Anda di halaman 1dari 3

PRESENT KEBIJAKAN STUNTING

2. Gizi Masyarakat.
Gizi lebih dan gizi kurang masih menjadi permasalahan di
Indonesia. Termasuk dalam kelompok gizi lebih adalah overweight
(obesitas) dan ekses mikronutrien (misalnya kelebihan natrium).
Kelompok gizi kurang antara lain underweight, wasting, stunting, dan
defisiensi mikronutrien.

Penurunan prevalensi wasting dan stunting pada balita


merupakan sasaran pokok RPJMN 2020-2024. Prevalensi wasting
pada balita telah menurun dari 12,1% tahun 2013 (Riskesdas 2013)
menjadi 10,2% tahun 2018 (Riskesdas 2018) dan pada tahun 2019
turun lagi menjadi 7,4% (SSGBI 2019). Juga telah terjadi penurunan
stunting dari 37,2% tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%
tahun 2018 (Riskesdas 2018), dan pada tahun 2019 telah turun lagi
menjadi 27,7% (SSGBI 2019). Sementara itu, juga telah terjadi
penurunan underweight pada balita dari 19,6% tahun 2013 (Riskesdas
2013) menjadi 17,7% tahun 2018 (Riskesdas 2018), dan pada tahun
2019 telah turun lagi menjadi 16,3 % (SSGBI 2019).

Upaya penurunan stunting tidak semata tugas sektor kesehatan


karena penyebabnya yang multidimensi, tetapi harus melalui aksi
multisektoral. Intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan,
sementara intervensi sensitif dilakukan oleh seluruh pemangku
kepentingan. Terdapat lima pilar penanganan stunting, yakni
komitmen politik, kampanye dan edukasi, konvergensi program, akses
pangan bergizi, dan monitoring progam.

Seperti halnya gizi balita, kasus Kurang Energi Kronis (KEK) pada
ibu hamil telah terjadi penurunan dari 24,2% tahun 2013 (Riskesdas
2013) menjadi 17,3% (Riskesdas 2018). Kondisi sebaliknya justru
ditunjukkan oleh kasus anemia ibu hamil di mana terjadi peningkatan
dari 37,1% (Riskesdas 2013) menjadi 48,9% (Riskesdas 2018). Setiap
tahun pemerintah telah menyediakan tablet tambah darah dengan
sasaran ibu hamil, dan penyediaan makanan tambahan untuk ibu
hamil KEK. Perlu dipertimbangkan strategi untuk memastikan agar
tablet tambah darah dan makanan tambahan dikonsumsi oleh ibu
hamil sasaran.

Dari jurnal
Consistent evidence suggests nonexclusive breastfeeding for the first
6 months, low household socio‐economic status, premature birth,
short birth length, and low maternal height and education are
particularly important child stunting determinants in Indonesia. 
Dari web kemenkes
Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut
stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau
pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan
(genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya
menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui,
genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya
bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya,
politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah
yang sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini
bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap
untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

Dari bulletin kemenkes

Upaya penurunan stunting tidak semata tugas sektor kesehatan


karena penyebabnya yang multidimensi, tetapi harus melalui aksi
multisektoral. Intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan,
sementara intervensi sensitif dilakukan oleh seluruh pemangku
kepentingan. Terdapat lima pilar penanganan stunting, yakni
komitmen politik, kampanye dan edukasi, konvergensi program, akses
pangan bergizi, dan monitoring progam.

Anda mungkin juga menyukai