Anda di halaman 1dari 3

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN 2022/2023

UNIVERSITAS HINDU INDONESIA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM ADAT

Nama : Agung Rio Swandisara Tanda Tangan


NIM : 2008020015
Semester : V
Mata Kuliah : Gender Kebudayaan
Dalam Hukum

1.
Soal : Jelaskan konsep budaya dan kebudayaan yang terkait dengan gender!
Jawaba : a. Budaya adalah akal budi, sebagai bagian yang berperan peran yang
n memberikan variasi pada peran itu baik dalam satu budaya dan budaya
lain atau untuk pengelompokan kelas sosial. Di sisi lain, laki-laki dan
perempuan memberikan ruang dan peran yang terpisah untuk saling
melengkapi dalam perjalanan hidup.
b. Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhaya yang
merupakan bentuk jamak dari dari buddhi (Pikiran atau akal)
didefiniaikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan pikiran dan akal.
Disisi lain terdapat pendapat mengatakan budaya berasal dari kata budi
dan daya, budi merupakan unsur rohani sedangkan daya merupakan
unsur jasmani manusia. Dengan demikian budaya merupakan hasil dan
daya dari manusia.

2.
Soal : Pandangan tentang universalisme dikotomi antara laki – laki dan perempuan
yang bersumber dari alam dan kebudayaan, jelaskan pendapat saudara
berkenaan dengan gender dalam sebuah konstruksi budaya sosial!
Jawaba : Perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
n sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
Perbedaan itu menyebabkan selalu tertinggal dan terabaikannya peran dan
kontribusi perempuan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

Pada konstruksi masyarakat yang menganut budaya patriarki, memposisikan


perempuan berada dibawah kekuasaan laki-laki. Perempuan dalam hal ini
diasumsikan sebagai mahluk yang lemah dan tidak berdaya, sehingga
perempuan sering direndahkan baik secara fisik maupun psikologis mereka,
yang mengakibatkan perempuan mengalami kekerasan fisik, maupun
pelecehan seksual.

Pada sistem patriarki yang dianut oleh masyarakat Bali, memang dalam hal ini
laki-laki memiliki posisi dominan atau lebih berkuasa pada perempuan.
Namun setiap ada upacara ritual keagamaan, posisi tersebut berbanding
terbalik, dalam hal ini, perempuan akan menduduki posisi dominan karena
tugas mereka lebih banyak dan sangat penting. Diantaranya terlihat pada saat
persiapan ritual berlangsung, pihak perempuan mulai sibuk dengan aktivitas
mereka membuat sarana untuk keperluan upacara. Salah satu yang paling
penting adalah banten atau sesajen, dimana sejajen ini hanya bisa dikerjakan
oleh pihak perempuan, karena sesajen ini dianggap penting dan sakral, maka
tidak sembarang perempuan boleh membuat sesajen ini. Seperti yang sudah
dijelaskan melalui informasi dari lokasi penelitian, perempuan yang akan
membuat sarana berupa sesajen ritual tersebut harus bersih jasmani dan rohani,
bahkan perempuan yang memiliki kekurangan fisik (cacat), tidak
diperbolehkan membuat sesajen ini. Tidak hanya itu, setelah banten tersebut
selesai, perempuan harus meletakkan banten tersebut sesuai posisi ritual,
makna sesajen, besak kecilnya sesajen, dan juga sesuai nama-nama sesajen
tersebut, atau masyarakat sering menyebut kegiatan ini dengan nama nyoroh
banten.
3.
Soal : Dalam isu kesetaraan gender, perempuan saat ini tidak hanya menjalankan
tugas domestik saja namun sudah banyak yang sekaligus menjalankan tugas
publik. Jelaskan pendapat saudara berkenaan dengan hal ini !
Jawaba : Konsep gender melahirkan dua sifat, yakni maskulin dan feminin; dua peran,
n yakni domestik dan publik; dua posisi, yakni tersubordinasi dan
mensubordinasi atau inferior dan superior. Perbedaan gender yang
dikonstruksikan dalam masyarakat secara sosial dan budaya dapat
menciptakan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang
berakibat pada ketidakadilan. Pembagian kerja secara dikotomi publik-
domestik, di mana pekerjaan di sektor publik mendapat imbalan secara
ekonomis, sedangkan sektor publik tidak mendapatkan. Hal itu menyebabkan
hasil kerja perempuan yang terlalu berat dianggap pekerjaan rendah. Realitas
tersebut memperkuat ketidakadilan gender yang telah melekat dalam kultur
masyarakat.

Kemunculan feminisme marxis menjadi sebuah tujuan untuk mengeluarkan


perempuan dari penindasan dan memperjuangkan kesempatan-kesempatan
bagi kaum perempuan dalam bidang ekonomi, khususnya pada dunia kerja.
Kaum perempuan tidak harus terbelenggu dalam dunia domestik tetapi juga
harus mengembangkan kemampuannya di ranah publik. Oleh karena itu,
dibutuhkan adanya kesadaran yang benar atau real consciousness untuk
menyatakan perempuan sebagai yang utuh dan tidak melakukan sesuatu atas
kepentingan orang lain.

4.
Soal : Bagaimana Pandangan saudara berkenaan dengan konsep kesetaraan
Gender dalam pandangan perempuan Bali ?
Jawaba : Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai bentuk kata keadilan gender.
n Konsep kesetaraan gender yang dipersepsikan oleh kaum perempuan Bali
dengan berdasarkan budaya Bali yang berbentuk patriarki. Kaum perempuan
Bali dalam memandang konsep kesetaraan gender terhadap budaya patriarki
Bali dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri
atau biasa dinamakan sebagai faktor situasional. Faktor ini terdiri dari
kebudayaan Bali, pola asuh orang tua, serta pendidikan. Sementara faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri atau
yang biasa dinamakan sebagai faktor personal. Faktor internal mencakup
sebuah persepsi, penilaian, sikap, kebutuhan, dukungan sosial, resistensi,
penyesuaian diri, dan lain-lain. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi hasil
pemaknaan perempuan Bali terhadap konsep kesetaraan gender berdasarkan
pandangan budaya patriarki Bali.

Pendapat saya, bahwa perempuan Bali belum termasuk kategori kesetaraan


gender. Hal ini disebabkan oleh pemberlakuan adat istiadat Bali yang mengatur
kehidupan masyarakat Bali itu sendiri dan belum mencerminkan kesetaraan
gender. Perempuan Bali apabila sudah menikah maka menjadi hak milik laki-
laki sepenuhnya tanpa adanya perdebatan. Sejak masih kecil perempuan Bali
sudah dibentuk dan dipersiapkan untuk menjadi keluarga orang lain. Begitu
juga halnya dengan pembagian warisan, jika perempuan sudah menikah maka
akan dihapus dari calon penerima warisan di rumahnya sendiri. Begitu juga
warisan dari pihak laki-laki sepenuhnya akan menjadi milik suami yang
nantinya diwariskan kepada anak laki-laki dalam keluarganya.

Beberapa pandangan ahli menyatakan bahwa kebudayaan Bali dengan sistem


kekerabatan patrilineal yang kuat merupakan salah satu indikator penyebab
terjadinya kesenjangan gender yang dialami oleh kaum perempuan Bali.
Perempuan Bali menjadi kajian utama dalam permasalahan gender ini karena
adat dan tradisi Bali sangat membelenggu kaum perempuan, bahkan anak
perempuan Bali boleh disebutkan sebagai “kelas dua” setelah lelaki
(Manikgeni, 2007). Menurut Geriya (2006), tantangan atau hambatan wanita
(khususnya wanita Hindu Bali) masih terhimpit dalam sistem sosial, sering juga
kena “penyakit” budaya, yaitu terikat dengan sistem kekerabatan orang Bali
yang masih menganut sistem patrilineal.

Anda mungkin juga menyukai