Anda di halaman 1dari 16

KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN TERHADAP PENURUNAN

PREVALENSI STUNTING DI JAWA BARAT TAHUN 2022


1
Shulihah, 2Ina Sartina ,3 Ajiraga, 4Kemal N. Siregar

Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Jakarta


Jl. CempakaPutih Tengah, CempakaPutih, DKI Jakarta Kode Pos : 10510
E-mail: humas@umj.ac.id

Abstrak

LatarBelakang :Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak
dihadapi di seluruh dunia,khususnya di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia.Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka
panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan
penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.World Health
Organization mempunyai target pencapaian Prevalensi Stunting pada tahun 2030 di bawah 20
%. Indonesia menargetkan penurunan prevalensi Stunting pada tahun 2024 yakni mencapai 14
%. Di tingkat Global tahun 2022 Prevalensi Stunting mencapai 22,3 %, data didapat dari
UNICEF, WHO dan BANK DUNIA (dikutip 24 April 2023). Di Indonesia, prevalensi stunting
mencapai 21,6% padatahun 2022, data didapat dari SSGI (Survei Status Gizi Indonesia). Untuk
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022 berdasarkan SSGI (Survei Status Gizi Indonesia)
mencapai20,2%, hal ini menurun bila dibandingkan capaian prevalensi stunting dari tahun 2018
mencapai 31,1%. Rata-rata penurunan mencapai 2,72 % per tahun, dengan capaian penurunan
prevalensi stunting dalam kurun waktu empat tahun mencapai 10,9 %..
Tujuan :Untukmengetahui dan menganalisis keberhasilan program pencegahan terhadap
penurunan prevalensi Stunting di Jawa Barat.
Metode :Tulisan ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mengakses dan
menelaah berbagai data tentang Stunting dan relevan informasi lainnya yang tersedia di
Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik. Data Sekunder tersebut diantaranya adalah
laporan nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 dan 2022, dan Survei Status Gizi Indonesia
tahun 2018 sampai 2022( Kemenkes RI ). Berbagai data sekunder tersebut dipakai sebagai
bahan untuk mengetahui kondisi prevalensi stunting di Indonesia dan prevalensi stunting di
Provinsi Jawa Barat. Selain itu, data dan informasi juga dikumpulkan dari berbagai dokumen
kebijakan, laporan penelitian, artikel jurnal yang relevan dengan topic tulisan ini.
1) Hasil :PemerintahProvinsi Jawa barat telahmembuat program pencegahan prevalensi
Stunting. Sejumlah Kab/Kota yang dianggap berhasil dalam menurunkan prevalensi
Stunting antara lain kabupaten Karawang (2018=33,11%, 2022= 14%), kabupaten
Cianjur (2018=33,51%, 2022=13,6%), Kota Depok (2018=23,21%, 2022=12,6%), Kota
Bekasi (2018=16,75%, 2022=6%), Kabupaten Purwakarta (2018=41,01%, 2022=21,8%),
Kabupaten Sumedang (2018=32,22%, 2022=27,6%), Kota Bogor (2018=27,79%,
2022=18,7%), Kota Sukabumi (2018=28,99%, 2022=19,2%), Kota Bandung
(2018=21,74%, 2022=19,4%), Kab Ciamis (2018=33,39%, 2022= 18,6%), Kab
Indramayu (2018=33,39%, 2022=21,1%), Kab Kuningan (2018=28,67%, 2022= 19,4%),
Kab Pangandaran (2018=32,71%, 2022=20%), Kab Subang (2018=28,64%,
2022=15,7%). Adapun program pencegahan penurunan prevalensi Stunting di Provinsi
Jawa barat yaitu, Pelatihan kader Posyandu, Program PAMSIMAS,
ProgramBandungTanginas, ProgramSiKerenHaloCinta, TORASTING (Motor Anti
Stunting), TimGesit, ProgramMenyetingGigiEmas, RembukStunting.
2) Kesimpulan :Pemerintahpropinsi Jawa Barat telah berhasil menurunkan prevalensi
Stunting. Program pencegahan Stunting telah dilaksanakan dengan baik di berbagai
kab/kota di Jawa Barat. Program ini telah menciptakan kerjasama yang erat antara
pemerintah daerah, sector swasta dan Masyarakat. Kolaborasi ini melibatkan banyak
pihak yang memiliki peran penting dalam penanganan stunting seperti Rumah Sakit,
Puskesmas, Posyandu, Universitas, Organisasi dan dunia usaha
Kata Kunci :Program Pencegahan,Jawa Barat, Stunting

1. PENDAHULUAN

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
berusiadi bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama
padaperiode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23
bulan.Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus
duastandar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya (Kementerian Kesehatan
RepublikIndonesia, 2020).Kekurangan gizi pada masa tumbuh kembang anak di usia dini akan
menghambat perkembangan fisik, meningkatnya kesakitan, menghambat perkembangan mental
anak, dan bahkan menyebabkan kematian. Balita yang mengalami masalah stunting memiliki
risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan kemungkinan risiko
mengalami penyakit degeneratif di masa mendatang. Dari data WHO, Indonesia mendapat
peringkat ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017, dengan
angka mencapai 36,4 %. Namun, pada tahun 2018, menurut Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas),
angkanya mengalami penurunan menjadi 30,8%.Penurunan angka stunting di Indonesia tersebut
memang bisa dikatakan sebagai kabar baik tapi, belum berarti bisa membuat tenang karena
masih belum merujuk kepada standard WHO, yang mana batas maksimalnya adalah 20 % atau
seperlima dari jumlah total anak balita.

WHO menyatakanbahwapada tahun 2022, secara global terdapat 148,1 juta anak (sekitar
22,3%) di bawah usia 5 tahun yang mengalami stunting. Target pencapaian secara global pada
tahun 2030 yakni prevalensi Stunting mencapai 19,5 % (di bawah 20%). Berdasarkan data hasil
Survei Status GiziIndonesia pada tahun 2022 yang dilakukan oleh KementerianKesehatan,
prevalensi stunting pada balita di Indonesia tercatat21,6% (Kominfo 2023). Angka pravalensi
stunting di Indonesia ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal angka stunting
yangditetapkan World Health Organization (WHO),yaitu kurang dari 20%. Pemerintah telah
memberikan perhatian besar terhadap pencegahanstunting, melalui Peraturan Presiden
RepublikIndonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
yangsekarang digantikan menjadi Peraturan PresidenRepublik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021
Tentang Percepatan Penurunan Stunting yang bertujuan untuk meningkatkan komitmen
pemerintahuntuk perbaikan gizi, utamanya penurunan stunting, juga bertepatan dengan satu
dekade bergabungnya Indonesia dengan gerakan globalScaling Up Nutrition (SUN) sejak 2011,
denganfokus pada upaya pengentasan masalah gizimelalui keterlibatan lintas sektor (Bappenas
2021).

Mengacu pada kerangka penyebab masalah gizi “The Conceptual Framework of


theDeterminants of Child Undernutrition” (UNICEF, 2013) dan “The Underlying Drivers
ofMalnutrition” (International Food Policy Research Institute, 2016), pencegahan
stuntingdititikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang langsung maupun
tidaklangsung. Penyebab langsung mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit
infeksi.Sementara, penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses pangan
bergizi),lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan, pendidikan, dan
tempatkerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif), dan
lingkunganpemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi). Oleh karena itu
kebijakanpercepatan penurunan stunting di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu intervensi
spesifikdan sensitif. Intervensi spesifik difokuskan pada penyebab stunting dengan mengatasi
asupan gizi yang cukup, pemberian makanan, pengobatan, dan pola asuh yang lebih baik, serta
mengobati infeksi atau penyakit. Sementara intervensi sensitif mengatasi penyebab stunting
secara langsung, termasuk menyediakan aksesibilitas yang lebih baik terhadap makanan sehat,
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan kesadaran dan komitmen tentang
pengurangan stunting, dan meningkatkan penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi. Sebagian
besar intervensi spesifik ditangani oleh sektor kesehatan dan intervensi sensitive melibatkan
kolaborasi multi-level dan lintas sektor (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2019).

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi kekurangan gizi pada anak
yang mengadopsi multisektor dan pendekatan multi-stakeholder. Strategi nasional untuk
mempercepat pengurangan stunting diluncurkan pada tahun 2018, yang menargetkan 100
kabupaten/kota sebagai prioritas intervensi dan diperluas ke kabupaten lainnya pada tahun 2023
(Bappenas, 2022). Berbagai program tersebut berhasil menurunkan prevalensi stunting. Terlepas
dari keberhasilan penurunan angka stunting yang telah dicapai, masih ditemukan sejumlah
kendala dalam pelaksanaan aksi, diantaranya penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan
sensitif lintas sektoral yang belum terpadu dan sinergis, keterbatasan kapasitas dalam
penyelenggaraan program, dan lemahnya koordinasi dalam rangka pelaksanaan aksi konvergensi
itu sendiri. Lemahnya koordinasi dan keterbatasan kapasitas ini salah satunya disebabkan oleh
ketiadaan komando lapangan dalam implementasi konvergensi penurunan stunting di daerah
(Arini & Peranto, 2022).

Berdasarkan hasil yang diproleh dari Survei Status Gizi indonesia (SSGI) 2018, angka
stunting nasional mengalami penurunan, dari 30,8 % pada 2018 menjadi 27,7% pada 2019,
Namun, di tahun 2020 angka prevalensi stunting tidak diketahui sebab di tahun tersebut
merupakan tahun pertama pandemi, yang disertai ketatnya pembatasan aktivitas masyarakat.
Beralih pada tahun 2021, angka prevalensi stunting kembali menurun sebanyak 3,3%
dibandingkan 2019.Sementara itu, tahun 2022 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6%
atau kembali alami penurunan 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan
tahun 2019, sebagian besar dari 38 provinsi diIndonesia menunjukkan penurunan stuntingdan
hanya 5 provinsi yang mencatatkan peningkatan (KemenkesRI, 2021). Provinsi Jawa
Baratberdasarkan hasil SSGItahun 2022 berada pada peringkat tiga belas besar nasional dengan
jumlah stunting paling rendah. Data menunjukkan peringkat pertama adalah Balidengan
prevalensi 8 %, di ikuti DKI Jakarta 14,8 %, Lampung 15,2 % dan Jawa Barat dengan prevalensi
20,2% (Nasrul Z et al., 2022)

Provinsi Jawa Barat terdiri atas 18 kabupaten dan 9 kota. Provinsi Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah penduduk dan balita terbanyak yaitu hampir mencapai lima puluh juta
jiwa, sehingga menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai tolak ukur penanganan Stunting.
Provinsi jawa barat dinilai sangat baik dalam penanganan Stunting. Menurut SSGI jumlah kasus
stuntingpada tahun 2022 dengan prevalensi 20,2% menunjukkan penurunan jika dibandingkan
dengan tahun 2018 dengan prevalensi 31,1 % (Rizwan, 2022). Upaya percepatan penurunan
stuntingdi Provinsi Jawa Barat tidak terlepas dari pendekatan multi sector ( tidak terbatas pada
sektor kesehatan) dan pelibatan multi stakeholder (penurunan stunting memerlukan kolaborasi
lintas pemangku kepentingan. Strategi pencegahan stunting di Jawa Barat dilakukan dengan cara
penguatan komitmen dan pendekatan 5K+. Penguatan komitmen seperti adanya surat gubernur
ditujukan kepada Bupati atau Walikota terkait pelaporan Stunting dan lokus prioritas stunting,
adanya surat sekretaris daerah ditujukan kepada Sekda Kab/Kota terkait penguatan intervensi
penurunan stunting dan adanya surat kepala Bappeda provinsi Jawa Barat ditujukan kepada ketua
pokja terkait pelaporan stunting. Untuk pendekatan 5K+ yaitu konsep penanggulangan yang
baik, kolaborasi seluruh stakeholder pembangunan, komitmen yang kuat, konsisten dalam
berbagai program dan aktivitas, kontinyu dalam melakukan monitoring dan evaluasi dan yang
terakhir Kamana wae atuuuuhh....hayu urang sasarengan ngawujudkeun Jabar Zero New
Stunting (Sekretariat daerah Jawa Barat, 2021)

Penurunan stunting di Jabar tidak lepas dari inovasi-inovasi yang diluncurkan, mulai dari
Inovasi Pendanaan Pembangunan Kompetitif Tema Stunting, West Java Research Summit
Tematik Stunting, Generasi Emas Bebas Anemia dan Zero Stunting, sampai Stop Perkawinan
Anak. Beberapa Kab/Kota di provinsi Jawa Barat juga memiliki progam pencegahan dalam
menurunkan prevalensi stunting dan terbukti efektif dalam menurunkan prevalensi stunting yaitu
seperti di kabupaten Sumedang dan kota Depokmelakukan pelatihan peningkatan kapasitas kader
posyandu dalam mendeteksi dan mencegah stunting, di kabupaten Ciamis ada program Gebrak
Stunting dan Si Keren Halo Cinta, di Kota Bandung ada program Tanggap stunting dengan
pangan aman dan sehat (TANGINAS), di kabupaten Kuningan ada program Torasting (motor
anti stunting), di Kabupaten Indramayu ada Tim Gesit, di Kabupaten Karawang dan kota
Sukabumi ada program Rembug stunting, di Kota Bogor ada program Taleus Bogor, di
kabupaten Purwakarta dan Cianjur ada program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat), di kabupaten Pangandaran ada program yang diberi nama
“Menyeting Gigi Emas”, yang artinya Mencegah Stunting Melalui Inovasi “Gemalur” atau
Gerakan Makan telur, “Insasi E” atau Instruktur ASI Eksklusif, “Bugiza” yakni Lumbung Gizi
Desa, “Pokmas Pejam” yakni Kelompok Masyarakat Peduli Jamban” dan “Aliran” yakni Alarm
Kelahiran.

Keberhasilan program pencegahan dalam menurunkan prevalensi Stunting di Jawa Barat


dapatdilihatdari adanya penurunan angka prevalensi Stunting di sejumlah Kab/Kota di Jawa
Barat. Komitmen Pemerintah Provinsi Jabar bersama pemerintah kota dan kabupaten melalui
berbagai inovasi program stunting yang dilakukan di Jabar mampu memberikan dampak
signifikan dalam penurunan stunting di Jabar. Penelitianinibertujuanuntukmenilaikeberhasilan
program pencegahan dalam menurunkan prevalensi Stunting di pemerintah Jawa Barat.

2. METODE

Data mengenai program pencegahan Stunting dan angka prevalensi stunting didapatkan dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mengakses dan menelaah berbagai data
tentang Stunting dan relevan informasi lainnya yang tersedia di Kementerian Kesehatan dan
Badan Pusat Statistik. Data Sekunder tersebut diantaranya adalah laporan nasional Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 dan 2022, open data Jabar dan Survei Status Gizi Indonesia tahun
2018 sampai 2022 ( Kemenkes RI ). Berbagai data sekunder tersebut dipakai sebagai bahan
untuk mengetahui kondisi prevalensi stunting di Indonesia dan prevalensi stunting di Provinsi
Jawa Barat. Selain itu, data dan informasi juga dikumpulkan dari berbagai dokumen kebijakan,
laporan penelitian, artikel jurnal yang relevan dengan topic tulisan ini.

3.HASIL

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya untuk mencapaitarget nasional penurunan


stunting ke angka empat belas persen di tahun 2024dengan membuatprogram-program
pencegahan stunting. Dalam hal ini setiap pemerintah Kab/Kota dituntut untuk
melaksanakankegiatan program pencegahan dalam rangka menurunkan angka prevalensi
Stunting di Jawa Barat. Kegiatan program yang dibuat untuk masyarakat akan berjalan efektif
jika ada intervensi daripemerintah dengan menyediakan biaya, barang, atau jasa (Mustari,
2015).Berdasarkan data sekunder yang didapatkan penelitian, peneliti akanmemaparkan
mengenai program pencegahan yang mempengaruhi keberhasilan dalam upaya penurunan
prevalensistunting di Jawa Barat.

Grafik 1. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Provinsi di Indonesia

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
i i
eh arat mb ul
u ng rta ah mur Bal ur ah mur tara ta
n
al
o
lu
ku
ar
at
Ac B J a ngk elitu aka eng T i T im eng T i U e la ont a B
a IJ T T i r M ua
er Be a B a a ra n an es iS Go
at g k DK aw J aw g ga nta a nt a w es P ap
m n J n a l w
Su Ba Te lim Kal
im Su la
s a a Su
K
Nu

2018 2022
Tabel 1. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Provinsi Di Indonesia

No Provinsi 2018 2022


1 Aceh 37.1 31.2
2 Sumatera Utara 32.4 21.1
3 Sumatera Barat 29.9 25.2
4 Riau 27.4 17
5 Jambi 30.2 18
6 Sumatera Selatan 31.6 27.2
7 Bengkulu 28 19.8
8 Lampung 27.3 15.2
9 Bangka Belitung 23.4 18.5
10 Kepulauan Riau 23.6 15.4
11 DKI Jakarta 17.6 14.8
12 Jawa Barat 31.1 20.2
13 Jawa Tengah 31.3 20.8
14 DI Yogyakarta 21.4 16.4
15 Jawa Timur 32.8 19.2
16 Banten 26.6 20
17 Bali 21.9 8
Nusa Tenggara
18 Barat 33.5 32.7
Nusa Tenggara
19 Timur 42.7 35.3
20 Kalimantan Barat 33.3 27.8
Kalimantan
21 Tengah 34 26.9
Kalimantan
22 Selatan 33.1 24.6
23 Kalimantan Timur 29.2 23.9
24 Kalimantan Utara 26.9 22.1
25 Sulawesi Utara 25.5 20.5
26 Sulawesi Tengah 32.3 28.2
27 Sulawesi Selatan 35.7 27.2
28 Sulawesi Tenggara 28.7 27.7
29 Gorontalo 32.5 23.8
30 Sulawesi Barat 41.6 35
31 Maluku 34 26.1
32 Maluku Utara 31.4 26.1
33 Papua Barat 27.8 34.6
34 Papua 33.1 34.6

Grafik2. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Kab/Kota


Di Provinsi Jawa barat

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
or ju
r ut is on g g g at go
r g si ah
i ar
og an ar am ireb dan ban an ar o dun e ka m a nj
B i G i e w B B i
b. C b. C C Su ra g a n
B a ota
B C B
Ka b. Ka b. b. Su
m b. Ka un ot ta ot
a
Ka Ka a . a . d K ta K K o K
K b K
Ka
b an Ko
Ka .B
b
Ka

2018 2022
Tabel 2. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Kab/Kota
Di Provinsi Jawa barat

No Kota/Kabupaten 2018 2022


1 Kab. Bogor 32.86 24.9
2 Kab. Sukabumi 41.35 27.5
3 Kab. Cianjur 33.51 13.6
4 Kab. Bandung 35.21 25
5 Kab. Garut 34.64 23.6
6 Kab. Tasikmalaya 33.8 27.2
7 Kab. Ciamis 33.39 18.6
8 Kab. Kuningan 28.67 19.4
9 Kab. Cirebon 33.71 18.6
10 Kab. Majalengka 36.62 24.3
11 Kab. Sumedang 32.22 27.6
12 IKab. ndramayu 33.99 21.1
13 Kab. Subang 28.64 15.7
14 Kab. Purwakarta 41.01 21.8
15 Kab. Karawang 33.11 14
16 Kab. Bekasi 26.37 17.8
Kab. Bandung
17 Barat 36.69 27.3
18 Kab. Pangandaran 32.71 20
19 Kota Bogor 27.79 18.7
20 Kota Sukabumi 28.99 19.2
21 Kota Bandung 21.74 19.4
22 Kota Cirebon 31.18 17
23 Kota Bekasi 16.75 6.00
24 Kota Depok 23.21 12.6
25 Kota Cimahi 21.06 16.4
26 Kota Tasikmalaya 25.73 22.4
27 Kota Banjar 27.89 19.3
Tabel 3
Program Pencegahan Kab/Kota dalam menurunkan prevalensi Stunting
berdasarkan studi Literatur
Nama Nama Program PeriodeInter
Sasaran Hasil Penelitian
Kab/Kota Pencegahan vensi
Kabupaten Program pelatihan Penelitian dilakukan April-Juli Hasil pretes menggambarkan hanya 20% kader
Sumedang, peningkatan kapasitas 42 orang kader posyandu dari 18 2018 yang memiliki pengetahuan kurang, setelah
harmakarya: kader posyandu RW di Desa Cipacing, Kab pelatihan jumlahnya dapat menurun menjadi
Jurnal dalam mendeteksi Sumedang. 5%, dan jumlah kader yang memiliki
Aplikasi dan mencegah pengetahuan baik meningkat menjadi 62%
Ipteks, stunting dibanding hasil pretes yang hanya 30%.
September
2019:
ANDASIH , Peserta pelatihan melibatkan 30 September- menunjukkan bahwa pelatihan kader telah
Jurnal orang kader posyandu yang November berhasil meningkatkan pengetahuan dan
Pengabdian mewakili dari 8 posyandu yang 2020 keterampilan kader posyandu tentang upaya
kepada ada di desa Cibeureum kulon. pencegahan stunting pada anak balita.
Masyarakat Kab Sumedang.
E-ISSN:
2745-8938
Vol. 2, No.
1, April
2021
Kabupaten Program yang diberi Program tersebut, telah diuji 2021
Pangandaran nama “Menyeting coba di Kecamatan Padaherang, Stunting di Kecamatan Padaherang turun dari
Gigi Emas”, yang salah satu daerah yang memiliki 0,28 persen menjadi 0,07 persen dan sedangkan
artinya Mencegah problem stunting dan gizi buruk gizi buruk, turun dari 0,28 persen menjadi 0
Stunting Melalui paling tinggi, persen. Atas keberhasilan program uji tersebut
Inovasi “Gemalur” pemerintah segera membuat surat edaran untuk
atau Gerakan Makan menduplikasi program tersebut di tingkat
telur, “Insasi E” atau kabupaten.
Instruktur ASI
Eksklusif, “Bugiza”
yakni Lumbung Gizi
Desa, “Pokmas
Pejam” yakni
Kelompok
Masyarakat Peduli
Jamban” dan
“Aliran” yakni Alarm
Kelahiran.
Kabupaten Program “Gebrak kader dan sasaran berisiko Agustus- Kader yang telah dilatih selanjutnya melakukan
Ciamis, Stunting”. stunting.Terdapat 54 kader posyandu September gerakan bersama di lapangan sebagai upaya
Jurnal yang terlibat dalam program. Kader 2021 memperluas penyebaran informasi terkait upaya
tersebut pencegahan stunting khususnya ibu hamil dan ibu
Kependuduk
merupakan baduta, serta masyarakat luas melalui: 1) penyuluhan
an, perwakilan dari seluruh posyandu yang secara individu maupun kelompok, 2) mengadvokasi
Keluarga, ada di Desa Sukasenang diantaranya 9 tokoh untuk dapat bersama sama memberikan
dan Sumber kader penyuluhan dan motivasi terkait upaya pencegahan
Daya Posyandu Dusun Nagrog, 7 kader stunting kepada masyarakat; 3) dilakukannya
Manusia,202 Posyandu Dusun Puncak Asih, 9 kader pendampingan secara intensif kepada sasaran
2 Posyandu Kalapa berisiko stunting dengan melakukan optimalisasi
Sawit, 10 kader Posyandu Dusun pengasuhan 1000 HPK, sehingga risiko terjadinya
Ciherang, 7 kader Posyandu Dusun stunting dapat diminimalisir.
Nagrak, 6 kader
Posyandu Dusun Burujul, dan 6 kader
Posyandu Dusun Tugu. Sementara
sasaran berisiko
stunting terdiri dari 7 ibu hamil KEK,
16 baduta stunting, dan 6 baduta gizi
kurang.
Kota Program Bandung Informan penelitiannya yaitu ketua Februari Setelah diluncurkannya Program Bandung
Bandung,Na Tanggap Stunting TP-PKK Pokja IV sekaligus Ketua 2020 Tanginas, banyak manfaat yang telah
bilah,2020 Dengan pangan aman Posyandu RW 08 Kelurahan dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan
dan sehat Manjahlega dan juga Ibu Indah Rancasari terkhusus kepada remaja putri,
(TANGINAS) Susanty, S.Sos, M.Si selaku Kepala ibu hamil dan menyusui, serta keluarga
Seksi Pemberdayaan Kecamatan yang anaknya mengalami stunting baik itu
Rancasari. Teknik pengambilan berupa fasilitas pelayanan, edukasi
data kesehatan, dan juga bantuan yang diberikan
menggunakanteknikwawancara, oleh Pemerintah Kota Bandung.
observasi, dan dokumentasi
Kabupaten Program Si Keren Anak usia sekolah dan remaja SMP 2021 Setiap hari jumat anak sekolah selalu
Ciamis, Halo Cinta dan SMA sarapan dan olahraga bareng. Dan hari
Jurnal rabu rutin minum Tablet Tambah Darah
Soreang, (TTD).
2023
Sumber
Artikel
Dinkes
Kabupaten
Ciamis
Kab. Torasting (Motor anti Teknik pengambilan data dengan 2020 Sistem terpadu antara UMKM dan superfood
Kuningan Stunting) Sistem menggunakan Metode data merupakan sistem gagasan dari penulis yang
Jurnal Ilmiah wirausaha untuk sekunder. menggabungkan antara UMKM dan superfood
Indonesia,20 upaya pencegahan dari bahan daun kelor yang mudah didapat
20 stunting untuk mengurangi angka kemiskinan di daerah
kabupaten Kuningan dengan membuka
lapangan pekerjaan untuk berdagang, serta
mengurangi persentase stunting yang masih
tinggi di Kuningan.
Kab TIM Tim Gesit ini nantinya akan 2021 Gerakan Gesit ini dilakukan secara
Indramayu, GESIT :Gerakan ada di setiap desa untuk terpadu mulai dari perencanaan,
2021, Penurunan Stunting
Artikel mengedukasi calon ibu di pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
Indramayu Secara
Tribun Jabar masa kehamilan dan ibu dan pelaporan,"
Terpadu.
balita dengan pola asuh yang
baik dan benar. Kecamatan
Balongan menjadi lokasi
. fokus penanganan stunting.
4. DISKUSI

Banyak faktor yang mengakibatkan tingginyaprevalensi stunting. Penyebab langsungnya


bisakarena kurangnya asupan makanan dan adanyapenyakit infeksi (Mitra, 2015). Faktor lainnya
yaitupola asuh yang salah, sanitasi, hygiene yang burukdan rendahnya pelayanan kesehatan. Di
sampingitu masyarakat belum menyadari anak pendekmerupakan suatu masalah, karena di
masyarakatdianggap sebagai anak-anak dengan aktivitas yangnormal (Unicef Indonesia, 2013).
Itulah yang terjadi di Provinsi Jawa Barat.Pada tahun2018 angka prevalensi stunting di Provinsi
Jawa Barat mencapai 31,1%. Menyikapi hal tersebut Provinsi Jawa Barat menggagas program
kesehatan guna menurunkan prevalensi Stunting di Provinsi Jawa Barat.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telahmembuatbanyak program kesehatan dan terus


berkembang dari tahun ke tahun dalam upaya pencegahan prevalensi Stunting di Jawa Barat.
Halinimenunjukkan penurunan yang signifikanterhadap prevalensi Stunting di Jawa Barat.
Dapatkitalihatdari prevalensi Stunting pada tahun 2022 mencapai 20,2 %.Angka ini menurun
10,9% dibanding tahun 2023.Sementarapresentase penurunun tertinggiyaitu Kab Cianjur sebesar
19,91 %, diikuti Kab Purwakarta 19,21 %, lalu Kab Karawang 19,11 %, lalu Kab Cirebon 15,11
%. Lalu Kab Ciamis 14,79 %. MenurutAnalisis kami keberhasilan Kab/Kota di Provinsi Jawa
Barat dalam menurunkan angka prevalensi Stunting tidak lepas dari program inovasi yang
diciptakan untuk meningkatkan penurunan angka prevalensi stunting di masing-masing
Kab/Kota.. Selainitu juga mungkindisebabkan oleh tingkatdukungan dan
prioritaspemerintahdaerah yang mendukung penuh program pencegahan penurunan prevalensi
Stunting dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

5. Kesimpulan

Program pencegahan penurunan Prevalensi Stunting di setiap Kab/Kota memilikipengaruh yang


sangat besarbagi capaian prevalensi Stunting di tingkat Provinsi Jawa Barat. Angka Prevalensi
Stunting di Provinsi Jawa Barat berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 mencapai 31,1 %
menunjukkan penurunan daritahunketahun dan pada tahun 2022, Provinsi Jawa Barat
menunjukkanpersentase mencapai 20,2%. Pemerintah Provinsi Jawa Barat
telahmengimplementasikanberbagai Program kebijakan kesehatan yang
terusberkembangsehinggamenghasilkanbeberapa program kebijakan yang mengaturtentang
pencegahan Stunting.Kebijakan mengenai program penurunan stunting ini
bersifatmengikatsehinggakepatuhan Kab/Kota dalam menjalankan program kesehatan
pencegahan Stunting ini dapat berjalan dengan baik . Adanya komitmen yang kuat untuk
melaksanakan program pencegahan Stunting. Dengandukungandariberbagaipihak dan penguatan
program kesehatan penurunan Stunting di Jawa Barat diharapkan Angka penurunan prevalensi
Stunting dapatmakinterusmeningkat yang tentusajahaliniakan meningkatkan penurunan
prevalensi Stunting di Indonesia. Pada gilirannyaakanmeningkatkanIndeks Pembangunan
Manusia.
Daftar Pustaka

https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/persentase-balita-stunting-berdasarkan-
kabupatenkota-di-jawa-barat

Anshori, Irfan. (2021). Cegah Stunting, Pemkab Indramayu Bentuk Tim Gesit. Diakses dari
https://www.timesindonesia.co.id/read/ news/378335/cegah-stunting-pemkabindramayu-bentuk-
tim-gesit pada tanggal 19 November 2021.

Azra, Alleysa. (2021). Pemkab Majalengka Luncurkan Program KISSING Untuk Cegah
Stunting. Diakses dari http://www.tintahijau.com/megapolitan/ ragam/30659-pemkab-
majalengkaluncurkan-program-kissing-untukcegah-stunting pada tanggal 19 November 2021.

Bappeda Jabar, Humas. (2021). Jabar Targetkan Penurunan Balita Stunting Jadi 14 Persen Tahun
2024. dalam http://bappeda.jabarprov.go.id/jabartargetkan-penurunan-balita-stuntingjadi-14-
persen-tahun-2024/; diakses pada 20Januari 2023; 13.05 WIB.

Emjies. (2021). Menyeting Gigi Emas Pengentasan Stunting. Diakses dari


https://kabarpangandaran.com/menyetin g-gigi-emas-pengentasan-stunting/ pada tanggal 19
November 2021.

ANDASIH , Jurnal Pengabdian kepada MasyarakatE-ISSN: 2745-8938Vol. 2, No. 1, April 2021

Ningrum, Dedah dkk. (2021). Pelatihan Kader Posyandu Untuk Pencegahan Stunting pada Balita
di Desa Cibeureum Kulon Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat. Vol. 2, No. 1.

Pratama, Figih dan Atin Suhartini. (2020). TORASTING (Motor Anti Stunting) Sistem
Wirausaha Untuk Upaya Pencegahan Stunting dan Pembukaan Lapangan Pekerjaan Untuk
Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Di Daerah Kuningan. Jurnal Ilmiah Indonesia.
Vol. 5, No. 3.

Tanti. (2021). Ketua TP PKK Kota Bandung Ungkap 4 Faktor Penyebab Angka Stunting Terus
Meningkat. Diakses dari https://humas.bandung.go.id/berita/ketu a-tp-pkk-kota-bandung-
ungkap-4- faktor-penyebab-angka-stunting-terusmeningkat pada tanggal 19 November 2021.
Yonavilbia, Eka. (2019). Rembuk, Perkuat Komitmen Penurunan Stunting di Subang. Diakses
dari https://infopublik.id/kategori/nusantara/ 390759/rembuk-perkuat-komitmenpenurunan-
stunting-di-subang pada tanggal 19 November 2021.

Yekti, Rahayu. (2020). SDGs (Sustainable Development Goals) dan 1000 Hari Pertama
Kehidupan. dalam http://repository.uki.ac.id/2325/1/SDGs .pdf; diakses pada 12Januari 2023;
12.05 WIB.

Dirjen Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pedoman Umum 10 Pengelolaan
Pamsimas. P -1, edisi 2013. Jakarta : CPMU Pamsimas

https://jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-1016695368/cegah-stunting-dinkes-
kabupaten-ciamis-luncurkan-program-si-keren-halo-cinta; diakses pada 25 Januari 2023; 12.05
WIB

https://ayosehat.kemkes.go.id/materi-hasil-survei-status-gizi-indonesia-ssgi-2022; diakses pada


26 Januari 2023;10.30 WIB

Downloads/Laporan%20Riskesdas%202018%20Nasional.pdf

Downloads/LAPOARAN%20RISKESDAS%20JAWA%20BARAT%202018.pdf

Anda mungkin juga menyukai