Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015 hingga 2019 difokuskan
pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,
penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular serta
pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat ini
salah satunya ialah penurunan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi prioritas
pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok (Kemenkes RI,
2018).
Menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek
berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari 2 standar deviasi
(SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel
akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang
terjadi dalam 1000 HPK. Stunting adalah masalah kekurangan gizi yang kronis
dikarenakan kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga
berakibat gangguan pertumbuhan pada anak dimana tinggi badan anak lebih rendah
dari standar usianya (Rachmawati & Susanto Putri, 2021).
Faktor penyebab stunting ada dua yaitu faktor penyebab langsung pertama
adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi prinsip gizi seimbang. Faktor
penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang terkait dengan tingginya
kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk mewujudkan
hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Upaya yang dilakukan untuk balita, menyelenggarakan kegiatan pemberian makanan
tambahan atau pemberian MP-ASI (Kemenkes RI, 2018).
Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 dan UU Pangan No 18
Tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan, maka ketahanan pangan merupakan kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan
yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan konsumsi pangan
yang cukup merupakan syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga.
Ketidaktahanan pangan dapat digambarkan dari perubahan konsumsi pangan yang
mengarah pada penurunan kuantitas dan kualitas termasuk perubahan frekuensi
konsumsi makanan pokok. Ketahanan pangan keluarga erat hubungannya dengan
ketersediaan pangan yang merupakan salah satu faktor atau penyebab tidak langsung
yang berpengaruh pada status gizi anak. Gizi buruk menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan pada balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya
atau disebut dengan balita pendek atau stunting
Mengacu pada laporan WHO, sekitar 149,2 juta atau 22% anak di bawah
usia 5 tahun di seluruh dunia diperkirakan mengalami stunting pada tahun 2020
silam. Angka ini menurun sebesar 27% di bandingkan dua dekade lalu di tahun 2000.
Jika ditilik berdasarkan regional, Afrika merupakan wilayah dengan
prevalensi tertinggi di tahun 2020 dengan persentase mencapai 31,7% menurut data
WHO. Diikuti oleh wilayah Asia Tenggara dengan prevalensi stunting mencapai
30,1% dan wilayah Mediterania Timur dengan 26,2%.
Melansir dari situs web World Bank, Burundi diketahui merupakan negara
dengan prevalensi stunting tertinggi di dunia pada tahun 2020(50,9%). Negara lain
yang berada di peringkat tertinggi pada tahun 2020 adalah Eritrea (49.1%) dan Timor
Leste (48.8%).
Timor Leste berada di posisi pertama di Asia Tenggara dengan tingkat
prevalensi stunting balita mencapai 48,8%. Indonesia menjadi negara dengan
prevalensi stunting tertinggi kedua setelah Timor Leste. Berdasarkan laporan Bank
Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), tingkat prevalensinya
mencapai 31,8% pada tahun 2020. Sementara, Laos berada di peringkat ketiga
dengan prevalensi 30,2%. Disusul oleh Kamboja dengan 29,9%, Filipina 28,7%,
Myanmar 25,2%, dan Vietnam 22,3%.
Menurut data stunting, bayi Indonesia ketika lahir sebanyak 23% anak
tersebut sudah dalam kondisi pada stunted. Panjang badan mereka di bawah 48%.
Sementara itu, sisanya sebanyak 77% berada dalam kondisi stunted sesudah lahir.
Untuk itu, pemerintah berusaha membuat intervensi, yaitu sebelum dan sesudah
kelahiran anak.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan,
Prevalensi Stunting balita di Indonesia mencapai 21,6% pada tahun 2022. Angka ini
turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya.
Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menempati posisi teratas dengan
angka balita stunting sebesar 35,3%. Meski masih bertengger di posisi puncak,
namun prevalensi balita stunting di NTT menurun dari tahun 2021 yang sebesar
37,8%. Selanjutnya, Sulawesi Barat di peringkat kedua dengan prevalensi
balita stunting sebesar 35%. Lalu, Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat memiliki
prevalensi balita stunting masing-masing sebesar 34,6% dan 32,7%. Untuk Sumatera
Utara berada di peringkat 19 sebesar 21.1 %
Kota Tapanuli Selatan merupakan wilayah dengan prevalensi stunting balita
tertinggi di Sumatera Utara pada tahun 2022, yakni mencapai 39,4%. Angka ini
melonjak 8,6 poin dari tahun 2021 yang sebesar 30,8%. Kabupaten Padang Lawas
menempati peringkat kedua di Sumatera Utara dengan prevalensi stunting balita
sebesar 35,8%. Kemudian disusul oleh Kabupaten Mandailing Natal dengan
prevalensi balita stunting 34,2%. Sedangkan untuk Kabupaten Langkat menempati
peringkat 24 dari 33 Kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan18,6%.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini, rumusan masalah yang di kemukakan adalah
seperti berikut :
1. Bagaimana peran serta SDM dari petugas KESPRO dalam membantu
menurunan angka stunting.
2. Bagaimana hubungan program KESPRO dengan inovasi GEMPITA dan
CETAR dengan penurunan angka stunting.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN MAKALAH


Melalui penulisan makalah ini akan dapat mencapai tujuan-tujuan seperti
berikut :
1. Mengetahui bagaimana peran serta SDM dari petugas KESPRO dengan
penurunan angka stunting.
2. Mengetahui apa saja kegiatan program KESPRO yang berkaitan dapat
membantu menurunkan angka stunting.
3. Mengetahui bagaimana terobosan petugas KESPRO dalam mewujudkan
program KESPRO di wilayah kerja UPT. Puskesmas Pantai Cermin.
4. Mengetahui sampai dimana tingkat keberhasilan program KESPRO dalam upaya
membantu menurunkan angka stuning di wilayah kerja UPT. Puskesmas Pantai
Cermin.

Anda mungkin juga menyukai