Anda di halaman 1dari 24

Tata Cara Pernikahan Adat Yogyakarta

Pernikahan atau sering pula disebut dengan


perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting
dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat
Jawa memiliki sebuah adat atau cara tersendiri
dalam melaksanakan upacara sakral tersebut,
Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta dimulai dari
tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan atau
akad Nikah. Biasanya dilanjutkan dengan Upacara
Adat Panggih (optional)
Tahapan-tahapan Upacara Pernikahan Adat
Yogyakarta tersebut memiliki simbol – simbol
dalam setiap sessionnya, atau biasa kita sebut
sebagai makna yang terkandung dalam tiap tahapan
Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta. Adapun
tahapan – tahapan dalam Upacara Pernikahan Adat
Yogyakarta adalah sebagai berikut:

 Pra-nikah
1. Nontoni
Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak
keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah
untuk mengetahui status gadis yang akan
dinikahkan dengan anaknya, apakah masih
legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan
sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar
jangan sampai terjadi benturan dengan pihak
lain yang juga menghendaki si gadis menjadi
menantunya. Bila dalam nontoni terdapat
kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’
dari pihak gadis, maka orang tua, keluarga
besar beserta calon mempelai pria berkunjung
ke rumah calon mempelai wanita untuk saling
“dipertontonkan”.

https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/
Repositorys/pengantin_adat/
gb_pengantin_adat/5.jpg
2. Melamar
Dalam melamar seorang gadis yang akan
dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri
oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya.
Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada
sesepuh atau orang yang dipercaya disertai
beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah
pihak pria menyampaikan maksud
kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung
menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri.
Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang
disampaikan kepada keluarga laki-laki akan
ditanyakan dahulu kepada sang putri. Untuk
itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini
tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului
kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang
gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak
keluarganya. Biasanya mereka akan meminta
waktu untuk memberikan jawaban sekitar
sepasar atau 5 hari. Namun, pada zaman
sekarang ini, proses melamar ini sudah
dianggap sangat biasa sehingga bias langsung
dijawab dan tidak perlu menunggu jawaban
selama 5 hari.

http://i2.wp.com/thebridedept.com/wp-
content/uploads/2016/01/0742-
1452848984.jpg?fit=2121%2C1414

3. Paningset atau Srah-srahan


Apabila sang gadis bersedia dijodohkan
dengan pria yang melamarnya, maka jawaban
akan disampaikan kepada pihak keluarga pria,
sekaligus memberikan perkiraan mengenai
proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar
kedua keluarga bisa menentukan hari baik
untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada
saat itu, orangtua pihak pria akan membuat
ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah
paningset (sarana pengikat perjodohan).
Paningset diserahkan oleh pihak calon
pengantin pria kepada pihak calon pengantin
wanita paling lambat lima hari sebelum
pernikahan. Namun belakangan, dengan
alasan kepraktisan, acara srah-srahan
paningset sering digabungkan bersamaan
dengan upacara midodareni.

https://undanganpro.files.wordpress.com/
2012/02/hantaran-pernikahan0.jpg
4. Pengajian
Biasanya pada zaman sekarang, adat
pernikahan yang dilakukan sudah tidak
sekental dulu, karena zaman sekarang proses
yang dilakukan lebih mengarah ke agama
masing-masing, contohnya agama islam
dengan mengadakan pengajian pada siang hari
sehari sebelum hari jadi. Kalau mengikuti adat
yang sebenarnya, setelah paningset itu ada
acara Sowan Luhur yaitu seperti ziarah ke
makam leluhur untuk meminta doa restu,
dilanjutkan dengan beberapa proses yang
mengarah ke persembahan untuk leluhur yang
pada zaman sekarang jarang dilakukan karena
ada yang beranggapan tidak sesuai dengan
syariat Islam dan tidak praktis.
https://i.ytimg.com/vi/OM6vm-EgmnQ/
maxresdefault.jpg

5. Siraman dan Dodol Dawet


Siraman- Peralatan yang dipakai untuk
siraman adalah sekar manca warna yang
dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang
dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar,
dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan
dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber
air, atau air tempuran. Tata caranya :
Masing-masing sesepuh melaksanakan
siraman sebanyak tiga kali dengan gayung
yang terbuat dari tempurung kelapa yang
diakhiri siraman oleh bapak mempelai wanita.
Setelah itu bapak mempelai wanita memecah
klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora
mecah kendhi nanging mecah pamore
anakku’.
Seusai siraman calon pengantin wanita
dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju
kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah
menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di
tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan
rambut tersebut diberikan kepada sang ibu
untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat
perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah.
Upacara ini bermakna membuang hal-hal
kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian
rambut calon pengantin wanita dikeringkan
sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya
‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong
paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel
konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcRxeEqkODeqdy6Joz3cixTs4D
tDKNTb4ivKmAJBv7CWyCOvZ9Cq

Foto asli
Setelah proses siraman, ada suap-suapan
tumpeng yang dilakukan orangtua mempelai
wanita, maknanya ini adalah suapan terakhir
sebelum sang anak menjadi milik orang lain.

Dodol Dawet- Pada saat calon pengantin


dibuat cengkorong paes (mencukur rambut
halus disekitar kening dan di hias) itu, kedua
orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’
(menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai
hidangan, juga diambil makna dari cendol
yang berbentuk bundar merupakan lambing
kebulatan kehendak orangtua untuk
menjodohkan anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut
harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan
genting yang sudah dibentuk seperti koin)
bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi.
Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan
yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal
ini mengajarkan kepada anak mereka yang
akan menikah tentang bagaimana mencari
nafkah sebagai suami istri , harus saling
membantu.

http://2.bp.blogspot.com/-K_K5vAerRow/
UvBRvhpTCcI/AAAAAAAAAP0/
htdbxYK5sP0/s1600/DSC_3753.JPG

6. Midodareni
Malam menjelang dilaksanakan ijab dan
panggih disebur malam midodareni.
Midodareni berasal dari kata widodari.
Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa
pada malam tersebut, para bidadari dari
kayangan akan turun ke bumi dan bertandang
ke kediaman calon pengantin wanita, untuk
menyempurnakan dan mepercantik pengantin
wanita. Calon pengantin wanita sendiri tidak
diperkenankan keluar dari kamar pengantin
dan tidak boleh bertemu dengan calon
pengantin pria. Biasanya, dari pihak teman-
teman dan kerabat pengantin wanita yang akan
menemani didalam kamar sampai akhir acara.
Prosesi yang dilakukan:
-Datangnya calon pengantin ke tempat calon
mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai
menampakkan diri. Tujuannya untuk
menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan
sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap
untuk menikahi putri mereka. Selama berada
di rumah calon pengantin wanita, calon
pengantin pria menunggu di beranda dan
hanya disuguhi air putih. (jarang dilakukan)
-Kedua orangtua mendatangi calon pengantin
wanita di dalam kamar, menanyakan
kemantapan hatinya untuk berumah tangga.
Maka calon pengantin wanita akan
menyatakan ia ikhlas menyerahkan
sepenuhnya kepada orangtua, tetapi
mengajukan permintaan kepada sang ayah
untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai
isyarat perkawinan.
-Turunnya kembar mayang merupakan saat
sepasang kembar mayang dibuat. Kembar
mayang ini milik para dewa yang menjadi
persyaratan, yaitu sebagai sarana calon
pengantin perempuan berumah tangga. Dalam
kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya
dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah
selesai dikembalikan lagi ke bumi atau
dilabuh melalui air. Dua kembar mayang
tersebut dinamakan Dewandaru dan
Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti
wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar
pengantin pria dapat memberikan
pengayoman lahir dan batin kepada
keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal
dari kata kalpa yang artinya langgeng dan
daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah
wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan
rumah tangga dapat abadi selamanya.
Kembar Mayang ini sudah sangat jarang sekali
dilakukan, karena waktu yang harus dilakukan
adalah tengah malam sehingga sangat tidak
praktis. Selain itu, prosesi ini lebih mengarah
ke para leluhur dan para dewa sehingga lebih
baik tidak dilakukan untuk mengindari
anggapan musyrik bagi agama islam.

Foto Asli

 Acara Nikahan
1. Ijab Panikah
Pelaksanaan ijab panikah ini mengacu pada
agama yang dianut oleh pengantin. Dalam
tata cara Keraton, saat ijab panikah
dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk
penghulu maupun mempelai diatur sebagai
berikut :
• Pengantin laki-laki menghadap barat
• Naib di sebelah barat menghadap timur
• Wali menghadap ke selatan, dan para saksi
bisa menyesuaikan
Dalam kepercayaan agama islam yang
sebenarnya, saat prosesi Ijab, pengantin
wanita tidak diperkenankan bersanding
dengan pengantin pria, karena dianggap
belum sah secara agama. Pengantin wanita
biasanya menunggu diruangan lain dan
mendengarkan.
Saat prosesi ijab selesai dan sudah sah
secara agama dan hukum dengan
menandatangani berkas-berkas KUA, sang
peghulu dan saksi akan mendatangi ruangan
pengantin wanita untuk menandatangani
berkas-berkas KUA.
Setelah semuanya selesai, pengantin wanita
akan keluar menuju tempat Ijab didampingi
dua orang sesepuh keluarga (diwajibkan
wanita yang sudah menikah)
Saat sampai di tempat Ijab, sang pengantin
biasanya saling bertukar cincin dan
menyerahkan mas kawin atau mahar.

http://griyapernikahan.files.wordpress.com/
2014/05/indah-n-taufan-lhf-15.jpg

2. Upacara Adat Panggih


Panggih dalam bahasa Jawa berarti bertemu,
merupakan budaya tradisional yang
dilaksanakan setelah acara akad nikah.
Maknanya agar pasangan yang baru
menikah dapat menjalani kehidupan rumah
tangga mereka dengan bahagia dan sejahtera
diiringi restu dari kedua orang tua serta
sanak saudara.
Perlengkapan yang dipakai dalam upacara
ini diantaranya : Pisang Sanggan, terdiri dari
buah pisang raja, suruh ayu (daun sirih yang
masih segar), gambir, kembang telon (3
macam bunga : mawar, melati, dan kantil),
lawe wenang (benang warna putih untuk
mengikat daun sirih) diletakkan pada
nampan terhias daun pisang melambang
kemantapan pengantin menjalani pernikahan
yang suci.
Selain itu juga terdapat daun beringin,
nanas, melati, padi, kapas, cengkir
dimaknakan agar perjalanan hidup kedua
mempelai lancar tidak menemui halangan
dan rintangan sehingga cepat mencapai
kebahagiaan hidup. Gantal (daun sirih yang
sudah di ikat oleh benang). Ranupada
(tempat mencuci kaki) yang terdiri gayung,
bokor, baki, bunga sritaman dan telur untuk
acara ngindak endog. Beras, koin, biji-
bijian,kantung dari kain, kain sebesar taplak
untuk Kacar kucur. Nasi beserta lauk pauk
untuk Dulangan (suapan)
Tata cara:
-Pengantin pria bersiap di tempat yang telah
ditentukan, sedangkan pengantin wanita
berada diarah yang berlawanan. Orang tua
pengantin wanita sudah siap menyambut
kedatangan pengantin pria.
-Penyerahan Pisang Sanggan
Upacara panggih diawali dengan penyerahan
pisang sanggan yang diberikan kepada pihak
mempelai wanita dari pihak mempelai pria.
-Gantel atau Lempar Sirih
Kedua pasangan ini saling melempar sirih
yang telah diikat oleh benang berwarna
putih dengan harapan semoga semua godaan
hilang terkena lemparan itu. Ada filosofi
sendiri mengenai lempar sirih, pengantin
wanita disarankan melempar duluan supaya
saat berumah tangga, si wanita tidak di
‘injak-injak’ oleh si lelaki.
-Ngidak Endhog (Menginjak Telur)
Acara dilanjutkan dengan menginjak telur
ayam yang dilakukan oleh pengantin pria
kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya
oleh pengantin wanita.
-Kacar Kucur
Pengantin pria mengucurkan penghasilan
kepada pengantin perempuan berupa uang
receh beserta kelengkapannya (beras, serta
biji-bijian). Di tampung di kantung yang
terbuat dari kain, yang bermakna bahwa
kaum pria bertanggung jawab memberi
nafkah kepada keluarga. Kemudian kain itu
diikat lalu diserahkan kepada ibu pengantin
wanita memiliki makna membantu orang
tua.
-Dulangan
Pengantin pria membuat nasi kepal tiga kali
lalu menyuapinya ke pengantin wanita,
maknanya adalah perpaduan kasih pasangan
laki-laki dan perempuan.
-Sungkeman
Acara terakhir ditutup dengan acara
sungkeman. Kedua mempelai berlutut atau
jongkok didepan orang tuanya sebagai
ungkapan bakti kepada orang tua serta
mohon doa restu.
Foto asli
https://sandraproject.files.wordpress.com/
2012/04/9c6c7-panggih-02-scaled1000.jpg

https://sandraproject.files.wordpress.com/
2012/04/b3cde-panggih-03-scaled1000.jpg

https://sandraproject.files.wordpress.com/
2012/04/3b823-panggih-06-scaled1000.jpg?
w=500&h=175
Inilah beberapa informasi yang saya dapat
tentang Penikahan Adat Yogyakarta, saya
mendapat informasi sebagian dari internet
dan menanyakan secara langsung pada saat
acara pernikahan tante saya di Yogyakarta
pada 23-24 September 2016 kemarin. Saya
sendiri tidak banyak memiliki dokumentasi
lengkap karena saya sendiri baru datang
pada sore hari sebelum Prosesi Midodareni,
dan saya sendiri cukup sibuk membantu
jalannya acara sehingga tidak sempat
mengabadikan semua prosesi.

Beberapa informasi tambahan saya dapat


dari hasil wawancara saya dengan MC dari
acara tersebut yaitu Bapak Ir. Sunardi.
Beliau adalah kenalan keluarga besar Ibu
saya, beliau juga menjadi MC pernikahan
orang tua saya 25 tahun yang lalu. Bapak
Sunardi ini sudah sangat berpengalaman di
bidang pernikahan adat sejak kurang lebih
30 tahun yang lalu. Wawancara yang saya
lakukan ini tidak resmi dan bersifat spontan
di sela-sela beliau membawakan acara.
Berikut adalah lampiran foto saya bersama
Bapak Ir. Sunardi

Sumber-sumber:

http://sanggarriasshella.blogspot.co.id/2013/
10/tata-urutan-upacara-pengantin-jawa.html
https://sandraproject.wordpress.com/
2012/04/15/upacara-panggih-dalam-
pernikahan-adat-jawa/

.
http://atyasekar31.blogspot.co.id/2016/09/tata-cara-
pernikahan-adat-yogyakarta_29.html

Anda mungkin juga menyukai