Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) tidak dapat hidup dan memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan dan peran orang lain untuk memenuhi kebutuhan baik materi, maupun
nonmateri (psikologis/biologis). Tuhan Yang Maha Esa memberi manusia kelebihan berupa akal dan
nafsu, yang tidak dimiliki makhluk lain, hewan tidak mendapat akal, dan malaikat tidak menerima
nafsu dari Tuhan. Untuk memenuhi kebutuhan mereka, maka diperlukan peraturan hukum, agar tidak
timbul benturan kepentingan dan terciptanya ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. Allah
menunjukkan salah satu tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan suami istri dari manusia sehingga
manusia dapat memiliki kedamaian dan cinta serta perhatian satu sama lain.Secara biologis, Tujuan
pernikahan adalah untuk melanjutkan kelangsungan hidup manusia dengan keturunannya. . Jika orang
tidak menikah, dipastikan kelangsungan keturunan akan terganggu (Munawar, 2015)

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan diartikan sebagai persatuan lahir
dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Mardatila). , 2022). Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI. Pernikahan dapat diartikan sebagai pernikahan
(akad) yang dilakukan menurut hukum dan ajaran agama (Fiona, 2022). Sebagai perjanjian kelahiran,
pernikahan adalah hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita yang tujuannya
adalah untuk hidup bersama sebagai pria dan wanita. Keterikatan itu merupakan hubungan formal
yang nyata terhadap keterikatan itu sendiri maupun terhadap orang lain dan masyarakat (Saleh, 1976).
). Jika pernikahan itu diresmikan, yaitu dengan melangsungkan pernikahan menurut agama Islam dan
tata cara lain menurut agama selain Islam, hal ini menunjukkan adanya ikatan lahir batin antara suami
dan istri. Sebagai ikatan batin, pernikahan adalah ikatan jiwa yang lahir dari kehendak yang sama dan
tulus antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri. Pada tahap
awal ikatan batin ini ditandai dengan saling pengertian calon pasangan untuk menuntaskan pernikahan
(Saleh, 1976).

Sebagai salah satu negara terpadat di dunia, sudah diketahui bahwa Indonesia memiliki
beragam suku, bahasa, dan budaya. Dalam hal terakhir, budaya Indonesia tidak hanya tentang bahasa
daerah dan kuliner khas, tetapi juga tentang tradisi. Tradisi yang terkandung di dalamnya adalah
pernikahan. Secara umum, tradisi pernikahan unik Indonesia masih dianut karena memiliki filosofi
adat istiadat khusus yang diyakini turun temurun. Dan tentunya setiap pernikahan khususnya di
Indonesia berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perbedaan itu hanya karena budaya
yang berbeda, seperti tradisi pernikahan adat Lombok. Menculik seseorang tentunya dilarang dan jika
melakukannya maka itu termasuk melanggar hukum di negeri ini. Hal ini tidak berlaku bagi suku
sasak di Lombok, tradisi menculik anak gadis orang untuk dinikahi masih ada dilakukan di wilayah
tertentu yang dimana masyarakatnya sangat memegang erat mengenai budaya mereka.

Jika seorang pria mencintai wanita berbagai cara dilakukan untuk mengungkapkan rasa cinta
tersebut, seperti mengirim bunga, mengirim pesan chatingan, mengirim hadiah. Berbeda halnya
dengan cara pria suku sasak Nusa Tenggara Barat ini untuk menyatakan cintanya, pria suku sasak ini
akan menyatakan cintanya dengan cara menculik wanita yang ia cintai, ini adalah salah satu ungkapan
rasa cinta dari pria suku sasak. Jika ada wanita yang disukai dari pria suku sasak maka ia akan
menculik wanita tersebut, setelah diculik wanita akan dibawa kerumah keluarga pria, lalu pihak dari
keluarga pria akan menghubungi pihak keluarga wanita untuk memberitahu bahwa ingin meminang
anak perempuannya, setelah kedua belah pihak setuju pernikahan pun akan dilaksanan. Setelah adat
ini dilakukan selanjutnya merupakan adat pernikahan suku Sasak yaitu Nyongkolan.

Nyongkolan adalah upacara dimana orang tua mempelai pria mengunjungi orang tua
mempelai wanita ditemani keluarga dan masyarakat dalam suasana meriah. Upacara Nyongkolan
merupakan kegiatan yang merupakan prosesi dalam rangkaian acara Merarik/pernikahan. Nyongkolan
pada hakekatnya adalah silaturrahmi karena kedua belah pihak tidak ada hubungan saat ini hingga
upacara. Saat itu, mereka tampak seperti musuh, sehingga kedua keluarga bertemu di masa
Nyongkolan dan rukun kembali. Nyongkolan juga dilatarbelakangi oleh prinsip bahwa perkawinan itu
ujung jari, yang berarti memperluas atau memperbesar keluarga (Satriawan, 2019). . Tujuan dari
tradisi Nyongkolan ini tidak hanya untuk mengiringi kedua mempelai menuju rumah keluarga
mempelai wanita, tetapi juga merupakan cara yang sengaja dilakukan agar masyarakat mengetahui
bahwa pasangan pengiring telah resmi menikah, dan diharapkan juga tidak ada yang akan
mengganggu pasangan lagi. Nyongkolan ini diyakini sebagai puncak dari ritual penyatuan terune
(pemuda) dan dedare (perempuan) dalam perkawinan yang sah menurut agama dan adat (Munawir,
2020).

Tradisi itu masih tetap dilestarikan sampai dengan saat ini oleh suku Sasak contohnya di Desa
Padang Pengrapat kabupaten paser hanya saja seiring dengan perkembangan zaman, upacara
nyongkolan ini sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai etika yang dilakukan oleh para pemuda dan
pemudi ketika melaksanakan upacara nyongkolan. Bagi sebagian para pemuda dan pemudi yang
melakukan nyongkolan jarang sekali mereka menggunakan pakaian adat. Mereka lebih senang
memakai celana jeans yang di balut selendang dan baju kaos. Pada hakikatnya tradisi nyongkolan
dimaksudkan untuk memenuhi ruh agama itu sendiri, karena ada unsur syiar dalam alur nyongkolan
yang menghadirkan kedua mempelai kepada sanak saudara dan tamu yang hadir dan dalam konteks
itu, mempelai juga dibawa ke orang tua mereka, sebagai simbol permintaan maaf karena
meninggalkan rumah untuk menikah. Namun harus diingat bahwa pelaksanaan nyongkolan dilakukan
secara terkendali dan teratur, tanpa melanggar norma adat dan agama. Inilah realita Nyongkolan yang
diharapkan oleh para tokoh adat, tokoh agama, pemerintah dan masyarakat Sasak pecinta budaya.
(Munawir, 2020).

B. Identifikasi Masalah

Tradisi Nyongkolan ini merupakan rangkaian proses perkawinan atau dalam bahasa Lombok
(Sasak) Merariq, kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria kerumah
mempelai wanita, dengan diiringi keluarga, kerabat mempelai pria, pemangku adat, memakai baju
adat, serta rombongan musik, yang bertujuan untuk memberi tahukan kepada masyarakat bahwa telah
terjadi suatu perkawinan, dan untuk kedua mempelai dikemudian hari bahwa si laki-laki tidak lagi
mengganggu atau main mata dengan gadis-gadis lain karena ia telah berstatus sebagai suami orang,
dan begitupun sebaliknya. Selain itu juga tujuan dilaksanakannya nyongkolan adalah untuk
mempererat tali silaturahmi antara kedua belah pihak dan memperluas jaringan kekeluargaan.

Mengutip dari buku Teori Sosial dalam Tiga Paradigma karya Ida Bagus Wirawan (2012:
110) interaksi simbolik merupakan salah satu perspektif teoretis baru yang muncul setelah adanya
teori aktivitas. Teori interaksi simbolik sendiri pertama kali dikembangkan di University of Chicago
dan dikenal di Chicago School. Pendukung utama teori ini berasal dari universitas di luar Chicago,
termasuk John Dewey dan C. H. Cooley. Mereka kemudian pindah ke Chicago dan banyak
mempengaruhi WI Thomas dan GH Mead. Pada tahun 1887, Mead terdaftar di Universitas Harvard
dan mengambil filsafat dan psikologi. Di Harvard, Mead belajar dengan Josiah Royce dan William
James yang memengaruhi pola pemikirannya. Pada tahun 1888, lulus dari Harvard dan pindah ke
Leipzig, Jerman untuk belajar dengan psikolog Wilhelm Wudht. Mead tertarik pada interaksi, di mana
isyarat non-verbal dan makna pesan verbal memengaruhi pikiran individu yang berinteraksi. Menurut
terminologi Mead, setiap isyarat non-verbal (seperti bahasa tubuh, gerakan fisik, pakaian, ruang, dll.)
dan setiap pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dll.) di interpretasikan sebagai kesempatan yang
dimiliki bersama oleh semua yang terlibat. Interaksi tersebut memiliki bentuk simbolik, yang
memiliki makna yang sangat penting.
Setelah Mead, generasi selanjutnya dilanjutkan oleh Herbert Blumer dan Manfred Kuhn serta Kimbal
Young. Herbert George Blumer adalah seorang sosiolog Amerika yang sangat peduli dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya interaksi simbolik dan metode penelitian di masyarakat.
Blumer percaya bahwa individu menciptakan realitas sosial mereka sendiri melalui tindakan kolektif
dan individu. Dr. Ali Nurdin, S.Ag., M.Si. dalam bukunya berjudul Teori komunikasi Interpersonal
Disertai Contoh Fenomena Praktis (2020:27) konsep interaksionis simbolik seperti George Herbert
Mead dan Charles H. Cooley berfokus pada interaksi antara individu dan kelompok.
Mereka menemukan bahwa orang berinteraksi terutama melalui simbol, yang meliputi tanda, gerak
tubuh, dan yang terpenting, kata-kata tertulis dan lisan. Sebuah kata tidak memiliki arti yang melekat
pada sebuah kata, itu hanya sebuah suara, dan itu hanya memiliki arti ketika orang setuju bahwa suara
tersebut memiliki arti tertentu. Sementara itu, Herbert Blumer menggambarkan interaksi simbolik
dengan tiga gagasan utama, yaitu; yaitu; act, thing, dan meaning. Manusia bertindak (act) terhadap
sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dimiliki sesuatu itu, yang dihasilkan dari interaksi
sosial antara seseorang. Makna diproses atau diubah melalui proses penafsiran yang digunakan orang
ketika berhadapan dengan sesuatu yang mereka temui (makna tidak diterima begitu saja, mereka
ditafsirkan terlebih dahulu.

Disini berkaitan dengan bagaimana masyarakat suku lombok lakukan dengan adanya tradisi
Nyongkolan, yang berakaitan dengan interaksi oleh individu dengan masyrakat lainnya, Simbol arak-
arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria kerumah mempelai wanita, dengan diiringi
keluarga, kerabat mempelai pria, pemangku adat, memakai baju adat, serta rombongan musik, yang
bertujuan untuk memberi tahukan kepada masyarakat bahwa telah terjadi suatu perkawinan, dan untuk
kedua mempelai dikemudian hari bahwa si laki-laki tidak lagi mengganggu atau main mata dengan
gadis-gadis lain karena ia telah berstatus sebagai suami orang, dan begitupun sebaliknya. Simbol ini
lalu disosialisasikan dan diperkenalkan sejak zaman nenek moyang kit ajika ada orang yang sudah
menikah dan diketahui oleh masyarakat pernikahannya tidak boleh diganggu atau dirusak. Artinya,
makna simbolik dari tanda arak-arakan itu telah dihadirkan dalam interaksi sosial.Selain itu juga
tujuan dilaksanakannya nyongkolan adalah untuk mempererat tali silaturahmi antara kedua belah
pihak dan memperluas jaringan kekeluargaan.

Pada zaman sekarang tradisi Nyongkolan sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai etika yang
dilakukan oleh para pemuda dan pemudi ketika melaksanakan upacara nyongkolan. Bagi sebagian
para pemuda dan pemudi yang melakukan nyongkolan jarang sekali mereka menggunakan pakaian
adat. Bahkan yang lebih parah lagi pada saat nyongkolan dengan menggunakan kendaraan bermotor
sering kali bertindak ugal-ugalan tanpa mau mentaati rambu-rambu lalu lintas serta pengguna jalan
lain sehingga tak jarang terjadi kecelakaan yang memakan korban jiwa. Hal-hal tersebut maka sangat
berpengaruh pada kearifan budaya dan tradisi yang telah di bangun oleh para nenek moyang kita
khususnya upacara nyongkolan yang merupakan sebuah prosesi adat dalam sebuah perkawinan di
kalangan suku sasak.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan penjelasan di depan maka penelitian dibatasi hanya pada bagaimana tradisi
Nyongkolan Adat Lombok di Desa Padang Pengrapat Kabupaten Paser, yaitu:

1. Proses pelaksanaan tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot,
Kabupaten Paser

2. Makna tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten

Paser
3. Upaya mempertahankan tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah

Grogot, Kabupaten Paser

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan


Tanah Grogot, Kabupaten Paser ?

2. Apa makna tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot,
Kabupaten Paser ?

3. Bagaimana upaya masyarakat mempertahankan tradisi Nyongkolan di Desa Padang


Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat,


Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser!

2. Untuk mengetahui makna tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah
Grogot, Kabupaten Paser!

3. Untuk mengetahui upaya mempertahankan tradisi Nyongkolan di Desa Padang Pengrapat,


Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser !

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan awal bagi para peneliti selanjutnya
yang akan membahas tradisi Nyongkolan secara lebih luas dan mendalam. Selain itu, hasil penelitian
ini dapat memperkaya kajian tentang tradisi pernikahan adat Lombok, khususnya tradisi Nyongkolan.
Bagi masyarakat setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengetahui prosesi,
makna, dan upaya yang dilakukan agar tradisi Nyongkolan tetap dibudayakan dan dilestarikan.

2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman baru, serta
meningkatkan kemampuan peneliti dalam melakukan kegiatan ilmiah tersebut dalam kehidupan
sehari-hari serta membawa pemahaman yang lebih mendalam tentang tradisi Nyongkolan di Desa
Padang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser. .
b. Bagi masyarakat Desa Padang Pengrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser
diharapkan dapat memberikan motivasi dalam melestarikan dan memahami tradisi Nyongkolan

Anda mungkin juga menyukai