1.
Soal : Jelaskan konsep budaya dan kebudayaan yang terkait dengan gender!
Jawaba : a. Budaya adalah akal budi, sebagai bagian yang berperan peran yang
n memberikan variasi pada peran itu baik dalam satu budaya dan budaya
lain atau untuk pengelompokan kelas sosial. Di sisi lain, laki-laki dan
perempuan memberikan ruang dan peran yang terpisah untuk saling
melengkapi dalam perjalanan hidup.
b. Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhaya yang
merupakan bentuk jamak dari dari buddhi (Pikiran atau akal)
didefiniaikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan pikiran dan akal.
Disisi lain terdapat pendapat mengatakan budaya berasal dari kata budi
dan daya, budi merupakan unsur rohani sedangkan daya merupakan
unsur jasmani manusia. Dengan demikian budaya merupakan hasil dan
daya dari manusia.
2.
Soal : Pandangan tentang universalisme dikotomi antara laki – laki dan perempuan
yang bersumber dari alam dan kebudayaan, jelaskan pendapat saudara
berkenaan dengan gender dalam sebuah konstruksi budaya sosial!
Jawaba : Perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
n sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
Perbedaan itu menyebabkan selalu tertinggal dan terabaikannya peran dan
kontribusi perempuan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pada sistem patriarki yang dianut oleh masyarakat Bali, memang dalam hal ini
laki-laki memiliki posisi dominan atau lebih berkuasa pada perempuan.
Namun setiap ada upacara ritual keagamaan, posisi tersebut berbanding
terbalik, dalam hal ini, perempuan akan menduduki posisi dominan karena
tugas mereka lebih banyak dan sangat penting. Diantaranya terlihat pada saat
persiapan ritual berlangsung, pihak perempuan mulai sibuk dengan aktivitas
mereka membuat sarana untuk keperluan upacara. Salah satu yang paling
penting adalah banten atau sesajen, dimana sejajen ini hanya bisa dikerjakan
oleh pihak perempuan, karena sesajen ini dianggap penting dan sakral, maka
tidak sembarang perempuan boleh membuat sesajen ini. Seperti yang sudah
dijelaskan melalui informasi dari lokasi penelitian, perempuan yang akan
membuat sarana berupa sesajen ritual tersebut harus bersih jasmani dan rohani,
bahkan perempuan yang memiliki kekurangan fisik (cacat), tidak
diperbolehkan membuat sesajen ini. Tidak hanya itu, setelah banten tersebut
selesai, perempuan harus meletakkan banten tersebut sesuai posisi ritual,
makna sesajen, besak kecilnya sesajen, dan juga sesuai nama-nama sesajen
tersebut, atau masyarakat sering menyebut kegiatan ini dengan nama nyoroh
banten.
3.
Soal : Dalam isu kesetaraan gender, perempuan saat ini tidak hanya menjalankan
tugas domestik saja namun sudah banyak yang sekaligus menjalankan tugas
publik. Jelaskan pendapat saudara berkenaan dengan hal ini !
Jawaba : Konsep gender melahirkan dua sifat, yakni maskulin dan feminin; dua peran,
n yakni domestik dan publik; dua posisi, yakni tersubordinasi dan
mensubordinasi atau inferior dan superior. Perbedaan gender yang
dikonstruksikan dalam masyarakat secara sosial dan budaya dapat
menciptakan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang
berakibat pada ketidakadilan. Pembagian kerja secara dikotomi publik-
domestik, di mana pekerjaan di sektor publik mendapat imbalan secara
ekonomis, sedangkan sektor publik tidak mendapatkan. Hal itu menyebabkan
hasil kerja perempuan yang terlalu berat dianggap pekerjaan rendah. Realitas
tersebut memperkuat ketidakadilan gender yang telah melekat dalam kultur
masyarakat.
4.
Soal : Bagaimana Pandangan saudara berkenaan dengan konsep kesetaraan
Gender dalam pandangan perempuan Bali ?
Jawaba : Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai bentuk kata keadilan gender.
n Konsep kesetaraan gender yang dipersepsikan oleh kaum perempuan Bali
dengan berdasarkan budaya Bali yang berbentuk patriarki. Kaum perempuan
Bali dalam memandang konsep kesetaraan gender terhadap budaya patriarki
Bali dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri
atau biasa dinamakan sebagai faktor situasional. Faktor ini terdiri dari
kebudayaan Bali, pola asuh orang tua, serta pendidikan. Sementara faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri atau
yang biasa dinamakan sebagai faktor personal. Faktor internal mencakup
sebuah persepsi, penilaian, sikap, kebutuhan, dukungan sosial, resistensi,
penyesuaian diri, dan lain-lain. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi hasil
pemaknaan perempuan Bali terhadap konsep kesetaraan gender berdasarkan
pandangan budaya patriarki Bali.