DAFTAR ISI....................................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................1
1. Latar Belakang......................................................................................4
2. Tujuan...................................................................................................4
3. Manfaat.................................................................................................4
BAB 2. GAGASAN .........................................................................................4
1. Pemicu Gagasan....................................................................................5
2. Solusi Terkait Permasalahan.................................................................6
3. Pihak Pihak yang Dipertimbangkan Dapat Membantu........................6
4. Langkah Langkah Strategis dan Timeline............................................6
BAB 3. KESIMPULAN ..................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................9
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota dan Biodata Dosen Pendamping...........12
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Penyusun dan Pembagian Tugas..........18
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Tim.........................................................19
i
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat
kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di
masa dewasanya. Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan
berkontribusi pada berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB)
setiap tahunnya (Candra, 2022).
Stunting didefinisikan sebagai kondisi status gizi balita yang memiliki
panjang atau tinggi badan yang tergolong kurang jika dibandingkan dengan
umur. Pengukuran dilakukan menggunakan standar petumbuhan anak dari
WHO, yaitu dengan interpretasi stunting jika lebih dari minus dua standar
deviasi median. Balita stunting dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. Umumnya berbagai penyebab ini
berlangsung dalam jangka waktu lama (kronik) (Kemenkes, 2018).
Masalah malnutrisi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang
belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini terbukti dari data-
data survei dan penelitian seperti Riset Kesehatan Dasar 2018 yang
menyatakan bahwa prevalensi stunting severe (sangat pendek) di Indonesia
adalah 19,3%, lebih tinggi dibanding tehun 2013 (19,2%) dan tahun 2007
(18%). Bila dilihat prevalensi stunting secara keseluruhan baik yang mild
maupun severe (pendek dan sangat pendek), maka prevalensinya sebesar
30,8% (Riskesdas, 2018).
Sedangkan menurut WHO pada tahun 2018 prevalensi stunting pada
balita di dunia sebesar 22% (WHO, 2019). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dibanding
prevalesni stunting di dunia. Merujuk data prevalensi balita stunting yang
dilaporkan oleh WHO dari tahun 2005 sampai dengan 2017, rata-rata
prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 36,4%. Hal ini menjadikan
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
regional asia Tenggara (Kemenkes, 2018).
Angka prevalensi stunting provinsi NTB tahun 2021 berdasarkan data
SSGI menunjukkan angka yang cukup tinggi dengan persentase 31,4%.
Berdasarkan data surveilans gizi melalui e-ppgbm pengukuran bulan
Agustus 2022 untuk Provinsi NTB, didapatkan angka prevalensi sebesar
16,99%. Dua data tersebut masih di atas stundar nasional yaitu sebesar 14%.
Kabupaten/kota yang angka prevalensi diatas 16,99% berdasarkan data e-
ppgbm tahun 2022 diantaranya, Kabupaten Lombok Utara dengan 22,94%,
Kabupaten Lombok Tengah dengan 20,81%, Kabupaten Lombok Barat
dengan 18,69%, Kabupaten Lombok Timur dengan 17,63%, dan Kota
2
pengetahuan ibu, adanya kesalahan dalam pola asuh, sanitasi yang kurang
memadai dan belum memadainya pelayanan kesehatan serta masyarakat
belum menyadari jika anak pendek merupakan masalah (Mitra, 2015). Hal
ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Media (2021),
menerangkan bahwa masih terbatasnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya untuk menjaga kesehatan ibu dan janin
yang di kandung, terutama pada periode 1000 hari pertama kehidupan.
Sebagian masyarakat belum memahami pentingnya untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak yang berada dalam kandungan, sehingga kepedulian
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan makanan yang sehat dan bergizi
selama kehamilan juga relatif kurang. Disamping itu, sebagian ibu hamil
masih beranggapan kebutuhan asupan makanan pada periode kehamilan
tidak jauh berbeda dengan sebelum hamil, dan ketika ada ibu hamil yang
mengalami susah makan selama kehamilan dianggap hal yang biasa dan
tidak perlu dikuatirkan.
Melihat kondisi saat ini, dibutuhkan peran serta bersama dalam
menyikapi masalah stunting. Peran dan aksi nyata semua pihak sangat
berarti untuk menurunkan angka kejadian stunting di daerah. Terutama
peran lintas sektor baik pemerintah, swasta, masyarakat, dunia usaha,
maupun lembaga non government dengan pendekatan kearifan lokal yang
mudah diterima oleh masyarakat. Kearifan lokal sering dikonsepsikan
sebagai kebijakan setempat, pengetahuan setempat, atau kecerdasan
setempat. Diketahui bahwa budaya atau keatifan lokal memiliki peran
penting pada kejadian stunting pada anak (Rizki, 2016). Pemanfaatan buaya
lokal memberikan manfaat penting dalam percepatan stunting dengan
pemenuhan gizi anak. Intervensi penggunaan buaya pangan lokal sebagai
makanan pengganti ASI memberikan hasil positif dalam pencegahan
stunting pada anak (Tonga, 2022).
Beberapa sektor yang masih belum optimal diberdayakan, semisal
peran Pondok Pesantren dan para Tuan Guru maupun tokoh agama lain
yang memiliki jamaah dan karismatik dalam memberikan arahan maupun
contoh kepada masyarakat. Faktor kharisma kyai merupakan salah satu
sumber kekuatan dalam menciptakan pengaruh di dalam masyarakat yang
masih berpusat dalam budaya paternalistik. Kemampuan kyai untuk
menjawab semua persoalan masyarakat baik yang bersifat individual
maupun komunal menyebabkan masyarakat sangat yakin terhadap
penyelesaian yang dilakukan oleh seoarang kiyai (Khanif, 2011).
Pengaruh dan peran aktif tokoh agama seperti kiyai dan tuan guru
sangat diperlukan dalam percepatan penurunan angka stunting. Hal ini
dikarenakan kyai memiliki peran dalam masyarakat tradisonal yakni sebagai
agent of change, maka cepat ataupun lambatnya perkembangan masyarakat
tradisional sangat dipengaruhi juga oleh kyai. Dengan melihat kesakralan
4
sosok dari kiyai, maka apapun yang dikehendaki atau diperintahkan oleh
kiyai seolah-olah menjadi sebuah sabda yang harus diikuti oleh masyarakat
tradisional karena mereka menganggap pasti sesuai dengan syariat islam
(Darwis N, 2017).
Keberadaan Kiyai/Tuan Guru dan Pondok Pesantren di tengah
masyarakat menjadi sebuah tokoh sentral/panutan patut untuk
dipertimbangkan sebagai upaya pencegahan stunting dari hulu. Faktor
kharisma dari seorang kyai/tuan guru merupakan salah satu sumber
kekuatan dalam menciptakan pengaruh di dalam masyarakat. Maka cepat
ataupun lambatnya perkembangan masyarakat sangat dipengaruhi juga oleh
Kyai/Tuan Guru. Kondisi sosial di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang
mayoritas muslim, ditambah dengan keberadaan pondok pesantren setiap
desa/kelurahan, yang menjadikan pondok pesantren dapat menyentuh/
menjangkau semua kalangan dan level masyarakat.
Jika peran lintas sektor disenergikan, hal ini merupakan menjadi
sebuah peluang dalam upaya percepatan penurunan angka stunting.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dibuatkan strategi yang akan
berfokus pada upaya pencegahan stunting dari hulu dengan pendekatan
kearifan lokal setempat. Hal ini dapat dilakukan dengan HIT Plus (Holistik,
Integratif, Tematik Plus), yaitu mengintegrasikan intervensi spesifik dengan
sensitif pada kegiatan aplikatif satgas stunting seperti Audit Kasus Stutning,
Mini Lokakarya Kecamatan, Rembuk Stunting, ELSIMIL, TPK, serta Plus
Orang Tua Asuh dan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dahsat) ditengah
masyarakat dengan tujuan akhir mencegah terjadinya stunting di Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
2. Tujuan
Mewujudkan sebuah strategi HIT Plus (Holistik, Integratif, Tematik
Plus) untuk menciptakan peluang dalam upaya percepatan penurunan
stunting
3. Manfaat
Menjadi peluang dalam upaya percepatan penurunan angka stunting
BAB 2. GAGASAN
1. Pemicu Gagasan
Dewasa ini kita ketahui bahwa Stunting disebabkan oleh faktor multi
dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami
oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan
untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita (TNP2K, 2017).
Arah dan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan percepatan
penurunan stunting mengacu pada tujuan Strategi Nasional Percepatan
Penurunan Stunting sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun
5
Kabupaten/Kota
Pemangku Kepentingan
Lintas Sektor
Kecamatan
Dusun resiko tinggi
Kelurahan/ Desa
Ketersediaan Program
Pemangku Kepentingan
Lintas Sektor
7
BAB 3. KESIMPULAN
Upaya yang dilakukan dalam penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh salah satu pihak saja, namun dibutuhkan komitmen dan aksi nyata dari semua
pihak. Baik dari segi aturan pemerintah maupun regulasi yang mengatur teknis
pelaksanaanya. Peran dari swasta, donor, masyarakat madani, individu dan
kelompok masyarakat juga sangat penting, sehingga tercipta upaya bersama
dalam pencegahan stunting.
DAFTAR PUSTAKA
Audrey HM, Candra A. Hubungan Antara Status Anemia Ibu Hamil Trimester Iii
Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas
Halmahera, Semarang. J Kedokt DIPONEGORO. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/vie w/14458/13988
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2021. Panduan Satuan
Tugas Percepatan Penurunan Stunting Untuk Mendukung Percepatan
Penurunan Stnting Daerah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2018. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
BKKBN. (2021). BUKU PINTAR STUNTING - JILID 1. Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencan Nasioanl.
Candra A, Puruhita N, JS. Risk Factors Of Stunting Among 1-2 Years Old
Children In Semarang City. Medical bulletin. MEDIA Med Indones
[Internet]. 2011 Available
from:https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/vi ew/3254
Candra A., Nugraheni N., Hubungan Asupan Mikronutrien Dengan Nafsu Makan
Dan Tinggi Badan Balita," Jnh (Journal Of Nutrition And Health), Vol.
3, No. 2, Aug. 2015.
Candra, A. (2022). EPIDEMIOLOGI STUNTING (Vol. 1). Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang .
Danaei, G., Andrews, K. G., Sudfeld, C. R., Fink, G., McCoy, D. C., Peet, E.,
Sania, A., Smith Fawzi, M. C., Ezzati, M., & Fawzi, W. W. (2016). Risk
Factors for Childhood Stunting in 137 Developing Countries: A
Comparative Risk Assessment Analysis at Global, Regional, and Country
10
Ilmu
1 May Hardianti Penulis pertama Gizi Melakukan
pengumpulan data
Pustaka
2 Muhammad Penulis kedua Farmasi Menyiapkan Draf
Rizal Januardi manuskrip
3 Nurul Jannah Penulis ketiga Farmasi Mengedit sesuai
format pedoman
4 Baiq Repika Penulis Terakhir Farmasi Pengarah dan
Nurul Furqan desain kegiatan
serta penyelaras
akhir manuskrip
20