Abstrak
LatarBelakang :Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak
dihadapi di seluruh dunia,khususnya di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia.Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka
panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan
penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.World Health
Organization mempunyai target pencapaian Prevalensi Stunting pada tahun 2030 di bawah 20
%. Indonesia menargetkan penurunan prevalensi Stunting pada tahun 2024 yakni mencapai 14
%. Di tingkat Global tahun 2022 Prevalensi Stunting mencapai 22,3 %, data didapat dari
UNICEF, WHO dan BANK DUNIA (dikutip 24 April 2023). Di Indonesia, prevalensi stunting
mencapai 21,6% padatahun 2022, data didapat dari SSGI (Survei Status Gizi Indonesia). Untuk
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022 berdasarkan SSGI (Survei Status Gizi Indonesia)
mencapai20,2%, hal ini menurun bila dibandingkan capaian prevalensi stunting dari tahun 2018
mencapai 31,1%. Rata-rata penurunan mencapai 2,72 % per tahun, dengan capaian penurunan
prevalensi stunting dalam kurun waktu empat tahun mencapai 10,9 %..
Tujuan :Untukmengetahui dan menganalisis keberhasilan program pencegahan terhadap
penurunan prevalensi Stunting di Jawa Barat.
Metode :Tulisan ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mengakses dan
menelaah berbagai data tentang Stunting dan relevan informasi lainnya yang tersedia di
Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik. Data Sekunder tersebut diantaranya adalah
laporan nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 dan 2022, dan Survei Status Gizi Indonesia
tahun 2018 sampai 2022( Kemenkes RI ). Berbagai data sekunder tersebut dipakai sebagai
bahan untuk mengetahui kondisi prevalensi stunting di Indonesia dan prevalensi stunting di
Provinsi Jawa Barat. Selain itu, data dan informasi juga dikumpulkan dari berbagai dokumen
kebijakan, laporan penelitian, artikel jurnal yang relevan dengan topic tulisan ini.
1) Hasil :PemerintahProvinsi Jawa barat telahmembuat program pencegahan prevalensi
Stunting. Sejumlah Kab/Kota yang dianggap berhasil dalam menurunkan prevalensi
Stunting antara lain kabupaten Karawang (2018=33,11%, 2022= 14%), kabupaten
Cianjur (2018=33,51%, 2022=13,6%), Kota Depok (2018=23,21%, 2022=12,6%), Kota
Bekasi (2018=16,75%, 2022=6%), Kabupaten Purwakarta (2018=41,01%, 2022=21,8%),
Kabupaten Sumedang (2018=32,22%, 2022=27,6%), Kota Bogor (2018=27,79%,
2022=18,7%), Kota Sukabumi (2018=28,99%, 2022=19,2%), Kota Bandung
(2018=21,74%, 2022=19,4%), Kab Ciamis (2018=33,39%, 2022= 18,6%), Kab
Indramayu (2018=33,39%, 2022=21,1%), Kab Kuningan (2018=28,67%, 2022= 19,4%),
Kab Pangandaran (2018=32,71%, 2022=20%), Kab Subang (2018=28,64%,
2022=15,7%). Adapun program pencegahan penurunan prevalensi Stunting di Provinsi
Jawa barat yaitu, Pelatihan kader Posyandu, Program PAMSIMAS,
ProgramBandungTanginas, ProgramSiKerenHaloCinta, TORASTING (Motor Anti
Stunting), TimGesit, ProgramMenyetingGigiEmas, RembukStunting.
2) Kesimpulan :Pemerintahpropinsi Jawa Barat telah berhasil menurunkan prevalensi
Stunting. Program pencegahan Stunting telah dilaksanakan dengan baik di berbagai
kab/kota di Jawa Barat. Program ini telah menciptakan kerjasama yang erat antara
pemerintah daerah, sector swasta dan Masyarakat. Kolaborasi ini melibatkan banyak
pihak yang memiliki peran penting dalam penanganan stunting seperti Rumah Sakit,
Puskesmas, Posyandu, Universitas, Organisasi dan dunia usaha
Kata Kunci :Program Pencegahan,Jawa Barat, Stunting
1. PENDAHULUAN
Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
berusiadi bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama
padaperiode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23
bulan.Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus
duastandar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya (Kementerian Kesehatan
RepublikIndonesia, 2020).Kekurangan gizi pada masa tumbuh kembang anak di usia dini akan
menghambat perkembangan fisik, meningkatnya kesakitan, menghambat perkembangan mental
anak, dan bahkan menyebabkan kematian. Balita yang mengalami masalah stunting memiliki
risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan kemungkinan risiko
mengalami penyakit degeneratif di masa mendatang. Dari data WHO, Indonesia mendapat
peringkat ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017, dengan
angka mencapai 36,4 %. Namun, pada tahun 2018, menurut Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas),
angkanya mengalami penurunan menjadi 30,8%.Penurunan angka stunting di Indonesia tersebut
memang bisa dikatakan sebagai kabar baik tapi, belum berarti bisa membuat tenang karena
masih belum merujuk kepada standard WHO, yang mana batas maksimalnya adalah 20 % atau
seperlima dari jumlah total anak balita.
WHO menyatakanbahwapada tahun 2022, secara global terdapat 148,1 juta anak (sekitar
22,3%) di bawah usia 5 tahun yang mengalami stunting. Target pencapaian secara global pada
tahun 2030 yakni prevalensi Stunting mencapai 19,5 % (di bawah 20%). Berdasarkan data hasil
Survei Status GiziIndonesia pada tahun 2022 yang dilakukan oleh KementerianKesehatan,
prevalensi stunting pada balita di Indonesia tercatat21,6% (Kominfo 2023). Angka pravalensi
stunting di Indonesia ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal angka stunting
yangditetapkan World Health Organization (WHO),yaitu kurang dari 20%. Pemerintah telah
memberikan perhatian besar terhadap pencegahanstunting, melalui Peraturan Presiden
RepublikIndonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
yangsekarang digantikan menjadi Peraturan PresidenRepublik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021
Tentang Percepatan Penurunan Stunting yang bertujuan untuk meningkatkan komitmen
pemerintahuntuk perbaikan gizi, utamanya penurunan stunting, juga bertepatan dengan satu
dekade bergabungnya Indonesia dengan gerakan globalScaling Up Nutrition (SUN) sejak 2011,
denganfokus pada upaya pengentasan masalah gizimelalui keterlibatan lintas sektor (Bappenas
2021).
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi kekurangan gizi pada anak
yang mengadopsi multisektor dan pendekatan multi-stakeholder. Strategi nasional untuk
mempercepat pengurangan stunting diluncurkan pada tahun 2018, yang menargetkan 100
kabupaten/kota sebagai prioritas intervensi dan diperluas ke kabupaten lainnya pada tahun 2023
(Bappenas, 2022). Berbagai program tersebut berhasil menurunkan prevalensi stunting. Terlepas
dari keberhasilan penurunan angka stunting yang telah dicapai, masih ditemukan sejumlah
kendala dalam pelaksanaan aksi, diantaranya penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan
sensitif lintas sektoral yang belum terpadu dan sinergis, keterbatasan kapasitas dalam
penyelenggaraan program, dan lemahnya koordinasi dalam rangka pelaksanaan aksi konvergensi
itu sendiri. Lemahnya koordinasi dan keterbatasan kapasitas ini salah satunya disebabkan oleh
ketiadaan komando lapangan dalam implementasi konvergensi penurunan stunting di daerah
(Arini & Peranto, 2022).
Berdasarkan hasil yang diproleh dari Survei Status Gizi indonesia (SSGI) 2018, angka
stunting nasional mengalami penurunan, dari 30,8 % pada 2018 menjadi 27,7% pada 2019,
Namun, di tahun 2020 angka prevalensi stunting tidak diketahui sebab di tahun tersebut
merupakan tahun pertama pandemi, yang disertai ketatnya pembatasan aktivitas masyarakat.
Beralih pada tahun 2021, angka prevalensi stunting kembali menurun sebanyak 3,3%
dibandingkan 2019.Sementara itu, tahun 2022 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6%
atau kembali alami penurunan 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan
tahun 2019, sebagian besar dari 38 provinsi diIndonesia menunjukkan penurunan stuntingdan
hanya 5 provinsi yang mencatatkan peningkatan (KemenkesRI, 2021). Provinsi Jawa
Baratberdasarkan hasil SSGItahun 2022 berada pada peringkat tiga belas besar nasional dengan
jumlah stunting paling rendah. Data menunjukkan peringkat pertama adalah Balidengan
prevalensi 8 %, di ikuti DKI Jakarta 14,8 %, Lampung 15,2 % dan Jawa Barat dengan prevalensi
20,2% (Nasrul Z et al., 2022)
Provinsi Jawa Barat terdiri atas 18 kabupaten dan 9 kota. Provinsi Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah penduduk dan balita terbanyak yaitu hampir mencapai lima puluh juta
jiwa, sehingga menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai tolak ukur penanganan Stunting.
Provinsi jawa barat dinilai sangat baik dalam penanganan Stunting. Menurut SSGI jumlah kasus
stuntingpada tahun 2022 dengan prevalensi 20,2% menunjukkan penurunan jika dibandingkan
dengan tahun 2018 dengan prevalensi 31,1 % (Rizwan, 2022). Upaya percepatan penurunan
stuntingdi Provinsi Jawa Barat tidak terlepas dari pendekatan multi sector ( tidak terbatas pada
sektor kesehatan) dan pelibatan multi stakeholder (penurunan stunting memerlukan kolaborasi
lintas pemangku kepentingan. Strategi pencegahan stunting di Jawa Barat dilakukan dengan cara
penguatan komitmen dan pendekatan 5K+. Penguatan komitmen seperti adanya surat gubernur
ditujukan kepada Bupati atau Walikota terkait pelaporan Stunting dan lokus prioritas stunting,
adanya surat sekretaris daerah ditujukan kepada Sekda Kab/Kota terkait penguatan intervensi
penurunan stunting dan adanya surat kepala Bappeda provinsi Jawa Barat ditujukan kepada ketua
pokja terkait pelaporan stunting. Untuk pendekatan 5K+ yaitu konsep penanggulangan yang
baik, kolaborasi seluruh stakeholder pembangunan, komitmen yang kuat, konsisten dalam
berbagai program dan aktivitas, kontinyu dalam melakukan monitoring dan evaluasi dan yang
terakhir Kamana wae atuuuuhh....hayu urang sasarengan ngawujudkeun Jabar Zero New
Stunting (Sekretariat daerah Jawa Barat, 2021)
Penurunan stunting di Jabar tidak lepas dari inovasi-inovasi yang diluncurkan, mulai dari
Inovasi Pendanaan Pembangunan Kompetitif Tema Stunting, West Java Research Summit
Tematik Stunting, Generasi Emas Bebas Anemia dan Zero Stunting, sampai Stop Perkawinan
Anak. Beberapa Kab/Kota di provinsi Jawa Barat juga memiliki progam pencegahan dalam
menurunkan prevalensi stunting dan terbukti efektif dalam menurunkan prevalensi stunting yaitu
seperti di kabupaten Sumedang dan kota Depokmelakukan pelatihan peningkatan kapasitas kader
posyandu dalam mendeteksi dan mencegah stunting, di kabupaten Ciamis ada program Gebrak
Stunting dan Si Keren Halo Cinta, di Kota Bandung ada program Tanggap stunting dengan
pangan aman dan sehat (TANGINAS), di kabupaten Kuningan ada program Torasting (motor
anti stunting), di Kabupaten Indramayu ada Tim Gesit, di Kabupaten Karawang dan kota
Sukabumi ada program Rembug stunting, di Kota Bogor ada program Taleus Bogor, di
kabupaten Purwakarta dan Cianjur ada program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat), di kabupaten Pangandaran ada program yang diberi nama
“Menyeting Gigi Emas”, yang artinya Mencegah Stunting Melalui Inovasi “Gemalur” atau
Gerakan Makan telur, “Insasi E” atau Instruktur ASI Eksklusif, “Bugiza” yakni Lumbung Gizi
Desa, “Pokmas Pejam” yakni Kelompok Masyarakat Peduli Jamban” dan “Aliran” yakni Alarm
Kelahiran.
2. METODE
Data mengenai program pencegahan Stunting dan angka prevalensi stunting didapatkan dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mengakses dan menelaah berbagai data
tentang Stunting dan relevan informasi lainnya yang tersedia di Kementerian Kesehatan dan
Badan Pusat Statistik. Data Sekunder tersebut diantaranya adalah laporan nasional Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 dan 2022, open data Jabar dan Survei Status Gizi Indonesia tahun
2018 sampai 2022 ( Kemenkes RI ). Berbagai data sekunder tersebut dipakai sebagai bahan
untuk mengetahui kondisi prevalensi stunting di Indonesia dan prevalensi stunting di Provinsi
Jawa Barat. Selain itu, data dan informasi juga dikumpulkan dari berbagai dokumen kebijakan,
laporan penelitian, artikel jurnal yang relevan dengan topic tulisan ini.
3.HASIL
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
i i
eh arat mb ul
u ng rta ah mur Bal ur ah mur tara ta
n
al
o
lu
ku
ar
at
Ac B J a ngk elitu aka eng T i T im eng T i U e la ont a B
a IJ T T i r M ua
er Be a B a a ra n an es iS Go
at g k DK aw J aw g ga nta a nt a w es P ap
m n J n a l w
Su Ba Te lim Kal
im Su la
s a a Su
K
Nu
2018 2022
Tabel 1. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Provinsi Di Indonesia
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
or ju
r ut is on g g g at go
r g si ah
i ar
og an ar am ireb dan ban an ar o dun e ka m a nj
B i G i e w B B i
b. C b. C C Su ra g a n
B a ota
B C B
Ka b. Ka b. b. Su
m b. Ka un ot ta ot
a
Ka Ka a . a . d K ta K K o K
K b K
Ka
b an Ko
Ka .B
b
Ka
2018 2022
Tabel 2. Persentase Prevalensi Stunting berdasarkan Kab/Kota
Di Provinsi Jawa barat
5. Kesimpulan
https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/persentase-balita-stunting-berdasarkan-
kabupatenkota-di-jawa-barat
Anshori, Irfan. (2021). Cegah Stunting, Pemkab Indramayu Bentuk Tim Gesit. Diakses dari
https://www.timesindonesia.co.id/read/ news/378335/cegah-stunting-pemkabindramayu-bentuk-
tim-gesit pada tanggal 19 November 2021.
Azra, Alleysa. (2021). Pemkab Majalengka Luncurkan Program KISSING Untuk Cegah
Stunting. Diakses dari http://www.tintahijau.com/megapolitan/ ragam/30659-pemkab-
majalengkaluncurkan-program-kissing-untukcegah-stunting pada tanggal 19 November 2021.
Bappeda Jabar, Humas. (2021). Jabar Targetkan Penurunan Balita Stunting Jadi 14 Persen Tahun
2024. dalam http://bappeda.jabarprov.go.id/jabartargetkan-penurunan-balita-stuntingjadi-14-
persen-tahun-2024/; diakses pada 20Januari 2023; 13.05 WIB.
Ningrum, Dedah dkk. (2021). Pelatihan Kader Posyandu Untuk Pencegahan Stunting pada Balita
di Desa Cibeureum Kulon Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat. Vol. 2, No. 1.
Pratama, Figih dan Atin Suhartini. (2020). TORASTING (Motor Anti Stunting) Sistem
Wirausaha Untuk Upaya Pencegahan Stunting dan Pembukaan Lapangan Pekerjaan Untuk
Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Di Daerah Kuningan. Jurnal Ilmiah Indonesia.
Vol. 5, No. 3.
Tanti. (2021). Ketua TP PKK Kota Bandung Ungkap 4 Faktor Penyebab Angka Stunting Terus
Meningkat. Diakses dari https://humas.bandung.go.id/berita/ketu a-tp-pkk-kota-bandung-
ungkap-4- faktor-penyebab-angka-stunting-terusmeningkat pada tanggal 19 November 2021.
Yonavilbia, Eka. (2019). Rembuk, Perkuat Komitmen Penurunan Stunting di Subang. Diakses
dari https://infopublik.id/kategori/nusantara/ 390759/rembuk-perkuat-komitmenpenurunan-
stunting-di-subang pada tanggal 19 November 2021.
Yekti, Rahayu. (2020). SDGs (Sustainable Development Goals) dan 1000 Hari Pertama
Kehidupan. dalam http://repository.uki.ac.id/2325/1/SDGs .pdf; diakses pada 12Januari 2023;
12.05 WIB.
Dirjen Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pedoman Umum 10 Pengelolaan
Pamsimas. P -1, edisi 2013. Jakarta : CPMU Pamsimas
https://jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-1016695368/cegah-stunting-dinkes-
kabupaten-ciamis-luncurkan-program-si-keren-halo-cinta; diakses pada 25 Januari 2023; 12.05
WIB
Downloads/Laporan%20Riskesdas%202018%20Nasional.pdf
Downloads/LAPOARAN%20RISKESDAS%20JAWA%20BARAT%202018.pdf