Anda di halaman 1dari 6

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

‘DiJeNgoBar’
(Diuk Jeung Ngobrolkeun Ubar)

A. PENDAHULUAN
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya
dari berorientasi obat menjadi berorientasi kepada pasien yang mengacu
pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Salah satunya
adalah melalui kegiatan ini.

B. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di
Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Hal itu, merupakan
masalah kesehatan dengan prevalensi tinggi, yaitu sebesar 25,8%,
sesuai dengan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013. Disamping
itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia. Sesuai data Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007
Prevalensi hipertensi di kota Bogor berdasarkan hasil diagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah 11,2% dan berdasarkan diagnosis dan atau
riwayat minum obat adalah 11,7%. Sedangkan berdasar pengukuran
tekanan darah adalah 28,4%. Memperhatikan angka prevalensi
hipertensi berdasarkan diagnosis atau minum obat dibandingkan
dengan prevalensi berdasarkan pengukuran tekanan darah nampak
perbedaan prevalensi yang cukup besar. Data ini menunjukan kasus
hipertensi di masyarakat cukup banyak, namun belum ditanggulangi
dengan baik. Termasuk juga kasus hipertensi di wilayah puskesmas
Bogor Timur ditemukan kasus baru hipertensi selama tahun 2017
sejumlah 1232 kasus. Kasus baru tersebut ditemukan di Posbindu PTM
sedangkan kasus yang berada di dalam gedung Puskesmas Bogor Timur
dalam setahun terjadi 4125 kunjungan.
Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi
merupakan usaha bersama antara pasien dan dokter yang
menanganinya. Kepatuhan seorang pasien hipertensi sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan mengendalikan tekanan darah yang
stabil dan ketersediaan pasien untuk melakukan gaya hidup sehat yang
dianjurkan. Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat
antihipertensi dikarenakan sifat penyakit yang secara alami tidak
menimbulkan gejala, terapi jangka panjang, efek samping obat, regimen
terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang pengelolaan
dan resiko hipertensi serta biaya pengobatan yang relatif tinggi
(Osterberg & Blaschke, 2005).
Seperti halnya hipertensi, gangguan jiwa juga penyakit yang
membutuhkan pengobatan jangka panjang dan butuh kepatuhan
minum obat. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Bogor hingga bulan
November 2017 tercatat ada 1021 warga yang mengalami gangguan
kejiwaan berat. Di antaranya ada 61 orang dengan gangguan jiwa berada
di wilayah Puskesmas Bogor Timur. Gangguan jiwa dapat menyebabkan
produktivitas menurun hingga kerugian secara ekonomi. Gangguan jiwa
juga dapat juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Hal ini
tentu menyebabkan biaya pelayanan kesehatan meningkat. Menurut
Kazadi dkk (2008), kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa
dipengaruhi oleh kegagalan atau ketidakpatuhan dalam proses
pengobatan, menolak untuk menjalani pengobatan, menghentikan
perawatan sebelum waktu yang ditentukan dan menggunakan obat-
obatan yang tidak sesuai dengan waktu maupun dosis yang telah
ditetapkan.
Paradigma tentang pelayanan kefarmasian sejak beberapa tahun
yang lalu telah mengalami perubahan orientasi dari berorientasi pada
pengelolaan obat menjadi berorientasi kepada kesehatan pasien.
Walaupun telah mengalami perubahan orientasi, keduanya harus
berjalan beriringan agar ketersediaan obat dan kualitas obat tetap
terjaga serta pengobatan pasien mengalami keberhasilan.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu tanggung jawab profesi dari
apoteker dalam mengoptimalkan terapi dengan cara mencegah dan
memecahkan masalah terkait obat. Pelayanan farmasi yang baik akan
mendukung keberhasilan suatu terapi. Karena berhasilnya suatu terapi
tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat,
tetapi juga kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah di
tentukan. Kepatuhan pasien ditentukan oleh beberapa hal antara lain
persepsi tentang kesehatan, pengalaman mengobati sendiri, pengalaman
dari terapi sebelumnya, lingkungan (teman dan keluarga), adanya efek
samping obat, keadaan ekonomi, interaksi dengan tenaga kesehatan
(dokter, apoteker dan perawat), serta informasi penggunaan obat dari
apoteker.
Apoteker berkewajiban untuk menjamin bahwa pasien mengerti
dan memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga dapat
meningkatkan keberhasilan terapi khususnya untuk pasien lanjut usia
dan pasien dengan penyakit kronis. Berkaitan dengan pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK),
pelayanan kefarmasian dapat masuk ke dalam kategori indikator utama
penanda status kesehatan keluarga pada poin ke 6, 7 dan 8 yaitu
penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar, penderita
hipertensi melakukan pengobatan secara teratur dan penderita dengan
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan.
Oleh karena itu, untuk mencegah penggunaan obat yang salah
dan untuk menciptakan pengetahuan serta pemahaman pasien dalam
penggunaan obat yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan
dan keberhasilan terapi maka sangat diperlukan pelayanan informasi
obat untuk pasien dan keluarga. Kegiatan konseling obat, pemberian
informasi obat baik di puskesmas saat penyerahan obat maupun
penyuluhan di masyarakat serta pelayanan kefarmasian di rumah
adalah cara untuk mencegah masalah berkaitan degan obat. Kegiatan-
kegiatan tersebut merupakan bentuk dari pelaksanaan program PIS-PK.
Selanjutnya, serangkaian kegiatan tersebut kita sebut dengan
‘DiJeNgoBar’ yaitu Diuk Jeung Ngobrolkeun Ubar. Dengan kegiatan
tersebut, diharapkan pasien yang mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang obatnya akan menunjukkan peningkatan ketaatan pada regimen
obat yang digunakannya sehingga akan meningkatkan hasil terapinya.
C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai adalah mengoptimalkan
pemanfaatan obat dalam terapi hipertensi dan gangguan jiwa sebagai
salah satu langkah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah Puskesmas Bogor Timur.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:
1. Meningkatkan kepatuhan (adherence) pasien hipertensi dan
pasien dengan ganguan jiwa dalam menggunakan obat
2. Terkontrolnya tekanan darah pasien hipertensi
3. Menurunkan angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan
jiwa
D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Kegiatan Inti Kegiatan Rincian Kegiatan

DiJe NgoBar Pemberian Informasi Kegiatan ini


Obat dan penyuluhan dilaksanakan di
dalam gedung, serta dalam puskesmas
bekerjasama dengan ditujukan untuk
Kelas Jiwa (SEMUWA) pasien umum dan
pasien hipertensi.
Sedangkan untuk
pasien ODGJ dan
keluarga penyuluhan
dilakukan di kelas
Jiwa

Konseling Obat Konseling obat


dilakukan untuk
pasien dengan
penyakit degeneratif
dan pasien dengan
terapi jangka panjang
dan pasien dengan
tingkat kepatuhan
rendah. Termasuk di
dalamnya pasien
hipertensi dan pasien
ODGJ.

Penyuluhan Gema Kegiatan Gema


Cermat Cermat dilakukan di
Posbindu PTM (Selain
Penyuluhan juga
dilakukan Konseling
obat jika ada
pengunjung posbindu
yang menghendaki)

Home Pharmacy Care Kasus hipertensi dan


ODGJ yang
membutuhkan
intervensi yang lebih
dilakukan kunjungan
rumah

E. SASARAN
Setiap kegiatan ditujukan untuk pasien dan atau keluarga pasien ketika
berobat di puskesmas, ketika melakukan cek kesehatan di posbindu dan
di rumah pasien.
F. JADWAL KEGIATAN

Pemberian Informasi obat Dilakukan setiap hari di jam


pelayanan
Penyuluhan dalam Gedung Dilakukan sesuai jadwal yang
diberikan Promkes
Kelas Jiwa (SEMUWA) Mengikuti Jadwal dari pemegang
program jiwa
Konseling Obat Tentative sesuai dengan
kebutuhan pasien
Gema Cermat di Posbindu PTM Mengikuti jadwal posbindu dan
dilakukan sebulan 2 kali
Home Pharmacy care Tentative sesuai kebutuhan
pasien

G. PEMBIAYAAN
Pembiayaan dengan menggunakan dana BOK atau Dana JKN untuk
kegiatan yang bersifat pertemuan dan membutuhkan uang transport.
H. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan melihat peningkatan kesadaran pasien
untuk kontrol secara teratur ke puskesmas bagi pasien hipertensi dan
pasien ODGJ dilihat dari kunjungan setiap bulan.
I. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan setiap selesei kegiatan dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan sebagai kegiatan klinis kefarmasian dan
kegiatan Gema Cermat di Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai