Anda di halaman 1dari 11

Kepercayaan (religi)

Tujuan Umum : Setelah perkuliahan selesai, mahasiswa dapat


mengenal kepercayaan dalam budaya Sunda.

Tujuan Khusus:

1. Mahasiswa mengenal kepercayaan masyarakat Sunda dalam hal


kekuatan supernatural
2. Mahasiswa mengenal kepercayaan masyarakat Sunda dalam
pelaksanaan upacara ritual

Strategi Perkuliahan : ceramah dan diskusi


Materi Kuliah :

Koentjaraningrat mendefinisikan religi/kepercayaan sebagai sistem


yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan
secara mutlak suatu umat beragama. Kepercayaan melahirkan unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa manusia
didorong untuk berperilaku keagamaan.
2. sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-
bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan atau yang dianggap
sebagai Tuhan, serta tentang wujud dari alam gaib (supernatural);
3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia
dengan Tuhan, Dewa-dewa atau Mahluk-mahluk halus yang
mendiami alam gaib;
4. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang
mengonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut sistem-sistem
keagamaannya.
5. Peralatan dalam upacara atau ritus keagamaan.

Kelima unsur itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya.


Emosi/akal dalam keagamaan merupakan modal awal manusia untuk
berprilaku keagamaan. Penguatan keyakinan dalam keagamaan
memunculkan melahirkan ritual atau upacara keagamaan untuk
berhubungan dengan tuhan, dewa, roh atau apapun yang mereka yakini.
Dalam melakukan peribadatan atau pemujaan, tentu saja masyarakat
memerlukan media dengan harapan apa-apa yang dilaksnakannya r
sampai pada sesuatu yang telah mereka yakini. Dan setelah semua itu

1
ada, tentu saja akan ada kelompok keagamaan atau kesatuan sosial yang
akan terus menjaga kepercayaan mereka, menurunkan dan mengajarkan
kepada generasi penerus mereka agar sistem religi tersebut tidak hilang.
Tidak adanya salah satu unsur tersebut dalam sebuah sistem religi akan
menimbulkan masalah dalam sistem religi dan tidak berjalannya sistem
religi tersebut.
Seperti masyarakat lainnya, masyarakat Sunda pun menganut dan
atau meyakini bahwa dalam kehidupan ini, “Tuhan” dapat menemtukan
dan atau mendatangkan dampak atas perbuatan yang dilakukan manusia,
baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya, Hal ini biasanya diyakini
atas dasar pengalaman kehidupannya. Keyakinan berdasarkan peristiwa
dan pengalaman ini, biasa diturunkan kepada generasi berikutnya.
Sistem kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat Sunda sangat
banyak. Namun demikian, sebagai besar lahir dari agama yang
dianutnya. Dikatakan demikian, karena dalam hal keyakinan beragama,
orang Sunda mengalami beberapa pengaruh agama, mulai dari animisme
dampai dengan Islam.

A. Pamali
Pamali artinya larangan karuhun (Sacadibrata, 1956: 277). Dalam
kehidupan, ternyata pamali, tidak hanya dikenal dalam budaya Sunda,
melainkan juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Secara umum, arti
kata ini sama, yaitu larangan atas suatu perbuatan. Kata larangan ini
biasanya selalu diikuti oleh dampak dan atau akibat yang bersifat
ancaman. Dampak ancaman inilah yang bisa membuat seseorang enggan
untuk melakukan larangan.
Munculnya larangan yang bersifat konvensi ini, boleh jadi karena
adanya sesuatu yang telah terjadi berulang kali dan akhirnya disimpulkan
bahwa jika ada manusia melanggar pamali, maka akan datang akibatnya.
Munculnya pamali, tidak diketahui secara pasti. Pamali lahir secara turun
temurun, artinya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pamali memiliki arti larangan untuk berbuat sesuatu. Kata ini kadang
dijadikan hukum konvensi di antara masyarakatnya. Dkatakan demikian
sebab, pamali di satu daerah boleh jadi tidak sama dengan pamali di
daerah lainnya. Pamali boleh jadi merupakan aturan atau hukum yang
arus ditaati oleh segenap lingkungan masyarakatnya, misalnya pamali
yang lahir di kampung-kampung adat. Misalnya:
1. Teu meunang nginum ditotor
2. Ulah dahar bari di tanggeuy
3. Teu meunang dahar tunggir
4. Ulah meuli barang seukeut ti peuting Ulah meuli uyah ti peuting

2
5. Ulah dahar cau sisina

Dalam kehidupan sehari-hari, pamali bagi masyarakat Sunda


merupakan hal yang penting, khususnya dalam hal pendidikan nak-anak.
Diatakan demikian, karena mayoritas ungkapannya berlaku bagi anak-
anak. Kondisi penggunaan pamali, tentunya tidak sekedar
untukpendidikan bagi anak-anak, sebab pamali juga biasa dipergunakan
untuk hal-hal tertentu, misalnya: berpacaran, khitanan, kehamilan,
kelahiran, kematian, bercocok tanam, dan sebagainya.

B. Perkawinan
Seperti budaya lainnya, tradisi perkawinan adat Sunda pun terus
berubah.
Perubahan terjadi dalam beberapa hal khususnya dalam sajian seremoni.
Di sisi lain, kepedulian terhadap makna, semakin berkurang, padahal
tradisi perkawinan adat Sunda penuh denan simbol dan aturan yang
menyangkut etika dan nilai kehidupan rumah tangga.
Secara keseluruhan, tradisi perkawinan ini dimulai dengan
neundeun omong, nanyaan, ngalamar, nyeureuhan, seserahan, ngeuyeuk
seureuh, akad nnikah, sawer, bantayan, buka pintu, huap lingkung.
a. Neundeun Omong
Secara etimologi, neundeun omong memiliki arti meyimpan kata.
Arti neundeun omong dalam kaitannya dengan perkawinan adalah
kesepakatan kedua orang tua untuk menyetujui kedua anaknya
unuk saling mengasihi. Peristiwa ini tidak berarti bahwa hubungan
keduanya harus jadi, sebab bila dianatara keduanya ada masalah,
maka hubungan pun menjadi tidak ditindak lanjuti ke langkah
berikutnya, yaitu nanyaan.
b. Nanyaan, Ngalamar, Nyeureuhan
Perkeangan budaya dan atau aklturasi budaya ternyat banyak
mempengaruhi budaya yang ada. Begitu pula halnya dalam tradisi
nanyaan. Tradisi nanyaan dalam masyarakat Sunda kini, berbeda
dengan tradisi nanyaan masyarakat Sunda pada masa lalu yang
penuh dengan etika simbolis. Pada masa kini, istilah nanyaan
masih dipergunakan, begitu juga ngalamar. Namun ada perbedaan
dalam caranya.

3
Pada masa lalu, ngalamar merupakan kata silib dari ngalemar
(nyeupah)
yang memiliki arti memakan sirih. Memakan sirih pada tradisi
ngalamar merupakan tradisi yang biasa dilakukan.
Setelah nanyaan yang menyatakaan siap dan tidaknya hubungan
cinta kasih kedua anak mereka dinikahkan, kedua keluarga
memakan sirih yang telah dibumbui dengan bumbu. Dalam bahasa
Sunda sirih ini disebut dengan lemareun (sepaheun). Bumbu
seupaheun (sirih yang akan dimakan) biasanya terdiri atas: gambir,
kapur, pinang, dan tembakau. Bumbu ini mengandung arti gambir
berwarna merah melambangkan berani. Pinang merupakan simbol
dari kata pening artinya kerinduan di antara kedua calon, kapur
merupakan simbol napsu wanita, kesucian wanita.
Atas kesepakatan kedua keluarga, maka nanyaan pun diakhir
dengan memakan sirih dan penyerahan uang sebagai pengkitat
dari pihak laki-laki. Besaraan uang ini biasanya menjadi tanda
berapa uang yang akan diperoleh keluarga wanita saat
berlangsungnya pernikahan.Di masa kini, kegiatan nanyaan tidak
berlanjut pada ngalemar atau nyeureuh, namun brlanjut ke
penentuan tukeur cincin dan penentuan tanggal pernikahan.
c. Seserahan
Setelah tanggal perkawinan disepakati, biasna keluarga dari pihak
laki-laki mempersiapkan segala keperluan untuk tradisi seserahan.
Tradisi ini biasa dilakukan sehari sebelum pernikahan
dilaksanakan.
Seserahan diartikan penyerahan calon pengantin pria kepada orang
tua calon pengantin wanita. Pada masa lalu, selain menyerahkan
calon pengati pria, juga dibawakan makanan serta barang-barang
baik untuk keperluan wanita, maupun untuk keperluar rumah
tangga. Banyak tidaknya barang bawaan,biasanya menentukan
derajat keluarga calon pengantin laki-laki.
d. Ngeuyeuk Seureuh
Kata ngeuyeuk dalam ngeuyeuk seureuh berasal dari kata heuyeuk
yang memiliki artti mengatur/menata atau saling berpergangan.
Kata ini dipergunakan sebagai topik acara, sebab inti dari kegiatan
ini adalah pepatah kepada kedua calon pengantin dalam
mengarungi bahtera rumah tangga.
Kegiatan ini biasanya hanya dihadiri oleh calon pengantin,
perempuan tua, dan laki-laki tua. Orang yang belum
menikah.dilarang menghadiri acara ini, sebab biasanya paparan
banyak hal yang mengandung keberahian.

4
Benda yang tersajikan antara lain: Daun sirih beberapa tangkai
(daun masih menampel pada tangkai), pinang, gambir,mayang
jambe, kasang jinem ( kain panjang), pakara (alat menenun),elekan,
rambu/kanteh (bahan membuat kain), Ajug (alat penerangan),
harupat, air putih, batu pipisan, lulumpang, bokor, telur ayam,
tikar, kain putih, parukuyan (tempat membakar kemenyan), suluh,
parawanten, serta pakaian perempuan dan laki-laki.
e. Akad Nikah
Prosesi akad nikah tidak berbeda dengan akan sekarang, yaitu
pelaksanaan ijab kabul kedua calon pengantin.
f. Sawer
Sawer berasal dari kata wer dan atau panyaweran. Wer merupakan
kata pengantar khusus untuk orang yang membuang hajat kecil.
Jadi menunjukan kondisi air yang bersumber dari satu lubang.
Sawer berasal dari panyaweran, sebab sawer biasa dilakukan
di cucuran atap genting tempat jatuhnya air hujan. Mana yang
dipergunakan terserah kita, namun pada prinsipnya sawer
lazimnya dilakukan di cucuran atap genting tempat jatuhnya air
hujan.
Saat sekarang, masyarakat Sunda sudah tidak peduli dengan syarat
di atas, bahkan sawer dilakukan di dalam gedung. Alasannya,
penyaweran dilakukan dibawah payung?
Hal lain yang berkaitan dengan sawer adalah bahwa sawer
merupakan syair petatah petitih bagi pengantin. Sehubunngan
dengan itu, maka yang melakukan sawer adalah orang tua yang
telah merasakan pahit getirnya rumah tangga. Dalam
perkembangannya, ternyata kadang dipilih orang yang bisa
bernyanyi atau tembang Sunda, walaupun belum menikah.
Penyawer pun awalnya terdiri dari dua orang yang mewakili
kedua mempelai. Penyawer dari pihak laki-laki, melakukan sawer
dari luar rumah ke arah dalam rumah. Artinya bahwa pihak laki
akan memerikan rejeki kepada pihak perempuan; sebaliknya
penyawer dari pihak peempuan, dia akan melakukan sawer dari
arah dalam rumah ke luar, maksudnya adalah bahwa
perempuanlah yang mengatur rejeki dalam rumah tangga.
Selain memiliki nilai pendidikan, sawer juga merupakan ungkapan
syukur dan harapan. Ungkapan syukur tergambar bahwa dalam
sawer biasa ditaburkan uang, ungkapan harapan tersirat dalam
benda-benda yang ditaburkan, sebab benda yang ditaburkan saat
sawer merupakan benda yang memiliki nilai simbolis. Benda-
benda tersebut adalah beras, kunir, dan uang. Beras

5
melambangkan kehidupan,uang melambangkan harta, dan kunir
(koneng temen) melambangkan hidup yang harus tawakal, silih dari
kata temen wekel (babasan Sunda).
g. Bantayan (Nincak endog, sibanyo, nincak elekan, meuleum
harupat, ngalengkahan pakara)

Bantayan adalah rangkaian acara dalam adat perkawinan Sunda.


Rangkaian acara ini terdiri atas nincak endog, sibanyo, nincak
elekan, meulem harupat, dan ngalengkahan pakara. Semua itu
tidak hanya disajikan semata, namun memiliki makna-makna
tertentu yang berkaitan dengan perkawinan.
Nincak endog dan nincak elekan memiliki makna membuka
kehidupan baru dengan memecahkan semua persoalan yang ada.
Laki-laki harus mampu menyelesaikan problematika rumah
tangga. Di sisi lain ada juga yang menginptretasikan pecahnya
masa keperawanan.
Sibanyo memiliki makna istri harus mau meladeni keperluan suami.
Meuleum harupat memiliki makna agar jika kedua mempelai
terbakar marah, maka keduanya dapat menyelesaikan masalah
mereka.

h. Buka Pintu
Buka pintu merupakan simbol dari adab atau karakter orang Sunda
yang berpegang pada prinsip undur katingali punduk datang
katingali tarang, artinya bahwa segala sesuatu harus dilakukan
dengan pamitan demikian juga dengan akhir dari suatu kegiatan.
i. Huap Lingkung
Kegiatan ini dilakuakn sebagai simbol kerukunan rumah tangga.
Suami istri harus saling menghargai, saling memberi, saling

6
menasehati demi terwujudnya kebahagiaan rumah tangga. Begitu
juga penghargaan, rasa hormat, dan kasih sayang terhadap orang
tua mereka.

C. Kematian
Kematian merupakan hal yang akan dialami oleh semua insan manusia
di dunia. Perlu diungkap bahwa budaya mengurusi jenazah di setiap
daerah berbeda-beda. Demikian juga hal tradisi mengurusi kematian
di tatar pasundan.
Sejak kematian menimpa seseorang, maka keluarga yang ditinggal mati
mengadakan takziah/tahlil. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengajian
dalam rangka mendo’akan orang yang mati. Kegiatan do’a ini biasa
dilaksanakan pada hari kematian (nyusur taneuh), hari ketiga (tiluna),
hari ketujuh (tujuhna), hari keempat puluh (matang puluh) , hari kelima
puluh (neket), keseratus (natus), dan hari keseribu (newu).
Kagiatan mendo’akan orang meninggal ini, ternyata mendapat
pengaruh sesuai denngan kondisi jamnnya. Pengaruh jawa begitu
kuat ; budaya lain yang mempengaruhi tradisi ini adalah peningkatan
keimanan dan ketaqwaan masyarakat Sunda mendalami kehidupan
agama Islam.

1. Tradisi Pertanian
Pada masa lalu masyarakat Sunda adalah masyarakat agraris. Sistem
pertanian yang dikelola terdiri atas 2 macam, yaitu huma (ladang) dan
sawah. Kedua sistem pertanian ini biasa dilakukan masyarakat
Sunda, namun tentu pelaksanaannya tergantung daerahnya.
Masyarakat yang tinggal di daerah penggunungan tentnu akan
memilih sistem huma (ladang) dari pada sawah, sebab sistem
pertanian sawah banyak memerlukan air.
1. Pertanian Huma
Pertanian huma biasa dilaksanakan oleh masyarakat Sunda yang
berada di dataran tinggi dan atau di kampung-kampung adat,
seperti Baduy dan Sirnaresmi. Tradisi ngahuma bagi masyarakat
adat tentunya sanat berkait dengan kebiasaan yang ditinggalkan

7
para leluhurnya atau boleh jadi adanya amanat yang disampaikan
oleh para leluhurnya.
Proses penggarapan huma berbeda dengan proses penggarapan
sawah. Perbedaan ini terletak pada sistem pengairan. Lahan huma
tidak banyak menggunakan air, sedangkan lahan sawah sangat
tergantung pada kondisi pengairan. Tata cara penggarapan lahan
huma antara lain : nyacar, nukuh, ngahuru, ngaseuk, ngirab
sawan, panen
a. Nyacar dan Nukuh

Nyacar merupakan langkah awal dalam proses tanam padi di


hutan. Dalam bahasa Sunda, nyacar memiliki arti motong
rumput.
b. Nukuh
Nukuh atau disebagian daerah disebut nutuh memiliki arti
menebang pohon yang bisa menghalami perkembangan
tanaman yang akan ditanam, dalam konteks ini adalah padi.
c. Ngahuru
Ngahuru atau ngaduruk merupaka kegiatan pembakaran
rumput maupun ranting yang dikumpulkan.
d. Ngaseuk

Ngaseuk adalah proses penanaman biji padi dengan alat aseuk


(berupa alu yang ujungnya lancip)
e. Ngirab sawan

8
Istilah pemeliharaan tanaman padi di huma (ladang),
khususnya pembersihan gulma (tanaman pengganggu)
f. Panen
Panen artinya memetik hasil tanam.
Istilah di atas diambil dari istilah penggarapan padi huma di
daerah Baduy. Alasan peminjaman istilah karena padi huma banyak
ditanam di darah tersebut.

2. Pertanian Sawah
Dewasa ini, pertanian di sawah seolah merupakan pilihan
utama bagi masyarakat Sunda dibandingkan dengan pertanian di
huma (ladang).
Siklus menanam padi di sawah, biasanya dimulai pasca panen,
sebab pada saat panen, biasanya kokolot (yang dituakan) memilih
padi gabah untuk dijadikan bibit. Padi ini dianggap sebagai padi
unggul.
Pada bibit dijemur terus direndam beberapahari sampai keluar
kecambah. Sementara itu,petani menyiapkan lahan pembibitan di
sawah yang dipanen. Bibit padi yang menyerupai kecambah,
ditaburkan di atas lahan pembibitan. Bibit padi dibiarkan tumbuh
dipetak lahan.
Kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan lahan sawah untuk
ditanami padi. Sawah dibajak dan atau dicangkul; selanjutnya
digaru, dan diratakan. Pematang yang rusak pun diperbaiki.
Pembibitan

Perendaman bibit padi

Padi bibit berkecambah

Penebaran bibit di
pembibitan

Kecambah padi tubuh


menjadi bibit siap tanam
Pengolahan lahan
Setelah panen selesai, petani segera menggarap sawah. Pertama,
pohon padi di sawah dibersihkan, jaman dahulu disebut babad.
Saat sekarang boleh jadi kegiatan ini menjadi tidak ada karena

9
cara penen berbeda dengan jaman dahulu. Panen dahulu
pemanen menggunakan ani-ani, jaman sekarang pemanen
mempergunakan arit (sabit);

jadi pohon padi di sawah langsung bisa dibereskan, tidak perlu


dibabad.

Panen

10
Tradisi Syukuran
Syukuran merupakan bentuk kegiatan yang dilaksanakan
masyarakat atas hasil upaya yang dilakukan ungkapan rasa syukur ini
biasa dilakukan karena masyarakat percaya bahwa hasil yang diperoleh
merupakan kuasa Tuhan. Kelebihan dan kekurangan dari hasil kegiatan
merupakan yang diberikan oleh Tuhan. Oleh karena itu merupakan
kewajaran bagi masyarakat untuk mensyukurinya.
Kegiatan syukuran ternyata bukan hanya do’a melainkan juga aneka
kegiatan yang diharapkan dapat menjadi ungkapan komunikasi antara
manusia dengan Tuhannya. Di sisi lain, juga bisa merupakan ungkapan
kegembiraan masyarakat atas apa-apa yang mereka peroleh.
Tradisi yang dilakukan masyarakat Sunda sangat beraneka ragam,
Hal ini menggambarkan tingkat apresiasi kepercayaan yang berbeda-
beda. Kondisi daerah Sunda yang berbeda-beda menggambarkan
syukuran yanag berbeda-beda. Secara umum, daerah Sunda memiliki
daerah pesisir dan pegunungan. Mata pencaharian masyarakat Sunda
umumnya adalah petani. Sebungan dengan hal itu, maka penelusuran
kepercayaan difokuskan pada sistem pertanian. Hal lain yang perlu
diungkap adalah tradisi pemeliraan benda pusaka.

1. Tradisi Seren Taun

2. Tradisi Pesta Laut

3. Tradisi Hajat Bumi

4. Tradisi Pemeliharaan Benda Pusaka (Nyangku)

11

Anda mungkin juga menyukai