluarga dari Luar:
Pengaruh atau suasana negative yang dapat mempengaruhi atau mengaburkan kesucian
martabat perkawinan ada banyak. Seperti: kasus perceaian, kebiasaan poligami, Pria-Wanita
Idaman Lain, cinta bebas atau pelacuran dan penerapan KB.
 Pandangan Gereja Katolik tentang KB (Keluarga Berencana)
Pelaksanaan KB sungguh-sungguh menjadi suatu tuntutan moral masa kini yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh semua pihak, baik dalam bidang kependudukan, maupun sel
masyarakat terkecil yakni keluarga.
a. Pandangan Gereja mengenai KB
Gereja merasa mempunyai tanggung jawab untuk mendukungn dan melaksanakan KB
pada masa kini. Ppimpinan Gereja di Indonesia sepakat menyatakan perlunya pengaturan
kelahiran demi kesejahteraan keluarga dan karena itu merasa penting membina sikap
bertanggung jawab di bidang ini.
b. Alasan mengapa KB sangat penting
1. Dengan KB, Kesehatan ibu bisa agak dijamin
Kehamilan dan persalinan yang terus-menerus dapat menguras daya jasmani-rohani
ibu, khususnya jika gizi ibu kurang diperhatikan.
2. Dengan KB, relasi suami istri bisa semakin kaya
Jika kehamilan dan kelahiran anak terjadi secara terus-menerus, tugas utama suami -
istri seolah-olah hany terpaut pada urusan pengasuhan dan Pendidikan anak. Waktu
untuk membangun keintiman dan kasih sayang di antara keduanya menjadi sangat
terbatas
3. Dengan KB, taraf hidup yang lebih pantas dapat dibangun
Semakin banyak anak, berarti juga semakin banyak pengeluaran, tentu saja akan
mempersulit pengaturan kesejahteraan keluarga
4. Dengan KB, Pendidikan anak dapat lebih dijamin
Semua orang tua ingin memberikan Pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya,
sehingga di masa depan anak dpat memiliki kehidupan yang lebih baik. Sering kali
menyekolahkan anak-anak harus mempertauhkan banyak hal, apalagi jika memiliki
banyak anak.
5. Dengan KB, tidak hanya menjamin kesejahteraan keluarga, melainkan juga
masyarakat.
Ledakan penduduk membawa banyak problem: lapangan kerja, sandang-papan-
pangan, Kesehatan, dll. Karena itu pelaksanaan KB dapat menjadi sarana yang penting
untuk mengantar suatu bangsa dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakadilan.
c. Tanggung Jawab dalam KB
Beberapa kelompok yang dianggap bertanggung jawab dalam hal KB
1. Pasangan suami-istri (potensi vital untuk mengadakan anak)
2. Pemerintah (memiliki hak dan kewajiban sekitar masalah kependudukan)
3. Pemimpin Agama (bertanggung jawab dalam membimbing dan mendampingin para
penganut agamanya (pasutri) dalam pelaksanaan KB yang wajar
d. Penilaian Moral tentang Metode KB pada umumnya
Ajaran Gereja pada umumnya hanya mengakui metode KB Alamiah. Namun, Gereja
Indonesia mengatakan bahwa dalam keadaan terjepit para suami-istri data
menggunakan metode lain, asalkan memenuhi persayaratan sebagai berikut:
1. Tidak merendahkan martabat istri atau suami (cth: suami-istri tidak dapat dipaksan
untuk menggunakan salah satu metode)
2. Tidak berlawanan dengan hidup manusia (aborsi jelas ditolak)
3. Dapat dipertanggungjawabkan secara medis (tidak membawa efek samping yang
menyebabkan kesehatan atau nyawa ibu berada dalam bahaya
e. Penilaian Moral untuk masing-masing metode KB
1. Gereja menganjurkan metode KB Alamiah, seperti:
Metode Kalender, Metode Pengukuran Suhu Basal, Metode Ovulasi Billings, Metode
Simptotermal
2. Metode yang dilarang Gereja karena bersifat abortif:
Abortus Provocuatus (pengguguran dengan sengaja), Spiral, Pil Mini

Anda mungkin juga menyukai