Anda di halaman 1dari 6

1

PANGGILAN HIDUP SEBAGAI UMAT ALLAH

KD 3.1. Memahami panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan


menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.
PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA
1. Arti Hidup sebagai panggilan
a. Anugerah/tugas yang harus diselesaikan/panggilan dari Allah untuk melakukan yang dikehendaki
Allah.
b. Memuliakan/memuji Tuhan
2. Makna hidup
a. Hidup merupakan anugerah panggilan dari Tuhan yang perlu disyukuri dan dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya.
b. Manusia perlu berjuang untuk mengisi hidupnya secara bermutu agar sungguh bermakna/berharga
bagi Allah dan sesama(Mat: 5: 3-12)
3. Tujuan hidup manusia
a. Tuhan sendiri yang membimbing manusia untuk mencari tujuan akhir hidupnya
b. Tuhan yang menciptakan kita, menanamkan di dalam hati kita kerinduan hati untuk kembali
kepada-Nya, dari mana kita berasal, dan tujuan akhir tempat kita berpulang
c. Dipanggil ikut serta bekerja sama dengan Allah, mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan dalam
hidupnya
4. Ajaran Kitab Suci tentang Makna Hidup Manusia (Delapan Sabda Bahagia Yesus Matius 5:1 –
12)
a. Yesus mengajarkan bahwa hidup kita sangat bermakna, sangat berharga apabila kita hidup sesuai
kehendak Allah, dengan demikian kita menjadi orang yang hidup penuh kebahagiaan (bdk. Mat
5:3-12).
b. Tantangan dari ‘Sabda-sabda Bahagia’ adalah agar kita membuka hati bagi Allah dan
memperkenankan-Nya mengubah hidup kita.
c. Tuhan Yesus memberikan kelegaan pada mereka yang terpanggil untuk memasuki KerajaanNya.
Sekalipun hidup terasa sangat sengsara, bernasib sial, dan tidak pernah nyaman akan dunia ini, namun
sebagai pengikut Yesus yang sejati, kita akan berbahagia, karena kasih Allah tidak pernah terlepas
dari awal sampai akhir.
d. Perlu kita sadari bahwa ketenteraman hidup dunia adalah berkat dari Allah yang membuat kita
senang, namun penderitaan dunia juga adalah berkat yang membuat kita semakin bertumbuh.

5. Arti dan Makna Keluarga


a. Pandangan masyarakat pada umumnya tentang makna keluarga:
Keluarga dalam arti sempit melibatkan suami, istri, dan anak-anak mereka; disebut juga
keluarga inti. Keluarga dalam arti luas mencakup semua sanak saudara (famili). Pada dasarnya,
keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional, dan
rohani, yang bertujuan untuk mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota berbagai
masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah dan ibu.
1) Keluarga adalah masyarakat paling asasi. Pola yang berbeda-beda disebabkan oleh pola ekonomi
dan sosial, pandangan agama, dan kebudayaan yang berlainan. Maka itu, ada perbedaan, misalnya
antara Keluarga Tionghoa dan keluarga jawa. Namun, dewasa ini kita mengalami bahwa semua
keluarga mulai beralih dari pola keluarga besar kepada keluarga ini.
2) Keluarga merupakan sekolah yang terbaik untuk menanamkan keutamaan-keutamaan sosial,
misalnya perhatian terhadap sesama, rasa tanggung jawab, sikap adil dan bertenggang rasa, dan
sebagainya. Semua keutamaan itu dapat mulai bertumbuh dan berkembang dalam keluarga.

b. Arti dan Makna Keluarga menurut ajaran Gereja


Keluarga adalah Sekolah Kemanusiaan yang kaya. Akan tetapisupaya kehidupan dan perutusan
keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam
pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, perawatan
ibu di rumah juga dibutuhkan anak-anak dan seterusnya. (GS.52)
Konsili Vatikan II dalam surat Apostolik ”Familiaris Consortio” (1981) antara lain mengatakan
hal-hal berikut :
1) Keluarga adalah ikatan antara orang-orang yang berusaha supaya cinta mereka makin hari makin
menghangatkan persatuan mereka.
2) Keluarga berdasarkan perkawinan, di dalamnya pria dan wanita sama derajatnya dan anak-anak
adalah hadiah yang paling berharga.
3) Keluarga merupakan sekolah kebajikan manusiawi, tempat semua anggota keluarga belajar saling
memperhatikan dan melayani.

Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
2

4) Dalam lingkungan keluarga, perselisihan serta perbedaan yang biasa terjadi antara manusia itu
lebih mudah diatasi; suasana saling mengerti dan kerukunan dibina.
5) Keluarga-keluarga adalah sel kehidupan masyarakat, tempat orang muda secara praktis
mempelajari bagaiman menghargai nilai-nilai keadilan, hormat, dan cinta kasih.
6) Keluarga adalah Gereja Domestik atau Gereja Rumah Tangga, tempat iman, harapan, dan cinta
kasih kristiani ditanam dan dikembangkan dalam generasi muda.
a) Pandangan Gereja tentang hidup berkeluarga sebagai bentuk panggilan.
Hidup berkeluarga yang diawali dengan perkawinan merupakan panggilan hidup, yakni
panggilan untuk menjadi rekan kerja Allah dalam melangsungkan karya penciptaan-Nya, demi
perkembangan hidup dan berlangsungnya generasi hidup manusia.
b) Cinta sebagai dasar hidup berkeluarga
Syarat utama dan esensial yang perlu dipenuhi untuk membangun persekutuan hidup adalah
cinta. Cinta adalah pengalaman personal dan penuh misteri. Dalam pengalaman tersebut terjadi
komitmen yang dibangun pria dan wanita atas dasar kebebasan dan tanggung jawab. Karena
persekutuan hidup pria dan wanita mengandaikan adanya komitmen antara kedua belah pihak
untuk bersatu jiwa dan raga, maka secara mutlak memprasyaratkan adanya cinta yang telah
mempersatukan mereka. Cinta menjadi dasar hidup bersama.

c. Tugas dan Kewajiban Suami Terhadap Istri dan Keluarga


1) Suami Sebagai Kepala Keluarga
Sebagai kepala keluarga, suami harus bisa memberi nafkah lahir dan batin kepada istri dan
keluarganya. Secara khusus akan dibicarakan tentang nafkah lahir itu, yaitu jaminan ekonomi bagi
keluarga. Mencari nafkah adalah tugas pokok seorang suami, sebisa mungkin tidak terlalu
dibebankan kepada istri dan anak-anak. Untuk menjamin nafkah ini, sang suami hendaknya
berusaha memiliki pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. Ini tugas utamanya.
2) Suami Sebagai Partner Istri
Suami hendaknya menjadi partner bagi istrinya. Pada masa sekarang ini, banyak wanita yang
menjadi wanita karier. Kalau istri adalah seorang wanita karier maka suami perlu menjadi
pendamping, penolong, dan pemberi semangat baginya. Suami harus membantunya, bukan saja
dengan pemecahan-pemecahan masalahnya secara rasional, tetapi juga secara efektif turut
merasakan bebannya. Dengan demikian, ia akan merasa didukung dan tidak sendiri.
3) Suami Sebagai Kekasih Istri
Orang sering berpikir bahwa hidup sebagai kekasih hanya cocok untuk masa pacaran dan
masa-masa awal kehidupan perkawinan. Kalau sudah hidup beberapa tahun dalam perkawinan dan
sudah mempunyai satu atau dua anak, rasanya sudah risih untuk bermesra-mesraan sebagai
kekasih.
4) Suami sebagai Pendidik
Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anak-anak pada istri/ibu, padahal
anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam pertumbuhan diri dan pribadi mereka. Sosok ayah
tak tergantikan.

d. Tugas Dan Kewajiban Istri Terhadap Suami Dan Keluarga


1) Istri Sebagai Hati Dalam Keluarga
Kalau suami adalah kepala keluarga maka aistri adalah hati dalam keluarga. Sebagai hati,
sang istri harus bisa menciptakan suasana kasih sayang, ketentraman, keindahan dan keharmonisan
dalam keluarga
2) Istri sebagai Partner Suami
Sebagai partner, istti dapat membantu suami dalam tugas dan karirnya. Bantuan yang
dimaksudkan disini lebih dalam arti memberi sumbangan saran, tetapi juga dukungan moral. Yang
pertama lebih bersifat rasional, sedangkan yang kedua lebih bersikap afektif itu akan lebih berarti
bagi suami. Kalau sang suami tahu bahwa istri turut berbangga dan berbahagia terhadap sukses
yang telah ia raih, ia akan semakin giat dalam berkarier.
3) Istri sebagai Kekasih Suami
Pertama-tama harus dikatakan bahwa setiap suami pasti menginginkan istrinya tetap tampil
sebagai sang kekasih yang cantik, yang dapat dibanggakan. Intuisi untuk memiliki yang cantik
selalu ada pada setiap lelaki. Oleh sebab itu, sang istri harus tetap merawat diri supaya ia tetap
tampil sebagai kekasih yang cantik. Seorang istri yang tidak memperlihatkan penampilan
lahiriahnya bisa mematikan kegairahan suami terhadap dirinya. Tidak heran kalau sang suami
mulai melirik wanita lain yang merupakan ”daun muda” bagi mata hatinya.
4) Istri sebagai Pendidik
Istri/ibu merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam diri anak-anaknya. Hal ini berarti
bahwa ibu adalah pendidik ulung. Ada ungkapan bahwa “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”
artinya adalah kita tidak boleh berani terhadap orang tua terutama sekali kepada ibu kita.

Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
3

e. Sikap Yang Layak Dari Anak Terhadap Orang Tua


1) Menghormati dan menerima apa adanya.
Setiap orangtua adalah unik, tidak dapat dibandingkan dengan tua yang lain. Apa pun
kekurangannya dan kelemahan orang tua, tentu baik baik maksudnya bagi anak-anaknya. Sikap
sopan dan rendah hati bila berhadapan dengan orang tua adalah keutamaan seorang anak.
2) Mencintai orang tua
Orang tua bukan hanya wajib mencintai, tetapi juga butuh dicintai oleh anak-anaknya. Jika
anak-anak mencintai orang tua, maka akan mudah memaafkan kekurangan dan kesalahan mereka.
3) Taat pada orang tua
Ketaatan adalah bagian dari sikap hormat terhadap orang tua. melaksanakan perintah dan menaruh
hati pada nasihat-nasihat mereka akan menjadi berkat dalam kehidupan anak-anak. Banyak orang
tua mendidik anak dengan keras dan tegas sehingga bagi sebagian anak terasa pahit atau berat.
Namun di masa depan buahnya pasti manis dan anaklah yang akan memetik bagi dirinya sendiri.
4) Membantu orang tua
Membantu orangtua memenuhi kebutuhan hidup keluarga akan terasa lebih ringan bila anak-anak
membantu semampunya. Lebih-lebih di hari tua, orang tua sangat membutuhkan pehatian dan
bantuan anak-anaknya meskipun tidak dalam bentuk materi. Pada usia sekolah, kewajiban
anak-anak untukmeringankan beban orang tua adalah dengan belajar sebaik-baiknya
5) Mendoakan orang tua
Menyempurnakan semua sikap anak terhadap orangtua

f. Pandangan (Visi) tentang anak


1) Anak-anak adalah Mahkota Cinta Ayah-Ibu
Cinta antara suami dan istri yang bersemi dari hari ke hari adalah indah. Dan, puncak dari
cinta mereka sering terjadi pada saat-saat mereka bersetubuh, dimana mereka saling menyerahkan
diri (jasmani dan rohani) secara sangat mesra dan utuh. Pada saat itu, cinta mereka dapat
menghasilkan buah, yaitu anak. Anak itu sungguh merupakan buah cinta mereka, titisan darah
daging mereka. Pada diri anak-anak itu dapat dibaca dan dilihat “bekas tangan” atau “jejak” dari
ayah ibunya. Dia sungguh merupakan miniatur dari ayah dan ibunya. Maka itu, ada ikatan batin
yang sangat kuat antara anak-anak dan ayah ibunya.
2) Anak-anak Membuat kita Menjadi Ayah Ibu yang Sejati
Dengan mengadakan dan membesarkan anak-anak, suami istri saling memberi kesempatan
untuk menumbuhkan bakat keibuan dan kebapaan. Anak-anak mendorong kita untuk menjadi
ayah dan ibu yang nyata. Inilah suatu segi manusiawi baru pada hidup perkawinan. Maka itu, orang
yang tidak dapat menjadi ayah dan ibu karena mandul bisa jadi sangat menderita, karena
bakat-bakat itu tidak dapat diwujudkan. Seorang anak diadakan dan ditumbuhkan oleh cinta ayah
ibunya. Dan pada gilirannya , naka-anak pun ikut membantu ayah ibunya untuk lebih bersatu lagi
dan menikmati suatu segi kemanusiaan mereka yang baru, yaitu menjadi ayah dan ibu secara nyata.
3) Anak-anak Adalah Titipan Tuhan
Walaupun anak-anak itu adalah “miniatur” ayah dan ibu, namun mereka bukanlah milik kita
sepenuhnya. Mereka adalah milik Tuhan, Sang hidup. Maka itu, kita tidak boleh membentuk anak
kita hanya menurut kehendak kita. Mereka harus diberi kesempatan untuk berkembang menurut
rencana Tuhan. Dan, rencana Tuhan ialah setiap manusia hendaknya berkembang menjadi
dirinya sendiri secara khas dan unik. Ia harus menemukan dan mengembangkan identitasnya dan
kita para orang tua hendaknya tidak memaksa anak untuk membuat identifikasi diri pada kita.

g. Segi-segi (Aspek) Pokok yang Harus Diperhatikan dalam Pendidikan Anak


1) Menciptakan suasana yang Sehat bagi Perkembangan Anak Dipandang dari Segi Jasmani
Keadaan ekonomi keluarga turut mmepengaruhi perkembangan keluarga. Yang penting ialah
supaya para orang tua bisa mengatur keadaan ekonomi rumah tangganya sehingga tidak
merugikan perkembangan pribadi anak.
Keluarga yang terlalu miskin, yang rumahnya sangat jelek, pakaian serba seadanya, makanan
sering kurang dan tak bergizi, bisa merugikan perkembangan diri anak lahir dan batin. Kita tahu
bahwa kekurangan gizi misalnya, bisa mempengaruhi daya pikir anak. Beban kemiskinan yang
terlalu berat bisa menimbulkan semacam trauma pada anak dan mena mkan kebencian yang
berkepanjangan kepada golongan lain yang kurang beruntung.
Sebaliknya, keluarga yang terlalu kaya, yang anak-anaknya dapat berfoya-foya sesukanya,
bisa menciptakan banyak dampak negatif bagi perkembangan kepribadian nak-anak itu. Bisa saja
mereka berkembang menjadi manusia-manusia yang bersemangat konsumeristis, hedonistis dan
sangat asosial.
2) Menciptakan suasana yang Sehat bagi Perkembangan Anak Dipandang dari Segi Perasaan
Salah saatnya yang paling vital bagi anak-anak selain makanan dan minuman ialah suasana
kasih sayang dan rasa aman. Hal-hal ini sudah mereka butuhkan sejak berada dalam kandungan.
Seorang ibu yang selama mengandung sering marah-maah, gelisah dan bingung bisa membawa
pengaruh buruk bagi si bayi di dalam kandungannya. Demikian pun akibatnya seorang ibu yang
Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
4

selalu gembira, tenang dan sabar selama masa kehamilannya bisa “menciptakan” anak yang selalu
gembira, tenang dan sabar di kemudian hari.
Dalam bulan-nulan sesudah kelahirannya, hubungan sang bayi dan ibunya sangat erat,
seakan-akan ia merupakan bagian dari ibunya. Ia dapat menangkap dan merasakan suasana dan
keadaan ibunya. Sesudah bulan ketiga, bayi mulai dapat mmebedakan perawakan dan suara
ayahnya. Bayi mulai membutuhkan ayah dalam arti yang lebih dalam. Ibu dan ayah sebagai
pendidik pertama memberi sang bayi kesan-kesan yang tak terhapuskan lagi mengenai manusia,
kasih sayang dan rasa aman, tetapi juga rasa marah. Pada tahun-tahun pertama ini (kira-kira 1 – 5
tahun), dibentuklah dasar-dasar tingkah laku manusia muda ini. Buruk baiknya seseorang manusia
di tentukan pada saat-saat ini.
Untuk menciptakan suasana kasih sayang dan rasa aman dalam keluaraga, yang sangat
dibutuhkan anak-anak bagi perkembangan diri dan kepribadian mereka, perlu diusahakan hal-hal
berikut ini:
a) Hubungan yang mesra dan penuh cinta antara ayah dan ibu
Suasana sayang dan aman pada ayah dan ibu ini hendaknya dapat dirasakan anak-anak.
Jadi, ayah ibu menjadi tumpuan ini diantaranya mereka berdua. Persatuan hati antara ayah dan
ibu menjadi tumpun anak untuk berkembang secara sehat. Pertengkaran dengan suara keras,
tamparan atau ancaman-ancaman di antara ayah dan ibu menamkan ketakutan yang besar pada
jiwa anak. Akibatnya, anak tidak pernah lagi merasa aman. Lebih buruk lagi kalau anak-anak
sampai mengalami perpecahan atau penyelewengan orang tua mereka.
b) Usaha yang sungguh untuk mencintai anak-anak secara khas dan sehat
Anak-anak sungguh membutuhkan cinta kasih orang tuanya. Ini kebutuhan yang sangat
vital, yang tidak dapat diukur dengan apapun. Mereka membutuhkan cinta kasih ibu yang
umumnya tanpa pamrih, tetapi juga cinta khas ayah yang sedikit-sedikitnya ada pamrihnya
sehingga merangsang anak-0anak untuk berjuang mmepengaruhi cinta ayah itu. Cinta dari
kedua orang tuanya saling melengkapi untuk membentuk pribadi anak. Cinta ibu yang tanpa
pamrih dapat membuat anak-anak pasif, tetapi cinta ayah yang menuntut membuat cinta mereka
dinamis.
Namun demikian, mencintai anak ada batasnya. Kita tidak boleh mencintai anak tanpa
batas. Batas-batas itu dapat disebut antara lain : tidak memanjakan anak dan tidak terlalu
mengkhawatirkan anak.
c) Menciptakan Suasana yang Sehat bagi Perkembangan Anak dipandang dari Segi Pikiran.
Mendidik berarti membantu agar segala yang ada padanya berkembang sebaik-baiknya.
Manusia kecil itu harus mampu menempuh jalanya sendiri. Orang tua hanya membantu dengan
menciptakan suasana yang merangsang kreativitas serta mendorong anak untuk menemukan
nilai-nilai budaya dan agama bagi dirinya. Sebagai orang tua, kita hendaknya mengelakkan
sikap otoriter yang memaksa anak untuk :
d) Berfikir, berkehendak, dan bertindak seperti yang kita inginkan. Banyak orang tua yang
melimpahkan berbagai kebaikan kepada anak-anaknya, tetapi dengan syarat anak-anak itu
harus mengikuti pikiran dan kehendak mereka. Anak-anak seperti itu harus mengikuti pikiran
dan kehendak mereka. Anak-anak seperti itu tak akan pernah menjadi dirinya sendiri, tak
pernah akan menjadi dewasa.
e) Menjadi miniatur dari ayah ibunya, duplikat dari orang tuanya. Orang tua menjadikan dirinya
tokoh identifikasi bagi anak-anak.
f) Hendaknya kita sebagai orang tua menyadari bahwa kekerasan dan paksaan merusakkan
segala-galanya, terlebih pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Tugas kita hanyalah
menciptakan suasana yang merangsang daya pikir, kreativitas dan usaha anak untuk
menemukan nilai-nilai budaya dan agama bagi dirinya.
3) Memperhatikan Pendidikan Rohani / Iman Anak
Keluarga sungguh merupakan Gereja Kecil. Bukankah kita mengartikan Gereja sebagai suatu
persekutuan umat Allah yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Bapa ? Pengertian ini
sangat tepat dikenakan kepada keluarga semacam itu. Keluarga sungguh merupakan suatu
persekutuan dalam arti yang semurni-murninya, yang selalu berjalan, jatuh bangun, menuju rumah
Bapa. Seperti Gereja, demikian juga keluarga kristiani dikokohkan dan dipersatukan oleh iman
yang sama. Oleh sebab itu, keluarga kristiani juga merupakan suatu persekutuan iman. Beberapa
bentuk / cara / jalan bagi pengembangan iman keluarga antara lain :
a) Berdoa. Berdoa bukan berarti mengucapkan banyak kata. Berdoa lebih baik dan jujur sering
kali hanya berupa “berdiam diri” dan mendengarkan firman dan kehendak Allah. Berdoa
bersama mempunyai makna tersendiri. Alangkah baiknya, pada peristiwa-peristiwa keluarga
besar (hari ulang tahun, pernikahan anggota keluarga) atau genting, keluarga berdoa bersama.
b) Membaca Kitab Suci. Kitab suci merupakan kitab model untuk hidup be riman bagi kita.
c) Merayakan sakramen-sakramen, khususnya ekaristi setiap hari Minggu.

h. Komunikasi Dalam Keluarga

Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
5

Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain.
Berkomunikasi tentang hal-hal yang sama-sama diketahui dan disarankan akan tersa jauh lebih
mudah daripada mengenai bidang yang khas dunia kita sendiri. Namun, untuk mencapai keserasian
hubungan antara manusia, untuk mencapai saling pengertian, justru yang paling penting perlu
dikomunikasikan adalah dunia sendiri itu. Dunia suami, dunia istri, dan dunia anak-anak, yang tinggi
sangat berbeda. Maka itu, dalam berkomunikasi ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain
sebagai berikut:
1) Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Tiada dua manusia di dunia ini bisa sama seratus persen. Setiap orang mempunyai ciri-ciri
khas sendiri dalam bersikap, bertingkah laku, dalam melihat dunia ini, dalam memandang
orang-orang lain, dan dalam merasa diri. Oleh karena itu, kalau ada dua orang berkomunikasi,
sebetulnya ada dua dunia yang berbeda sedang berusaha mencapai kesamaan pengertian, dengan
cara megungkapkan dunianya yang khas atau mengungkapkan dirinya yang tidak sama dengan
siapapun.
a) Citra Diri
Ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dia mempunyai citra diri:
dia merasa dirinya sebagai apa, bagaimana...... Ketika berbicara dengan anaknya, seorang ayah
punya citra diri sebagai seorang bapak. Pasti bukan hanya itu! Seorang ayah mungkin merasa
diri sebagai bapak, serta tahu, kepala rumah tangga yang harus ditaati, dan pencari nafkah yang
harus dihormati. Ayah yang lain mungkin merasa diri sebagai bapak, mempunyai banyak
pengalaman, tetapi ia bisa menghargai pendapat anaknya. Kedua model ayah itu, yang memiliki
citra diri yang berbeda, akan berkomunikasi dengan anaknya dengan cara yang berbeda pula.
b) Citra Pihak Lain
Kecuali citra diri, citra pihak lain jua menentukan cara dan kemampuan orang untuk
berkomunikasi. Pihak lain yakni orang yang diajaknya berkomunikasi. Seorang ayah yang
mempunyai citra anaknya sebagai anak ingusan yang tak tahu apa-apa, harus diatur, harus
diawasi, akan cenderung kepada anaknya itu secara otoriter, mengatur, melarang, dan
mengharuskan. Ayah yang menggambarkan anaknya sebagai manusia cerdas, kreatif, dan
berpikiran sehat, akan lebih mengkomunikasikan anjuran daripada perintah, pertimbangan
daripada larangan. Umpan balik dari si anak sendiri akan sesuai dengan citra ayahnya dalam
pandangannya.
c) Kondisi
Orang tidak selamanya berada dalam kondisi puncak. Secara fisik, orang kadang-kadang
merasa lesu dan letih, atau sakit gigi yang tak kepalang tanggung. Sebaliknya, kadang-kadang
badan terasa segar, penuh semangat kerja. Nah, kondisi fisik ini berpengaruh terhadap
komunikasi. Orang yang sedang sakit agak kurang cermat memilih kata-kata dan kurang peka
terhadap perasaan pihak lain yang diajak berkomunikasi. Selain kondisi fisik, kondisi emosional
juga dapat mempengaruhi komunikasi. Kita tahu benar bahwa orang yang sedang marah lebih
condong bersikap keras dan ucapannya tajam menikam.
2) Komunikasi yang Mengena
Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikn supaya komunikasi kita dengan orang lain mengena?
Di bawah ini disebutkan beberapa hal.
a) Mendengarkan
Semua orang yang tidak tuli pasti bisa mendengarkan, tetapi yang bisa mendengar belum
tentu pandai pula mendengarkan. Telinga bisa mendengar segala suara, tetapi mendengarkan
suatu komunikasi harus dilakukan dengan pikiran dan hati serta segenap indera yang diarahkan
kepada si pembicara. Mendengarkan dengan baik harus kita pelajari kalau betul-betul ingin
menjadi orang yang pandai berkomunikasi.
b) Keterbukaan
Orang yang mau senantiasa tumbuh sesuai dengan zaman adalah orang yang terbuka untuk
menerima masukan dari orang lain, merenungkan dengan serius, dan mengubah diri bila
perubahan itu dianggapnya sebagai pertumbuhan ke arah kemajuan. Masukan dari pihak lain
hanya dapat terjadi melalui komunikasi dengan orang lain. Kita sudah sering mengalami, betapa
enaknya berbicara dengan orang yang bersikap terbuka: terbuka untuk menyatakan diri dengan
jujur, terbuka pula untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.
Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan.
Keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan melibatkan juga perasaan,
seperti kecemasan, harapan, kebanggaan, dan kekecewaan. Dengan kata lain, diri kita
seutuhnya.
c) Sikap Percaya
Bersikap terbuka an mau mendengarkan dalam kehidupan perkawinan akan sulit terwujud
kalau tidak didasarkan pada sikap saling mempercayai. Maka itu, kepercayaan adalah salah satu
sikap yang paling dibutuhkan dalam komunikasi hidup perkawinan. Orang hanya bersikap
terbuka dan mau mendengarkan kalau orang mempercayai teman hidupnya. Kalau orang tidak
mempercayai teman hidupnya, ia tidak akan bersikap terbuka dan mau mendengarkan karena
Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
6

sikap itu bisa menjadi bumerang yang dapat mencelakakan dirinya. Kepercayaan berarti
menyerahkan diri dan masa depan kita ke dalam tangan teman hidup kita.

i. Rintangan-Rintangan Komunikasi
Komunikasi adalah usaha manusia dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan
pikirannya serta untuk memahami pikiran dan isi hati orang lain. Namun, komunikasi mungkin belum
terjadi secara mengena dan pengiriman dan penerimaan pesan-pesan belaka karena ada beberapa hal
yang mungkin merintangi terjadinya komunikasi secara mulus. Apa sajakah rintangan-rintangan itu?
1) Kepentingan Diri Sendiri
Setiap orang memikirkan kepentingannya. Akan tetapi, kalau hal ini diutamakan maka
komunikasi akan terus berputar di sekitar hal itu. Teman bicara akan merasakan itu dan cepat
merasa bosan lama-lama kehilangan perhatian untuk mendengarkan. Kalau keduanya
berkomunikasi dengan menonjolkan kepentingan diri sendiri, bisa jadi percakapan mengambil arah
masing-masing atau berbenturan, saling tabrak.
2) Emosi
Kalau emosi tidak dikendalikan oleh pikiran sehat, komunikasi bisa melesat jauh tanpa
sengaja. Berulangkali kita mendengar pesan ”hati boleh panas, tetapi kepala harus tetap dingin”
Sebab hati yang mendidih oleh emosi sering kali mendorong orang untuk mengatakan dan
melakukan sesuatu yang kemudian disesalinya.
3) Permusuhan
Sikap permusuhan bisanya sukar ditekan. Kalau sudah memusuhi seseorang, biasanya kita
sibuk mencari kesalahan dan kelemahan orang itu dan menutup diri terhadap kebaikannya. Pihak
yang dimusuhi yang bisa merasakan hal itu segera mengatur siasat untuk membela diri dan mencari
kesempatan untuk menyerang kembali. Lalu komunikasi menjadi sulit.
4) Pengalaman Masa Lampau
Pengalaman masa lampau dapat merintangi komunikasi yang mengena karena sudah ada
praduga. ”Dulu ia suka bohong, jangan-jangan sekarang pun ia bohong.” ”Dulu ia selalu
mengabaikan gagasanku, sekarang pun pasti ia menolak.” Dan sebagainya.
5) Pembelaan Diri
Pembelaan diri dapat membuat komunikasi meleset. Jikalau isi komunikasi cenderung
ditafsirkan sebagai kecaman atau serangan, reaksi yang muncul pasti penolakan, pembelaan diri.
6) Hubungan yang retak atau tak serasi
Hubungan yang retak atau tak serasi dapat pula merupakan rintangan untuk berkomuniaksi
yang mengena, kalau perhatian lebih tertumpahkan pada sifat hubungan itu daripada kepada
komunikasinya sendiri.

Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1

Anda mungkin juga menyukai