Anda di halaman 1dari 3

Sampai masa tahun 60’an sangat dirasakan

ketidakadilan gender, terutama pemaksaan


kehendak terhadap 5 perempuan sangat tinggi,
seperti : praktek kawin paksa, poligami,
pemingitan gadis dalam usia belia dengan alasan
menjaga kesuciannya, kawin dalam usia muda,
dan adanya strata sosial kasta yang melarang
perempuan kawin dengan orang lain, hanya dalam
lapisan kastanya saja, bila keluar maka ia dibuang
dari keluarga, banyak terjadinya kekerasan fisik
dan mental terhadap perempuan.
Namun setelah Sejalan dengan perkembangan
ekonomi, terutama adanya pergeseran kehidupan
ekonomi pada sektor jasa, masuknya Keluarga
Berencana memungkinkan bagi perempuan
memperoleh penghasilan sendiri. Bersyukur
berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, yang prinsipnya melarang poligami,
kawin paksa, dan kedudukan istri adalah sebagai
mitra sejajar dan yang mewajibkan setiap
perceraian baru sah bila ada Putusan Hakim.
Adanya perubahan hukum perkawinan
menyebabkan adanya perubahan perilaku dalam
masyarakat.
Hingga pada saat ini, data penelitian Putra Astiti
menunjukkan peran perempuan bali dalam
menunjang ekonomi keluarga dan membuat
keputusan dalam keluarga Dari hasil penelitian ini
menunjukkan peran perempuan hampir sama
dengan laki-laki, dan bisa menunjukkan bahwa
perempuan tidak berani protes adalah “salah”,
pengambilan keputusan dalam keluarga juga
seimbang.
Kebudayaan Bali
Kebudayaan Bali merupakan ekspresi dari
hubungan interaksi orang Bali dengan
lingkungannya. Dalam kosmologi orang Bali,
lingkungan dibedakan atas dua macam, yakni
lingkungan sekala (nyata) dan lingkungan niskala
(tidak nyata). Lingkungan sekala meliputi
lingkungan sosial (masyarakat) dan lingkungan
fisik (alam sekitarnya). Sedangkan lingkungan
niskala merupakan lingkungan spiritual yang
dihuni oleh kekuatan-kekuatan supernatural atau
adikodrati yang diyakini dapat menimbulkan
pengaruh positif maupun negatif terhadap
kehidupan manusia. Ekspresi dari interaksi antara
orang Bali dengan lingkungan spiritual (niskala)
melahirkan sistem religi lokal atau “agama Bali”
yang di dalamnya mencakup emosi atausentimen
keagamaan, konsepsi tentang kekuatan-kekuatan
dan mahluk-mahluk gaib, upacararitual
keagamaan, fasilitas keagamaan, kelompok atau
komunitas keagamaan. Dalamperkembangan
selanjutnya keberadaan religi lokal tersebut
bercampur dengan unsur-unsur agama Hindu
yang disebabkan oleh adanya proses perjumpaan
kebudayaan pada masalampau. Ekspresi dari
interaksi antara orang Bali dengan lingkungan
sosial antara lainmelahirkan Basa Bali (Bahasa
Bali), norma-norma, peraturan-peraturan, hukum
(sima, dresta, awig-awig), pranata-pranata sosial
seperti pranata kekerabatan (nyama, braya, dadia,
soroh), dan pranata kemasyarakatan (sekeha,
banjar, desa, gumi) dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai