Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DAN PRAKTIK PENERAPAN

INA-CBGs DI RUMAH SAKIT.

SHULIHAH
BOGOR, 21 APRIL 2024
Memahami Casemix / INA-CBGs (Indonesian Case Base Groups)
REPUBLIK
INDONESIA

Sistem Casemix / INA-CBGs adalah :


Pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis
yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan
dilakukan dengan menggunakan grouper. (Permenkes 27 tahun 2014)

Ciri – ciri setiap group adalah :


1. Penyakit yang mempunyai Gejala Klinis yang sama
2. Pemakaian sumber daya yang sama (biaya perawatan sama)

Sistem pembayaran pelayanan kesehatan secara paket dimana tarif ditentukan


sebelum pelayanan diberikan

3
Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan adalah dengan INA-CBG sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.
Dalam INA-CBGs terdapat 1077 kelompok tarif
yang terdiri dari 789 tarif pelayanan rawat inap
dan 288 tarif pelayanan rawat jalan dengan dasar
pengelompokan menggunakan ICD 10 untuk
diagnosis dan ICD 9 CM untuk tindakan.
KOMPONEN CASEMIX

Costing

CASEMI Clinical
Coding X Pathway

Teknologi
Informasi
• Dasar Pengelompokan dengan menggunakan :
 ICD – 10 Untuk Diagnosa (14.500 kode)
 ICD – 9 CM Untuk Prosedur/Tindakan (8.500 kode)
• Untuk mengkombinasikan kode diagnosa dan prosedur tidak mungkin
dilakukan secara manual, maka diperlukan yang namanya “ Grouper “
Lanjutan…

Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam


group –group

Terdiri dari 32 CMG (Casemix Main Group)

Terdiri dari 1077 kode INA-CBG yang terdiri dari 789 kode
untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan
Keterangan :
• Digit ke-1: CMG (Casemix Main Groups)
• Digit ke-2: tipe kasus
• Digit ke-3: spesifik CBG kasus
• Digit ke-4: angka romawi mrupakan severity level
Alur Sistem INA-CBG di PPK Tingkat Lanjut
Bagaimana era sebelum JKN…

•Sebelum memasuki era JKN pembiayaan rumah sakit umumnya menggunakan mekanisme
pembayaran ongkos untuk pelayanan atau Fee For Service (FFS) atau ada uang ada jasa
pengobatan.
•Dalam proses pembiayaan pengobatan medis yang terjadi umumnya pasien mendatangi
dokter kemudian dokter memberikan obat atau tindakan medis, lalu pasien mengeluarkan
biaya yang kisaran besarnya tergantung penyakit, jenis perawatan dan tarif yang ditetapkan
dokter atau rumah sakit tersebut.
• Biaya yang dikeluarkan pasien sangat relatif, mungkin bisa dari nol (digratiskan) atau sedikit
sampai dengan dikenakan sejumlah nominal biaya yang besar sekali, bahkan adakalanya biaya
berobat bisa menyebabkan pasien kehilangan rumahnya untuk dijual
•Sebelum ada pihak ketiga semacam asuransi atau pun negara, pihak yang menanggung risiko
finansial tidak lain adalah pasien
Bagaimana era setelah JKN…

•Dengan kehadiran pihak ketiga ini telah mengubah hubungan dokter-


pasien secara mendasar, terutama dalam hal pembagian risiko
finansial.
•Ketika Indonesia mulai memasuki era jaminan kesehatan nasional
seperti saat ini maka pembagian risiko fiansial yang lebih proporsional
dengan tidak hanya sekedar membebankan pembiayaan kepada pasien
dan tentu juga tidak merugikan pihak medis dari kalangan dokter,
rumah sakit dan lainnya merupakan salah satu hal penting yang
menjadi bagian perhatian pemerintah.
• Kesuksesan penerapan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) salah satu diantaranya ditandai dengan kelancaran, kecukupan,
keterjaminan dan ketepatan alokasi pembiayaan kesehatan
METODE PEMBAYARAN DI RUMAH SAKIT

1. RETROSPEKTIF
Metode pembayaran yang dilakukan berdasarkan atas servis/layanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien sesuai dengan aktifitas layanan yang diberikan. Pada
metode ini besar biaya yang harus dibayarkan pasien sebanding dengan banyak layanan
kesehatan yang diterimanya. Fee For Services (FFS) atau pembebanan ongkos atas
pelayanan yang diberikan merupakan cara konvensional atas pembayaran dokter/rumah
sakit selama ini terutama sebelum era jkn. Fee for services ini merupakan contoh dari
pola pembayaran retrospektif.
2. PROSPEKTIF
Metode pembayaran yang dilakukan berdasarkan atas layanan kesehatan
dengan kisaran besaran biaya telah diketahui sebelum layanan kesehatan tersebut
diberikan. Beberapa contoh pembayaran prospektif antara lain global budget, Perdiem,
Kapitasi dan case based payment.
Penggunaan INA CBGs

•Sistem Casemix INA CBGs merupakan suatu pengklasifikasian dari


episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-
kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan
dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis.

•Case Base Groups (CBGs), yaitu cara pembayaran perawatan pasien


berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama.
Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata
biaya yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis.
Penggunaan INA CBGs

•Dalam pembayaran menggunakan sistem INA CBGs, baik Rumah Sakit


maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian
pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan
diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group).

•Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati


bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah
sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang
akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya
disesuaikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.
Implementasi INA-CBGs Di Rumah Sakit

•Dimulai pada tahun 2006 pertama kali di Indonesia mengembangkan sistem


casemix dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Sistem

5 tersebut lebih dikembangkan lagi pada tahun 2008 dengan implementasi


pembayaran dalam program Jamkesmas untuk 15 rumah sakit vertical.
• Pada tahun 2009 diperluas kerjasama dengan lebih banyak lagi rumah sakit
yang dilibatkan.

5 •Pada tahun 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG


(Indonesia Diagnosis Related Group) berubah menjadi INA-CBG (Indonesia

5 Case Based Group).


•Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 4
kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tariff INA- CBG
Tahun 2013, tarif INA-CBG Tahun 2014 dan tarif INA-CBG tahun 2023
Implementasi INA-CBGs Di Rumah Sakit
•Dalam pelaksanaan program JKN penentuan besaran tarif INA-CBG’s
ditentukan mengacu pada basis data costing dari 137 RS Pemerintah dan RS
Swasta serta melibatkan data coding dari 6 juta kasus penyakit.
•Besaran biaya yang ditetapkan dipengaruhi oleh sejumlah aspek pada sistem
INA-CBG’s, antara lain terdapatnya diagnosa utama, adanya diagnose
sekunder berupa penyerta (comorbidity) atau penyulit (complication), tingkat
keparahan, bentuk intervensi, serta variasinya umur pasien.
• Maka dapat dipahami secara ringkasnya bahwa tarif INA-CBG’s yang
ditentukan tersebut merupakan biaya yang harus dibayarkan selaras dengan
ongkos atau cost per episode dari suatu pelayanan kesehatan dalam suatu
rangkaian perawatan pasien sampai selesai.

5
•Dengan pola paket INA- CBG’s, cara pembayaran INA- CBG’s
BPJS Kesehatan, sudah termasuk ongkos baik pada konsultasi
dokter, pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium, radiologi
(rontgen) dan lab lainnya, obat Formularium Nasional (Fornas)
maupun obat bukan Fornas, bahan dan alat medis habis pakai,
akomodasi atau kamar perawatan, biaya lainnya yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien.

Pada sistem Ina CBGs, BPJS kesehatan tarif layanan telah


ditentukan, kebijakan penentuan besaran tarif oleh BPJS
Kesehatan kerap kali menghadapi kasus komplainan dari pihak
provider rumah sakit yang merasa bahwa biaya kesehatan yang
mengacu patokan tarif Ina CBGs terlampau kecil dari layanan
riil yang telah diberikan pihak rumah sakit kepada pasien
peserta JKN BPJS Kesehatan
•Dalam prakteknya BPJS kerap kali mengalami defisit anggaran dalam
memenuhi klaim pembayaran terhadap layanan faskes.
• Defisit tersebut terjadi akibat adanya missmatch antara klaim peserta
yang lebih tinggi dari pada iuran masuk.
•Pada saat mendaftar diketahui sebanyak 14,96 juta jiwa (9,54%) sudah
dalam kondisi sakit berat yang membutuhkan biaya tinggi dan langsung
memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti misalkan pasien dengan
kondisi gagal ginjal yang langsung membutuhkan penanganan cuci
darah
•Biaya pengeluaran besar yang harus ditanggung BPJS Kesehatan tentu
menambah beban anggaran negara dan juga menjadi tambahan beban
iuran bagi peserta yang menjadi sumber utama pendanaan bagi JKN
BPJS kesehatan 9
KESIMPULAN
1. Program JKN BPJS kesehatan yang telah berjalan saat ini masih belum optimal
dalam implementasi menjalankan amanah undang-undang 1945 guna
memberikan kemaslahatan layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Masih diperlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
operasional termasuk dalam hal pembayaran klaim yang sesuai dengan tarif Ina
CBGs yang mejadi instrumen pembayaran bagi faskes lanjutan
3. Perlunya pengkajian dan evaluasi secara kontinyu dan berkala mengenai
kebijakan penentuan tarif Ina CBGs yang layak secara adil dan indepeden
4. Secara teknologi infomasi aplikasi program INA CBGS pun harus selalu

2.
8
menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan tuntutan kebutuhan
medis yang ada.
5. Mengoptimalkan faskes primer sebagai media pencegahan dan penyembuhan
penyakit bagi pasien
6. Pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang optimal mengenai
obat- obatan serta lebih mendorong hidup dan tumbuhnya industri bahan baku
obat dalam negeri guna menghapus ketergantungan penuh pada bahan-bahan
10
obat impor
7. Untuk menyesuaikan iklim kultur JKN BPJS terkait dengan kecukupan dana
dengan mengacu besaran tarif yang telah di patok bagi faskes lanjutan maka
seyogyanya institusi provider kesehatan di faskes lanjut tersebut harus menata
ulang mengenai perencanaan dan anggaran belanjanya serta pembenahan
manajemen di segala aspek baik itu dalam tatanan sumber daya manusia,
keuangan maupun pelayanannya
8. Kompleksitas polemik penerapan tarif INA CBGs JKN BPJS Kesehatan akan

6.
6
mampu diselesaikan permasalahannya asalkan sinergi semua aspeknya baik pada
tataran regulasi, implementasi dan obyek pelaku yang terlibat didalamnya.

11
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai