Anda di halaman 1dari 8

PRAKTEK GOVERNANCE SEKTOR

PUBLIK Di
INDONESIA

SITI FADILAH
14020122410010
Collaborative Governance
dalam Advokasi Kebijakan Pencegahan Stunting di Kota Semarang
Pengantar

1. Agenda pembangunan sumber daya manusia


berkualitas merupakan pilar bagi pencapaian Visi 04
Indonesia 2045 yaitu manusia Indonesia yang02 4. Prevalensi stunting dalam 10 tahun terakhir (Putra, 2018)
memiliki kecerdasan tinggi, menjunjung tinggi menunjukkan bahwa stunting merupakan salah satu masalah gizi
pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi terbesar pada balita di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
nilai-nilai etika. 03(Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% balita menderita stunting dan
01 29.9% baduta pendek dan sangat pendek – yang apabila dilakukan
2. Namun, saat ini SDM di Indonesia masih belum
memliki kualitas yang dapat mendukung laju intervensi yang tepat maka dapat mengoptimalkan potensi yang
pertumbuhan ekonomi secara maksimal. Hal ini dimiliki.
disebabkan oleh berbagai hal, dari masalah 5. Saat ini, angka kasus stunting di Jawa Tengah mencapai 20,9
pendidikan, kesejahteraan sosial, ketenagakerjaan, persen. Ada sekitar 540 ribu anak yang mengalami stunting di Jawa
kesehatan, dan lain sebagainya. Namun, pada Tengah (Budi Arista Romadhoni, 2022). Kota Semarang menjadi
tulisan ini akan berfokus pada peningkatan kualitas salah satu penyumbang angka stunting di Jawa Tengah. Menurut
SDM melalui bidang kesehatan khususnya isu catatan ada dua versi data angka stunting di Kota Semarang. Versi
stunting. pertama menurut operasi timbang, angka stunting di Kota Semarang
3. World Health Organization (WHO) pernah adalah 3,10 persen atau 1.367 dari 44.058 anak. Versi kedua menurut
menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga hasil survei SSGI yaitu 21,3 persen atau 65 dari 306 anak
dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia (Kurniawan, 2022). Dari catatan ini dapat disimpulkan bahwa angka
pada 2017. Berdasarkan hasil SSGI tahun 2021 stunting di Kota Semarang dapat dikatakan tinggi karena masih diatas
angka stunting secara nasional mengalami standar WHO yaitu dibawah 20%.
penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27.7 6. Berdasarkan fakta tersebut pemerintah telah menetapkan Dalam
persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan 2024, stunting yang menurut data SSGI 2021 berada di angka
penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 prevalensi 24,4 persen, ditargetkan turun menjadi 14 persen pada
provinsi yang menunjukkan kenaikan. tahun 2024.
Collaborative Governance merupakan cara pengelolaan pemerintahan yang melibatkan
secara langsung stakeholder di luar pemerintahan, berorientasi pada konsensus dan
musyawaroh dalam proses pengambilan keputusan kolektif,yang bertujuan untuk
membuat atau melaksanakan kebijakan publik serta program-program publik (Ansell dan
Gash, 2008)

Collaborative Kolaborasi adalah analisis dari proses tata kelola dengan sudut pandang pada jaringan
sosial. Model tata kelola kolaboratif mengharuskan seluruh pemangku kepentingan
terlibat dalam dialog, dimana para pemangku kepentingan ini mewakili diri mereka sendiri

Governance ? dalam mengungkapkan kepentingannya (Booher dan Innes, 2002). Collaboration


merupakan bentuk aktivitas bersama oleh dua institusi atau lebih yang bekerja sama
ditujukan untuk meningkatkan public value ketimbang bekerja sendiri-sendiri (Retno Sunu
Astuti et.al., 2020).

Dalam penelitian ini collaborative governance dimaknai sebagai proses kolektif dimana
setiap stakeholder memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan dan memiliki
kesempatan yang sama untuk merefleksikan aspirasinya dalam proses tersebut, artinya
collaborative governance dalam advokasi pencegahan stunting adalah proses kerjasama
kolektif dari berbagai stakeholders bertujuan untuk menekan angka stunting.
Hasil dan Diskusi

Gambar 1.01 Faktor-faktor yang menyebabkan stunting (sumber dari WHO)

World Health Organization (WHO) adalah organisasi internasional yang fokus pada
isu kesehatan dunia, tak terkecuali permasalahan malnutrition yang dapat
menyebabkan stunting pada balita. Baru-baru ini WHO merilis data jumlah orang
yang terkena dampak kelaparan secara global naik menjadi sebanyak 828 juta pada
tahun 2021, meningkat sekitar 46 juta sejak 2020 dan 150 juta sejak pecahnya
pandemi COVID-19 (1), menurut laporan PBB yang menyediakan bukti baru bahwa
dunia semakin menjauh dari tujuannya untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan
pangan, dan malnutrisi dalam segala bentuknya pada tahun 2030 (WHO, 2022).
WHO menjelaskan malnutrition adalah suatu kondisi fisiologis abnormal yang
disebabkan oleh asupan makronutrien dan/atau mikronutrien yang tidak memadai,
tidak seimbang atau berlebihan. Malnutrisi termasuk kekurangan gizi (anak stunting,
kekurangan vitamin dan mineral) serta kelebihan berat badan dan obesitas. Menurut
Direktur WHO, “Setiap tahun, 11 juta orang meninggal karena pola makan yang
tidak sehat. Naiknya harga pangan memperburuk kondisi yang ada.
WHO mendukung upaya negara-negara untuk meningkatkan sistem pangan melalui
pajak makanan yang tidak sehat dan mensubsidi pilihan yang sehat, melindungi
anak-anak dari pemasaran yang berbahaya, dan memastikan label nutrisi yang
jelas. Kita harus bekerja sama untuk mencapai target nutrisi global 2030,
memerangi kelaparan dan kekurangan gizi, dan memastikan bahwa makanan
adalah sumber kesehatan bagi semua”. Stunting berdampak negatif bagi anak
perkembangan fisik dan mental. Anak-anak yang kerdil cenderung mencapai skor
kecerdasan yang lebih rendah dan rentan terhadap penyakit infeksi. Pada
kehidupan dewasa, mereka berada pada risiko yang lebih tinggi penyakit kronis
seperti diabetes, penyakit jantung, dan beberapa kanker.
Collaborative Governance (Penta Helix)
dalam Advokasi Kebijakan
Pencegahan Stunting di Kota Semarang
Non-Government
Pemerintah Organization (NGOs)
Organisasi Privat Akademisi Media
Tingginya partisipasi 1. Unsur yang termasuk
1. Unsur pemerintah Peran NGOs di- Akses masyarakat
akademisi adalah mereka
dalam mendorong orangtua tak terkecuali
lakukan oleh Kader yang fokus pada isu kese-
terhadap media yang
pencegahan stunting di wanita dalam dunia kerja hatan. Dalam pencegahan
kota Semarang dilakukan
Pemberdayaan menyebabkan sebagian It has poor predictive capacity. There
tinggi
stunting Ikatan Dokter Anak is peran
membuat
The theory is based on an dari mereka tidak memiliki
oleh Dinas Kesehatan
Masyarakat Desa Indonesia (IDAI), ahli Gizi se-
no empirical proof. for example,media sangat efektif
for its
Kota Semarang yang (KPMD) yang bertu- cukup waktu dalam mem- cara serentak bersama
untuk membangun
oversimplification
dibantu oleh Puskesmas gas membantu of men-human perhatikan pola tumbuh prediction that government functions
masyarakat telah melakukan
pemahaman di kalan-
deklarasi untuk percepatan
psychology sukseskan
di masing-masing and behaviour
kegiatan that does
kembang anaknya. Hal penurunan angka stunting di
tersebut semakin mem- will grow inexorably because ganof the
masyarakat
Indonesia. Deklarasi tersebut
men-
kecamatan. Peran posyandu dan mem-
pemerintah sebagai not accord with reality.
berikan dukungan
perburuk kondisi stunting
competitive
disampaikan
dynamics of
genai pentingnya
oleh
democratic
akademisi dan praktisi kese-
para
asupan gizi seimbang

1 2
regulator dan penyelaras karena kurangnya asupan
psikologis kepada hatan melalui seminar atau
program. Sedangkan
masyarakat khusus-
gizi pada anak. Seharus-
nya, organisasi privat da-
systems of representation.
orasi ilmiah lainnyaselama 1000 hari ke-
puskesmas melalui lahiran anak. Media
2. Tendik PAUD Peran dari tendik
kegiatan posyandu yang nya para orangtua un- pat memberikan waktu PAUD dapat dilakukan dengan
dalam hal ini berupa
dilakukan oleh bidan tuk semangat dalam ekstra bagi para orangtua melakukan pendampingan dan

3 4
media cetak, online,
desa akan melakukan menjaga asupan
Heavily influenced by US
sehingga mereka memiliki
experiences,
cukup waktu dalam mem-
It is explicitly normative.TV,For
konseling kepada para orang-
dan Radio. Media
tua tentang tumbuh kembang
tugas advokasi dan
makanan bergizi se- persiapkan kebutuhan gizi example, regardless analysis
anak mereka. Informasi dari
of
juga melalukan moni-
sosialisasi langsung
relying, onimbang
kepada masyarakat
a pattern
kepadaof partisan anaknya sebelum bekerja. tekdik PAUD diharapkan dapat
torng dan sosialisasi
tentang tata cara baduta dan balita se-
electoral competition between two lakukan akibat adanya
Namun, hal ini sulit di- 'positive' and 'value-free' seeks,
memicu para orangtua agar
lebih memperhatikan asupan in
kebijakan pemerintah
voters to choosebeban kerja karyawan effect, to promote a particular vision
lama 1000 hari sejak gizi yang diberikan kepada
pencegahan stunting. dalam upaya pence-
parties that forces
2. Selain itu aparat dan kelahirannya.
anak mereka guna mendukung
gahan stunting di In-
kepala desa juga
between two clearly definable
yang dituntut untuk hadir of orthodox liberalism (also called
tumbuh kembangnya.
3. Sanitarian,Faktor kebersilahan
berperan penting dalam tepat waktu, ditambah donesia.
menyiapkan konvergensi alternatives terkadang harus lembur. neo-conservatism or nea-
dan sanitasi merupakan salah
satu penyebab stunting. Oleh
pencegahan stunting liberalism)
karena itu, peran sanitarian di-
harapkan mampu membantu
melalui anggaran desa.
masyarakat untuk memper-
hatikan kebersilan lingkungan
rumah mereka.
KESIMPULAN It’s possible that public
policy
Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan
become policy
penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi science???
yang menunjukkan kenaikan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa implementasi dari kebijakan pemerintah
mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia
telah memberi hasil yang cukup baik. Saat ini, Prevalensi
stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar
(35%), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%),
Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%).
Meskipun mengalami tren penurunan, namun
berdasarkan standar WHO, angka prevalensi stunting di
atas 20 persen tersebut sudah termasuk ke permasalahan
yang kronis sehingga masalah stunting masih perlu
mendapatkan perhatian ekstra dalam penanganannya.
Hal ini menunjukan bahwa praktek collaborative
governance dalam pencegahan stunting berjalan dengan
baik. Meskipun tidak semua stakeholders berkontribusi
positif dalam upaya pencegahan stunting seperti
organisasi privat dan media massa.
Mengapa Public Governance Di Indonesia
masih berada pada 1.0?
karakteristik birokrasi Indonesia saat ini pada dasarnya masih berada pada level
Governance 1.0 yang ditandai dengan orientasi politik yang masih tinggi, tumpang
tindih berbagai program dan kegiatan antar instansi, dan berbagai proses bisnis yang
manual dan terfragmentasi. 
Dalam konteks birokrasi di Indonesia, saat ini terlihat dengan jelas bahwa orientasi
pelayanan publik masih belum berjalan maksimal karena berbagai faktor yang perlu
dibenahi, serta menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk terus meningkatkan
efisiensi sektor publiknya (Wicaksono et al., 2019; Islah, 2018).
Pertama, Masalah korupsi di birokrasi telah menjadi bagian dari feodalisme yang
masih terpelihara dalam sistem birokrasi, karena berbagai keputusan publik yang
diambil melalui birokrasi pemerintahan tidak pernah lepas dari pola topdown (Hasan,
2012). Kedua, Banyaknya penyuapan yang melibatkan pejabat politik dan pejabat
birokrasi menjadi ancaman nyata terhadap nilai budaya luhur bangsa karena
bertentangan dengan tujuan negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat (Azhary, 2019). Ketiga, masih dominannya patologi birokrasi yang berbelit-
belit dalam pelayanan publik dan belum mampu diminimalisir secara optimal.
Sehingga, pemahaman secara holistik dan komprehensif oleh aparatur birokrasi
terhadap pola hubungan korupsi yang sering terjadi diyakini menjadi penting agar
dapat meminimalisasir terjadinya tindak korupsi di sektor pelayanan publik (Hadi,
2016). Selain itu, ketidakmampuan birokrasi dalam mendukung terciptanya era society
5.0 juga merupakan dinamika yang begitu kompleks di Indonesia (Kumorotomo, 2019;
Sugiono, 2020). Hal ini dikarenakan di era Society 5.0 birokrasi di Indonesia harus
mampu memahami berbagai pemanfaatan big data sebagai sumber informasi yang
didukung oleh teknologi dan kesiapan para aktor dalam proses pembuatan kebijakan
serta juga harus memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan lainnya bagi masyarakat
(Rahmanto et al., 2021).
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai