Anda di halaman 1dari 12

MEMBERIKAN HAK WALI NIKAH KEPADA KYAI

Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade


Oktaviani
Universitas Islam Negeri Mataram
email: oktavianilibra883@gmail.com

Arif Sugitanata
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
email: arifsugitanata@yahoo.co.id

Abstract
This article discusses about taukil wali nikah, giving the right of guardian of marriage, practiced by the
members of Sasak ethnics in Sade sub-village, Central Lombok. People in Sade give their authority of
guardian of marriage to kyai. The main question is why do people in Sade practice taukil wali to the kyai?
Utilizing Soekanto’s concept of sociology of law which concentrates on the reason behind the emergence of
law practices, this paper argues that that taukil wali is a form of the appreciation of the members of Sasak
ethnics in Sade to Kyai, religious as well as adat prominent figure of thecommunity. It also plays as a
means how people of Sade escape from gossip which will befall them if they do not practice taukil wali by
giving the right of guardian of marriage to Kyai, as the guardian has big responsible and only particular
figure who can perform it, and it is kyai.
[Artikel ini membahas tentang praktik taukil wali kepada Kyai yang terjadi pada masyarakat
suku Sasak di dusun Sade, Lombok Tengah. Masyarakat di dusun Sade mempraktikkan taukil
wali dalam akad perkawinan dengan cara memberikan hak wali kepada kyai. Fokus utama kajian
artikel ini adalah mengapa masyarakat Sasak Sade memberikan hak wali dalam pernikahan
kepada kyai? Dengan menggunakan konsep alasan munculnya praktek hukum dalam masyarakat
yang digagas oleh Soerjono Soekanto, tulisan ini menemukan bahwa praktek taukil wali nikah
kepada kyai pada masyarakat Sasak Sade disebabkan oleh dua faktor, yaitu penghargaan terhadap
kyai sebagai pemimpin agama dan adat, dan usaha masyarakat untuk menghindari gunjingan
sosial jika menikahkan sendiri anak perempuannya. Ini terjadi karena wali nikah mempunyai
tanggung jawab besar, dan hanya orang pilihan saja yang dapat melaksanakannya.]

Kata Kunci: Taukil Wali, Hormat kepada Kyai, sanksi sosial

A. Pendahuluan
Bagi umat Islam, wali nikah merupakan seorang perempuan yang formulasinya
unsur yang sangat penting dalam proses akad dominan pada ketentuan fiqh Mazhab Syafi’i,
nikah. Wali nikah menentukan sah tidaknya sehingga dalam ketentuan hukum keluarga
akad nikah yang dilakukan. Kompilasi di Indonesia, baik UUP (Undang-Undang
Hukum Islam (KHI) pasal 19 menyebutkan Perkawinan) maupun KHI mempunyai
bahwa “wali nikah dalam perkawinan ketentuan bahwa wali adalah salah satu
merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi rukun nikah yang harus ada pada akad
calon mempelai wanita yang bertindak untuk nikah tersebut. Ketidakhadiran wali bagi
menikahkannya”. Ketentuan wali nikah perempuan, baik wali nasab maupun wali
sebagai rukun perkawinan yang ada dalam hakim dalam suatu pernikahan, maka secara
KHI menentukan keabsahan pernikahan hukum menyebabkan pernikahan tersebut

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 161


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

tidak sah dan batal.1 pihak perempuan yang diwakilkan kepada


Kemudian pada pasal 20 sampai pasal seorang Kiai yang terjadi pada masyarakat
23 disebutkan tentang dua katagori wali nikah Sasak dusun Sade, Lombok Tengah. Dalam
yakni, pertama: wali nasab yang terdiri dari praktek tersebut, orang tua wali perempuan
empat kelompok yaitu laki-laki dari garis lurus tidak diperbolehkan hadir dalam proses
keatas, kerabat laki-laki ayah, anak paman akad nikah dengan pertimbangan bahwa
laki-laki dari ayah, dan saudara kandung sebelum pelaksanaan​ aji krame,4 atau​ sorong
laki-laki kakek dari ayah serta keturunannya.​ serah telah selesai maka tidak di perbolehkan
Kedua, wali hakim, terkait wewenang wali hadir dalam prosesi akad nikah dan sejenis
hakim yang dapat menikahkan hanya dalam nya karena dianggap telah melanggar aturan
beberapa momen-momen tertentu, seperti adat istiadat.
terjadinya pertentangan diantara para wali, Pada era sekarang adat tersebut telah
wali nasab tidak ada, baik karena gaib (tidak banyak dan selalu diperaktikkan dikalangan
diketahui keberadaannya) atau karena mati masyarakat suku Sasak Sade. Menurut adat
atau karena walinya tidak menginginkannya.2 Sade sebelum dilakukannya proses aji krame
Selain itu, terdapat pula wali muhakkam. maka kedua belah pihak keluarga dari laki-
Berbeda dengan wali hakim yang dilakukan laki dan perempuan sah menjadi besan.
oleh pejabat (hakim), wali muhakkam adalah Pihak keluarga perempuan tersebut akan
orang biasa yang diminta oleh mempelai dikenakan denda masing-masing sebesar
perempuan untuk menjadi wali dalam empat likur kepeng atau setara dengan Rhlm.
pernikahan dirinya dengan calon suaminya. 240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah)
Pada prakteknya, terdapat wali nikah apabila mereka tetap melakukannya.5 Pada
yang memberikan haknya sebagai wali nikah masyarakat Dusun Sade, pelaksanaan adat
kepada orang lain untuk menikahkan anak sangat diutamakan, sehingga wali dalam
perempuannya yang sering disebut dengan perkawinan dalam konteks adat (ndkn bau)
taukil wali. Taukil wali ini juga ditemukan tidak bisa secara langsung datang kerumah
pada masyarakat Sasak Sade. Tahapan calon mempelai laki-laki. Wali yang telah
penyerahan wali dari wali calon mempelai diutus untuk menikahkan calon mempelai
perempuan pada proses upacara perkawinan perempuan tersebut biasanya adalah seorang
adat Sasak Sade di tetapkan saat​nyelabar atau Kiai6 yang telah diberikan mandat dari pihak
mesejati3 yang dalam pengertianny a bahwa orang tua untuk calon mempelai perempuan.
calon mempelai perempuan sudah pasti akan Biasanya, pada proses perkawinan selalu
menikah. Pada fase ini keluarga perempuan diingatkan bahwa lebih baik apabila perwalian
menyerahkan hak perwaliannya kepa da tidak diwakilkan kepada orang lain. Namun
seorang Kiai yang sudah di sepeka ti oleh karena alasan menghindari sanksi sosial itu
kedua belah pihak bersangkutan. K onteks rata-rata masyarakat desa Rambitan khusunya
yang ingin ditekankan pada kajian ini di dusun Sade mewakilkan perwalian kepada
adalah terkait dengan proses perwalian dari seorang Kiai.

1
Atun Wardatun and Hamdan, Konte kstualisasi Hukum Keluarga di Dunia Islam (Mataram: LEPPIM IAIN
MATARAM, 2014).
2
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010).
3
Menetapkan dengan pasti tanpa adanya keragu-raguan bahwa perempuan tersebut benar-benar kawin
(merariq) secara sah berdasarkan tradisi yang berlaku dan tanpa adanya paksaan dari siapapun.
4
Memberikan barang-barang material atau finansial dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan
5
Kurdap Selake, Tokoh Adat, Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Tengah, interview (20
Sep 2018).
6
Kiai merupakan gelar kehormatan dikalangan masyarakat Lombok selain Tuan Guru, karena Kiai
merupakan suri tauladan bagi masyarakat sekitar, Kiai juga selalu dijadikan pemimpin secara lokal dalam
upacara-upacara adat dalam hal waktu kelahiran, pernikahan dan kematian, namun Kiai bagi masyarakat
Sasak, pengaruhnya masih terbatas tidak seperti Tuan Guru, di mana Tuan Guru merupakan seorang yang
memiliki pengetahuan agama yang sudah mempuni dan memiliki pengaruh yang luas bagi masyarakat
Sasak serta sebagian dari Tuan Guru mempunyai pesantren, hal inilah yang belum dimiliki oleh para Kiai
bagi masyarakat Sasak.

162 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H


Oktaviani & Arif Sugitanata

Fenomena taukil wali tersebut sepertinya lestarinya tradisi taukil wali pada
diamini oleh pejabat KUA di Kecamatan pernikahan masyarakat Sasak Sade. Dengan
Sengkol yang sudah berinisiatif untuk memanfaatkan konsep dan teori tentang
membuat surat keterangan wali berwakil perkembangan dan alasan praktek hukum
bagi masyarakat yang ingin mewakilkan yang muncul dalam masyarakat yang digagas
perwaliannya kepada Kiai. Namun terlepas oleh Satjipto Raharjo,15 tulisan ini berargumen
dari semua itu terdapat beragam hal-hal bahwa munculnya praktek taulil wali dalm
yang positif yang dapat dikaji dalam budaya pernikahan adat Sasak Sade berhubungan
lokal yang berkembang dalam masyarakat. erat dengan penghargaan terhadap elit agama
Tulisan ini mengkaji tentang praktik taukil (hormat terhadap kyai) dan menghindari
wali perkawinan pada masyarakat adat sanksi sosial berupa gunjingan yang dapat
Sasak Sade dari perspektif sosiologi hukum. diterima bagi anggota masyarakat yang
Sosiologi hukum berarti mengkaji sebagai tidak mempraktekkan tradisi tersebut. Riset
hubungan antar manusia,7 baik antara hukum lapangan dilaksanakan pada akhir tahun 2018
dan hukum empiris dengan menggunakan dengan data primer didapatkan dari hasil
pendekatan perilaku fakual subjek hukum. wawancara dengan ketua adat dan beberapa
Kajian mengenai taukil wali nikah anggota masyarakat Sasak Sade.
memang selalu memiliki daya tarik untuk
dijadikan penelitian dalam berbagai macam B. Tradisi Perkawinan pada Masyarakat
perspektif. Karya mengenai taukil wali Dusun Sade
kebanyakan ditulis dengan pendekatan Dusun sade termasuk dalam 21 dusun
normatif, seperti tulisan Na’of Nur Rofayanti,8 di desa Rambitan, dimana merupakan salah
Abdul Badri,9 M. Zaenal Abidin dan Nurul satu kolektivitas komunitas sasak dari
Azizah, 10 Iftidah, 11 serta Ilham dan St beberapa komunitas suku Sasak yang berada
Habibah. 12 Tulisan M. Abdi Dzikrullah, 13 di wilayah desa Rambitan, yakni Rambitan,
telah menunjukkan taukil wali sebagai bentuk Telok Bulan, Lentak, Selok, Penyalu, Peluk,
apresiasi terhadap elit agama (kyai) dan Rebuk Dan Rumbi. Namun dari kesemua
Nattasya Meliannadya,14 telah menjelaskan keluarga besar sasak tersebut, secara budaya
taukil wali sebagai solusi problem perwalian adalah bagian dari dusun Sade itu sendiri. Hal
dalam pernikahan. ini dapat dilihat dari adat dan budaya yang
Berbeda dengan riset yang sudah ada, dimiliki oleh masing-masing komunitas, sama
artikel ini mencoba mengeksplorasi dan dengan yang ada pada dusun Sade. Secara
menelaah bagaimana proses tradisi taukil emosional sama-sama mengaku sebagai
wali dan faktor yang melatarbelakangi keturunan (trah) dari leluhur yang sama yaitu

7
Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, cet ke-4 (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014), hlm. 169.
8
Na’of Nur Rofayanti, “Praktik Taukil Wali Nikah Dalam akad Nikah di Desa Kunti Kec. Andong, Kab.
Boyolali” (Surakarta: Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2019).
9
Abdul Badri, ‘Larangan Taukil Wakil Wali Nikah di Kantor Urusan Agama (Kua) Kecamatan Pangenan
Kabupaten Cirebon’, Inklusif (Jurnal Pengkajian Penelitian Ekonomi dan Hukum Islam), vol. 2, no. 2 (2017), hlm.
1–19.
10
M. Zaenal Abidin dan Nurul Azizah, “Pandangan Tokoh NU Tentang Hadirnya Wali yang Telah Mewakilkan
Perwaliannya”, Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, vol. 1, no. 2 (2017), hlm. 175–89.
11
Ida Iftidah, “Pandangan Masyarakat Tentang Taukil Wali Studi Di Desa Dempet Kabupaten Demak”, Al-
Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, vol. 9, no. 1 (2017), hlm. 87–100.
12
Ilham dan St Habibah, ‘Pemahaman Masyarakat tentang Wakalah dalam Akad Pernikahan Menurut
Kompilasi Hukum Islam di Kabupaten Bone’, Nukhbatul ’Ulum: Jurnal Bidang Kajian Islam, vol. 4, no. 2 (2018),
hlm. 180–6.
13
M. Abdi Dzikrullah, ‘Tawkil Wali dalam akad pernikahan (Studi Pandangan Masyarakat Abangan, Santri
dan Priyai di Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik)’ Tesis (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, 2019).
14
Nattasya Meliannadya, “Implementasi Taukil Wali dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019
di Kota Malang”, Sakina: Journal of Family Studies, vol. 4, no. 1 (2020), hlm. 71–80.
15
Zainuddin, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 1.

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 163


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

keturunan Batu Dinding Kiyangan.16 yang banyak dikunjungi kayalak ramai baik
Makna dari kata Sade sendiri berasal Wisatawan Lokal maupun Mancanegara.
dari bahasa jawa kuno yaitu kata Husade Lestarinya tradisi lokal pada masyarakat
atau Nursade yang berarti obat (oat). Dalam Sasak Sade juga tercermin dalam tradisi
konteks masa lalu bahwa mereka yang datang perkawinannya. Dalam prosesi perkawinan
ke bukit ini (dulu bukit Nursade) dijadikan adat pada masyarakat Sade ada beberapa
sebagai suatu tempat untuk menenangkan tahap yang harus di lalui oleh calon pasangan
hati dan jiwa dalam melakukan memujat untuk dapat mengesahkan status perkawinan
pendekatan kepada sang khaliq agar mereka baik sah secara Adat maupun Agama. Secara
menyadari sepenuhnya akaneksistensi diri umum praktek perkawinan yang ada pada
sebagai hamba Allah SWT. masyarakat Sasak Sade sama dengan praktek
Khusus untuk komunitas Sade, perkawinan yang terpadi pada masyarakat
mempunyai makam Leluhur yaitu makam Sasak pada umumnya, yaitu menggunakan
Sunting, makam ini bercirikan makam pra perkawinan merariq. Istilah merariq secara
aksara (zaman prasejarah) yang menghadap etimologis berasal dari bahasa sasak yang
barat timur, makam ini biasanya diziarahi berarti “lari” menurut adat sasak adalah
khsusus pada hari sabtu, ketika para keturunan “keseluruhan rangkaian dari pelaksanaan
mempunyai hajat (sesangi). Mengacu pada ciri perkawinan” mulai dari penculikan sampai
dan tipe makam leluhur (makam moyang- dengan proses perkawinan selesai. Dalam
tate) masyarakat Sade, maka boleh dikatakan tradisi merariq ini, calon mempelai wanita
bahwa komunitas suku Sasak di dusun Sade diculik terlebih dahulu secara diam-diam oleh
adalah salah satu kelompok suku Sasak tertua fihak calon mempelai laki-laki.
di Lombok bagian selatan sejak zaman pra Prosesi perkawinan adat dusun Sade
aksara/pra sejarah, yaitu pada masa bertani diawali dengan tahapan pade saling meleq.
dan bercocok tanam pada masa undahagi Pade saling meleq biasa disebut juga dengan
(perundapian). Leluhur masyarakat Sade pacaran/beberayean. Apabila pihak laki-laki
konon berasal dari Jawa, hal ini dilihat dari dan perempuan sama-sama saling menyukai
segi nama yaitu ame ratu mas sangaji dengan setelah ada ungkapan suka baik secara
julukan ratu mas peginding dan bertempat langsung ataupun perantara, maka aka nada
tinggal samar khaton (Rambitan). Oleh karena ikatan yang biasa disebut beberayean yang
itu secara historis Sade dan Rambitan secara dalam istilah bahasa Indonesia dinamakan
menyeluruh satu kesatuan yang tak bisa di pacaran. Ini merupakan tahap awal yang
pisahkan. dilakukan oleh anak muda-mudi untuk
Keberadaan dusun Sade saat ini membangun hubungan ke arah jenjang
memang tidak banyak mengalami perubahan. perkawinan. Pada tahap ini, terdapat dua
Jika dibandingkan dengan masyarakat hal yang biasanya dilakukan oleh pasangan
Sasak yang tinggal di dusun lainnya, bisa laki-laki dan perempuan sebagai pembuktian
dikatakan masyarakat dusun Sade masih atas cinta seorang terune (laki-laki) terhadap
eksis mempertahankan keaslian tradisi dan dedare (perempuan) dalam masa pacaran,
budayanya sebagai bagian dari budaya yaitu ngumbuk dan mereweh. Ngumbuk
Sasak, seperti alang (lumbung), peninggalan merupakan suatu pemberian pihak laki-
berupa bangunan tradisional Bale Rumput laki kepada perempuan pujaan hatinya.
Tinggal atau Bale Gunung Rate), dan Berugak. Pemberian tersdebut biasanya berupa
Selai itu, masih dipraktikkan pula adat perhiasan, makanan, atau barang lain sebagai
budaya Ritual Mole Monte sebagai salah satu bentuk pembuktian rasa cinta pihak laki-laki.
identitas kesukuan bagi masyarakat Sade. Pemberian ngumbuk biasanya dilakukan pada
Karena fenomena inilah sampai saat ini dusun saat yang dianggap penting seperti pada saat
Sade tidak pernah sepi dari pengunjung. hari raya atau ulang tahun pihak perempuan.
Dusun Sade terkenal sebagai objek wisata Sedangkan Mereweh merupakan pemberian
16
Heri Zulhadi, “Adat Perkawinan Endogamy Masyarakat Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten
Lombok Tengah Menurut Pandangan Hukum Islam”, Tesis Master (Mataram: Institut Agama Islam Negeri
Mataram, 2015).

164 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H


Oktaviani & Arif Sugitanata

hadiah kepada perempuan secara insidental Dalam proses merariq, calon mempelai
seperti pemberian oleh fihak laki-laki kepada perempuan harus diambil dari rumah orang
fihak perempuan pada saat bersama di tempat tua, tidak diperbolehkan selain itu dan
wisata. calon mempelai perempuan yang diambil
Jika hubungan yang dibangun oleh harus siap dan mau terhadap laki-laki
laki-laki dan perempuan benar-benar yang melarikannya sehingga tidak terkesan
serius, tahapan pade saling meleq kemudian memaksakan. Selain itu, waktu proses merariq
dilanjutkan dengan midang. Midang juga telah ditentukan. Saat melangsungkan
merupakan silaturahmi secara langsung pengambilan calon mempelai perempuan
pihak laki-laki kerumah perempuan pujaan tidak dibolehkan pada siang hari melainkan
hati dengan maksud untuk saling mengenal harus dilakukan pada malam hari yakni ba’da
satu sama lain.17 Laki-laki yang melakukan magrib sampai jam 23.00 Wita. Selain itu, saat
kunjungan ke rumah pihak perempuan penculikan calon mempelai perempuan juga
biasanya dilakukan pada malam minggu, harus mengikutsertakan perempuan sebagai
meskipun terdapat pula midang di lakukan kelompok penculik dalam melarikan gadis
pada waktu-waktu yang lain. Biasanya laki- pujaan hati guna menghindari kesan-kesan
laki yang datang midang akan disambut oleh negative masyarakat. Setelah terjadi proses
tuan rumah kemudian diberikan jamuan penculikan, calon mempelai perempuan harus
dari pihak perempuan. Pada msyarakat segera diberitahukan ke pihak keluarganya
Sasak Sade, untuk ketentuan waktu midang bahwasanya anaknya telah dilarikan.21
dibatasi sampai jam 22.00 oleh pihak dusun Setelah merariq, keesokan harinya
sekitar. Waktu tersebut dianggap sudah pihak keluarga perempuan biasanya akan
masuk jam istirahat. Jika tidak mengindahkan datang mencari (mengejar) gadis yang hilang
aturan tersebut, maka pihak laki-laki ataupun dengan membawa senjata keris atau tombak.
keluarga pihak perempuan akan diberikan Namun di tengah perjalanan mereka bertemu
teguran oleh aparat dusun.18 dengan utusan dari pihak laki-laki untuk
Tahapan setelah midang adalah memberitahukan peristiwa merarik tersebut.
pesopok janji. Tahapan ini merupakan suatu Dalam bahasa lokal, proses ini disebut nyelabar
kesepakatan ikatan antara pihak laki-laki atau mesejati, artinya menetapkan dengan
dan perempuan yang sedang beberayean pasti tanpa adanya keragu-raguan bahwa
untuk menikah kedepannya setelah melalui perempuan tersebut benar-benar kawin
perundingan dan sama-sama mengambil (merariq) secara syah berdasarkan tradisi
janji. 19 Kemudian dilanjutkan ke tahap yang berlaku dan tanpa adanya paksaan dari
bebait, dan merariq. Merariq adalah kebiasaan siapapun.22
mengambil atau yang lebih dikenal menculik/ Setelah mesejati atau nyelabar telah
melarikan gadis oleh pihak laki-laki untuk disepakati oleh pihak keluarga perempuan,
dikawini. Lumrahnya proses penculikan maka pihak laki-laki mendatangi keluarga
calon pengantin dari pihak perempuan perempuan untuk mendiskusikan hal-hal
dilakukan secara diam-diam dan setelah di yang berhubungan dengan beban biaya yang
larikan calon pengantin perempuan tersebut akan diminta oleh pihak perempuan. Dalam
tidak boleh dibawa kerumah laki-laki itu istilah sasak, tahap ini disebut dengan membait
melainkan dibawa kerumah keluarga yang bande. Dalam tahap membait bande ini, terdapat
lain, rangkaian ini disebut dengan beseboq/ dua hal yang dipenuhi yaitu keikhlasan
menyembunyikan diri.20 atau pisuke, dan penagihatau meminta beban.

17
M. Fachrir Rahman, Pernikahan di Nusa Tenggara Barat antara Islam dan Tradisi (Mataram: LEPPIM IAIN
Mataram, 2013), hlm. 118-119.
18
Kurdap Seleke, interview (20 Sep 2018).
19
Ibid.
20
Zuhdi M. Arifin, Praktik Merariq: Wajah Sosial Masyarakat Sasak (Mataram: LEPPIM IAIN MATARAM, 2012),
hlm. 62.
21
Ibid.
22
Sudriman dkk., Prosesi Perkawinan Masyarakat Gumi Sasak (NTB: KSU Primaguna, 2012), hlm. 10.

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 165


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

Membait bande ini biasanya berkisaran di desa Rambitan berdiri.


antara 5 (lima) sampai 10 sepuluh) juta
rupiah. Untuk beberapa kasus uang pesuke ini C. Taukil Wali dalam Tradisi Masyarakat
bahkan hingga 25 juta atau lebih tergantung Sasak Sade
kesepakatan kedua belah pihak.23 Secara teoritis, kata wali memiliki
Setelah membait bande, tahap selanjutnya definisi penguasa, pelindung dan penolong.
adalah bekawin. Bekawin maksudnya menikah Wali dipilih atas dasar skala prioritas dengan
di mana kedua mempelai megucapkan janji tertib,27 di awali dari yang paling utama dan
pernikahan melalui Ijab dan Qabul. Pada berhak, yakni mereka yang ada hubungan
masyarakat Sasak Sade, pada tahpan inilah nasab, mempunyai hubungan kekerabatan di
taukil wali kepada Kiai dipraktikkan. Pada mulai dari Bapak, Bapaknya Bapak, Saudara
peristiwa taukil wali ini, orang tua perempuan laki-laki dari seayah seibu, saudara laki-laki
tidak boleh datang untuk menikahkan seayah saja, anak laki-laki saudara laki-laki
anak gadisnya.24 Setelah bekawin, biasanya seayah seibu, anak laki-laki saudara laki-
diadakan resepsi perkawinan yang dikenal laki seayah, anak laki-laki sari anak laki-laki
dengan istilah begawe.25 saudara laki-laki seayah seibu, anak laki-laki
Proses pernikahan pada masyarakat dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah.
Sasak Sade diakhiri dengan nyongkolan yang Wali memiliki pengaruh terhadap
dilakukan secara bersama-sama seluruh sahnya akad perkawinan. Oleh karenanya
anggota keluarga bersama masyarakat untuk tidak bisa sembarangan orang dapat diterima
datang kerumah mempelai perempuan menjadi wali. Dalam ketentuan hukum
yang bertujuan sebagai pengenalan wajah Islam (fiqh), terdapat beberapa syarat untuk
dari kedua belah pihak mempelai kepada menjadi wali dalam pernikahan yang harus
masyarakat umum bahwasanya mereka telah dipenuhi yakni, Islam, baligh, merdeka, laki-
melakukan ikatan pernikahan sambil meminta laki, berakal sehat, adil.28 Lebih lanjut, hukum
maaf serta memberikan hormat kepada Islam juga mengatur tentang orang orang
kedua orang tua dan pihak keluarga. Dalam yang dapat menjadi wali dalam pernikahan
proses nyongkolan ini seluruh masyarakat yaitu Wali Nasab, wali hakim, wali tahkim,
dan mempelai menggunakan pakaian adat, wali maula, dan wali adol. Wali nasab adalah
kemudian kedua mempelai diiringi oleh wali nikah yang memiliki hubungan darah
gamelan dan kesenian lainnya serta ikuti dengan perempuan yang akan melaksanakan
oleh masyarakat/keluarag laksana seorang akad pernikahan. Wali Hakim yakni wali
raja dan ratu.26 yang dipilih dari hakim di mana ia baru
Dari proses perkawinan tersebut, dapat melakukan tindakan sebagai wali jika
semuanya tidak lepas dari peranan seorang wali nasab tidak ada/tidak mungkin hadir/
Kiai, ketika di percayakan oleh kedua calon tidak diketahui tempat tinggalnya/enggan/
mempelai khusunya memepelai perempuan ghaib/adlal. Namun dalam hal wali adlal atau
sebagai wali dalam akad pernikahan. Baik enggan ini maka wali hakim baru bisa menjadi
kedua keluarga calon mempelai tidak pernah wali nikah setelah ada putusan pengadilan
merasa keberatan dalam hal tersebut karena agama mengenai wali.29 Wali Tahkim yakni
pada umumnya masyarakat desa Rambitan wali yang dipilih oleh calon mempelai jika
khususnya Sade telah menjadikan taukil wali wali nasab tidak ada ataupun bepergian jauh.
sebagai suatu adat kebiasaan masyarakat Wali Maula yakni wali yang mengawinkan
yang telah lama dilaksanakan dari semenjak budaknya dimana majikan dari si budak

23
Kurdap Selake, interview (20 Sep 2018).
24
Ibid.
25
Ibid.
26
Sudirman,dkk., Prosesi Perkawinan Masyarakat Gumi Sasak, hlm. 126
27
H.MA. Tihami and Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 89.
28
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar baru Algensindo, 2014), hlm. 374.
29
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hlm. 119.

166 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H


Oktaviani & Arif Sugitanata

dikawinkan olehnya. Sedangkan wali adol kepada kiai untuk melanjutkan”).32 Biasanya
yakni wali untuk orang yang kehilangan permintaan ini diucapkan secara lisan. Setelah
kemampuannya/akalnya seperti orang gila.30 terjadi akad pelipahan wali ini, barulah Kiai
Kemudian kata taukil diartikan yang di utus melanjutkan tugasnya sebagai
sebagai penyerahan/penerimaan wali terhadap calon memepelai perempuan
kekuasaan bermakna suatu proses, cara, mewakili orang tuanya.
tindakan melimpahkan hak wewenang. 31 Praktik taukil wali telah berjalan sejak
Pada hakikatnya taukil wali nikah dapat lama sehingga menjadi kebiasaan bagi
berlangsung secara lisan akan tetapi untuk masyarakat di dusun Sade yang secara
menghindari suatu hal yang tidak diinginkan garis besar disebabkan adanya pandangan
di kemudian hari nanti baiknya dilaksanakan masyarakat menganggap bahwa taukil
dengan tertulis dan di saksikan oleh orang wali sebagai sarana penyampaian kepada
lain. Pada masyarakat Sasak Sade taukil wali masyarakat luas. Akan tetapi, mereka tidak
biasanya disampaikan secara lisan. begitu mengharapkan mempunyai besan
Bagi masyarakat Sasak Sade berlakunya atau menikahkan anaknya. Oleh karena itu,
suatu tradisi dalam perkawinan khususnya taukil wali dilakukan sebagai pilihan yang
yang berhubungan dengan taukil wali menurut mereka lebih baik supaya tidak di
sudah berlangsung turun temurun dimana gunjingkan masyarakat. Dari pandangan
masyarakat disekitarnya semuanya beragama seperti inilah kemudian taukil wali dalam
Muslim yang pada faktanya dari awal pernikahan menjadi suatu kebiasaan yang
lahirnya masyarakat dusun Sade condong telah lama dipraktikkan dalam masyarakat
menjadikan seorang Kiai sebagai suatu Sade. Masyarakat Sade telah membuat
tokoh yang disegani dan dihormati, kiai juga kesepakatan mengenai taukil wali dimana
dijadikan sebagai panutan dan tumpuan dari pada proses perkawinan mereka, harus
segala kegiatan sehari-sehari mereka seperti dilakukan oleh orang lain yang di utus oleh
meminta pertimbangan dari setiap masalah pihak keluarga, dengan demikian ketika
yang sedang dihadapi oleh masyarakat Sade. masyarakat melanggar kesepakatan tersebut
Hal inilah yang menjadikan Kiai dijadikan maka akan di berikan sanksi yang sudah di
sebagai wali dan menjadi kebiasaan juga sepakati, seperti pemaparan narasumber atau
bagi masyarakat Sade, sehingga dalam informan masyarakat sekitar mengatakan:
hemat penulis penyerahan wali kepada Kiai Masyarakat yang ada di desa Rambitan
merupakan suatu rukun bagi masyarakat dusun Sade ini bisa dikatakan kalau
Sade. semua orang menikah menggunakan
Orang yang ditunjuk sebagai wali mawakil sebagi wali nikahnya, sehingga
dalam praktek taukil wali yang terjadi pada orang tuanya tidak menikahkan anaknya
masyarakat Sasak Sade adalah seorang tokoh melainkan memberikan hak walinya
agama atau kyai. Proses taukil wali ini diawali kepaada Kiai yang pada umumnya untuk
dengan permintaan orang tua dari keluarga menganwinkan anak perempuannya.33
calon mempelai perempuan kepada sang Dusun Sade mempunyai empat orang
Kiai untuk menikahkan anak perempuannya Kiai. Pada masyarakat Sade, kyai tidak hanya
dengan akad penyerahan menggunakan menjadi tokoh masyarakat dan tokoh agama,
bahasa sasak (bahasa daerah Lombok): “Tiang tetapi juga tokoh adat. Kyai mempunyai
rede anak’k tekawin kance si fulan jelo ni, dait tiang peranan penting dalam menjalankan aktivitas
rede serahan selapukn leq Kiai jari lanjutan” (Saya kemasyarakatan, bukan hanya sekedar
ridha’ anak saya di kawinkan dengan si fulan memimpin zikir, memimpin doa dalam setiap
pada hari ini, dan saya serahkan semuanya kegiatan, melainkan Kiai sudah menjadi
30
Boedi Abdullah, Pengantar Hukum Keluarga (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 109-114.
31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 594.
32
Kurdap Selake, Tokoh Adat, Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Tengah, interview (25
November 2018).
33
Kamaludin, Tokoh Masyarakat, Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Tengah, interview (28
Nov 2018).

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 167


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

panutan hidup bermasyarakat. Peranan dalamnya ada norma-norma hukum yang


penting Kyai dalam masyarakat Sade seperti memberi peranan besar akan fenomena yang
ini juga berlaku pada proses perkawinan menjadi fakta sosial sekaligus fakta hukum.36
yang mewujud pada praktek taukil wali Mengutip pendapat dari Satjipto Raharjo
nikah kepada Kyai. Pada dasarnya pemilihan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu
wali telah diberikan kepada keluarga calon pengetahuan hukum dengan tingkah laku
mempelai laki-laki untuk menentukan wali dari masyarakat dalam ranah sosial,37 dengan
nikahnya. Setelah calon wali ditentukan, memberikan suatu penjelasan terhadap
biasanya dilanjutkan dengan permintaan praktik-praktik hukum, mengapa, mulai dari
dari keluarga mempelai pihak laki-laki sebab berlaku, sejarah lahirnya keberlakuan
kepada keluarga calon mempelai pihak tersebut, sehingga mampu menghasilkan
perempuan agar memilih wali nikah yang prediksi hukum yang sesuai dan tidak sesuai
telah ditentukan. dengan masyarakat.38
Wali yang menjadi wakil dari calon Dalam pendekatan sosiologi hukum,
mempelai pihak perempuan tersebut terdapat tiga pendekatan yang bisa digunakan
ditentukan tidak lama menjelang akad untuk memahami keberlakuan hukum yang
pernikahan. Dalam tradisi masyarakat ada yaitu pendekatan ontologis, hakikat
Sade, pemilihan wali dilakukan pada hari penerapan hukum yang berlaku bagi
H perkawinan akan dilaksanakan baru wali masyarakat, pendekatan epitemologis, asal-
di pilih, tidak diperkenankan pada hari usul dan sumber hukum, dan pendekatan
selainnya.Batas waktu yang ditentukan aksiologis, yang berupa kajian eksistensi
untuk memilih wali paling lama satu jam hukum yang berkembang di masyarakat.39
sebelum akad berlangsung.34 Apabila ikrar Dari tiga pendekatan hukum ini, penelitian
wali dilakukan lebih dari satu jam sebelum ini menggunakan pendekatan ontologis
akad nikah, maka taukil wali dianggap dan epistemologis, dengan dasar bahwa
batal. Jika terjadi hal yang demikian, wali pendekatan tersebut mengkaji lebih spesifik
yang telah disepakati digantikan oleh orang mengenai hakikat dari kehidupan sosial,
lain berikutnya. Pada praktik proses dari penerapan hukum yang berlaku bagi
akad perkawinan masyarakat Sade tidak masyarakat Sade, spesifiknya lagi bagaimana
pernah terjadi pengulangan pemilihan wali cara berfikir masyarakat sekitar dan apa saja
nikah. Biasanya keluarga yang hendak yang melatarbelakangi sehingga taukil wali
melaksanakan perkawinan anaknya telah dalam perkawinan tersebut masih diterapkan
mempersiapkan proses taukil wali dengan hingga saat ini.
baik.35 Selain sebagai wakil wali dalam proses Sebagaimana dijelaskan pada bagian
akad pernikahan, Kiai pada perkawinan adat sebelumnya, kyai mempunyai posisi yang
Sade juga berperan sebagai pembaca khutbah sangat penting pada proses taukil wali
nikah. yang terjadi pada masyarakat Sasak Sade.
Sebagai figur penting agama dan adat
D. Menghormati Kyai dan Menghindari Sasak, kyailah yang menjadi tumpuan
Sanksi Sosial penting taukil wali karena kepada kyai, hak
Perspektif sosiologi hukum mencoba perwalian dalam pernikahan diserahkan oleh
membedah realitas sosial sebagai suatu walinya. Kebiasaan dalam hal mewakilkan
realitas hukum dengan mengungkap faktor- hak perwalian pada saat akad nikah dapat
faktor sosial di dunia empiris yang di dibuktikan dari semua pernikahan yang

34
Kurdap Selake, interview, Selake adalahTokoh Adat, Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok
Tengah.
35
ibid.
36
Nurul Qamar et al., Sosiologi Hukum (Makassar: Mitra Wacana Media, 2015), hlm. 47.
37
Zainuddin, Sosiologi Hukum, hlm. 1.
38
Niotolovo, ‘Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum’, Http://Blogspot.Co.Id/2013/06/.Html, accessed 10
Agustus 2020.
39
Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 25–6.

168 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H


Oktaviani & Arif Sugitanata

telah dilakukan di dusun Sade, orang tua berlanjut. Biasanya, wali yang melakukan
memberikan hak perwaliannya kepada taukil wali beralasan malu dianggap monyan
orang lain dalam hal ini para Kiai, walaupun ntan suke lalok atau terlalu berambisi kepada
orang tua mereka mampu untuk menikahkan calon besan. Untuk menghindari perasaan
sendiri putrinya, seperti yang di utarakan oleh malu karena ambisi ini, rata-rata masyarakat
Wardi, Staf KUA Sengkol, sebagai berikut: desa Rambitan khusunya di dusun Sade
Selama saya berada di sini, rata-rata mewakilkan perwalian kepada Kiai.
masyarakat dari desa Rambitan tidak Taukil wali di dusun Sade dalam
terkecuali dusun Sade saja, mereka perkembangannya hingga saat ini masih
mewakilkan perwaliannya kepada para dipertahankan. Masyarakat Sasak Sade
tokoh-tokoh yang mereka anggap terpandang masih menjaga tradisi taukil wali tersebut.
dan terhormat serta Pejabat KUA yang Fenomena ini berbeda dengan masyarakat
diutus oleh keluarga calon mempelai dusun sekelilingnya yang sudah mulai
perempuan. Sedikit sekali orang tua dari meninggalkan tradisi taukil wali dalam
pihak yang bersangkutan secara langsung pernikahan. Ini tidak lepas dari status dusun
menikahkan anak perempuannya.40
Sade yang merupakan salah satu dusun
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pariwisata dan juga icon dari suku Sasak asli.
praktek taukil wali dalam perkawinan Status desa wisata ini yang menjadi salah satu
masyarakat Sasak Sade telah menjadi tradisi. penopang lestarinya tradisi sasak di dusun
Taukil wali dalam akad nikah yang terjadi Sade, termasuk dalam taukil wali pernikahan.
hampir di semua proses perkawinan di dusun Terdapat beberapa faktor yang
sade dilakukan di rumah kediaman calon menyebabkan masyarakat dusun Sade
mempelai laki-laki. Sangat jarang perkawinan menyerahkan hak wali nikahnya kepada
pada masyarakat Sasak Sade dilakukan di kyai pada fenomena taukil wali, mulai dari
kantor KUA. Pada umumnya, masyarakat penghormatan kepada kyai sampai kepada
Sade memberikan hak perwaliannya kepada menghindari gunjingan masyarakat.Faktor
Kyai. Penyerahan hak perwalian dalam taukil takzim atau hormat terhadap Kiai jelas menjadi
wali ini, sebagaimana telah disebutkan pada penyebab penting munculnya praktek taukil
bagian terdahulu, dilakukan secara lisan. wali kepada kyai pada masyarakat sasak
Untuk kepentingan administrasi perkawinan, Sade. Dijelaskan sebelumnya bahwa Kiai
dibuatlan surat peryataan yang menyatakan merupakan gelar kehormatan dikalangan
bahwasanya orang yang menerima kuasa masyarakat Lombok selain Tuan Guru. Dari
akan menajadi wali nikah. Surat pernyataan sisi etika dan moral, Kiai merupakan suri
tersebut diserahkan kepada Kantor Urusan tauladan bagi masyarakat sekitar. Sedangkan
Agama (KUA) tempat terjadinya pernikahan. dari segi sosial, Kiai bukan hanya tokoh
Dalam prosesi taukil wali, biasanya agama, tetapi juga tokoh adat. “Kiai di dusun
diawali dengan pernyataan dari KUA yang Sade mempunyai peran besar dalam acara-acara
mengingatkan bahwa lebih bagus lagi apabila keagamaan dan tradisi di dusun Sade.”41 Kyai
perwalian tidak di wakilkan kepada orang selalu dijadikan pemimpin secara lokal
lain. Orang tua dalam hal ini bapak menjadi dalam upacara-upacara adat dalam hal waktu
yang wali nasab yang sudah mempunyai kelahiran, pernikahan dan kematian. Namun
kesanggupan dan kemampuan serta Kiai bagi masyarakat Sasak, pengaruhnya
telah terpenuhi syarat menjadi wali nikah masih terbatas tidak seperti Tuan Guru,
seyogyanya menikahkan anak perempuannya dimana Tuan Guru merupakan seorang
tanpa harus mewakilkan hak kewaliannya yang memiliki pengetahuan agama yang
kepada kyai. Ini dilakukan untuk memberikan sudah mempuni dan memiliki pengaruh
rasa bangga dan senang kepada anak yang luas bagi masyarakat Sasak. Selain itu,
perempuannya jika bapaknya menjadi wali. sebutan Tuan Guru juga hanya disematkan
Namun demikian, proses taukil wali terus
40
interview (20 Sep 2018).
41
Wawancara dengan Abdul Salim, Masyarakat Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Tengah,
25 November 2018.

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 169


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

kepada tokoh agama yang mempunyai menjadi faktor lain yang menyebabkan
pesantren. Sedangkan tokoh agama yang bertahannya praktik taukil wali pernikahan
tidak mempunyai pesantren disebut dengan dalam masyarakat Sasak Sade. Gunjingan
kyai. masyarakat atau yang sering disebut sanksi
Di dusun Sade terdapat empat orang sosial merupakan faktor yang sangat
Kiai. Salah satu di antara mereka akan menjadi mempengaruhi tingginya praktik taukil wali
wakil wali dalam proses akad nikah kepada pada masyarakat dusun Sade. Orang tua calon
Kiai. Kebiasaan tersebut sudah biasa bagi mempelai perempuan yang menikahkan
kalangan masyarakat dusun Sade. “Kiai disini anaknya tanpa mewakilkan akan menjadi
kami hormati dan menjadi panutan, termasuk bahan gunjingan dari masyarakat, dengan
dalam hal perkawinan.”42 Penghormatan dan adanya gunjingan masyarakat sekitar maka
penghargaan terhadap kedudukan Kiai inilah para orang tua calon mempelai merasa
yang menjadikan dan membangun pemikiran tidak enak hati kepada masyarakat terlebih
masyarakat dusun Sade selalu menempatkan terhadap para tokoh di dusun Sade serta akan
posisi kyai pada posisi yang penting dalam mendapatkan semacam sanksi adat yakni
adat dan tradisi mereka, termasuk dalam berupa hukuman denda kepada orang tua
hal perkawinan. Taukil wali kepada Kiai atau keluarga yang hadir dan menikahkan
dalam akad perkawinan merupakan bentuk anaknya berupa uang sebesar empat likur kepeng
apresiasi ini. Dalam pandangan masyarakat atau Rp. 240.000 (dua ratus empat puluh ribu
Sasak Sade, wali nikah merupakan sebuah rupiah). Hal inilah yang membuat masyarakat
tanggung jawab (sosial) yang cukup besar. dusun Sade taat terhadap kebiasaan sekaligus
Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menjadi ketetapan yang telah disepakati
menjalankannya dengan baik. Kyai adalah bersama.
figur yang paling tepat untuk melaksanakan Denda yang diberlakukan merupakan
beban ini. Dalam konteks ini, kyai berperan kesepakatan masyarakat dusun Sade dari
meringankan beban wali nasab dalam musyawarah yang telah dilakukan, meskipun
menggugurkan kewajibannya menjadi wali jumlahnya tidak sampai jutaan, namun
nikah sehingga perbuatan tersebut bisa dengan denda tersebut bisa membuat
dikatakan sebagai upaya saling membantu masyarakat taat dan menjadi salah satu dasar
terhadap sesama manusia dalam berbuat bertahannya praktik taukil wali di dusun
ketakwaan. Sade. Tokoh adat juga begitu memperhatikan
Selain kyai sebagai tokoh adat, pelaksanaan tradisi-tradisi yang berlaku baik
keberadaan kyai sebagai tokoh agama (Islam) bagi masyarakat dusun Sade terlebih juga
menjadikan masyarakat Sade berpandangan para wisatawan.
bahwa Kiai lebih memahami ilmu agama, Faktor-faktor di atas merupakan fakta
termasuk dalam bidang perkawinan atau lapangan yang menjadi cikal bakal lahir dan
munakahat. Meskipun masyarakat dusun bertahannya praktik taukil wali di dusun Sade
Sade sebenarnya sudah menyadari bahwa yang ditinjau dengan perspektif sosiologi
mereka yang paling berhak menjadi wali hukum sebagai bukti bahwa masyarakat
pada proses perkawinan, namun dalam dusun Sade masih berpegang teguh dengan
pengoprasionalisasinya mereka menyerahkan aturan-aturan adat dan menjadi lahirnya
hak perwaliannya kepada Kiai untuk ideologi masyarakat mengenai taukil wali,
menikahkan anak-anak perempuan mereka. sehingga kaidah-kaidah hukum yang berlaku
Bahkan pada prakteknya, bukan hanya sangat berperan penting pada tatanan sosial.
menyerahkan hak walinya kepada kyai, orang Pola cita masyarakat dusun Sade
tua calon memeplelai perempuan juga tidak berdasarkan pengalaman dan pemikiran
boleh hadir dalam akad pernikahan.43 sosial secara evolusi menunjukan adanya
Menghindari gunjingan masyarakat pengaruh budaya dan perubahan sosial

42
Ibid.
43
Wawancara dengan Kamaludin, Tokoh Masyarakat, Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok
Tengah, 28 November 2018.

170 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H


Oktaviani & Arif Sugitanata

dalam hukum. Hukum dapat tumbuh tersebut maka akan di berikan sanksi yang
dan berkembang sesuai tingkat kemajuan sudah di sepakati. Taukil wali kepada kepada
masyarakat. Bila suatu masyarakat sudah kyai menunjukkan peranan penting elit
memiliki norma hukum kebiasaan yang agama dalam masyarakat Sasak Sade. Oleh
baik serta mewujudkan ketertiban dan karena itu, selain untuk menghindari sanksi
keadaan sosial, maka hukum itu dikukuhkan sosial berupa gunjingan masyarakat kepada
berlakunya.Kebiasaan yang telah melekat orang yang tidak mempraktekkan taukil
pada masyarakat tidak bisa di abaikan wali dalam pernikahan. praktek taukil wali
karena pada hakikatnya hukum bermuara kepada kyai dapat yang telah menjadi tradisi
di bawah kebudayaan masyarakat. Hukum masyarakat Muslim Sasak Sade ini muncul
adat senantiasa berkembang dari kebutuhan sebagai bentuk apresiasi (penghormatan)
hidup yang dijalankan dalam keseharian kepada elit agama, yaitu kyai.
masyarakat dan cara pandang masyarakat
terhadap hukum adat yang berlaku.44 DAFTAR PUSTAKA
Hukum yang berlaku pada masyarakat
di dusun Sade baik kesederhanaan dan Abdullah, Boedi, Pengantar Hukum Keluarga,
kecilnya masyarakat tersebut tetap bagian dari Bandung: Pustaka Setia, 2014.
kebudayaan masyarakat tersebut, dan tidak Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di
bisa dipisahkan dari keteguhan masyarakat Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo,
akan kebudayaannya serta pola berfikir 2010.
yang mendukung kebudayaan tersebut. Oleh Abidin, M. Zaenal and Nurul Azizah,
karena itu hukum merupakan interpresentasi “Pandangan Tokoh NU Tentang
dari keteguhan dan pola berfikir masyarakat Hadirnya Wali yang Telah Mewakilkan
yang bersangkutan sehingga hubungan Perwaliannya”, Istidlal: Jurnal Ekonomi
dalam bermasyarakat diatur oleh berbagai dan Hukum Islam, vol. 1, no. 2, 2017, hlm.
macam tujuan yang pada dasarnya bertujuan 175–89 [https://doi.org/10.35316/istidlal.
untuk mendapatkan kehidupan bersama v1i2.107].
yang harmonis. Dalam berhubungan tersebut Badri, Abdul, “Larangan Taukil Wakil Wali
manusia mendapatkan pengalaman tentang Nikah di Kantor Urusan Agama (Kua)
bagaimana memenuhi keberlangsungan Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon”,
hidup yang didambakan. Inklusif (Jurnal Pengkajian Penelitian Ekonomi
dan Hukum Islam), vol. 2, no. 2, 2017, hlm.
E. Kesimpulan 1–16 [https://doi.org/10.24235/inklusif.
Praktik taukil wali telah berjalan sejak v2i2.1552].
lama sehingga menjadi kebiasaan bagi Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
masyarakat di dusun Sade yang secara Besar Bahasa Indonesia.
garis besar disebabkan karena pendangan dkk., Sudriman, Prosesi Perkawinan Masyarakat
masyarakat menganggap bahwa taukil Gumi Sasak, NTB: KSU Primaguna, 2012.
wali sebagai sarana penyampaian kepada Dzikrullah, M. Abdi, “Tawkil Wali dalam akad
masyarakat luas, bahwa mereka tidak begitu pernikahan (Studi Pandangan Masyarakat
mengharapkan mempunyai besan. Oleh Abangan, Santri dan Priyai di Kecamatan
karena itu, taukil wali dipilih sebagai pilihan Manyar Kabupaten Gresik)”, Malang:
yang menurut mereka lebih baik supaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik
tidak mendapatkan gunjingan masyarakat. Ibrahim, 2019.
Masyarakat Sade telah membuat kesepakatan Iftidah, Ida, “Pandangan Masyarakat Tentang
mengenai taukil wali d imana pada proses Taukil Wali Studi Di Desa Dempet
perkawinan mereka. Hak perwalian pada Kabupaten Demak”, Al-Ahwal: Jurnal
taukil wali harus diserahkan kepada Kiai yang Hukum Keluarga Islam, vol. 9, no. 1, 2017,
di utus oleh pihak keluarga. Dengan demikian hlm. 87–100 [https://doi.org/10.14421/
ketika masyarakat melanggar kesepakatan ahwal.2016.09106].

44
Ibid, hlm. 205.

Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H 171


Memberikan Hak Wali Nikah Kepada Kyai: Praktik Taukil Wali Nikah Masyarakat Adat Sasak Sade

Ilham and St Habibah, “Pemahaman Mataram: LEPPIM IAIN Mataram, 2013.


Masyarakat tentang Wakalah dalam Akad Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar
Pernikahan Menurut Kompilasi Hukum baru Algensindo, 2014.
Islam di Kabupaten Bone”, Nukhbatul Rofayanti, Na’of Nur, “Praktik Taukil Wali
’Ulum: Jurnal Bidang Kajian Islam, vol. Nikah Dalam akad Nikah di Desa Kunti
4, no. 2, 2018, hlm. 180–6 [https://doi. Kec. Andong, Kab. Boyolali”, Surakarta:
org/10.36701/nukhbah.v4i2.45]. Institut Agama Islam Negeri Surakarta,
Kamaludin, Tokoh Masyarakat, Dusun Sade 2019.
Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Rumokoy, Donald Albert and Frans Maramis,
Tengah, interview, 28 Nov 2018. Pengantar Ilmu Hukum, cet ke-4 edition,
Kurdap Selake, Tokoh Adat, Dusun Sade Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Desa Rambitan Kecamatan Pujut Lombok Saebani, Beni Ahmad, Sosiologi Hukum,
Tengah, interview, 20 Sep 2018. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.
M. Arifin, Zuhdi, Praktik Merariq: Wajah Sosial Selake, Kurdap, interview.
Masyarakat Sasak, Mataram: LEPPIM IAIN Tihami, H.MA. and Sohari Sahrani, Fiqih
Mataram, 2012. Munakahat, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Meliannadya, Nattasya, “Implementasi Taukil 2010.
Wali dalam Peraturan Menteri Agama Wardatun, Atun and Hamdan, Kontekstualisasi
Nomor 20 Tahun 2019 di Kota Malang”, Hukum Keluarga di Dunia Islam, Mataram:
Sakina: Journal of Family Studies, vol. 4, no. LEPPIM IAIN Mataram, 2014.
1, 2020, hlm. 71–80. Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar
Niotolovo, “Karakteristik Kajian Grafika, 2015.
Sosiologi Hukum”, Http://Blogspot. Zulhadi, Heri, “Adat Perkawinan Endogamy
Co.Id/2013/06/.Html, accessed 8 Oct 2020. Masyarakat Sade Desa Rambitan
Qamar, Nurul et al., Sosiologi Hukum, Makassar: Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok
Mitra Wacana Media, 2015. Tengah Menurut Pandangan Hukum
Rahman, M. Fachrir, Pernikahan di Nusa Islam”, Tesis Master, Mataram: Institut
Tenggara Barat antara Islam dan Tradisi, Agama Islam Negeri Mataram, 2015.

172 Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 2, Tahun 2019 M/1440 H

Anda mungkin juga menyukai