Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Balita yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan menjadi sumber

daya manusia yang berkualitas dikemuadian hari, mereka akan menjadi sumber

daya manusia yang selain sehat, cerdas, kreatif, juga akan mampu berdaya saing.

Untuk mendapatkan hal tersebut maka persiapan sumber daya manusia haruslah

dilakukan sedini mungkin dan hal ini adalah merupakan tanggung jawab kita

bersama. Hampir di semua negara saat ini gizi masih merupakan permasalahan.

gizi ( ……….. ) menurut data yang bersumber dari Asian Develepment Bank

disebutkan bahwa stunting di Indonesia sebesar 31,8 % merupakan no 2 tertinggi

setelah Timur Leste.

Di Indonesia saat ini pemerintah telah melakukan pemantauan pertumbuhan

dan perkembangan semua balita yang ada melalui kegiatan Pos Yandunya dan dua

kali dalam setahun melakukan kegiatan yang dinamai dengan “ Bulan

penimbangan balita “ yang diadakan pada bulan februari dan agustus yang

dilakukan setiap tahun Kedua kegiatan tersebut dapat mengetahui kondisi

kesehatan balita termasuk mendeteksi permasalahan gizi seperti gizi lebih,

normal, stunting, wasting. Untuk mendapatkan data tentang stunting bisa didapat

dari hasil Riskesdas dan dari hasil penimbangan bulan balita yang diadakan dua

1
kali dalam setiap tahun,. Arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan

percepatan penyelesaian masalah stunting telah termuat dalam RPJMN 2020-

2024 yang mengamanatkan Stunting sebagai salah satu program prioritas nasional

yang prevalensina harus turun menjadi 14 % di tahun 2014 . ( RPJMN 2020-2024

Saat ini data tentang stunting berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menemukan tingkat stunting di Indonesia mencapai 30,81 %

dan ini menurun dari 37, 2% di tahun 2013. Walaupun menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) presentase stunting yang masih dapat ditolelir paling

banyak setidaknya hanya 20 persen saja. Kegiatan penimbangan bulan balita

yang diadakan pada bulan Februari dan Agustus setiap tahun pencatatannya sudah

mempergunakan sistem elektronik yang terkoneksi mulai dari pos yandu sampai

dengan kementrian Kesehatan, sistem ini disebut dengan EPPGBM. Data tersebut

selain dapat dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi program perbaikan gizi,

juga dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk merencanakan penurunan angka

stunting oleh lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Hal ini dapat tercapai

apabila didukung dengan tersedianya data yang valid dan dapat dipercaya. yang

ahirnya dapat mencapai tujuan untuk menurunkan angka stunting dan menjadikan

balita tumbuh dan berkembang dengan sehat. Untuk itu diperlukan sebuah konsep

terintegrasi berbasis bukti hal ini dapat diwujudkan ketika bayi sudah terdeteksi

pertama kali saat dilahirkan karena Berat Badan Lahir nya kurang dari 2500 gram

dan atau panjang badan lahirnya kurang dari 48 cm. Data tersebut saat ini sudah

tercatat dalam system yang dikenal dengan EPPGBM. Diharapkan bila sudah

2
terdeteksi dan tercatat terus-menerus pada bulan penimbangan berikutnya

berturut-turut selama 4 kali pengukuran maka diharapkan anak yang semula

terdeteksi dangan resiko stunting atau wasting tersebut dapat dimonitor dan

dievaluasi setelah mendapatkan intervensi baik berupa intervensi spesifik dan

……apakah sudah menjadi normal atau belum. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Samson B. at all,) yang diteliti di Nigria menunjukkan

bahwa selama 2 tahun pertama kehidupan, anak-anak memiliki kemungkinan

yang lebih besar untuk menderita stunting dan wasting. Sehingga apabila

dilakukan intervensi di masa ini dan dimonitor terus maka diharapkan akan

menjadi lebih baik. Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek

dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau

tinggi badan.(…..) Stunting juga sering disebut sebagai Retardasi Pertumbuhan

Linier (RPL) yang muncul pada dua sampai tiga tahun awal kehidupan dan

merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari asupan energi dan zat gizi yang

kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena dalam keadaan normal berat

badan seseorang akan berbanding lurus atau linier dengan tinggi badannya.

Status kesehatan dan gizi anak dapat dinilai melalui pemantauan tumbuh

kembang secara rutin (RGM). Hal ini memberikan peluang untuk implementasi

intervensi yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian balita, penyakit

menular dan malnutris(

Kegiatan rutin pemantauan tumbuh kembang akan terganggu dengan adanya

Pandemi Covid 19 yang diumumkan pada 11 Maret 2020 oleh badan kesehatan

dunia / World Health Organization (WHO) hal ini berdampak luas untuk semua

3
aspek kehidupan termasuk berlangsungnya kegiatan penimbangan di Pos Yandu

dan kegiatan pada saat bulan penimbangan balita akibat restriksi bepergian,

berkumpul dan kontak dengan individu. Pemerintah resmi mengeluarkan aturan

terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 3 di

seluruh wilayah Indonesia saat libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

Aturan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor

62 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Corona Virus Disease

2019 pada Saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru Tahun 2022 (Nataru) yang

salah satu pesannya adalah menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang lebih

ketat dengan pendekatan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai

sabun/hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari

kerumunan) dan 3T (testing, tracing, treatment), Walaupun hal tersebut dilakukan

untuk menghindari penyebaran infeksi dan kasus aktif yang meluas. Pengetatan

pergerakan dilakukan yang disebut dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan

Masyarakat (PPKM) pun tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi proses

monitoring dan evaluasi termasuk hasil penimbangan bulan balita.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, di tingkat

nasional jumlah baduta yang dikategorikan gizi buruk dan kurang mencapai

15,2% pendek 29,9% serta kurus dan sangat kurus 11,7%. Proporsi stunting ini

ternyata berbeda untuk setiap propinsi dan kabupaten /kota. Data di Propinsi Jawa

Barat dari Riskesda 2018 diketahui Panjang badan / umur Baduta umur 6-11 bulan

sangat pendek 9,45 %, pendek 9,19 % dan normal 81 36 % ( dengan jumah baduta

yg ditimbang sebesar 609 baduta ), untuk umur 12- 23 bulan sangat pendek 14,43

4
%, pendek 22,10 % , normal 63,47 % ( dengan jumlah baduta yg ditimbang

sebasar 1.130 baduta ) sehingga menurut Riskesda baduta stunting 6-11 bulan

sebesar 18,62% dan baduta umur 12- 23 bulan sebesar 36,53 %). Hasis survei

SSGBI Jawa Barat tahun 2019 didapatkan data prevalensi stunting 26,2 %

dengan angka prevalensi stunting tertinggi ada di kab Tasikmalaya prevalensi

stunting sebesar 34,97 %, Kabupaten Bogor 34,96 %, Kota Cimahi 34,29 %

Kabupaten Bandung Barat 32,12 % sementara yg terendah ada di Kota Depok

16,09 %, Kabupaten Kuningan 18,06 % dan Kota Bekasi 20,03%. Dengan

didapatkannya angka yang berbeda beda dari setiap kabupaten /kota sementara

kebijakan Stranas dan Rencana aksi Nasional (sebagaimana yang dimaksud pada

ayat 21 PP no … th … ) yang sudah memberikan arah dan Langkah yang sama

misalnya: (a) tersedianya data keluarga beresiko stunting; (b) pendampingan

keluarga beresiko stunting; (c) pendampingan semua calon pasangan usia subur;

(d) surveillance keluarga beresiko stunting; (e) audit kasus stunting. Hal ini harus

mendapat perhatian serius dari semua pihak termasuk otoritas, karena

pengaruhnya terhadap kualitas kesehatan sumber daya manusia, belum lagi

dengan jumlah bayi balita yang sangat besar jumlahnya. Di masa pandemi ini,

kelompok anak-anak dan remaja termasuk kelompok rentan yang akan mengalami

defisit konsumsi dan akhirnya akan berisiko mengalami kurang gizi. (lestari 2021,

) Organisasi kesehatan anak dunia / United Nation International Children’s j

Fund (UNICEF) pada tanggal 3 Juni 2020 melaporkan jumlah anak yang

mengalami kekurangan gizi termasuk stunting akibat pandemi yang meningkat

selain akan rentan diserang oleh berbagai penyakit hal ini tentu merupakan

5
kerugian ekonomi yang menurut World Bank dapat mencapai 2 hingga 3 persen

dari Produk Domestik Bruto (PDB) per-tahun dari suatu negara.

Upaya untuk menurunkan angka stunting dan upaya-upaya untuk

memperbaiki status gizi balita ini tentu akan berhasil apabila ada kejelasan dalam

sturktur dan system yang dipergunakannya. kejelasan Struktur seperti kejelasan

tujuan dilakukannya bulan penimbangan balita (memperbaiki angka stunting

untuk itu perlu kejelasan INPUT-PROCESS-OutPut seperti yang disarankan oleh

Donamedian) dan kejelasan sistemnya seperti ketersediaan peratuan-peraturan.

Kejelasan dilaksanakannya peraturan atau kebijakan atau pedoman yang mengatur

kegiatan-kegiatan yang mendukungnya, mulai dari tingkat pusat, propinsi,

kabupaten/kota, desa dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan percepatan

penurunan stunting.

Provinsi Jawa Barat mempunyai luas wilayah 35.377,76 Km 2 atau sekitar

1.85 % dari luas wilayah indonesia, provinsi jawa barat memiliki kondisi alam

dengan struktur geologi yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di

bagian tengah dan selatan serta dataran rendah di wilayah utara. Secara

administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam

27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor,

Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten

Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang,

Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten

Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota

6
Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok,

Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar, serta terdiri dari 627

kecamatan, 5.957 kelurahan dan desa. Jumlah Penduduk berdasarkan indikator

statistik BPS Jawa Barat edisi Desember 2020 sebanyak 49.935.858 jiwa. Adapun

berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 sebanyak 48.274.162 jiwa.

Berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk terbanyak terdapat di 5

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi,

Kabupaten Bandung, Kota Bekasi dan Kabupaten Garut. Jumlah Balita tahun

2020 ( 0- 4 th ) sejumlah 4.308.604 balita. ( laporan Dinkes tahun 2020 ).

Berdasarkan data BPS pertumbuhan perekonomian di Provinsi Jawa Barat pada

tahun 2020 secara kumulatif sampai Triwulan III 2020 terkontraksi 2,52% sebagai

dampak dari pandemic Covid-19 sehingga hal ini akan mempengaruhi pula

kemampuan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan asupan makanan.

Pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada tahun 2020 mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya tentunya sebagai dampak dari pandemic

Covid-19. Secara umum, pada periode September 2019 sampai dengan September

2020 garis kemiskinan di Jawa Barat mengalami kenaikan menjadi 8,43%

dengan kondisi seperti ini tentu akan mempengaruhi terhadap upaya-upaya

pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting, upaya ini dilakukan mulai dari

tingkat pelayanan primer yakni Puskesmas dan pelayanan sekunder dalam hal ini

adalah Rumah sakit, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009

tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 tahun 2018

menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau

7
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,

baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Jumlah Puskesmas di

Provinsi Jawa Barat tahun 2020 tercatat sebanyak 1.093 puskesmas, yang terdiri

dari 299 puskesmas rawat inap dan 794 Puskesmas non rawat inap. Pelayanan

Kesehatan dalam upaya Kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan Bersama-sama

dengan masyarakat seperti yang kita kenal dengan nam Pos Yandu, untuk tahun

2020 jumlah Pos yandu sebanyak 52.445 buah yang salah satu kegiatannya adalah

melakukan penimbangan berat badan dan tinggi badan balita, selain kegiatan

lainnya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,

kelompok, dan masyarakat. Kegiatan Jumlah keseluruhan tenaga bidang

kesehatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 sebanyak 129.115 orang dan tenaga

penunjang sebanyak 35.147 orang. Jumlah tenaga Kesehatan berdasarkan perjenis

tenaga kesehatan di Jawa Barat adalah tenaga perawat sebesar 55.467 orang,

kemudian bidan sebesar 25.263, sedangkan untuk tenaga keteknisan medis

terdapat sebanyak 2.648, dokter spesialis terdapat sebanyak 10.523 orang dan

dokter umum sebanyak 10.079, jumlah tenaga dokter spesialis lebih banyak dari

tenaga dokter umum karena adanya double entry pada pencatatan dokter spesialis.

Untuk tenaga gizi dan dokter gigi masing-masing sebanyak 2.469 orang dan 2.220

orang. Dua urutan terbawah jumlah tenaga kesehatan adalah tanaga keterafian

fisik sebanyak 1.251 orang dan Tenaga Kesehatan Lingkungan sebanyak 1.356

orang.demikian pula dengan jumlah tenaga kader kesehatan yang jumlahnya turun

8
naik, menurut peraturan untuk setiap pos yandu memerlukan 5 orang kader

sehingga apabila terdapat 52.445 posyandu maka akan terdapat 262.225 kader.

Upaya kesehatan anak termasuk upaya untuk menurunkan stunting diatur dalam

permenkes Nomor 25 Tahun 2014 bahwa setiap anak barhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, sehingga perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara terpadu,

menyeluruh, dan berkesinambungan. Besarnya sasaran balita serta luasnya

geografis serta tinggi rendahnya peran serta masyarakat akan mempengaruhi

kunjungan bayi dan balita untuk mendapatkan akses bayi terhadap pelayanan

kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila hasil penimbangan berat badan

dan pengukuran tinggi badan yang tidak sesuai dengan polanya untuk cepat

mendapat tindak lanjut sehingga diharapkan ada peningkatan kualitas hidup bayi

balita dengan stimulasi tumbuh kembang dengan demikian hak anak mendapatkan

kesehatan terpenuhi.kesehatan bayi dan balita harus selalu dipantau untuk

memastikan kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Pelayanan kesehatan

bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran

keberhasilan upaya peningkatan kesehatan,terutama pelayanan kesehatan pada

bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai dengan 11 bulan (Penapisan keluarga

terhadap bayi baru lahir sampai anak berusia 2 tahun).

Permasalahannya apakah semua kebijakan yang sudah disiapkan tersebut

dapat dilakukan seutuhnya oleh pelaksana di daerah?; Apakah semua balita yang

ada di daerah tersebut semuanya tercatat dan ditimbang setiap bulannya di Pos

Yandu atau di sarana Kesehatan lainnya dan hal yang sama apakah dilakukan

9
pada bulan penimbanagan balita yang diadakan dua kali dalam setahun yakni pada

bulan februari dan agustus?; Sehingga bagaimana besaran stunting pada saat

penimbangan bulan balita?; Bagaimana pula persepsi para penentu kebijakan dan

stakeholder lainnya tentang besaran stunting diwilayahnya?; Serta bagaimana para

pelaksanaan program Gizi dan KIA yang secara langsung menggawangi kegiatan

bulan penimbangan balita ini mempunyai persepsinya tentang monitoring

pertumbuhan balita?; Serta bagaimanakah sebaiknya konsep sistem monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran stunting yang didapat

berdasarkan data dari EPPGBM tahun 2020 dan tahun 2021, mengetahui

bagaimana persepsi para pelaksanan, penentu kebijakan dan stakeholder terhadap

hasil monitoring bulan penimbangan balita, Serta bagaimanakah sebaiknya

konsep sistem monitoring hasil kegiatan bulan penimbangan balita untuk

percepatan penurunan stunting.

Penelitian ini hanya melihat hasil penimbangan bulan balita dengan tidak

melihat factor klinis apa yang menyebankan stunting

.Note : Pendauhuluan merupakan sekilas pertanyaan penelitian, yang berisi tinjauan dari bab-bab
selanjutnya. Dalam pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

Latar belakang memuat masalah/fenomena yang akan diteliti serta pentingnya untuk diteliti.
Identifikasi masalah berisi sejumlah permasalahan penelitian yang dapat muncul sehubungan
dengan pemicu masalah penelitian.

Pembatatasan masalah (apabila diperlukan) dilkaukan agar fokus penelitian tidak kabur atau
meluas kareana keterbatasan waktu, biaya, tenaga, dan teori. Tujuan penelitian memuat sasaran
yang ingin dicapai dan mengacu pada rumusan masalah. Sedangkan Manfaat penelitian
memaparkan hasil penelitian secara teoritis dan praktis.

10
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang timbul pada

penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana magnitude stunting dan wasting pada baduta berdasarkan bulan

penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021?

2. Bagaimana persepsi Stakeholder tentang magnitude stunting dan wasting

berdasarkan bulan penimbangan balita di Propinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?

4. Bagaimana model konseptual sistem monitoring pertumbuhan perkembangan

bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting?

5. Bagaimana Model praktis monitoring pertumbuhan bayi dan balita di tingkat

masyarakat?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengevaluasi magnitude stunting dan wasting pada baduta berdasarkan bulan

penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021?

2. Mengevalusi persepsi Stakeholder tentang magnitude stunting dan wasting

berdasarkan bulan penimbangan balita di Propinsi Jawa Barat?

3. Mengevalus persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?

11
4. Mengevaluasi model konseptual sistem monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting?

5. Membuat Model praktis monitoring pertumbuhan bayi dan balita di tingkat

masyarakat?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. MANFAAT TEORITIS

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah untuk

menurunkan stunting berdasarkan magnitude stunting dan wasting pada balita

berdasarkan bulan penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021, diketahuinya

persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting, serta apakah

diperlukan model konseptual sistem monitoring pertumbuhan perkembangan bayi

dan balita untuk percepatan penurunan stunting , Membuat Model praktis

monitoring pertumbuhan bayi dan balita di tingkat masyarakat

1.4.2. MANFAAT PRAKTIS

Melalui penelitian ini, diharapkan adanya model monitoring dan evaluasi

penimbnagan bulan balita untuk menurunkan angka stunting.

DATA DAN METODE

Data yang dipergunakan adalah menggunakan data RISKESDAS 2018 dan

data EPPGBM 2020. Pemilihan untuk mempergunakan data RISKESDAS dan

12
data EPPGBM adalah karena ke dua data tersebut sudah banyak dipergunakan

dalam analisis gizi anak.

Stunting atau stunted di definisikan sebagai standar pertumbuhan TB/U z-

score <2SD sesuai WHO (2006). Data tunting yang saya dapatkan dari EPPGBM

yang isinya meliputi no balita pada saat penimbangan , NIK, Nama balita, jenis

kelamin, tanggal lahir, Berat badan lahir, nama orang tua, prov, Kab/kota,

Kecamatan, Puskesmas, Desa/kelurahan , pos yandu, tanggal penimbangan, berat

badan saat ditimbang, Tinggi badan saat ditimbang dll.

Dalam penelitian ini mempunyai ukuran sampel yang besar dengan jumlah

balita sebesar 3 juta dan cakupan geografi yang luas meliputi 27 kabupaten dan

kota, dan 5.300 desa. Sehingga dari data ini mempunyai kekuatan yang cukup

besar,dari data yang saya dapatkan dari EPPGBM ini, hanya diketahui

merupakan hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan balita yang

dilaksanakan di PosYandu atau difasilitas lainnya, saya tidak mengetahui pasti

siapa yang melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta apakah

mereka yang melakukannya sudah dilatih dan terampil dalam melakukannya.

Penelitian ini melihat apakah dilakukan monitoring terhadap hasil penimbangn

bulan balita dan apakah data tersebut dipantau terus sampai ada perbaikannya,

13
serta apakah ada tindakan intervensi untuk memperbaikinya serta apakah ada

kebijakan yang dibuatnya. Saya membuat kriteria inklusi: (1) yakni data hasil

penimbangan bulan balita yang lengkap meliputi no balita pada saat

penimbangan; (2) NIK; (3) Nama balita, jenis kelamin, tanggal lahir; (4) Berat

badan lahir; (5) nama orang tua; (6) prov; (7) Kab/kota; (8) Kecamatan; (9)

Puskesmas; (10) Desa/kelurahan; (11) pos yandu; (12) tanggal penimbangan; (13)

berat badan saat ditimbang; (14) Tinggi badan saat ditimbang; (15) dan

mengeluarkan data-data balita yang tidak lengkap seperti diatas. Penelitian ini

tidak melihat jenis intervensi gizi apa yang diberikan tetapi melihat apakah

dilakukan monitoring terhadap hasil bulan penimbangan balita tersebut sehingga

dapat diketahui faktor apa yang berhubungan dengan monitoring ini ada beberapa

variable yang dilihat antara lain:

1. diketahunya berapa jumlah balita seluruhnya diwilayah tersebut (data

proyeksi )

2. diketahuinya jumlah balita yang hadir pada penimbangan balita bertururt –

turut minimal sebanyak 4 kali penimbangan

3. diketahuinya berat badan saat lahir

4. diketahuinta Panjang badan saat lahir

5. diketahuinya berat badan pada saat penimbanagn

6. diketahuinya tinggi badan saat penimbangan

7. diketahuinya intervensi

Beberapa pemikiran :

14
1. Bila dilakukan monitoring bertahap mulai dari tingkat Puskesmas, tingkat

desa. tingkat kacamatan dan kabupaten terhadap hasil penimbangan bulan

balita maka akan diketahui balita yang stunting tersebut apakah ada

perbaikan kemudian atau tidak

2. Bila ada perspektif yang sama mulai dari pelaksanan sampai penentu

kebijakan terhadap tingginya angka stunting dan bersama-sama

mempunyai persektif ingin memperbaikinya maka akan ada upaya untuk

memperbaikinya

3. apabila ada konsep yang terintegrasi dalam melakukan monitoring yang

dapat mengikuti terus penimbangan dan pengukuran balita stunting sampai

hasilnya Kembali baik dalam pola normal sesuai dengan umurnya

HIPOTESIS

1. Besaran stunting akan tergambarkan dengan benar bila seluruh balita yang

ada ditimbang pada bulan penimbangan balita dapat ditimbang dan diukur

tinggi badannya

2. Monitoring hasil penimbangan bulan balita akan memperbaiki nilai

stunting

Pertanyaan berikutnya diajukan untuk penelitian ini

1. Bagaimana perspektif para pelaksana seperti bidan, kepala pkm , kabid

divisi kab dan kepala divisi kota lintas sekitar lainnya

(kades/camat/bupati).

15
2. Dan Fakta apa yang berpengaruh pada tindakan positif terhadap persepsi

camat/bupati

Untuk mendukung disertasi ini memerlukan STRATEGI PENCARIAN

LITERATUR :

1. melakukan pencarian di PubMed, Scopus, Google Scholar dari 2015

hingga 2020

2. Pencarian literatur “abu-abu” dilakukan dengan menggunakan situs WEB

Organisasi kesehatan dunia ( …… Risk …….. Associated with child

stunting )

MONITORING

1. Daftar monitoring (…. ….. dibuat) dipergunakan untuk monitoring seperti

mana … untuk melakukan tindak lanjut terhadap kasus stunting yang

dilakukan …. Yang akan ada. Meliputi kurang memenuhi standart …..,

sesuai dengan standart dan …… standart

2. Pembuatan daftar monitoring kegiatan penimbangan dari bulan balita akan

diuji cobakan di 2 kabupaten yakni kabupaten/kota yang ……. Stunting

nya tertinggi yakni di kabupaten/kota tasikmalaya dan kabupaten yang

pada ….. stunting terendah yakni di kabupaten ……

3. Terhadap kabupaten/kota dengan nilai hasil stunting monitoring tertinggi

dan terendah akan dilakukan FGD untuk dilihat bagaimana persepsi bidan

4. Kepala Dinas – Lintas Sektor

16
17

Anda mungkin juga menyukai