Anda di halaman 1dari 15

Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

Pandangan Tokoh NU Jember tentang Hadirnya Wali yang Telah


Mewakilkan Perwaliannya dalam Majlis Akad

M. Zaenal Abidin
m.z.abidin@gmail.com
Universitas Ibrahimy, Situbondo

Abstract: The purpose of this research was to find out how they viewed NU figures
in Jember and how they viewed Islamic law about the presence of guardians who
have represented their guardianship in their child wedding. This study used a
qualitative approach, the chosen data collection technique was an interview. The
results of the study found that NU figures in Jember had a different viewed point.
Some nu figures had the view that a guardian who had represented his
guardianship can attend the ceremony and had no effect on the Wedding as long as
it is not one of the witnesses of marriage, others argue that the guardian expected to
leave the ceremony, some even think that the guardian should not attend the
ceremony because it can cause an invalid contract. While the Islamic legal view said
that the guardian who had represented his guardianship was allowed to attend the
ceremony of the wedding at the time of the contract as long as he did not become a
witness of marriage because it can be made the contract was invalid because the
guardian had a double status.
Keywords: NU figures, marriage guardian, representing guardianship

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mereka
memandang tokoh NU di Jember dan bagaimana mereka memandang hukum Islam
tentang keberadaan wali yang mewakili perwaliannya dalam pernikahan anak
mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan
data yang dipilih adalah wawancara. Hasil studi menemukan bahwa tokoh NU di
Jember memiliki sudut pandang yang berbeda. Beberapa tokoh nu berpandangan
bahwa wali yang telah mewakili perwaliannya dapat menghadiri upacara dan tidak
berpengaruh pada pernikahan selama bukan salah satu saksi nikah, yang lain
berpendapat bahwa wali diharapkan untuk meninggalkan upacara, beberapa
lainnya Bahkan ada anggapan bahwa wali tidak boleh menghadiri upacara tersebut
karena bisa mengakibatkan kontrak tidak sah. Sedangkan dalam pandangan hukum
Islam mengatakan bahwa wali yang mewakili perwaliannya diperbolehkan
menghadiri akad nikah pada saat akad asalkan tidak menjadi saksi nikah karena
dapat dibuat akad tidak sah karena wali memiliki status ganda.
Kata Kunci: tokoh NU, wali nikah, mewakilkan perwalian

62
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

Pendahuluan tenteram dan penuh rasa kasih sayang


antara suami dan isteri (Basyir, 2000). Pasal
Islam adalah agama samawi yang 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
terakhir. Ia hadir ke permukaan bumi ini tentang Perkawinan menjelaskan bahwa:
sebagai rahmat dan nikmat bagi seluruh “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
manusia. Allah mewahyukan agama Islam seorang pria dewasa dengan seorang wanita
ini dengan muatan nilai-nilai kesempurnan sebagai suami isteri dengan tujuan
dan komprehensif lagi agung, dimana membentuk keluarga (rumah tangga) yang
kesempurnaan tersebut meliputi aspek- bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
aspek fondamental tentang dunia dan Yang Maha Esa” .
akhirat, guna mengantarkan manusia Dalam perkawinan ada beberapa
kepada kebahagiaan, baik di dunia ataupun elemen yang harus ada yaitu diantaranya
di akhirat nanti. Oleh sebab itu agama Islam calon mempelai laki-laki dan perempauan,
bersifat universal dan eksternal selain itu wali nikah, saksi nikah, dan adanya shighat
agama Islam searah dengan fitrah manusia atau yang biasa disebut dengan ijab qabul.
secara umum sebagai mahkluk Allah yang Jumhur ulama menyatakan bahwa
maha mulia. pernikahan tidak sah dengan tanpa adanya
Ada aturan tertentu dan sangat wali dan dua saksi. Hal ini berdasarkan
komplek yang dibawa Islam untuk hadits nabi dari Ibnu Abbas yang berbunyi :
mengatur semua kehidupan manusia dunia
ِ ِ َ ‫ ََل نِ َك‬:‫صلهى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلهم‬ ِ‫ول ه‬
‫اح إ هَل ب َوٍِّلي‬ َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ق‬
dan akhirat yang itu sebagai norma-norma
َ
atau peraturan-peraturan mengikat, untuk ِ
pegangan hidup yang harus dipatuhi dan ‫ل َم ْن ََل َوِ ه‬
ُ‫ل لَه‬ ُّ ِ‫السلْطَا ُن َو‬ َ ‫َو َشاه َد ْي َع ْد ٍّل فَِإ ْن تَ َش‬
ُّ َ‫اج ُروا ف‬
dilaksanakan, baik peraturan tersebut
langsung dari Allah atau Rasul-Nya. “Sesungguhnya Nabi SAW
Salah satu peraturan atau ketetapan bersabda : Tidak ada pernikahan
agama Islam adalah tentang pernikahan. kecuali dengan wali dan dua saksi
Islam menetapkan pernikahan karena yang adil. Seandainya mereka
memiliki hikmah yang agung dan luhur, berbantahan, maka sulthan yang
yaitu menjaga kehormatan, kepribadian, menjadi wali orang-orang yang tidak
mengikat hubungan sosial, menjaga mempunyai wali” (Qutni, 2004).
kemaslahatan masyarakat dan menimbulkan
rasa tanggung jawab. Seseorang yang Pada asalnya orang yang paling
melaksanakan perkawinan akan selalu berhak menjadi wali nikah adalah ayah dari
menjaga diri dari hal-hal yang berkenaan mempelai wanita, kemudian orang yang
dengan naluri seksual yang sering diberikan wasiat untuk menjadi wali nikah
menjerumuskan seseorang kelembah hitam oleh ayah, kemudian kakek mempelai
(kemaksiatan). wanita dari pihak ayah (terus ke atas),
Perkawinan sangatlah penting dalam kemudian anak laki-laki mempelai wanita,
kehidupan manusia, perseorangan maupun kemudian cucu laki-lakinya (terus ke
kelompok. Dengan jalan yang sah, bawah), kemudian saudara laki-lakinya
pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi seayah seibu, kemudian anak laki-laki dari
secara terhormat sesuai kedudukan, saudara laki-lakinya seayah seibu, kemudian
manusia sebagai makhluk yang saudara laki-lakinya seayah, kemudian anak
berkehormatan, pergaulan hidup berumah laki-laki dari saudara laki-lakinya seayah,
tangga dibina dalam suasana damai, kemudian pamannya dari pihak ayah,

63
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

kemudian orang yang memerdekakannya masyarakat kasus yang sedemikian.


(jika mempelai wanita adalah budak yang Sehingga hal tersebut mengakibatkan
dibebaskan), kemudian hakim atau petugas KUA juga ikut-ikutan dengan
penggantinya. alasan karena hal itu sudah menjadi
Namun apabila sang wali nikah kebiasaan di masyarakat. Selain Adnan
(misalkan ayah) ingin mewakilkan Widodo, ada beberapa kepala kantor urusan
perwalian nikah anak perempuannya agama yang menuturkan bahwa dirinya
kepada orang lain, menurut mayoritas sering menjumpai hal yang sedemikian di
ulama hal itu pun diperbolehkan, asalkan masyarakat seperti Ahmad bashori, kepala
wakil tersebut memenuhi persyaratan untuk kantor urusan agama kecamatan balung,
menjadi wali nikah. Sebagaiman penjelasan dan yusron barid, kepala kantor urusan
di dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al- agama kecamatan tempurejo.
Kuwaithiyah. Yang sering terjadi, hal itu dilakukan
Sudah menjadi kebiasaan sebagian dengan tanpa memberi alasan yang jelas,
besar orang tua, yang hendak mengawinkan sehingga terkadang menimbulkan perasaan
anak perempuannya, mewakilkan kecewa dari sang wali karena tidak bisa
perwaliannya pada tokoh agama setempat menyaksikan pernikahan anaknya sendiri.
seperti kiai atau ustadh, atau mewakilkan Kalaupun ditanya alasannnya, maka alasan
pada petugas KUA. Banyak alasan yang yang sering diberikan adalah karena tidak
melatarbelakangi mereka, ada yang boleh. Ada seorang kiai yang memberikan
beralasan untuk mendapat barokah dari kiai alasan karena perwaliannya sudah
yang bersangkutan, ada yang beralasan dipasrahkan, kalau sang wali masih hadir
karena kiai yang lebih pantas untuk dalam amjlis akad berarti dia masih belum
menikahkan karena lebih alim, dan bahkan sepenuhnya pasrah.
ada yang beralasan tidak tau cara mengakat Sikap yang seperti ini menimbulkan
nikah. berbagai macam persepsi di tengah
Seorang wakil wali dalam akad nikah masyarkat. Bagi masyarakat yang memiliki
tetap sah melaksanakan akad nikah latar belakang pendidikan pesantren atau
walaupun wali nikah yang telah yang fanatik pada kiai maka mereka
mewakilkan perwaliannya ikut hadir dalam menganggap itu adalah merupakan aturan
prosesi akad tersebut asalkan tidak menjadi yang benar dalam kitab-kitab fiqh, dengan
salah satu dari dua saksi nikah. Jika seorang tanpa mengecek terlebih dahulu karena hal
wali mewakilkan perwaliannya dalam akad itu dilakukan oleh seorang kiai yang
nikah kemudian juga datang untuk menjadi dianggap sebagai orang yang lebih mengerti
salah satu dari dua saksi nikah maka akad terhadap aturan agama. Bagi masyarakat
tersebut tidak sah. awam, yang tidak memiliki latar belakang
Kenyataan yang terjadi di pendidikan agama atau pesantren maka
masyarakat ketika seorang wali mewakilkan akan merasakan kekecewaan karena tidak
perwaliannya pada seorang kiai, maka saat bisa melihat langsung prosesi akad nikah
akad nikah hendak dimulai kiai tersebut anak perempuannya sendiri.
akan memerintahkan sang wali untuk keluar Sebagaimana yang pernah terjadi di
dari majlis akad. Bahkan terkadang sang kiai suatu daerah di kabupaten jember. Pada saat
tidak mau melangsungkan akad nikah akad nikah hendak dilaksanakan sang kiai
sampai sang wali keluar dari majlis akad. mempersilahkan sang wali untuk keluar dari
Menurut penuturan Adnan Widodo, majlis akad namun sang wali menolak untuk
kepala kantor urusan agama kecamatan keluar dengan alasan ingin menyaksikan
gumuk mas jember, sering kali dijumpai di prosesi pernikahan anak perempuannya,

64
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

lalu sang kiai tidak mau melanjutkan akad perwalian terhadap jiwa dan harta sekaligus
tersebut karena sang wali yang telah ِ ‫علَى النَّ ْف ِس َو ْال َم‬
(‫ال َمعًا‬ َ ُ‫)ا َ ْل ِو ََليَة‬.
mewakilkan perwaliannya pada kiai Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam
tersebut. Ketegangan tersebut terjadi cukup al-Walayah 'alan-nafs, yaitu perwalian yang
lama sampai ada salah seorang keluarga bertalian dengan pengawasan (al-Isyraf)
mempelai putri membujuk wali tersebut terhadap urusan yang berhubungan dengan
untuk keluar dari majlis akad dan akhirnya masalah-masalah keluarga seperti
akad nikah dilangsungkan. perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan
Kiranya penelitian ini sangat penting anak, kesehatan, dan aktivitas anak
untuk dilakukan mengingat fenomena ini (keluarga) yang hak kepengawasannya pada
berkaitan dengan para tokoh agama yang dasarnya berada di tangan ayah, atau kakek,
menjadi panutan masyarakat dalam berbuat dan para wali yang lain.
dan bertindak, terutama tokoh NU yang Wali Nikah ialah: " orang laki-laki
menjadi jam’iayah terbesar di Indonesia. yang dalam suatu akad perkawinan
berwenang mengijabkan pernikahan calon
mempelai perempuan" Adanya Wali Nikah
Konsep Wali Nikah merupakan rukun dalam akad perkawinan.
Menurut Islam

Perwalian, dalam literatur fiqih Islam Dasar Hukum Wali Nikah


disebut dengan al-Walayah (al-Wilayah)
yaitu, mengurus atau menguasai sesuatu. Adapun dalil disyariatkannya wali nikah
Adapun yang dimaksud dengan perwalian sebagai berikut
dalam terminologi para fuqaha (pakar
hukum Islam) seperti diformulasikan َ َ‫ ق‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اس َع ِن النِهِب‬
:‫ال‬ ٍّ ‫َع ِن ابْ ِن َعبه‬
Wahbah Al-Zuhaily ialah
ِ َ ‫"َل نِ َك‬
"Kekuasaan/otoritas (yang dimiliki) ‫ل َم ْن ََل َوِ ه‬
" ُ‫ل لَه‬ ُّ ‫السلْطَا ُن َو‬ ‫اح إَله ب َوٍِّي‬
ُّ ‫ َو‬،‫ل‬ َ
seseorang untuk secara langsung melakukan
suatu tindakan sendiri tanpa harus “Dari ibnu Abbas dari Nabi saw. Beliau
bergantung (terikat) atas seizin orang lain bersabda tidak sah pernikahan dengan tanpa
(W. Al-Zuhaili, 2008). wali dan sulthan adalah walinya orang yang
Orang yang paling berhak untuk menjadi tidak memiliki wali” (Hanbal, 1995).
wali bagi kepentingan anaknya adalah ayah.
‫ أَُُّّيَا‬:‫ال‬ ‫اَّللُ َعلَيْ ِه َو َسله َم‬
َ َ‫ق‬ ‫صلهى ه‬ ِ َ ‫ أَ هن رس‬،َ‫َعن َعائِ َشة‬
Alasannya, karena ayah adalah tentu orang َ ‫ول هللا‬ َُ ْ
yang paling dekat, siap menolong, bahkan ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ٍّ
yang selama itu mengasuh dan membiayai
‫اح َها‬ ُ ‫فَن َك‬
،‫اح َها ََبط ٌل‬ ُ ‫ت بغَ ِْْي إ ْذن َوليي َها فَن َك‬ ْ ‫ْام َرأَة نَ َك َح‬
ِ ِ ِ
anak-anaknya. Jika tidak ada ayahnya, ْ ‫ فَِإ ْن َد َخ َل ِِبَا فَ لَ َها ال َْم ْه ُر ِِبَا‬،‫اح َها ََبط ٌل‬
‫استَ َح هل‬ ُ ‫ فَن َك‬،‫ََبط ٌل‬
‫ل َم ْن َلَ َوِ ه‬
ُ‫ل لَه‬ ُّ َ‫ فَِإ ْن ا ْشتَ َج ُروا ف‬،‫ِم ْن فَ ْرِج َها‬
ُّ ِ‫السلْطَا ُن َو‬
barulah hak perwaliannya digantikan oleh
keluarga dekat lainnya dari pihak ayah
sebagaimana dibahas panjang lebar dalam
buku-buku fiqih. “Dari Aisyah ia berkata: Rasulullah saw.
Sebagian ulama, terutama dari bersabda: "Setiap wanita yang menikah
kalangan Hanafiah, membedakan perwalian tanpa seizin walinya, maka pernikahannya
ke dalam tiga kelompok, yaitu perwalian adalah batal." Beliau mengucapkannya
sebanyak tiga kali. Apabila ia telah
terhadap jiwa (‫علَى النَّ ْف ِس‬َ ُ‫)ا َ ْل ِو ََليَة‬, perwalian
ْ ُ‫)ا َ ْل ِو ََليَة‬, serta mencampurinya maka baginya mahar
terhadap harta (‫ال‬ ِ ‫علَى ال َم‬
َ
karena apa yang ia peroleh darinya,

65
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

kemudian apabila mereka berselisih maka meminta ijin terlebih dahulu maka akadnya
penguasa adalah wali bagi orang yang tidak tidak sah, jadi mana mungkin bisa
memiliki wali” (Al-Turmuzi, 1998). mewakilkan pada orang lain (W. Al-Zuhaili,
2008).
Menurut Hanafiyah seorang wali
Hukum Wali Nikah Menurut Ulama tidak harus mendapatkan ijin terlebih
dahulu dalam mewakilkan perwaliannya,
Jumhur Ulama mensyaratkan adanya baik wali mujbir atau selain wali mujbir, dan
wali nikah dalam akad perkawinan dan juga tidak harus mendatangkan saksi ketika
wanita tidak boleh mengawinkan dirinya mewakilkan. Karena menurut hanafiyah
sendiri. Menurut Ibnu Mundzir tidak yang dibutuhkan dalam sahnya akad nikah
terdapat seorang sahabatpun yang adalah ijin dari wali bukan ijin dari
menyalahi pendapat Jumhur ini. Imam mempelai perempuan. Namun menurut
Malik berpendapat bahwa disyaratkan hanafiyah seorang wakil harus memenuhi
adanya Wali Nikah bagi wanita bangsawan ketentuan wali yang mewakilkan, jika wali
dan tidak disyaratkan bagi wanita biasa (Al- yang mewakilkan adalah wali mujbir maka
Jaziri, 2001). wakil tidak harus mendapatkan ijin dari
Ulama Hanafiyah berpendapat mempelai perempuan untuk menikahkanya,
bahwa tidak disyaratkan adanya Wali Nikah apabila wali yang mewakilkan selain wali
dalam suatu akad perkawinan. Ulama mujbir maka wakil harus minta ijin terlebih
Dhahiriyah mensyaratkan adanya wali dahulu.
nikah bagi gadis dan tidak mensyaratkan Taukil wali atau mewakilkan
bagi janda. Abu Tsaur berkata bahwa wanita kewalian dalam akad nikah dihukumi sah
boleh mengawinkan dirinya dengan izin apabila orang yang menjadi wakil
walinya. memenuhi persyaratan sebagai wali yaitu
harus islam, baligh, laki-laki, merdeka, tidak
lemah akalnya, dan tidak sedang
Hukum Taukil Wali Nikah melaksanakan iharam haji atau umrah.
Apabila orang yang menjadi wakil tidak
Menurut jumhur ulama seorang wali memenuhi persyaratan sebagai wali maka
mujbir boleh mewakilkan perwaliannya hukumnya tidak boleh dan wakil tersebut
dalam mengawinkan putrinya dengan tanpa tidak bisa melaksanakan akad nikah sebagai
meminta ijin terlebih dahulu, sebagaimana wali.
dia boleh mengawinkan sendiri tanpa Mayoritas ulama dalam kitab-kitab
meminta ijin terlebih dahulu. Dalam fiqh menyatakan bahwa seorang wali yang
mewakilkan perwaliannya, seorang wali telah mewakilkan perwaliannya bisa hadir
tidak harus menentukan calon mempelai dalam majlis akad dan tidak mengganggu
lelakinya, namun dia boleh menetukannya. terhadap sahnya akad yang sedang
Jika dalam mewakilkan, seorang wali berlangsung. Semua kitab yang menjelaskan
menentukan calon mempelai lelakinya maka masalah ini rata-rata penjelasannya sama
wakil harus menikahkan dengan lelaki bahwa kehadiran wali yang telah
tersebut. Sedangkan bagi selain wali mujbir, mewakilkan perwaliannya pada saat akad
menurut Syafiiyah tidak boleh mewakilkan apabila wali tersebut menjadi saksi (Al-Jawi,
perwaliannya kepada orang lain dengan 1996).
tanpa mendapat ijin terlebih dahulu dari Dalam kitab fatawa Ibnu Shalah
mempelai perempuan karena selain wali dijelaskan bahwa ketidakbolehan seorang
mujbir apabila menikahkan dengan tanpa wali hadir sebagai saksi dikarenakan dia

66
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

masih berstatus sebagai wali sedangkan kata kemudian penulis mengkaji,


wakil hanya sebagai penggantinya saja maka mendalami dan mengungkapkan secara
seakan-akan dia hadir sebagai wali dan saksi detail.
(Al-Shalah, 1997). Penelitian kualitatif adalah penelitian
Sedangkan pendapat Syaikh Ibrahim yang bermaksud untuk mengamati orang
al-Bajuri tidak beda jauh dengan pendapat dalam lingkungan hidupnya, misalnya
ibnu shalah yaitu dikarenakan wali tersebut perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
orang yang tertentu untuk melaksanakan lain-lain dengan cara deskripsi dalam
akad (Al-Bajuri, 1998). bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
Begitu penjelasan dari kitab-kitab konteks tertentu yang alamiah dan dengan
fiqh mazhab syafi’i. Dalam mazhab hanbali memanfaatkan berbagai metode secara
tidak berbeda jauh penjelasannya dengan ilmiah (Moleong, 2013).
mazhab syafi’i, ketidakbolehan wali yang Dalam menentukan sumber data
telah mwakilkan perwaliannya apabila wali pada penelitian ini, peneliti menggunakan
tersebut menjadi saksi. Dalam kitab-kitab teknik purposive sampling, yaitu teknik
mazhab Hanbali dijelaskan bahwa seorang pengambilan sampel sumber data dengan
wakil menggantikan posisi wali walaupun pertimbangan tertentu. Pertimbangan
wali tersebut hadir dalam majlis akad (Al- tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
Maqdisi, 1994). dianggap paling tau tentang apa yang
Ada satu penjelasan dalam kitab diharapkan, atau mungkin orang tersebut
yang berdeda dengan yang lain, yaitu dalam adalah seorang pimpinan sehingga
kitab Kifayatul Akhyar. Dalam kitab memudahkan peneliti untuk menjelajahi
tersebut dijelaskan bahwa apabila wali objek atau situasi sosial yang diteliti
mewakilkan pada orang orang lain (Sugiyono, 2011).
kemudian wali dan wakilnya hadir
kemudian wakil mengakad maka akadnya
tidak sah. Tidak ada penjelasan lanjutan apa Pandangan Tokoh NU Jember Tentang
alasan ketidaksahan akad yang disebabkan Hadirnya Wali dalam Majlis Akad
hadirnya wali yang telah mewakilkan
perwaliannya (Al-Hishni, 1994). Akad nikah merupakan sesuatu yang
sakral. Di kalangan masyarakat sudah
menjadi kebiasaan dalam akad nikah sang
Metode Penelitian wali tidak mengakadnya sendir namun
diwakilkan pada orang yang dianggap lebih
Metode penelitian merupakan sistem pantas untuk melangsungkan akad tersebut
atau cara kerja yang harus dilakukan dalam yaitu seorang kiai atau tokoh masyarakat.
sebuah penelitian, seorang peneliti Ada berbagai macam cara dalam
diharuskan dapat memilih dan menentukan pelaksanaan akad nikah yang diwakilkan.
metode yang tepat dan feasible guna Ada tokoh yang meminta walinya untuk
mencapai tujuan. Demi terwujudnya tujuan keluar sebentar sampai akad selesai, ada
tersebut maka metode penelitian yang yang tidak memintanya untuk keluar namun
penulis gunakan adalah pendekatan biasanya orang yang hadir yang
kualitatif, karena data yang akan memintanya untuk keluar dan kiainya pun
dikumpulkan/diperoleh hanya bersifat diam tidak berkomentar.
uraian keadaan yang terjadi pada
masyarakat yang dituangkan dalam kata-

67
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

Dalam masalah ini, pandangan tokoh Menurut saya wali yang telah mewakilkan
masyarat yang berbasis NU terbagi menjadi perwaliannya tidak masalah hadir dalam
tiga kelompok yaitu: majlis akad asalkan bukan sebagai saksi
Ada yang berpendapat bahwa nikah. Dalam kitab-kitab fiqh dijelaskan
seorang wali yang telah mewakilkan seperti itu, selain itu juga sering dibahas
perwaliannya boleh hadir ketika akad dalam forum-forum Bahtsul masail yang
dilaksanakan karena tidak ada penjelasan keputusannya tidak ada pendapat yang
dama kitab yang melarangnya. Tradisi yang melarang seorang wali yang telah
terjadi di masyarakat tidak harus diikuti mewakilkan perwaliannya hadir dalam
karena tradisi tersebut timbul karena majlis akad.
kesalahan dalam memahami redaksi yang Menurut saya seorang wali yang
terdapat dalam kitab fiqh. telah mewakilkan perwaliannya pada
Wali nikah yang telah mewakilkan seorang tokoh tidak masalah hadir dalam
perwaliannya pada orang lain boleh hadir majlis akad ketika akad dilaksanakan. Yang
dalam majlis akad. Namun apabila di tidak boleh itu kalau dia hadir sebagai saksi
tempat tersebut ada orang yang memintanya nikah. Tapi kalau dia hadir hanya ingin
untuk keluar maka sebaiknya dia keluar menyaksikan prosesi pernikahan saja, bukan
karena untuk menolak fitnah sebagai saksi maka tidak menjadi masalah.
Wali nikah yang telah mewakilkan Sedangkan kebiasaan yang terjadi di
perwaliannya tidak boleh berada dalam masyarakat menurut beliau hanya
majlis akad pada saat akad dilaksanakan. merupankan kebiasaan yang terjadi akibat
Para tokoh yang berpendapat demikian kesalahan masa lalu yang dilakukan oleh
mempunyai alasan yang berbeda-beda. Ada orang yang dianggap alim kemudian diikuti
yang beralasan karena ada ulama yang oleh generasi selanjutnya. Kesalahan
melaranganya, karena mengikuti kebiasaan tersebut adalah kesalahan dalam memahami
yang telah lama berlaku, dan ada yang redaksi yang terdapat dalam kitab fiqh dan
beralasan karena si wali telah pasrah pada kemudian diikuti dengan tanpa dikoreksi
wakilnya. kembali. Menurut beliau kebiasaan tersebut
harus diluruskan, bukan malah diikuti
karena alasan sudah menjadi tradisi
Wali Tidak Perlu Keluar dari masyarakat.
Majlis Akad Dalam kitab Fathul muin yang
menjelaskan masalah ini terdapat pada
Sebagian tokoh NU yang terdapat di halaman 102 yang berbunyi:
kabupaten jember berpendapat bahwa
seorang wali yang mewakilkan َ ‫خ ال ُْم ْن َف ِر ُد ِِف ا لنِي َكا ِح َو َح‬
‫ض َر َم َع اَ َخ َر‬ ُ َ‫فَ لَ ْوَوهك َل ْاَل‬
ُ َ‫ب اَ ِو ْاَل‬
‫اه ًدا َوِم ْن َثَه ل َْو َش ِه َد‬
ِ ‫ص هح َِلَ نهه وِِلٌّ َعاقِ ٌد فَََل ي ُكو ُن َش‬ ِ ‫ََل ي‬
perwaliannya tidak perlu keluar dari majlis
akad pada saat akad dilaksanakan. Dia boleh َ َُ َْ
ِ ِ ٍّ
hadir untuk menyaksikan prosesi akad ‫ص هح َو‬ ِ
َ ‫ث بِغَ ِْْي َوَكالَة م ْن اَ َحدِهَا‬ُ ِ‫ان ِم ْن ثَََلثٍَّة َو َع َق َد الثهال‬ِ ‫اَ َخو‬
َ
‫اِهَل فَ ََل‬
tersebut, dan kehadirannya tidak
berpengaruh pada akad yang sedang
dilangsungkan. Pendapat ini disampaikan
oleh KH. Rahmatullah Ali dan Dr. Abdul “ Jika bapak atau saudara tunggal
Haris karena tidak ada keterangan dalam mewakilkan perwalian dalam nikah
kitab fiqh yang melarangnya. dan ikut hadir beserta orang lain
Sebagaimana pernyataan beliau maka pernikahan tidak syah karena
dalam sesi wawancara, Dr. Abdul Haris : statusnya sebagai wali yang

68
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

mengakadkan, maka tidak bisa Pendapat yang dilontarkan oleh


menjadi saksi. Oleh karena itu kedua tokoh tersebut murni berlandaskan
apabila dua saudara dari tiga pendapat ulama yang terdapat dalam kitab-
bersaudara menjadi saksi atas kitab fiqh. Sebagaimana pernyataan beliau
pernikahan sedangkan yang satunya di atas. Hal ini dikarenakan beliau
mengakadkan tanpa mewakilkan merupakan tokoh yang lebih banyak
maka sah. Jika mewakilkan maka bergelut di bidang keilmuan. Terutama Dr.
tidak sah” (Al-Malibari, 2005). Abdul haris yang merupakan seorang
akademisi yang lebih banyak berkecimpung
Dalam redaksi tersebut dijelaskan di dunia kampus dan jarang bersentuhan
bahwa seorang wali yang telah mewakilkan langsung dengan masyarakat awam. Jadi
perwaliannya pada orang lain tidak boleh wajar setiap jawaban terhadap pertanyaan
hadir sebagai saksi pada saat akad yang diajukan padanya berlandaskan
dilaksanakan. Alasannya karena dia pendapat dalam kitab.
merupakan wali yang mengakad. Kalau dia Ketika ditanya tentang kebiasaan
hadir bukan berstatus sebagai saksi maka yang terjadi di masyarakat mengenai
tidak menjadi masalah. seorang wali yang telah mewakilkan
Selain redaksi tersebut, ada banyak perwaliannya dilarang berada dalam majlis
lagi redaksi yang senada yang terdapat akad pada saat akad berlangsung beliau
dalam kitab-kitab fiqh. Diantaranya redaksi menjawab bahwa kebiasaan tersebut
yang terdapat dalam kitab Hasyiyah al- diakibatkan kesalahan dalam memahami
Bajuri: redaksi yang terdapat dalam kitab fiqh.
Secara sepintas, redaksi yang
َ ‫الع ْق ِد َو َح‬
‫ض َر َم َع اَ َخ َر‬ َ ‫خ ال ُْم ْن َف ِر ُد ِِف‬
ُ َ‫ب اَواَل‬ ُ َ‫فَ لَ ْو َوهك َل اَل‬ terdapat dalam kitab Fathul Mu’in di atas
ِ ‫ص هح َِلَنهه مت عِّي لِلْع ْق ِد فَ ََل ي ُكو ُن َش‬
‫اه ًدا‬ ِ ‫وَن َش‬
ِ ‫اه َديْ ِن ََل ي‬ َ ‫لِيَ ُك‬
memberikan kesan bahwa wali yang telah
َ َ ٌ ‫ُ َُ َ ي‬ َْ mewakilkan perwaliannya dan hadir
ِ ‫وَن َش‬
َ ‫ض َر َم َع اَ َخ َر لِيَ ُك‬ ِ ُ‫ج ِِف ال َقب‬
‫اه َديْ ِن‬ َ ‫ول َو َح‬ ُ ‫َك َمال َْو َوهك َل ال هزْو‬ bersamaan dengan yang lain pada saat akad

َ ‫اءنههُ ُه َوال َْعاقِ ُد فَ َك ْي‬ ِ ِ ِ ِ ِ


ٌ ‫ َلَ هن َوك ْي لَهُ ََنئ‬,‫فَانههُ ََل يَص ُّح‬
maka akadnya tidak sah. Namun jika
‫ف‬ َ ‫ب َع ْنهُ فَ َك‬ difahami lebih lanjut akan ditemukan
ِ ‫ي ُكو ُن َش‬
‫اه ًدا‬ ْ َ penjelasan bahwa penyebab ketidakbolehan
seorang wali hadir dalam majlis akad
Artinya: “Apabila ayah atau saudara apabila dia menjadi saksi karena meskipun
tunggal mewakilkan akad nikah dan dia telah mewakilkan perwaliannya dia
ia hadir beserta satu orang untuk tetap berstatus sebagai wali maka dia tidak
menjadi saksi maka tidak sah karena boleh menjadi saksi. Jika wali tersebut hanya
hanya wali yang bisa mengakadkan hadir saja bukan sebagai saksi maka tidak
maka tidak boleh menjadi saksi menyebabkan ketidaksahan akad yang
seperti halnya ketika suami dilaksanakan.
mewakilkan akad nikah dan hadir Jika memang kebiasaan tersebut
bersama orang lain untuk menjadi timbul dari redaksi yang terdapat dalam
saksi maka tidak sah karena wakil kitab fathul muin tersebut maka hal ini jelas
statusnya penganti dirinya, seakan- timbul dikarenakan kesalahan dalam
akan dialah yang mengakadkan memahami redaksi kitab fiqh. Selain redaksi
bagaimana mungkin dia menjadi tersebut, kesalahan juga timbul dari redaksi
saksi” (Al-Bajuri, 1998). yang terdapat dalam kitab kifayatul akhyar
yang menyatakan bahwa apabila seorang

69
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

wali telah mewakilkan pada orang lain dan kesalahan dalam memahaminya apabila
dia hadir bersama wakilnya, kemudian tidak dicerna secara seksama. Namun
wakilnya mengakad maka akadnya tidak apabila dibaca serius maka redaksi tersebut
sah. akan dapat difaham secara betul.
Lebih lanjut, menurut pendapat Lebih lanjut menurut KH. Abdul
golongan ini bahwa kebiasaan yang terjadi Mugni bahwa yang penting rukun nikah
di masyarakat tersebut tidak bisa dijadikan terpenuhi maka akad nikahnya sah.
dalil untuk diikuti. Karena kebiasaan ini Berkenaan dengan wali yang telah
hanya terjadi pada sebagian golongan mewakilkan perwaliannya, baik dia hadir
masyarakat saja, terutama yang ada di atau tidak pada saat akad itu bukan
pedesaan, tidak pada golongan yang lain termasuk rukun dan syarat nikah jadi tidak
yang ada di perkotaan. berpengaruh pada sah dan tidaknya akad.
Ulama fiqih berbeda pendapat dalam
menetapkan rukun nikah. Tentang masalah
Wali Boleh Berada dalam wali dan saksi nikah ada yang mengatakan
Majlis Akad bahwa itu adalah rukun dan ada yang
mengatakan bahwa itu adalah syarat nikah.
Pendapat yang kedua ini lebih Namun tidak ada yang berpendapat bahwa
fleksibel dari pendapat sebelumnya. Yaitu ghaibnya wali yang telah mewakilkan
wali yang telah mewakilkan perwaliannya perwaliannya pada saat akad adalah
pada orang lain diperbolehkan hadir dalam merupakan salah satu dari syarat sahnya
majlis akad pada saat akad nikah nikah. Hanya ada satu syarat yang harus
dilangsungkan. Namun apabila dalam majlis dipenuhi dalam taukil wali yaitu orang yang
tersebut ada pihak yang menyuruhnya menjadi wakil memenuhi persyaratan untuk
untuk keluar maka sebaiknya dia keluar. menjadi wali (W. M. Al-Zuhaili, 2002).
Alasan yang dikemukakan tidak jauh Banyak yang menyatakan bahwa
beda dengan alasan yang dikemukakan oleh kebiasaan ini sudah kuat di kalangan
pendapat sebelumnya yaitu karena tidak masyarakat, sehingga seperti telah memiliki
mereka belum pernah menemukan landasan hukum walaupun sesungguhnya
penjelasan dalam kitab-kitab fiqh yang tidak ada. Akan tetapi tidak sampai ada
melarangnya. Menurut mereka kejadian sanksi baik secara fisik atau moral. Para kiai
dalam masyarakat hanya sebatas kebiasaan melakukan seperti itu, sampai pada kiai
yang tidak memiliki dasar hukum. yang berpendapat sebaliknya, karena untuk
KH. Abdul Mugni dan KH. Ali mencegah terjadinya fitnah di kalangan
Rahmatullah mengatakan bahwa dalam masyarakat karena menurut mereka hal ini
kitab Fathul Muin dijelaskan seorang wali tidak bertentangan dengan nash. Meskipun
yang telah mewakilkan perwaliannya boleh tidak ada perintah tapi juga tidak ada
hadir dalam majlis akad. Hal itu bisa larangan bagi wali untuk keluar.
difaham apabila membacanya serius, tidak Tradisi ini juga terdapat
hanya sekedar membaca saja, kalau hanya kemashlahatan yang terkandung di
membaca sekedarnya saja maka akan dalamnya :
mudah menimbulkan pemahaman yang 1. Dapat menolak fitnah. Ketika seorang kiai
berbeda. Begitulah penjelasan beliau. tidak mengikuti tradisi ini, apalagi
Di atas telah dibahas mengenai sampai mengatakan yang sebaliknya
redaksi yang terdapat dalam kitab Fthul pada saat prosesi akad nikah maka ada
Mu’in. Memang redaksi yang terdapat kemungkinan akan timbulnya fitnah
dalam kitab tersebut rentan menimbulkan karena kiai sebelumnya telah melakukan

70
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

tradisi itu. Terlebih apabila dalam acara wakil wali nikah maka dia memiliki hak
tersebut sampai ada masyarakat yang sebagaimana wali nikah yang asal, bila
meminta wali untuk keluar dari majlis wali nikahnya seorang wali munjbir maka
akad kemudia ada kiai yang hendak wakil juga berhak menikahkan dengan
mengakad berkata bahwa hal itu tidak tanpa meminta ijin terlebih dahulu dari si
perlu, hal ini akan menimbulkan perempuan namun jika bukan wali
perasaan tidak enak pada orang tersebut, mujbir maka dia terlebih dahulu minta
bahkan dimungkinkan terjadinya ijin pada si perempuan. Hal inilah yang
perdebatan seperti yang terjadi di daerah menjadi alasan KUA Tempurejo
tempurejo jember pada tahun 1980an menerapkan dua cara yaitu diminta
sebagaimana yang diceritakan oleh KH. keluar sebentar apabila walinya pertama
Abdul Mugni karena Hampir di setiap kali menikahkan anaknya atau orang
acara akad nikah apabila sang kiai yang yang tidak terlalu faham masalah nikah
menerima pemasrahan sebagai wali nikah dan membiarkan tetap di dalam akad
tidak meminta wali untuk keluar pada apabila sebaliknya.
saat akad dilaksanakan ada orang lain 3. Meminimalisir perasaan grogi pada
yang memintanya. Ketika terjadi hal mempelai pria. Telah diketahui bersama
sedemikian maka akan menimbulkan bahwa seseorang memiliki perasaan malu
kesan yang kurang baik di kalangan pada calon mertua, apalagi pemuda yang
masyarakat, baik bagi kiai karena belum pernah beristeri. Jika calon
dianggap tidak sama dengan kebiasaan mempelai pria malu atau segan pada
yang telah dijalani oleh kiai-kiai calon mertuanya dan dia mengakad
sebelumnya, atau bagi orang tersebut sendiri maka tidak menutup
karena dianggap merasa lebih pintar dari kemungkinan terjadi kesalahan ketika
kiai. Meskipun sebenarnya kiai tersebut mau mengucapkan qabul dikarenakan
hendak meluruskan pemahaman grogi dan hal tersebut dapat
masyarakat dan itu adalah perbuatan mengakibatkan akad nikah harus diulang
yang maslahat tapi dapat menimbulkan beberapa kali. Jika yang mengakad
mafsadah. Ketika mencari kemaslahatan seorang kiai atau penghulu dan di tempat
bertentangan dengan menolak mafsadah itu tidak ada calon mertua maka akan
maka yang harus didahulukan adalah mengurangi tekanan psikologis mempelai
menolak mafsadah, sebagaimana dalam pria. Hal itu pernah dijelaskan oleh KH.
kaedah fiqh: Ali Rahmatullah.

‫صالِح‬ ِ ‫هم َعلَى َجل‬


َ ‫ْب ال َْم‬
ِ ِ ‫َدفْع الْم َف‬
ٌ ‫اسد ُم َقد‬ َ َ
Wali Dilarang Berada di
Majlis Akad
“Menolak kerusakan didahulukan
daripada menarik manfaat”
Golongan ini berpendapat bahwa
seorang wali yang telah mewakilkan
2. Memberi penegasan pada masyarakat
perwaliannya pada orang lain dilarang
bahwa ketika seorang wali telah
berada di majlis akad. Mereka mempunyai
mewakilkan pada orang lain maka yang
alasan yang berbeda-beda yaitu :
berhak mengakad adalah orang yang
a. Karena mengikuti kebiasaan yang telah
menjadi wakil wali selagi masih belum
berlaku
dibatalkan menjadi wakil. Seseorang yang
telah menerima pemasrahan sebagai

71
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

Seorang wali yang telah Kepala KUA Gumuk mas juga


mewakilkan perwaliannya pada orang bercerita bahwa dulu sebelum dia
lain pada biasaanya disuruh keluar dari menjadi kepala KUA pernah ada seorang
majlis akad pada saat akad kiai yang berpendapat bahwa ada sebuah
dilangsungkan. Kebiasaan ini berlaku pendapat, tepatnya dalam kitab kiyatul
pada sebagian masyarakat dan tidak akhyar, yang menyatakan jika seorang
berlaku pada sebagian masyarakat yang wali mewakilkan perwaliannya dan
lain. Oleh sebab itu sebagian tokoh kemudian dia hadir pada saat wakil wali
masyarakat menyatakan bahwa wali mengakad nikah maka akadnya tidak
tersebut harus keluar dari majlis akad sah. Dari situ kiai tersebut menyatakan
dikarenakan kebiasaannya sudah seperti bahwa kehadiran wali tersebut
itu sejak dulu. hukumnya hanya makruh, tidak sampai
Dalam istilah ushul fiqh, berakibat tidak sahnya akad karena
kebiasaan yang berlaku di masyarakat pendapat itu hanya dari satu kitab saja,
diistilahkan dengan Urf. Urf ialah suatu sedangkan dalam kitab yang lain
kebiasaan yang telah dilakukan oleh menyatakan tidak masalah. Masyarakat
masyarakat yang dipandang baik, baik kemudian menganggapnya serius karena
berupa perkataan maupun perbuatan dan menurut mereka perkawinan adalah
yang tidak bertentangan dengan syari'at merupakan perbuatan yang sakral jadi
islam. tidak boleh ternodai meskipun hanya
Ulama menjadikan Urf sebagai sekedar dengan sesuatu yang hukumnya
salah satu dalil dalam menetapkan makruh.
hukum islam. Berarti larangan hadirnya Dilihat dari komposisi
wali dalam majlis akad dengan alasan mayarakatnya, kabupaten jember
mengikuti kebiasaan bisa dibenarkan. sebagian besar masyarakatnya terdiri dari
Namun jika diteliti kembali sedikitnya suku madura yang telah diketahui bahwa
ada dua hal yang menjadi kendala. orang madura sangat tinggi hormatnya
Pertama asal usul kebiasan tersebut pada kiai. Bahkan mereka menganggap
muncul dan yang kedua adalah kiai adalah orang yang tidak pernah
keberlakuan kebiasaan itu. salah. Tidak heran apa yang keluar dari
Pertama, asal-usul tradisi. Tidak seorang kiai, terutama yang berkenaan
ada yang tahu persis mengenai asal-usul dengan masalah agama, dianggap benar
munculnya kebiasaan ini. Namun ada dengan tanpa mengecek terlebih dahulu
dugaan kuat bahwa kemunculan kebenarannya.
kebiasaan ini disebabkan karena ada Ada kebiasaan baik dari
kesalahan dalam memahami sebuah masyarakat yang disikapi salah oleh
redaksi dalam kitab fiqh yang dialkukan keluarga kiai. Masyarakat biasa
oleh kiai atau tokoh terdahulu, kemudian menghormati keturunan kiai karena
diikuti oleh generasi selanjutnya dengan kemulyaan ayahnya, ketika sang kiai
tanpa ditelaah kembali. Hal ini yang meninggal maka secara otomatis anaknya
banyak disampaikan oleh para tokoh akan ditokohkan dengan tanpa meliahat
seperti Dr. Abdul Haris, KH. Rahmatullah kualitas keilmuannya. Kemudian hal itu
Ali, dan KH. Abdul Mugni. Dan disikapi salah oleh keluarga kiai sehingga
diperkuat dengan cerita yang banyak dari mereka yang tidak belajar
disampaikan oleh kepala KUA Gumuk dengan sungguh-sungguh yang
mas, Adnan Widodo. mengakibatkan dia akan menjadi tokoh
dengan tanpa keilmuan yang memadai.

72
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

Dampaknya ketika ada kebiasaan yang sebaiknya tidak perlu untuk


sebenarnya tidak cocok dengan meluruskannya karena hal tersebut akan
pendapat-pendapat ulama yang terdapat menimbulkan masalah yang lebih besar.
dalam kitab langsung diikuti dengan Dilihat dari penjelas di atas maka
tanpa dicek terlebih dahulu tradisi ini tidak bisa dimasukkan sebagai
kebenarannya. urf yang bisa dijadikan sebagai dalil
Kedua keberlakuan. Tradisi ini hukum. Oleh sebab itu alasan mengikuti
berlaku bagi sebagian golongan tradisi ini karena mengikuti kebiasaan
masyarakat dan tidak berlaku bagi yang yang telah berlaku kurang tepat.
lain. Dalam ushul fiqh, urf yang hanya b. Karena wali sudah pasrah pada wakilnya
berlaku pada sebagian golongan Di kalangan masyarakat orang
masyarakat disebut dengan Urf khash. yang mewakilkan perwaliannya dikenal
Namun pada kenyataannya, dalam dengan istilah memasrahkan perwalian.
sebuah daerah tradisi ini tidak Menurut mereka orang yang telah pasrah
diberlakukan pada semua masyarakat maka orang tersebut tidak seharusnya
atau pada golongan tersebut. Sebuah ada di tempat akad karena pabila masih
contoh, di kecamatan Bangsalasari ada di tempat akad berarti dia masih
misalnya, tokoh di daerah tersebut tidak belum pasrah. Diibaratkan orang yang
semua mengikuti tradisi ini, ada sebagian memarkirkan sepedanya pada tukang
yang mengikuti dan yang lain tidak parkir berarti dia telah memasrahkan
mengikutinya. pada tukang parkir tersebut untuk
Meskipun ada beberapa yang menjagakan kendaraannya.
mengatakan bahwa tradisi ini sudah kuat Dalam istilah ulama fiqih, kata
tapi apabila ditinggalkan belum wakalah diartikan sebagai penyerahan
ditemukan dampak negatif di tengah kekuasaan dari pihak pertama
masyarakat walaupun ada yang (Muwakkil) pada pihak kedua (wakil)
mengatakan bahwa apabila tidak untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang
dilaksanakan akan menimbulkan fitnah dapat digantikan pada saat hidupnya
di tengah-tengah masyarakat pihak pertama. Dari istilah ini kemudian
dikarenakan telah diikuti mulai sejak muncul istilah “pemasrahan” di kalangan
lama. Para tokoh yang mengikuti tradisi masyarakat untuk akad wakalah atau
ini dikarenakan takut terjadi fitnah masih mewakilkan. Namun kemudian istilah ini
belum terbukti. Masyrakat yang berkembang sehingga terdapat
mengikuti kebiasaan ini juga ketika pemahaman bahwa orang yang
ditanya belum ada yang menjawab bahwa memasrahkan pekerjaannya seharusnya
apabila kebiasaan ini ditinggalkan akan tidak ada di tempat pada saat pekerjaan
menimbulkan pembicaraan di tengah- tersebut dilaksanakan. Dengan kata lain
tengah masyarakat. Ketakutan mereka pemasrahan tersebut hanya bisa bagi
hanya berlandaskan kebiasaan yang lain orang yang tidak hadir di tempat akad.
apabila ditinggalkan dapat menimbulkan Al-Mawardi dalam kitab al-Hawi
fitnah dari masyarakat seperti kebiasaan al-Kabir pada bab Wakalah menyebutkan
membaca syahadat sebelum akad nikah. bahwa pekerjaan itu dalam segi boleh dan
Meskipun tidak ada masalah apabila tidaknya diwakilkan pada orang lain
ditinggalkan, namun apabila di tempat dibagi menjadi empat macam :
tersebut ada salah satu orang yang hadir 1. Pekerjaan yang bisa diwakilkan dalam
mempersilahkan wali untuk keluar keadaan bisa dikerjakan sendiri atau

73
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

tidak. Yang termasuk pada pembagian sering kali memasrahkan urusan


ini adalah segala macam akad baik pengajian kitab pada putranya yang telah
dalam bab mu’amalah seperti jual beli, dianggap mampu padahal kiai tersebut
sewa, bagi hasil, hutang. Atau dalam bisa mengajar sendiri dan sedang ada di
masalah pernikahan seperti akad rumahnya namun lebih memilih melayani
nikah dan thalaq. tamu daripada mengajar santrinya yang
2. Pekerjaan yang tidak dapat diwakilkan sebenarnya lebih wajib atasnya daripada
pada orang lain dalam keadaan melayani tamu. Hal tersebut tidak ada
mampu dikerjakan sendiri atau tidak. yang memprotesnya bahkan tidak ada
Yang termasuk pembagian ini adalah yang mengatakan bahwa jual belinya
ibadah yang memperhitungkan tidak sah karena penjual aslinya ada di
khusyu’ ketika mengerjakannya seperti tempat akad.
shalat. Kata pasrah tidak hanya berlaku
3. Pekerjaan yang bisa diwakilkan ketika untuk tawkil wali nikah saja, akan tetapi
tidak mampu dikerjakan sendiri dan juga berlaku untuk semua tawkil. Dalam
tidak boleh mampu dikerjakan sendiri kenyataan di masyarakat ketika seseorang
seperti ibadah Haji. memasrahkan pekerjaannya, dia tidak
4. Pekerjaan yang tidak bisa diwakilkan harus tidak ada di tempat pekerjaan
ketika mampu dikerjakan sendiri dan tersebut dikerjakan. Jadi begitu juga
ketika tidak mampu ulama masih dengan pasrah wali nikah, si wali tidak
berbeda pendapat seperti ibadah harus tidak ada dalam majlis akad pada
puasa. saat akad dilaksanakan.
Dari penjelasan al-Mawardi Ada beberapa tokoh yang
diketahui bahwa tidak semua pekerjaan menyatakan bahwa seorang wali yang
yang bisa diwakilkan ketika dalam telah mewakilkan perwaliannya pada
keadaan tidak bisa dikerjakan sendiri. orang lain harus keluar dari majlis akad
Ada pekerjaan yang bisa diwakilkan pada saat akad dilangsungkan. Hal
walaupun pada saat itu bisa dikerjakan tersebut dikarenakan ada pendapat
sendiri seperti akad nikah. Jadi seorang ulama yang melarang wali tersebut
wali atau mempelai pria boleh berada di majlis akad. Setelah
mewakilkan pada orang lain pada saat dikonfirmasi ternyata tokoh tersebut
akad walaupun pada saat itu dia tidak menyatakan bahwa pendapat itu diambil
punya uzur yang mencegahnya untuk dari kitab Kifayatul Akhyar.
melaksanakan akad sendiri. Dalam kitab Kifayatul Akhyar Fi
Kenyataan di lapangan banyak Halli Ghayah al-Ikhtishar karangan
terjadi taukil atau Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-
mewakilkan/pemasrahan walaupun Husaini al-Hishni pada juz 2 halaman 43
orang yang mewakilkan bisa melakukan berikut:
sendiri dan berada di tempat pada saat
pekerjaan tersebut dilakukan. Dalam ‫ضور أ َْربَ َعة ول‬ ُ ‫ص َحة عقد النِي َكاح ُح‬ ِ ‫)فرع) ي ْش ََتط ِِف‬
masalah jual beli misalnya, sering terjadi
orang yang memiliki toko ketika ada
‫ل َوال هزْوج فَلَو‬ ‫َوزوج وشاهدي عدل َوجيوز أَن يُوكل ال َْوِ ي‬
pembeli, pemilik toko menyuruh anaknya ُ‫ل َوَوِك ْي لُه‬
‫ض َر ال َْوِ ي‬ َ ‫َح ُد ُِهَا أَو َح‬ ‫َوهك َل ال َْوِ ي‬
َ ‫ل َوال هزْوج أَو أ‬
untuk melayani pembeli tersebut padahal ِ ِ ِ ‫ص هح النِي َك‬ ِ ‫و َع َق َد الْوكِ ْيل َل ي‬
pemilik toko ada di dalam toko dan bisa ‫ب ال َْوِ ي‬
‫ل‬ ُ ‫يل ََنئ‬ َ ‫اح ِلَن ال َْوك‬ُ َ ُ َ َ
untuk melayani sendiri. Contoh lain ‫َوهللا أعلم‬
seorang kiai yang memiliki pesantren,

74
DOI: 10.35316/istidlal.v5i1.304 Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
Volume 5, Nomor 1, April 2021

“Disyaratkan untuk sahnya “Apabila ayah atau saudara


perkawinan itu hadirnya empat tunggal mewakilkan akad nikah
orang, yaitu: Wali, Calon dan ia hadir beserta satu orang
mempelai pria, dan Dua orang untuk menjadi saksi maka tidak
saksi yang adil. Wali ataupun sah karena hanya wali yang bisa
calon mempelai pria boleh mengakadkan maka tidak boleh
mewakilkan kepada orang lain. menjadi saksi seperti halnya
"Apabila wali dan pengantin laki- ketika suami mewakilkan akad
laki atau salah satunya nikah dan hadir bersama orang
mewakilkan, kemudian wali serta lain untuk menjadi saksi maka
wakilnya hadir, dan wakil tidak sah karena wakil statusnya
melaksanakan akad, maka penganti dirinya, seakan-akan
pernikahannya tidak sah, karena dialah yang mengakadkan
posisi wakil adalah sebagai bagaimana mungkin dia menjadi
pengganti wali”. saksi.
Dalam kitab ini dijelaskan bahwa
apabila seorang wali mewakilkan
perwaliannya dan dia beserta wakilnya Simpulan
sama-sama datang kemudian wakil
mengakad maka akadnya tidak sah. Dari analisis teori dengan fakta
Alasan yang dicantumkan adalah karena tentang pandangan tokoh NU jember dalam
wakil hanya sebagai pengganti dari wali. masalah hadirnya wali yang telah
Tidak dijelaskan kehadiran wali yang mewakilkan perwaliannya terbagi menjadi
mewakilkan perwaliannya sebagai saksi tiga pandangan yaitu:
atau tidak, yang jelas apabila hadir maka Ada yang berpendapat bahwa seorang
akadnya tidak sah. wali yang telah mewakilkan perwaliannya
Alasan yang digunakan dalam boleh hadir ketika akad dilaksanakan karena
ktidakbolehan seorang wali berada dalam tidak ada penjelasan dama kitab yang
majlis akad yang digunakan dalam kitab melarangnya. Tradisi yang terjadi di
ini adalah karena wakil merupakan masyarakat tidak harus diikuti karena
pengganti dari si wali. Bila kita tradisi tersebut timbul karena kesalahan
bandingkan redaksi kitab ini dengan dalam memaham redaksi yang terdapat
redaksi kitab-kitab yang lain sebenarnya dalam kitab fiqh.
tidak jauh beda. Misal kita bandingkan Wali nikah yang telah mewakilkan
dengan redaksi dari kitab Hasyiyah al- perwaliannya pada orang lain boleh hadir
Bajuri berikut: dalam majlis akad. Namun apabila di
tempat tersebut ada orang yang memintanya
َ ‫الع ْق ِد َو َح‬
‫ض َر َم َع اَ َخ َر‬ َ ‫خ ال ُْمنْ َف ِر ُد ِِف‬ ُ َ‫ب اَواَل‬ ُ َ‫فَ لَ ْو َوهك َل اَل‬ untuk keluar maka sebaiknya dia keluar

‫ّي لِل َْع ْق ِد فَ ََل يَ ُكو ُن‬


ٌ ‫ص هح َِلَنههُ ُمتَ َعِي‬ ِ ‫اه َديْ ِن ََل ي‬ ِ ‫وَن َش‬ َ ‫لِيَ ُك‬
karena untuk menolak fitnah
َْ Wali nikah yang telah mewakilkan
ِ ُ‫ج ِِف ال َقب‬ ِ
‫ض َر َم َع اَ َخ َر‬َ ‫ول َو َح‬ ُ ‫َشاه ًدا َك َمال َْو َوهك َل ال هزْو‬ perwaliannya tidak boleh berada dalam
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫لِي ُك‬
ٌ ‫ َلَ هن َوك ْي لَهُ ََنئ‬,‫وَن َشاه َديْ ِن فَانههُ ََل يَص ُّح‬
majlis akad pada saat akad dilaksanakan.
ُ‫ب َع ْنه‬ َ Para tokoh yang berpendapat demikian
ِ
‫ف يَ ُك ْو ُن َشاه ًدا‬ ِ
َ ‫اءنههُ ُه َوال َْعاق ُد فَ َك ْي‬
َ ‫فَ َك‬ mempunyai alasan yang berbeda-beda. Ada
yang beralasan karena ada ulama yang
melaranganya, karena mengikuti kebiasaan

75
Abidin – Pandangan Tokoh Nu Jember Tentang Hadirnya Wali dalam Majlis Akad

yang telah lama berlaku, dan ada yang


beralasan karena si wali telah pasrah pada
wakilnya.

Daftar Pustaka

Al-Bajuri, I. (1998). Hasyiyah al-Bājūri al Ibni


al-Qasim, vol ii. Dar al-Fikr.
Al-Hishni, T. A. B.. (1994). Kifayatul Akhyar fi
Halli Ghayah al-Ikhtishar, vol ii. Dar al-
Fikr.
Al-Jawi, M. N.. (1996). Tausyikh ala Ibn al-
Qasim. Dār al-Fikr.
Al-Jaziri, A. (2001). al-Fiqh ala Mazahib al-
Arba’ah. Dār Ibnu Hazm.
Al-Malibari, Z. (2005). Fathul Muin. al-
Haramain.
Al-Maqdisi, I. Q. (1994). al-Kāfi fi Fiqh al-
Imam Ahmad, vol iii. Dār al-Kutub al-
Ilmiyah.
Al-Shalah, I. (1997). Fatawa Ibnu al-Shalah, vol
ii. Maktabah al-Ulum wa al-Hikam.
Al-Turmuzi. (1998). al-Jāmi’ al-Kabīr, vol ii.
Dār al-Kutub al-Islamī.
Al-Zuhaili, W. (2008). al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu. Dār al-Fikr.
Al-Zuhaili, W. M. (2002). Al-fiqh al-islami
wa adillatuhu. In Damascus: Dar Al-Fikr
(Vol. 1, p. 58).
Basyir, A. A. (2000). Hukum Perkawinan Islam.
UII Press.
Hanbal, A. bin. (1995). Musnad al-Imam
Ahmad bin Hanbal. Dār al-Hadits.
Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian
Kualitatif (Edisi Revisi). PT. Remaja
Rosdakarya.
Qutni, A. al-H. al-D. (2004). Sunan al-Dȃru
Qutni. Mu’assasah al-Risalah.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

76

Anda mungkin juga menyukai