Anda di halaman 1dari 7

Tarif INA-CBG’s

Ada dua jenis sistem tarif pelayanan kesehatan, yaitu dengan retrospektif dan
prospektif. Cara pembiayaan retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas
layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan pada setiap aktivitas pelayanan
yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang
harus dibayarkan. Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Fee for service. Pengendalian
biaya tersebut dalam bentuk pembayaran fee for service reimbursement yang diberikan
setelah pelayanan dilakukan. Ternyata sistem ini tidak efisien, karena terjadinya moral hazard
akan lebih besar, akibatnya pelayanan kesehatan naik drastis.

Pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan


kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Sistem
pengendalian biaya kesehatan dikenal dengan bentuk pembayaran Prospective Payment
System (PPS), yaitu suatu sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan, baik
rumah sakit maupun dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medik
dilaksanakan tanpa memperhatikan tindakan medik atau lamanya perawatan di rumah sakit.
Sistem ini pertama kali dipakai di Amerika Serikat ketika biaya pelayanan kesehatan
meningkat tajam. Melalui Amandemet of 1993 yang ditandatangani oleh Presiden Ronald
Reagan pada tanggal 20 April 1993, mewajibkan pembayaran peserta program “Medicare”
berdasarkan jumlah yang tetap sesuai diagnosis yang besarnya telah ditetapkan sebelum
pelayanan diberikan. Pendekatan seperti ini mendorong pemberi pelayanan kesehatan, untuk
hanya melakukan tindakan medik yang memang diperlukan dan menurunkan Length of Stay
(LoS). Dengan demikian over utilization dapat dicegah.

Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s) Di Indonesia, metode pembayaran


prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun
2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan
mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/ biaya perawatan
yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. Sistem
casemix saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di negara-
negara maju dan sedang dikembangkan di negara-negara berkembang. Sejak
diimplementasikan nya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran
tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tariff INA-CBG’s Tahun 2013 dan tarif INA-CBG’s
Tahun 2014. Tarif INA-CBG’s mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/
kelompok rawat inap dan 288 kode grup/ kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding
dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/ tindakan.

Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan UNU


Grouper. UNU Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations
University (UNU). Dasar pengelompokan dalam INA-CBG’s menggunakan sistem kodifikasi
dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan
ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur.

Tarif INA-CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional Tarif INA-CBG’s yang


digunakan dalam program JKN per 1 Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan, dengan beberapa prinsip sebagai berikut: Pengelompokan tarif tujuh
kluster rumah sakit, yaitu:

1. Tarif Rumah Sakit Kelas A,


2. Tarif Rumah Sakit Kelas B,
3. Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan,
4. Tarif Rumah Sakit Kelas C,
5. Tarif Rumah Sakit Kelas D,
6. Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional,
7. Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional.

Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base


Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya pengeluaran rumah sakit.
Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit, maka digunakan Mean
Base Rate. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 regional yang didasarkan pada Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan.

Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA-CBG’s versi 4.0 untuk
kasus-kasus tertentu yang masuk dalam special casemix main group (CMG), meliputi;
Special Prosedure, Special Drugs. Special Investigation, Special Prosthesis Special Groups
Subacute dan Kronis. Top up pada special CMG tidak diberikan untuk seluruh kasus atau
kondisi, tetapi hanya diberikan pada kasus dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa
kasus atau kondisi dimana rasio antara tarif INA-CBG’s yang sudah dibuat berbeda cukup
besar dengan tarif rumah sakit.
Tidak ada perbedaan tarif antara rumah sakit umum dan khusus, disesuaikan dengan
penetapan kelas yang dimiliki untuk semua pelayanan di rumah sakit berdasarkan surat
keputusan penetapan kelas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Tarif INA-CBG’s merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya
rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis. Untuk Rumah
Sakit yang belum memiliki penetapan kelas, maka tarif INA CBG’s yang digunakan setara
dengan Tarif Rumah Sakit Kelas D sesuai regionalisasi masing-masing. Penghitungan tarif
INA-CBG’s berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data costing didapatkan
dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, jenis
rumah sakit maupun kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta dan 31 pemerintah),
meliputi seluruh data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang
sumber pembiayaannya dari program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya).

Data koding diperoleh dari data koding rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk penyusunan
tarif JKN digunakan data costing 137 rumah sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data
koding (kasus). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang
Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional tarif
iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp. 80.000 untuk kelas I, Rp. 51.000 untuk kelas II, dan Rp.
25.500 untuk kelas III.

Menurut Muramatsu (1992), seperti yang dikutip Suningsih (2003), faktor faktor yang
mempengaruhi biaya rawat inap adalah faktor rumah sakit, faktor pasien, dan faktor kasus
(casemix). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya rumah sakit tersebut adalah
karakteristik pasien (umur dan jenis kelamin), tindakan medis (bedah), ama hari rawat,
penyakit penyerta dan penyakit penyulit, tingkat keahlian dokter, kelas perawatan dan
utilisasi fasilitas. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriyati, Didik dan
Arief (2016) dengan meneliti 5 faktor yaitu jenis rumah sakit, kelas perawatan, penngunaan
ICU, tingkat keparahan dan lama perawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan positif dengan tarif RS dan secara statistik signifikan adalah
penggunaan ICU dan lama perawatan.
Clinical Pathway

Definisi clinical pathway menurut Firmanda (2005) adalah suatu konsep perencanaan
pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan
hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan
pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan
tahapan pelayanan. Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga
kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar
asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien.

Firmanda (2005) mengatakan bahwa prinsip dalam dalam penyusunan clinical pathway,
memenuhi beberapa hal mendasar, seperti:

a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara integrasi dan berorientasi fokus
terhadap pasien serta berkesinambungan.

b. Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit terhadap pasien.

c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit
pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian untuk kasus rawat inap atau jam untuk kasus
kegawatdaruratan.

d. Mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terintegrasi dan
berkesinambungan ke dalam dokumen rekam medis.

e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway dicatat sebagai varians
dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.

f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis.

g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka


mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Feuth dan Claes (2008) mengemukakan bahwa ada 4 komponen utama clinical
pathway, yaitu meliputi: kerangka waktu, kategori asuhan, kriteria hasil dan pencatatan
varian. Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau
berdasarkan tahapan pelayanan seperti: fase pre-operasi, intra operasi dan pasca-operasi.
Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang
diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan pada jangka
waktu tertentu. Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang yaitu menggambarkan kriteria hasil dari
keseluruhan asuhan dan jangka pendek, yaitu menggambarkan kriteria hasil pada setiap
tahapan pelayanan pada jangka waktu tertentu. Lembaran varian mencatat dan menganalisis
deviasi dari standar yang ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak
sesuai dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar
varian.

Langkah-langkah penyusunan format clinical pathway memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Komponen yang mencakup definisi dari clinical pathway.

b. Memanfaatkan data yang ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat yaitu data
laporan morbiditas pasien yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan buku petunjuk
pengisian, pengolahan dan penyajian data rumah sakit dan sensus harian untuk penetapan
topik clinical pathway yang akan dibuat dan lama hari rawat.

c. Variabel tindakan dan obat-obatan mengacu kepada standar pelayanan medis, standar
prosedur operasional dan daftar standar formularium yang telah ada di rumah sakit.

Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Indonesian-Case Based Groups (Ina-CBG’s)


Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi
seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seluruh rakyat wajib
menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup
seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan. Sistem Jaminan Sosial
Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Implementasi program ini diharapkan bahwa seluruh rakyat pensiun. Indonesia dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami
kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau Wujud sistem kendali mutu dan
sistem pembayaran pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan model Indonesian-
Case Based Groups atau disingkat Ina CBG’s.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan bahwa Ina-CBG’s adalah besaran pembayaran
klaim oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.

Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat
(1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan
transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN
(Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai
serta hak dan kewajiban.

Undang-Undang ini membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sosial. dan
BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknyadua BPJS ini diharapkan secara
bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan Dalam Lampiran
Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 tersebut dicantumkan secara rinci 288 kode untuk rawat
jalan dan 789 kode untuk rawat inap.

Tarip Ina-CBG’s dibagi berdasarkan lima regional dimana untuk Daerah Yogyakarta
dan Jawa Tengah masuk pada regional I. Selain itu dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
Fasilitas Kesehatan, yaitu Rumah Sakit: Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas D, dengan
variasi tarip yang berlaku adalah: Tarip Kelas VIP, Tarip Kelas I, Tarip Kelas II dan Tarip
Kelas III. Yang menarik dari Tarip Ina-CBG’s adalah menerapkan tarip kapitasi pada
pelayanan tertentu, seperti pada pelayanan pasien rawat jalan. Tarif Kapitasi menurut Pasal 1
angka 1 Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 adalah besaran pembayaran per-bulan yang
dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah
pelayanan kesehatan yang diberikan Tarif Kapitasi tersebut merupakan rentang nilai yang
besarannya untuk setiap Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama ditetapkan berdasarkan seleksi
dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan.

Daftar Pustaka

Amalia, Rizky., 2020. Analisis Penerapan Indonesia Case Based Groups (Ina‐
Cbg’s) Dalam Pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Kabupaten Pelalawan. Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau

Ayu, Pujiyanto., 2014, Analisis Perbandingan Antara Biaya Pelayanan Pasien Rawat Jalan
dan Rawat inap berdasarkan tarif Rumah sakit dengan Tarif INA- CBG Pada Program
Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Zahirah Bulan Pelayanan Januari hingga Mei 2014,
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan
Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang standar
Tarif Jaminan Kesehatan Nasional

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)

Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai