Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya dan tradisi, banyak
budaya di Negara Indonesia telah ada sejak sebelum zaman kolonial dan masih
lestari hingga saat ini. Dari bermacam-macam adat kebiasaan difaktori oleh
dimana tempat dan seperti apa masyarakat di daerah tersebut.

Salah satunya adalah Kalimantan Selatan, yang mana adat budayanya


sangat variatif karena berisi oleh berbagai masyarakat yang majemuk. Suku
Banjar merupakan suku terbesar di Kalimantan Selatan. Suku ini terdiri dari tiga
sub-etnis yang berbeda, yaitu Pahuluan, Batang Banyu, dan Kuala, ketiganya
disebut dengan orang Banua.1 Dilihat dari segi historis, sebelum Islam masuk
budaya masyarakat banjar terbentuk dari hindu, setelah Islam masuk terjadi
akulturasi kebudayaan dengan nilai-nilai Islam.

Dalam pernikahan adat di Indonesia ini tidak bisa lepas dari tradisi, tradisi
sendiri ialah kebiasaan atau adat istiadat yang sering kita lakukan sehari-hari,
kemudian budaya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah.
Merupakan jamak dari budhi (akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi atau akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut dengan
culture yang berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah atau
mengerjakan, di sisi lain juga bisa di artikan mengolah tanah atau bertani. Kata
culture ini juga di terjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa indonesia.2

Dalam perkawinan, budaya-budaya yang ada di Kalimantan Selatan antara


lain adalah pinduduk/piduduk, bamandi-mandi (bapapai dan baduduh), mandi
tujuh bulanan dan lainnya.

1
2

1
Pada makalah ini sebagaimana tugas yang di berikan oleh dosen
pengampu pada mata kuliah Hukum Adat, akan membahas upacara-upacara
perkawinan di adat banjar.

B. Rumusan Masalah
1. Apasaja upacara/ritual dalam perkawinan adat banjar yang ada di
Kalimantan Selatan?
2. Bagaimana upacara/ritual dalam perkawinan adat banjar yang ada di
Kalimantan Selatan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apasaja upacara/ritual dalam perkawinan adat banjar yang ada
di Kalimantan Selatan.
2. Mengetahui bagaimana upacara/ritual dalam perkawinan adat banjar yang
ada di Kalimantan Selatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tradisi
Tradisi bahasa latinnya disebut traditio (diteruskan atau kebiasaan), dalam
pengertian yang sederhana yakni sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya di suatu
Negara, kebudayaan, waktu yang sama. Hal yang paling mendasar adalah
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan,
karena tanpa adanya ini suatu tradisi sendiri itu akan menyebabkan kepunahan.3

Sedangkan dalam terminologi Islam tradisi biasa disebut juga ‘urf. Kata
‘Urf secara etimologi (bahasa) berasal dari kata ‘arafa, ya‘rufu sering diartikan
ُ ‫ )ا َ ْل َم ْع ُر‬dengan arti sesuatu yang dikenal. Pengertian dikenal
dengan al-ma‘ruf (ُ‫وف‬
lebih dekat kepada pengertian diakui oleh orang lain. Sesuatu yang di pandang
baik dan diterima oleh akal sehat. Kata ‘urf sering disamakan dengan kata adat,
kata adat berasal dari bahasa Arab ُ‫ ; َعادَة‬akar katanya: ‘ada, ya‘udu (ُ ‫يَعُ ْو ُد‬-َ‫عا ُد‬
َُ )
mengandung arti perulangan. Oleh karena itu sesuatu yang baru dilakukan satu
kali belum dinamakan adat. Kata ‘urf pengertiannya tidak melihat dari segi
berulang kalinya suatu perbuatan dilakukan, tetapi dari segi bahwa perbuatan
tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh orang banyak.

Sedangkan Kata ‘Urf secara terminologi, seperti yang dikemukakan oleh


Abdul Karim Zaidah berarti: Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat
karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik
berupa perbuatan atau perkataan.4

3
B. Unsur-Unsur Kebudayaan5

1. Peralatan dan perlengkapan hidup (pakaian, perumahan, alat-alat produksi,


transportasi)

2. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem


produksi, distribusi)

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem


hukum, perkawinan)

4. Bahasa

5. Kesenian

6. Sistem pengetahuan

7. Religi

C. Ciri & Wujud Kebudayaan Wujud Kebudayaan6

1. Ide: tingkah laku dalam tata hidup

2. Produk: sebagai ekspresi pribadi

3. Sarana hidup

4. Nilai dalam bentuk lahir Ciri kebudayaan

5. Bersifat menyeluruh

6. Berkembang dalam ruang/bidang geografis tertentu

7. Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu

D. Sifat Kebudayaan

1. Beraneka ragam

5
6

4
2. Diteruskan dan diajarkan

3. Dapat dijabarkan: Biologi - Psikologi - Sosiologi (manusia sebagai


pembentuk kebudayaan)

4. Berstruktur terbagi atas item-item

5. Mempunyai nilai

6. Statis dan dinamis

7. Terbagi pada bidang dan aspek

Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukan


kedalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada
kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis
saja, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain atau asing
pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu.

E. Budaya/Upacara Perkawinan dalam Adat Banjar

Perkawinan adat Banjar saat ini banyak dipengaruhi oleh unsur budaya dan
tradisi. Dalam perkawinan Banjar nampak jelas begitu besar penghormatan
terhadap posisi wanita. Hal itu merupakan penerapan dari ajaran Islam yang
mengemukakan ungkapan “surga itu dibawah telapak kaki ibu”. Acara demi acara
yang dilaksanakan semuanya berpusat di tempat atau di rumah pihak calon
mempelai wanita, pihak dari keluarga laki-laki yang datang menghormati kepada
keluarga mempelai wanita.

Urutan proses yang umum terjadi di kalangan keluarga calon pengantin


adalah:7

1. Basusuluh (mencari informasi secara diam-diam mengenai riwayat keluarga


calon mempelai. Mencari informasi ini bisa melalui berbagai macam cara
dan dilakukan secara cerdik).

5
2. Batatakun (mencari informasi definitif, pencarian ini lebih terbuka melalui
kedua pihak keluarga).
3. Badatang (meminang).
4. Maatar Patalian (memberikan barang-barang antaran kepada pihak
mempelai wanita, berupa barang kebutuhan sehari-hari dan perlengkapan
kamar tidur.
5. Nikah (ikatan resmi menurut agama).
6. Batatai (proses akhir dari perkawinan Banjar, upacara bersanding/pesta
perkawinan).

Proses-proses yang dilakukan sebelum batatai pengantin, yaitu:8

1. Manurunakan Pangantin Laki-Laki

Upacara akan dimulai saat pengantin laki-laki mulai turun dari


rumahnya menuju pelaminan di rumah mempelai wanita. Proses ini memang
terlihat mudah, tetapi sering pada acara inilah terjadi hal-hal yang berakibat
fatal bahkan mengakibatkan batalnya seluruh acara perkawinan. Di masa lalu,
tidak jarang laki-laki saingan yang gagal memperoleh hati wanita yang akan
segera menikah melakukan segala cara untuk menggagalkan pernikahan yang
akan segera berlangsung. Mereka berusaha menggagalkan dengan cara halus
(gaib) terutama saat ijab kabul tiba. Mempelai laki-laki akan muntah-muntah
dan sakit, ada juga yang tidak dapat menggerakkan kakinya untuk melangkah
padahal rumah wanitanya sudah didepan mata. Untuk mengantipasi hal ini
biasanya para tetuha keluarga memberikan sangu dengan doa-doa khusus.
Selain itu saat kaki calon pengantin laki-laki melangkah pertama kali akan
didendangkan shalawat nabi dan ditaburi baras kuning.

6
2. Maarak Pengantin Laki-laki

Saat tidak ada lagi gangguan terjadi rombongan pengantar akan


bergerak menuju rumah mempelai wanita (dahulu jarak antar rumah calon
relatif dekat sehingga warga berjalan kaki beramai-ramai). Kira-kira beberapa
puluh meter di depan rumah mempelai, saat inilah berbagai macam kesenian
akan ditampilkan.

Diantaranya, Sinoman Hadrah, Kuda Gipang, bahkan ada musik


Bamban (sejenis Tanjidor Betawi). Mempelai laki-laki yang melewati barisan
Sinoman Hadrah akan dilindungi oleh Payung Ubur-Ubur, payung ini akan
terus berputar-putar melindungi pengantin sambil rombongan bergerak menuju
rumah mempelai wanita.

7
3. Batatai Pengantin

Proses terakhir dalam pesta. Kedua mempelai bertemu dan


dipertontonkan di atas mahligai pelaminan disaksikan seluruh undangan yang
hadir.

Selain rangkaian proses di atas masih ada beberapa proses perkawinan adat
Banjar yang dilakukan oleh keluarga kedua mempelai sebagai penunjang
suksesnya hari batatai pengantin.9

F. Budaya Adat banjar Pasca Perkawinan10


1. Betapung tawar tian tiga bulan

Masyarakat Banjar menurut tradisinya zaman dulu sangat


memperhatikan usia kehamilan pada hitungan bulan yang ganjil, khususnya
masyarakat yang mendiami daerah Batang Banyu mulai dari Margasari sampai
Amuntai. Oleh karena itu pada hitungan ganjil inilah upacara menyambut
kelahiran biasanya dilaksanakan.

Batapung tawar tian tiga bulan adalah upacara yang dilaksanakan ketika
kandungan berusia tiga bulan. Upacara ini dilaksanakan pada hari Jumat
dimulai pukul 07.00, hari Jumat dipilih karena menurut kepercayaan merupakan

9
10

8
hari terbaik dalam satu minggu untuk melangsungkan upacara. Dalam upacara
ini diundang para keluarga dan tetangga di sekitar tempat tinggal, mereka yang
diundang umumnya ibu-ibu yang sudah berumur. Wanita yang hamil tiga bulan
tersebut ditapungtawari dengan minyak likat baboreh. Khusus untuk upacara
tapung tawar tian tiga bulan ini, minyak likat baboreh dicampur dengan darah
ayam yolak bala, yakni darah ayam yang diambil dari babalungan (jambul)
ayam.

Tempat pelaksanaan upacara tapung tawar di ruangan tengah rumah


yang disebut tawing halat. Dalam upacara ini ditunjuk wanita tua yang
berpengaruh dan mengerti adat batapung tawar, proses tapung tawar dilakukan
dengan cara memercikkan minyak likat baboreh di atas kepala wanita yang
hamil tiga bulan dengan harapan memperoleh keselamatan sampai bulan
berikutnya.

2. Upacara Mandi Tian Mandaring

Upacara Mandi Tian Mandaring sering pula disebut dengan


istilah bapagar mayang, karena tempat mandi dalam upacara itu menggunakan
pagar mayang. Upacara ini khusus diadakan untuk wanita hamil yang usia
kandungannya sudah mencapai tujuh bulan.

Pada upacara ini disediakan pagar mayang, yaitu sebuah pagar yang
sekelilingnya digantungkan mayang-mayang pinang. Tiang-tiang pagar dibuat
dari batang tebu yang diikat bersama tombak. Di dalam pagar ditempatkan
perapen, air bunga-bungaan, air mayang, asam kamal, kasai tamu giring, dan
sebuah gelas dandang diisi air yang telah dibacakan doa-doa.

Wanita tian mandaring yang akan mandi di upacara itu akan didandani
dengan pakaian sebagus-bagusnya. Setelah waktu dan peralatan yang ditentukan
sudah siap, wanita tian mandaring dibawa menuju pagar mayang sambil
memegang nyiur balacuk dengan dibungkus kain berwarna kuning. Saat berada
dalam pagar mayang untuk dimandikan, pakaian yang dikenakan diganti kain
kuning kemudian wanita hamil tadi didudukkan di atas kuantan

9
batiharap dengan beralaskan bamban bajalin. Lima atau tujuh orang wanita tua
secara bergantian menyiram dan melangir kepala wanita tian mandaring dengan
air bunga-bungaan yang telah disediakan.

Salah seorang wanita yang dianggap paling berpengaruh diserahi tugas


memegang upung mayang yang masih terkatup tepat diatas kepala. Kemudian
upung mayang tersebut dipukul sekeras-kerasnya hanya satu kali pukulan.
Apabila upung mayang tersebut dipukul satu kali sudah pecah maka merupakan
pertanda baik, bahwa wanita tian mandaring tidak akan mengalami gangguan
sampai melahirkan.

Kembang mayang yang ada di dalam upung dikeluarkan lalu disiramkan


dengan air ke kepala sebanyak tiga kali. Siraman yang pertama tangkai
posisinya harus mengarah ke atas, siraman kedua tangkai mayang harus berada
di bawah dan siraman yang ketiga ditelentangkan dan ditelungkupkan.

Kembang mayang yang berada di tengah-tengah diambil sebanyak dua


tangkai, kemudian diletakkan di sela-sela kedua telinga sebagai sumping.
Berikutnya adalah memasukkan lingkaran benang berputar-putar, mulai dari
kaki tiga kali berturut-turut. Pada waktu malangkah, wanita tian mandaring
maju melangkah ke depan setapak, langkah kedua mundur, langkah ketiga maju
lagi setapak.

Pada pintu pagar mayang ditempatkan kuali tanah dan telur ayam, begitu
keluar pagar mayang kuali dan telur itu harus diinjak oleh si wanita tian
mandaring sampai pecah. Selesai upacara ini wanita tian mandaring dibawa ke
dalam rumah beserta undangan yang hanya boleh dihadiri oleh wanita. Di
hadapan hadirin rambutnya disisir, dirias dan digulung serta diberi pakaian
bagus. Sebuah cermin dan lilin yang sedang menyala diputar mengelilingi
wanita tian mandaring dan dilakukan sebanyak tiga kali, sambil ditapung tawari
dengan minyak likat baboreh. Sumbu lilin yang telah hangus disapukan ke ulu
hati wanita tian mandaring dengan maksud untuk mendapatkan keturunan yang

10
rupawan dan baik hati. Upacara ini diakhiri dengan bersalam-salaman sambil
mendokan wanita tian mandaring.

G. Piduduk

Piduduk merupakan pengganti diri seseorang yang melaksanakan upacara


untuk mempersembahkan kepada makhluk-makhluk halus yang datang atau
diundang. Piduduk itu mencakup diantaranya sebagai berikut:11

1. Beras tiga liter


2. Gula merah setangkup
3. Telur ayam
4. Benang
5. Jarum, dan
6. Kelapa

Disisi lain Piduduk ini merupakan bagian dari sebagian jenis yang isinya
berisikan lilin, pisau, kelapa, beras dan gula aren, kemudian jeruk nipis, bawang
tunggal dan daun jariangau ini merupakan sebuah hasil yang dimana diberikan
alam kepada manusia,12

Piduduk ini juga merupakan sejenis sesajen, ini diperuntukan agar dalam
sebuah upacara perkawianan berjalan lancar dan kedua mempelai pengantin tidak
di ganggu oleh makhluk halus sehingga sesajen berguna untuk menghindari hal
yang tidak di inginkan. Karena dalam kepercayaan adat Banjar apabila kurang
dari sesajen yang telah di sajikan akan membuat makhluk halus marah dan
biasanya akan memngganggu upacara perkawinan dan hal yang lainya juga biasa
terjadi.

11
12

11
H. Analisa Upacara/Tradisi Adat Banjar dalam Perkawinan

Upacara pernikahan dalam adat banjar, melingkupi beberapa proses yang mana
dalam upacara tersebut telah berlangsung-dari generasi ke generasi, walaupun
daerah-daerah Kota di Kalimantan Selatan sudah sedikit sekali yang
mempraktekan secara penuh tradisi upacara pernikahan ini, namun tidak demikian
yang terjadi di daerah-daerah utara Kalimantan Selatan (Hulu Sungai, Balangan,
dsb).

Sebagai daerah yang mayoritasnya beragama muslim Kalimantan Selatan sangat


berpegang teguh kepada syariat Islam, namun tidak serta merta menghilangkan
tradisi lama yang tidak bertentangan dengan nash syar’i. Dalam kaidah fiqh utama
yang kelima ada istilah addah muhakkamah, yaitu ada bisa menjadi hukum.

Bila dilihat dalam kaidah tersebut, upacara perkawinan adat banjar dari segi
objeknya termasuk Al-’Urf al-Amali, ialah kebiasaan masyarakat yang berkaitan
dengan perbuatan, dari segi cakupannya Al-’Urf al-Khas, kebiasaan tertentu yang
telah dikenal masyarakat dalam suatu kawasan atau daerah tertentu dan adat
perkawinan Banjar hanya akan terdapat pada daerah Kalimantan Selatan dan
sekitarnya. Dilihat dari segi ke absahannya upacara pernikahan adat Banjarmasin
sangat tergantung pada penyelenggara upacara tersebut, karena ada beberapa
upacara yang bila di selewengkan akan menjadi Urf Fasid.

Dalam kaidah aadah muhakammah juga terdapat beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi, , yaitu:13

13
Ibid., h. 326

12
‘Aadah tidak bertentangan dengan nash shar’i (sabit) dalam al-Qur’an atau al-
Hadith.

‘Aadah berlangsung konstan (muttarid) dan berlaku mayoritas seperti penyerahan


mahar dalam perkawinan dalam bentuk kontan atau cicilan dianggap konstan
apabila kenyataan tersebut berlangsung dalam setiap peristiwa perkawinan di
seluruh negeri.

‘Aadah terbentuk lebih dahulu dari masa penggunaannya sebagai pijakan hukum,
syarat ini bisa dinyatakan dalam istilah-istilah yang biasa digunakan pada waktu
mengadakan transaksi seperti wakaf, jual beli, wasiat dan ikatan perkawinan.

Tidak terdapat perkataan atau perbuatan yang berlawanan dengan substansi atau
yang memalingkan dari ‘aadah.

ُ‫تُفَ َل‬ َ ‫ض‬


ْ ‫ط َر َب‬ ْ ِ‫تُفَإ ِ ْنُإ‬
ْ َ‫ط َرد‬ ْ ‫ِإنَّ َماُت ُ ْعتَ َب ُر‬
َ ِ‫ُال َعادَةُُ ِإذَاُا‬

Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah adat yang terus-
menerus berlaku atau berlaku umum jika menyimpang maka tidak bisa dijadikan
pijakan hukum.

Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai
adat kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau
dengan kata lain sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi
suatu adat untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum.

13
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Tradisi atau Adat dalam Islam tidak serta merta dihilangkan begitu saja, beberapa
tradisi yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam tidak akan
dihapus.

Upacara atau Tradisi perkawinan dalam adat banjar ada beberapa hal yang
berbeda dengan daerah lainnya termasuk budaya Arab. Adat/upacara perkawinan
banjar hukumnya tergantung pada niat dan bagaimana upacara itu dijalankan. Bila
ketentuan-ketentuan dalam kaidah addah muhakkamah terpenuhi maka upacara

14
perkawinan ini tidak rusak. Sebaliknya bila ketentuan dalam aadah diselewengkan
maka akan mejadi rusaknya upacara tersebut.

Saran

Bagi para pelaku atau pembuat hukum dan masyarakat luas, menghentikan
kebiasaan yang mereka lakukan bila bertentangan dengan syariat Islam atau
paling tidak Islamisasikan upacara tersebut agar tidak menghilangkan budaya
namun juga tidak menyalahi syariat.

15

Anda mungkin juga menyukai