Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir di semua negara gizi masih merupakan permasalahan. Pada tahun

2017 terdapat 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting,

angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting

pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting

di dunia berasal dari Asia (55%) , lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.

Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan

(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).( Indonesia KKR.

Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;301(5):1163–

78.,DR Buku Epidemiologi Stunting, tahun 2020 ) Data prevalensi balita stunting

yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke

dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-

East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia

tahun 2005-2017 adalah 36,4%. ( dr Buku Epidemiologi Stunting , th 2020 )

prevalensi stunting di Indonesia dibandingkan negara lain di Asia menempati

posisi tertinggi ke-3 setelah setelah Timur Leste dan India. Prevalensi stunting di

Indonesia lebih tinggi dibandikan Bangladesh dan Myanmar yang pendapatan

perkapita penduduknya lebih rendah dibandingkan Indonesia.5 ( The World Bank.

1
Gross Development Per Capita. 2018. Available at https: // data. Worldbank

.org/indicator/ NY. GDP.PCAP.CD?page=1 ). Hal ini menunjukkan bahwa status

ekonomi negara belum tentu mempengaruhi status gizi penduduknya. dan

menurut data yang bersumber dari Asian Develepment Bank

Di Indinesia sendiri Saat ini data tentang stunting berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencapai 30,81 % dan ini menurun dari 37,

2% di tahun 2013. Prevalensi stunting di Jawa Barat tahun 2013, 2018 dan 2019

berturut-turut adalah 35,3%, 31,1% dan 26,2%. Hal tersebut menunjukan

penurunan yang signifikan. Namun masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

karena angka prevalensi stunting masih di atas 20%.hal ini sesuai dengan WHO

yang menyatakan prevalensi yang masih relevan sebesar 20 %. ( WHO )

Untuk mendapatkan Data besaran angka stunting didapatkan dari Riskesdas,

Study Status Gizi Indonesia (SSGI ) dan data yang didapat dari e-PPGBM.

Sumber data stunting tersebut mempunyai metode pengumpulan, perhitungan dan

pemanfaatannya berbeda. Riskesdas dipergunakan untuk penetapan kebijakan

strategis (RPJMN, Renstra) dan perencanaan program yang memerlukan data

status kesehatan dan determinannya yang diukur di masyarakat, serta untuk

melihat trend keberhasilan pembangunan kesehatan. Riskesdas dilakukan secara

serial 5 tahunan, dan banyak dipakai sebagai bahan penyusunan kebijakan baik

oleh Kemenkes, Bappenas, TNP2K, dan K/L Lainnya, termasuk Pemerintah

Daerah, Riskesdas juga dipergunakan untuk melihat perkembangan IPKM. (

Riskesdas 2018 )

2
Data yang diperoleh dari hasil Study Status Gizi Indonesia ( SSGI )

dipergunakan untuk tujuan memperoleh besaran masalah status gizi balita

(stunted, wasted dan underweight) tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota

dan untuk Memperoleh faktor determinan terjadinya stunted, wasted dan

underweight di Indonesia. (STUDI STATUS GIZI BALITA TERINTEGRASI

SUSENAS 2019, DODDY IZWARDY Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Balitbangkes Kemenkes RI, a

Rakerkesnas Jakarta, 20 Februari 2020 )

Sementara data yang didapatkan dari hasil Aplikasi Pencatatan dan

Pelaporan Gizi Ber Basis Masyarakat (e-PPGBM ) dipergunakan untuk

pemenuhan informasi status gizi berdasarkan individu melalui penggunaan sistem

aplikasi online pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM).

Aplikasi ini merupakan sistem pencatatan dan pelaporan gizi anak berbasis

masyarakat. dengan aplikasi ini, tenaga pelaksana gizi dan pemangku kebijakan di

daerah dapat lebih dipermudah dalam mengamati permasalahan gizi di wilayah

masing-masing untuk selanjutnya mengambil keputusan terhadap dan tindakan

apa yang akan dilakukan, baik secara komunitas maupun individu.selain dalam

pelaksanaannya tidak terlalu tergantung dengan pembiayaan dan kepanitian

khusus dari pusat karena peran pemberdayaan masyarakat yang lebih dominan.

waktu pelaksanaannya juga berbeda untuk Riskesdas dilaksanakan setiap 5

tahun satu kali, SSGI dilakukan setiap tahun dan e-PPGBM dilakukan setiap 6

bulan sekali walaupun pada kenyataan pelaksanaannya tidak seperti itu karena

3
pada kenyataannya dilakukan penimbangan setiap bulan hanya saja tidak di entri

kedalam sistem

Demikian pula metodenya Rikesdas dilaksanakan oleh Tim yang

sebelumnya sudah mendapatkan pelatihan terlebih dahulu dan dilaksanakan

dengan desain potong lintang menggunakan kerangka sampel Blok Sensus (BS)

Susenas bulan Maret 2018 dari BPS, Dengan populasi adalah rumah tangga

mencakup seluruh provinsi dan kabupaten/kota (34 Provinsi, 416 kabupaten dan

98 kota) di Indonesiam sejumlah 300.000 sampel rumah Tangga, representasi

Kabupaten, unit sampel BS, jumlah sampel Bs 30.000m jumlah Rumah tangga per

BS sebanyak 10 rumah tangga hasilnya Balita Underweight (gizi kurang): 17,7%

(7,3 – 18,1) stunting 30,8 % ( gizi sangat pendek 11,5 % dan pendek 19,3 )

Wasting (kurus) : 10,2 (9,9 – 10,5)

Metode SSGI penelitian : Stratified two stage sampling - Populasi :

Rumah Tangga Balita di Indonesia - Sampel : 153.228 Rumah Tangga Balita di

14.889 Blok Sensus, Susenas Maret 2021Data hasil SSGI th 2019. Populasi dan

sampel Populasi : RUmah TAngga Balita di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Sampel : RUTA yang mempunyai balita yang dikunjungi oleh Susenas Maret

2019 (32.000 BS/ 320.000 RUTA) Keterwakilan Kab/Kota  Instrumen penelitian

Instrumen Formulir Pengukuran Status Gizi Balita Timbangan berat badan digital

dengan ketelitian 0,1 kg Alat ukur panjang/tinggi badan dengan ketelitian 0,1 cm ,

mempergunakan dua metode , metode pertama Data yang dikumpulkan : berat

badan (BB) dan panjang/tinggi badan (PB/TB) Balita,untuk tahun 219 SSGI

diintegrasikan dengan Susenas 2019 ,metode ke dua Variabel Berat Badan balita,

4
Panjang/Tinggi Badan balita, Umur, jenis kelamin, kondisi sakit/ sehat, oedema,

diare  Tempat dan waktu Di 514 Kabupaten/Kota Indonesia Januari - September

2019 (mulai dari pengurusan etik sampai laporan pelaksanaan) Maret – April

2019 pengambilan data di lapangan ,Desain penelitian : Integrasi Susenas Maret

2019 dan SSGBI, metode ke tiga : SSGBI sama dengan sampel Susenas Maret

2019 ,Setelah dicacah Susenas : Rumah Tangga yang ada Balita dikunjungi dan

diukur antropometrinya (BB dan TB), ditanyakan umurnya, dan variable lainnya ,

Data Susenas dan SSGBI dilakukan integrasi oleh Tim Balitbangkes dan BPS,

Data dianalisis bersama oleh Tim Balitbangkes dan BPS, INTEGRASI SSGI 2019

& SUSENAS MARET 2019, integrasi sampel susenas maret 2019 yang

kemudian dikunjungi kembali oleh tim SSGBI 2019.integrasi Data indikator

status gizi (stunting) dilakukan oleh balitbangkes,indikator sosial ekonomi oleh

BPS termasuk proses merging antara data stunting dengan susenas, integrasi

analisis validitas dan plausibility ,perhitungan nilai penimbang ,perhitungan nilai

rse (relative standar error) , analisis perhtiungan angka prevalensi stunting, pada

SGGI ini target balita sebesar 24050 baliya dan yang dikunjungi sebesar 24010

balita artinya sebesar 99,8 % dari target berhasil dikunjungi dan hasil SSGi yang

terintegrasi dengn Susenas sebesar : Underweight (gizi kurang): 16,29% (15,94-

16,65), Stunting : 27,67% (27,22-28,11), Wasting (kurus) : 7,44% (7,19 – 7,71)

Aplikasi e-PPGBM merupakan aplikasi yang digunakan para pengurus dan

kader posyandu untuk melakukan pencatatan dan pelaporan status gizi ibu dan

anak balita setiap kali melakukan kegiatan penimbangan. Banyaknya pengurus

dan kader posyandu yang berada pada usia 40 tahun keatas membuat aplikasi ini

5
dirasa mempersulit para pengurus dan kader, Sistem ini merupakan

pengembangan program dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk

pencapaian indikator program gizi guna dapat meningkatkan efektifitas dan

efisiensi kegitaan perbaikan gizi masyarakat agar diperoleh solusi

penanggulangan masalah gizi dengan waktu, tempat, sasaran dan jenis tindakan

yang tepat. e-PPGBM ini merupakan RR (report & redord) rutin posyandu

sebagai bentuk surveilans gizi online yang dapat dijangkau langsung oleh

kabupaten/kota, provinsi dan Pemerintah Pusat, data individu yang dikumpulkan

petugas puskesmas melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu kemudian akan

diimput oleh enumerator selama beberapa hari tergantung dari kebijaan setempat

dan nantinya akan dimonitoring setiap bulan oleh puskesmas, kabupaten/kota dan

provinsi.

Pentingnya ketersediaan data secara akurat dan berkelanjutan. merupakan

strategi dalam rangka pencapaian visi dan misi Kemenkes RI dalam meningkatkan

sistem surveilans , monitoring dan informasi kesehatan. sesuai dengan Permenkes

No. 45 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan surveilance kesehatan, maka setiap

kabupaten/kota harus melakukan surveilance gizi yang merupakan pengamatan

gizi secara terus-menerus dan berlaku untuk mengambil keputusan.

Balita yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan menjadi sumber

daya manusia yang berkualitas dikemuadian hari, mereka akan menjadi sumber

daya manusia yang selain sehat, cerdas, kreatif, juga akan mampu berdaya saing.

Untuk mendapatkan hal tersebut maka persiapan sumber daya manusia haruslah

dilakukan sedini mungkin dan hal ini adalah merupakan tanggung jawab kita

6
bersama. Di Indonesia saat ini pemerintah telah melakukan pemantauan

pertumbuhan dan perkembangan semua balita yang ada melalui kegiatan Pos

Yandu dan dua kali dalam setahun melakukan kegiatan yang dinamai dengan “

Bulan penimbangan balita “ yang diadakan pada bulan Februari dan Agustus yang

dilakukan setiap tahun. Kedua kegiatan tersebut dapat mengetahui kondisi

kesehatan balita termasuk mendeteksi permasalahan gizi seperti gizi lebih,

normal, stunting, wasting. Arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan

percepatan penyelesaian masalah stunting telah termuat dalam RPJMN 2020-

2024 yang mengamanatkan Stunting sebagai salah satu program prioritas nasional

yang prevalensinya harus turun menjadi 14 % di tahun 2014 . ( RPJMN 2020-

2024 )

Data yang terkumpul dalam e-PPGBM adalah merupakan sebuah informasi

tentang bagaimana keadaan balita yang datang untuk ditimbang dan dengan

menggunakan informasi data tersebut dapat dipergunakan untuk berkoordinasi

dgn berbagai pihak untuk memperbaiki sisten informasi Kesehatan ( Health

metrics network Framework and Standards for Country Health Information

Systems ) Data yang terkumpul dalam sebuah sistem e-PPGBM akhirnya dapat

menjadi sebuah Sistem Informasi. Untuk itu maka dalam pelaksanaannya

diperlukan sebuah standard yang diterima secara universal untuk memandu

pengumpulan data, membuat pelaporan, dan penggunaan informasi kesehatan

tersebut oleh semua pihak ( Health metric network Framwork and Standard for

Country Health Infoermatioan Systen ). Data2 gizi tersebut yang mengacu pada

sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan

7
mentransfer data dan informasi yang digunakan untuk merencanakan, mengelola,

dan memberikan layanan kesehatan berkualitas .( improvement strategies model:

information systems), Terkumpulnya data gizi dalam sistem e-PPGBM ini

dilakukan oleh kader kesehatan dan tenaga Kesehatan seperti bidan, perawat,

tenaga gizi atau tenaga kesehatan lainnya yg mendapatkan tugas dan sudah dilatih

untuk Perlu dilihat pula bahwa saat ini tenaga tersebut terbebani dengan tugas

yang berlebihan untuk permintaan data dan pelaporan hal lainnya selain buruknya

subsistem koordinasi satu dengan lainnya. Selain itu data gizi diproduksi dan

digunakan oleh berbagai lembaga termasuk Kementerian kesehatan, kantor

statistik nasional, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil,dll ( Health metric

network Framwork and Standard for Country Health Infoermatioan Systen )

.Masalah lainnya data gizi sering dikumpulkan tanpa dianalisis secara kritis atau

diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk manajemen sehari-hari

atau perencanaan jangka panjang. Selain tenaga kesehatan terbebani pula oleh

data yang berlebihan dan tuntutan pelaporan dari berbagai dan subsistem yang

tidak terkoordinasi dengan baik. Sumber daya yang untuk memperkuat sistem

informasi Gizi biasanya akan berasal dari anggaran Nasional yang terbatas .Disisi

lainnya Sistem informasi Gizi harus dibuat responsif terhadap kebutuhan dan

persyaratan semua lembaga terkait, dalam satu rencana yang komprehensif.

Langkah penting lainnya dalam memperkuat sistem informasi Gizi adalah

menghubungkan produksi informasi Gizi dengan pengguna. Pengguna informasi

Gizi termasuk mereka yang memberikan perawatan dan mereka yang bertanggung

jawab untuk mengelola dan merencanakan program Gizi baik di dalam Negara

8
(kementerian kesehatan dan keuangan) dan di luar (donor, ) Diperlukan pelatihan

yang tepat bagi petugas Kesehatan dalam menginput data, data harus tepat waktu,

andal, komprehensif, dan relevan dengan kebutuhan, menerapkan prosedur

operasi standar untuk pengumpulan dan analisis data. termasuk menggunakan

sumber data standar dan daftar standar indikator kesehatan yang dibutuhkan

(IMPROVEMENT STRATEGIES MODEL: INFORMATION SYSTEMS. Data

yang paling penting untuk stunting ini adalah pengukuran antropometri, dan

karenanya sangat berhati-hati untuk menilai kualitasnya, karena pengukuan tinggi

badan bayi sampai umur 2 tahun itu sangat sulit dilakukan sehingga diperlukan

sebuah kehati-hatian, periode 2 tahun pertama kehidupan sangat penting karena

setelah itu ireversibel ( DR Deni K ,2020 ) Studi kasus di Lima negara yang

mempergunakan data antropometrik berkualitas tinggi yakni Peru, Republik

Kirgistan,Nepal,Senegal dan Ethiopia memperlihatkan data stunting awal adalah

25 – 66 % selama 1—25 tahun telah memperlihatkan penurunkan sebesar 15 – 30

% melalui intervensi nutrisi prenatal dan Kesehatan ibu. panjang lahir, yang

mencerminkan faktor-faktor prenatal, seperti nutrisi dan kesehatan ibu .Kerangka

waktu 0-6 bulan umumnya mencerminkan praktik menyusui dan merupakan

periode pertumbuhan yang rawan di semua negara pada, Kerangka waktu 6–23

bulan mencerminkan praktik diet dan manajemen penyakit menular saat makanan

dan air diperkenalkan ke makanan bayi selama periode waktu ini. Data ini

menunjukkan bahwa ada beberapa periode waktu yang dapat menjadi target

efektif ketika mencoba untuk mengurangi prevalensi stunting ( DR Deni K, a

roadmap to reduce stunting, 2020 ). Diperlukan pemantauan tumbuh kembang

9
secara rutin (RGM). Hal ini memberikan peluang untuk implementasi intervensi

yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian balita, penyakit menular dan

malnutrisi. Kegiatan rutin pemantauan tumbuh kembang terganggu dengan adanya

Pandemi Covid 19 yang diumumkan pada 11 Maret 2020 oleh badan kesehatan

dunia / World Health Organization (WHO) hal ini berdampak luas untuk semua

aspek kehidupan termasuk berlangsungnya kegiatan penimbangan di Pos Yandu

dan kegiatan pada saat bulan penimbangan balita akibat restriksi bepergian,

berkumpul dan kontak dengan individu. Pemerintah resmi mengeluarkan aturan

terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 3 di

seluruh wilayah Indonesia saat libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

Aturan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor

62 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Corona Virus Disease

2019 pada Saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru Tahun 2022 (Nataru) yang

salah satu pesannya adalah menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang lebih

ketat dengan pendekatan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai

sabun/hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari

kerumunan) dan 3T (testing, tracing, treatment), Walaupun hal tersebut dilakukan

untuk menghindari penyebaran infeksi dan kasus aktif yang meluas. Pengetatan

pergerakan dilakukan yang disebut dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan

Masyarakat (PPKM) pun tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi proses

pengukuran antropometri ,monitoring dan evaluasi termasuk hasil penimbangan

bulan balita.

10
Di masa pandemi ini, kelompok anak-anak dan remaja termasuk kelompok

rentan yang akan mengalami defisit konsumsi dan akhirnya akan berisiko

mengalami kurang gizi. (lestari 2021, ) Organisasi kesehatan anak dunia / United

Nation International Children’s j Fund (UNICEF) pada tanggal 3 Juni 2020

melaporkan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi termasuk stunting

akibat pandemi yang meningkat selain akan rentan diserang oleh berbagai

penyakit hal ini tentu merupakan kerugian ekonomi yang menurut World Bank

dapat mencapai 2 hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per-tahun

dari suatu negara.

Upaya untuk menurunkan angka stunting dan upaya-upaya untuk

memperbaiki status gizi balita ini tentu akan berhasil apabila ada kejelasan dalam

sturktur dan system yang dipergunakannya. kejelasan Struktur seperti kejelasan

tujuan dilakukannya bulan penimbangan balita (memperbaiki angka stunting

untuk itu perlu kejelasan INPUT-PROCESS-OutPut seperti yang disarankan oleh

Donamedian dan kejelasan sistemnya seperti ketersediaan peratuan-peraturan.

Kejelasan dilaksanakannya peraturan atau kebijakan atau pedoman yang mengatur

kegiatan-kegiatan yang mendukungnya, mulai dari tingkat pusat, propinsi,

kabupaten/kota, desa dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan percepatan

penurunan stunting.

Permasalahannya apakah semua kebijakan yang sudah disiapkan tersebut

dapat dilakukan seutuhnya oleh pelaksana di daerah?; Apakah semua balita yang

ada di daerah tersebut semuanya tercatat dan ditimbang setiap bulannya di Pos

Yandu atau di sarana Kesehatan lainnya dan hal yang sama apakah dilakukan

11
pada bulan penimbanagan balita yang diadakan dua kali dalam setahun yakni pada

bulan februari dan agustus?; Sehingga bagaimana besaran stunting pada saat

penimbangan bulan balita?; Bagaimana pula persepsi para penentu kebijakan dan

stakeholder lainnya tentang besaran stunting diwilayahnya?; Serta bagaimana para

pelaksanaan program Gizi dan KIA yang secara langsung menggawangi kegiatan

bulan penimbangan balita ini mempunyai persepsinya tentang monitoring

pertumbuhan balita?; Serta bagaimanakah sebaiknya konsep sistem monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran stunting yang didapat

berdasarkan data dari e-PPGBM tahun 2020 dan tahun 2021, mengetahui

bagaimana persepsi para pelaksanan, penentu kebijakan dan stakeholder terhadap

hasil monitoring bulan penimbangan balita, Serta bagaimanakah sebaiknya

konsep sistem monitoring hasil kegiatan bulan penimbangan balita untuk

percepatan penurunan stunting.

Penelitian ini hanya melihat hasil penimbangan bulan balita dengan tidak

melihat factor klinis apa yang menyebankan stunting

1.2. .Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang

timbul pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana magnitude stunting dan wasting pada baduta berdasarkan bulan

penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021?

12
2. Bagaimana persepsi Stakeholder tentang magnitude stunting dan wasting

berdasarkan bulan penimbangan balita di Propinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?

4. Bagaimana perbaikan model konseptual sistem monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting?

5. Bagaimana perbaikan Model praktis monitoring pertumbuhan bayi dan balita

di tingkat masyarakat?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengevaluasi magnitude stunting dan wasting pada baduta berdasarkan bulan

penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021?

2. Mengevalusi persepsi Stakeholder tentang magnitude stunting dan wasting

berdasarkan bulan penimbangan balita di Propinsi Jawa Barat?

3. Mengevalus persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting?

4. Mengevaluasi perbaikan model konseptual sistem monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting?

5. Membuat perbaikan Model praktis monitoring pertumbuhan bayi dan balita di

tingkat masyarakat?

1.4. Manfaat Penelitian

13
1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah untuk

menurunkan stunting berdasarkan magnitude stunting dan wasting pada balita

berdasarkan bulan penimbangan balita tahun 2020 dan tahun 2021, diketahuinya

persepsi pelaksana program Gizi dan KIA tentang monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting, serta apakah

diperlukan perbaikan model konseptual sistem monitoring pertumbuhan

perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting , Membuat

perbaikan Model praktis monitoring pertumbuhan bayi dan balita di tingkat

masyarakat

1.4.2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan adanya model monitoring dan evaluasi

penimbnagan bulan balita untuk menurunkan angka stunting.

DATA DAN METODE

Data yang dipergunakan adalah menggunakan data e-PPGBM 2020. dan

tahun 2021. Pemilihan untuk mempergunakan data e-PPGBM adalah karena data

tersebut sudah banyak dipergunakan dalam analisis gizi anak.

Stunting atau stunted di definisikan sebagai standar pertumbuhan TB/U z-

score <2SD sesuai WHO (2006). Data tunting yang saya dapatkan dari EPPGBM

yang isinya meliputi no balita pada saat penimbangan , NIK, Nama balita, jenis

kelamin, tanggal lahir, Berat badan lahir, nama orang tua, prov, Kab/kota,

14
Kecamatan, Puskesmas, Desa/kelurahan , pos yandu, tanggal penimbangan, berat

badan saat ditimbang, Tinggi badan saat ditimbang dll.

Dalam penelitian ini mempunyai ukuran sampel yang besar dengan jumlah

balita sebesar 3 juta dan cakupan geografi yang luas meliputi 27 kabupaten dan

kota, dan 5.300 desa. Sehingga dari data ini mempunyai kekuatan yang cukup

besar,dari data yang didapatkan dari e-PPGBM ini, hanya diketahui merupakan

hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan balita yang dilaksanakan di

PosYandu atau difasilitas lainnya, tidak mengetahui pasti siapa yang melakukan

pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta apakah mereka yang

melakukannya sudah dilatih dan terampil dalam melakukannya. Dan apakah data

hasil pengukuran tsb langsung di msukan dalam sisten e-PPGBM atau

dimasukan / dipada waktu lainnya. Penelitian ini melihat apakah dilakukan

monitoring terhadap hasil penimbangn bulan balita dan apakah data tersebut

dipantau terus sampai ada perbaikannya, serta apakah ada tindakan intervensi

untuk memperbaikinya serta apakah ada kebijakan yang dibuatnya. Berdasarkan

data tersebut maka kriteria inklusi: (1) yakni data hasil penimbangan bulan balita

yang lengkap meliputi no balita pada saat penimbangan; (2) NIK; (3) Nama balita,

jenis kelamin, tanggal lahir; (4) Berat badan lahir; (5) nama orang tua; (6) prov;

(7) Kab/kota; (8) Kecamatan; (9) Puskesmas; (10) Desa/kelurahan; (11) pos

yandu; (12) tanggal penimbangan; (13) berat badan saat ditimbang; (14) Tinggi

badan saat ditimbang; (15)m umur balita 0 bulan/baru lahir sampai berumur 2

tahun , nalita yang datang ke penimbangan minimal dua kali datang tanpa melihat

urutannya dan mengeluarkan data-data balita yang tidak lengkap seperti diatas.

15
data eklusi : data yang tidak lengkap , data balita yg umurnya lebih dari 2 tahun,

balita yang datang hanya satu kali .Penelitian ini tidak melihat jenis intervensi

gizi apa yang diberikan tetapi melihat apakah dilakukan monitoring terhadap hasil

bulan penimbangan balita tersebut sehingga dapat diketahui faktor apa yang

berhubungan dengan monitoring ini ada beberapa variable yang dilihat antara lain:

1. diketahunya berapa jumlah balita seluruhnya diwilayah tersebut (data

proyeksi )

2. diketahuinya jumlah balita yang hadir pada penimbangan balita bertururt –

turut minimal sebanyak 2 kali penimbangan

3. diketahuinya berat badan saat lahir

4. diketahuinta Panjang badan saat lahir

5. diketahuinya berat badan pada saat penimbangan

6. diketahuinya tinggi badan saat penimbangan

7. diketahuinya intervensi

Beberapa pemikiran :

1. Bila pengukuran berat badan dan tinggi badan dan pencatatan hasilnya

dilakukan dengan benar maka akan menghasilkan data yg Well-defined:

timely, reliable, comprehensive, dan sesuai dengan kondisi balita saat tsb

Functional: . Resilient Adaptable

2. Bila dilakukan monitoring bertahap mulai dari tingkat Puskesmas, tingkat

desa. tingkat kacamatan dan kabupaten terhadap hasil penimbangan bulan

16
balita maka akan diketahui balita yang stunting tersebut apakah ada

perbaikan kemudian atau tidak

3. Bila ada perspektif yang sama mulai dari pelaksanan sampai penentu

kebijakan terhadap tingginya angka stunting dan bersama-sama

mempunyai persektif ingin memperbaikinya maka akan ada upaya untuk

memperbaikinya

4. Apabila ada konsep yang terintegrasi dalam melakukan monitoring yang

dapat mengikuti terus penimbangan dan pengukuran balita stunting sampai

hasilnya Kembali baik dalam pola normal sesuai dengan umurnya

HIPOTESIS

1. Besaran stunting akan tergambarkan dengan benar bila seluruh balita yang

ada ditimbang pada bulan penimbangan balita dapat ditimbang dan diukur

tinggi badannya

2. bila pengukuran berat badan tinggi badan dilakukan dengan alat yg

tersedia dan alat tsb sudah ditera maka akan menghasilkan data yg dapat

dipercaya

3. Bila penimbngan tsb dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih makan

hasilnya dapat benar dan dapat dipercaya

4. Bada peraturan yang jelas dan dapat dilaksanakan maka kegiaatn

penimbangan bulan nalita akan terstandart hasilnya

5. Bila ada perhatian dari orang tua, petugas, kepala desa. camat, kepala

piskesmas, dinas Kesehatan kan kota, lintas sector terkait dan masyarakat

17
makan maja data yg dihasilkan akan menjadi perhatian mereka untuk jadi

bahan analisis berupa tindak lanjut selanjutnya

6. Bila dilakukan Monitoring hasil penimbangan bulan balita akan

memperbaiki nilai stunting

7. Apabila ada kejelasan out put dan out come maka aka nada kejelasan

dalam tindak lanjut selanjutnya

Pertanyaan berikutnya diajukan untuk penelitian ini

1. Bagaimana perspektif para pelaksana seperti bidan, kepala pkm , kabid

divisi kab dan kepala divisi kota lintas sekitar lainnya

(kades/camat/bupati).

2. Dan Fakta apa yang berpengaruh pada tindakan positif terhadap persepsi

camat/bupati

Untuk mendukung disertasi ini memerlukan STRATEGI PENCARIAN

LITERATUR :

1. melakukan pencarian di PubMed, Scopus, Google Scholar dari 2015

hingga 2020

2. Pencarian literatur “abu-abu” dilakukan dengan menggunakan situs

WEB Organisasi kesehatan dunia ( …… Risk …….. Associated with child

stunting )???????

3. membuat perbaikan model MONITORING yg ada

a. Daftar monitoring (…. ….. dibuat) dipergunakan untuk monitoring

seperti mana … untuk melakukan tindak lanjut terhadap kasus stunting

18
yang dilakukan …. Yang akan ada. Meliputi kurang memenuhi

standart ….., sesuai dengan standart dan …… standart

b. Pembuatan daftar monitoring kegiatan penimbangan dari bulan balita

akan diuji cobakan di 2 kabupaten yakni kabupaten/kota yang …….

Stunting nya tertinggi yakni di kabupaten/kota tasikmalaya dan

kabupaten yang pada ….. stunting terendah yakni di kabupaten ……

c. Terhadap kabupaten/kota dengan nilai hasil stunting monitoring

tertinggi dan terendah akan dilakukan FGD untuk dilihat bagaimana

persepsi bidan / tenaga pelaksana, dokter puskesmas. kepala

puskesmas, dinas Kesehatan kab.kota , kepala desa, camat, Lintas

sector ,

d. Kepala Dinas – Lintas Sektor

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Stunting

2.1.1. Definisi

Stunting di definisikan sebagai kegagalan pertumbuhan dan perkembangan

yang dialami anak-anak akibat asupan gizi yang kurang dalam waktu lama,

penyakit infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat. ( Endang

19
l achyadi at All. 2020 buku pencegahan stunting , pentingnya peran 1000 hari

pertama kehidupan ). Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang

dari normal berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah

satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang.

Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka

waktu yang lama (kronis). (Dr. Aryu Candra MKes(Epid) Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro, Buku epidemiologi stunting ,th 2020 ,ISBN: 978-623-

7222-63-7 ). Stunting anak balita merupakan pertumbuhan linier yang buruk

selama periode kritis dan didiagnosis sebagai tinggi badan untuk usia kurang dari

2 standar deviasi dari median standar pertumbuhan anak Organisasi Kesehatan

Dunia WHO (WHO, 2006 ). Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak

balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya,

kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

kehidupana setelah lahir tetapi baru tampak setetalah anak berusia 2 tahun. ( ditjen

gizi kemkes 2019 )

2.1.2 Epidemiologi

Angka stunting di Dunia pada tahun 2000 yaitu sebesar 32,6% dan

menurun pada tahun 2017 menjadi 22,2% yang artinya sekitar 150,8 juta balita di

dunia mengalami stunting dan lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal

dari 83,6 juta balita di Asia (55%) dan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di

Afrika. Dari balita 83,6 juta stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia

Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).( Indonesia

KKR. Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;301(5):1163–

20
78.) Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di

regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi

balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.( Indonesia KKR.

Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;301(5):1163–78.)

Data survei dan penelitian Riset Kesehatan Dasar 2018 menyatakan

bahwa prevalensi stunting severe (sangat pendek) di Indonesia adalah 19,3%,

lebih tinggi dibanding tehun 2013 (19,2%) dan tahun 2007 (18%). Sehingga bila

dilihat prevalensi stunting secara keseluruhan baik yang mild maupun severe

(pendek dan sangat pendek), maka prevalensinya sebesar 30,8% (Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2018 ). bila di bandingkan dengan

prevalensi stunting di dunia yang sebesar 22%. Dengan maka dapat dikatakan

prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dibanding prevalensi stunting di

dunia.( World Health Organization. Global Health Observatory (GHO) data

2019. Availaible at https://www.who.int/gho/child-malnutrition/stunting/en/.)

prevalensi stunting di Indonesia dibandingkan negara lain di Asia menempati

posisi tertinggi ke-3 setelah Timor Leste dan India, dan Prevalensi stunting di

Indonesia lebih tinggi dibandikan Bangladesh dan Myanmar yang pendapatan

perkapita penduduknya lebih rendah dibandingkan Indonesia. (The World Bank.

Gross Development Per Capita. 2018. Available at https: // data. Worldbank

.org/indicator/ NY. GDP.PCAP.CD?page=1 ). Berdasarkan data riskesdas dari

tahun 2007 hingga tahun 2018 terdapat penurunan balita sangat pendek 12

(stunting berat) sebesar 6,4 %. Namun prevalensi balita pendek atau stunting

21
mengalami peningkatan sebesar 1,3%. Prevalensi balita sangat pendek dan

pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi

ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek

sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi

balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa

Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.( Dr.

Aryu Candra MKes(Epid) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Buku

epidemiologi stunting ,th 2020 ,ISBN: 978-623-7222-63-7 ) .,Indonesia KKR.

Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;301(5):1163–

78,Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ) Prevalensi stunting pada anak di

bawah usia 2 tahun (baduta) di Indonesia juga masih tinggi yaitu 29,9%. Propinsi

dengan prevalensi stunting pada baduta paling tinggi adalah Aceh, sedangkan

paling rendah adalah DKI Jakarta. Periode usia 0-2 tahun adalah periode yang

sangat penting dalam kehidupan. Periode ini disebut periode emas (golden period)

karena pada periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat

yang akan mempengaruhi masa depan seorang anak. Malnutrisi yang terjadi pada

periode ini dan tidak segera diatasi dapat menetap sampai di usia dewasa. Anak

yang mengalami malnutrisi pada periode ini juga lebih berisiko menderita

penyakit degeneratif lebih cepat dibandingkan anak dengan status gizi normal. (

Dr. Aryu Candra MKes(Epid) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Buku

epidemiologi stunting ,th 2020 ,ISBN: 978-623-7222-63-7 )

Meskipun program-program kesehatan untuk menanggulangi stunting

sudah dijalankan bertahun-tahun, namun kenyataannya prevalensi stunting di

22
Indonesia masih tinggi. Pengetahuan tentang stunting tidak hanya dibutuhkan oleh

ahli gizi namun juga dibutuhkan oleh semua pihak yang terlibat dalam bidang

kesehatan. Bahkan, masyarakat juga perlu mengetahui tentang stunting supaya

dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dan berupaya menghindarinya. Balita

di Indonesia masih banyak yang mengalami kurang gizi kronis dan program

pemerintah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun belum berhasil

mengatasi masalah ini.

2.1.3. Sumber Data Stunting

Data Stuntirng didapat dari berbagai sumber dan cara pengambilannya,

seperti data yg didapat dari hasil Riskesdas, studi status gisi Indonesia ( SSGI ),

dan e-PPGBM. Data stunting dapat menggambarkan besaran masalah status gizi

balita ( Kemkes Buku saku studi status gisi Indonesia des 2021 kementrian

Kesehatan ), Data yang bersumber dari e-PPGBM memberikan informasi status

gizi berdasarkan individu dengan menggunakan sistem aplikasi online pencatatan

dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) yang sudah by name by

address sehingga dengan aplikasi e PPGBM ini akan membantu surveilans gizi

dan pemantauan status gizi ( PSG ) .

Untuk mendapatkan data gizi yang dapat dipercaya dari e-PPGBM maka

Input, proses dan out put harus di penuhi ( Donabedian ). Pengujian kualitas data

merupakan tahap penting yang harus dilaksanakan seperti disarankan oleh WHO

dan UNICEF sebelum melakukan analisis data. Uji plausibilitas adalah uji

kualitas data antropometri yang disarankan oleh WHO dan UNICEF dengan

23
menggunakan data tinggi badan, berat badan, umur, dan jenis kelamin ( buku

LAPORAN PELAKSANAAN INTEGRASI SUSENAS MARET 2019 DAN

SSGBI TAHUN 2019, Kemenkes )

Salah satu masalah terbesar dalam masalah data adalah bagaimana orang akan

mempercayai data tersebut, perusahaan besar seperti Nielsen dan Comscore pun

merasa sulit untuk memiliki kumpulan kebenaran data yang cukup besar , padahal

mereka sudah melakukan pekerjaan yang baik agar mendapatkan data yg

representative . ( Forbes juli 2017 ). Melihat kesuksesan Clubhouse ( jejaring

sosial AirPods pertama )yang mempergunakan aplikasi “ drop- in audio chat “

membuat masa depan Clubhouse bergantung pada bagaimana aplikasi tersebut

dapat membantu pengguna menemukan “ konten “ dan membuka kesempatan

kepada umum untuk turut terlibat dan kunci kesuksesannya adalah “ melalui

penggunaan data pengguna “ ( Forbes , 9 Feb 2021 ) hal ini sesuai dengan yang

seharusnya dilakukan oleh e-PPGMB, bagaimana data tersebut dapat terpercaya

dan memenuhi kebutuhan mereka yang akan menyelesailkan masalah stunting. Di

dunia saat ini data digital, merupakan sebuah kebutuhan yang hadir dengan

banyak tantangan dan peluang yang menuntut berbagai strategi dan solusi

pemasaran nya ( Foebes , 2021).

2.1.4. Etiologi

Tahun- tahun pertama kelahiran adalah sebagai tahun-tahun terpenting

dalam kehidupan dapat mempengaruhi status kesehatan seumur hidup secara

24
serius [Moridi G, Fathi M. Malnutrition in children under five in Iran. J Nurs

Midwifery. 2009;19(64). 2. Mohseni M, Aryankhesal A, Kalantari N. Prevalence

of malnutrition among Iran’s under five-year-old children and the related factors:

a systematic review and meta-analysis. Iran J Pediatr. 2018;28(1):e9189, ]. Pada

masa pertimbuhan bayi dan anak untuk mencapai tinggi dan berat badan optimal

dibutuhkan seluruh zat gizi ( mikro dan makro ) secara seimbang yang diperoleh

dari menyusui secara eklusif sampai 6 bulan diteruskan dengan ASI dan MP Asi

sampai berumur 2 tahun.( ditjen gizi kemkes 2019 ). Pertambahan berat badan

selama hamil yang di bawah standar dan asupan zat gizi yang di bawah angka

kecupan gizi,selain itu faktor pendidikan dan status ekonomi jelas berpengaruh

pada status gizi pendek ( buku pendek/ stunting, trihono at all 2015 ). Riskesdas

2013 menunjukkan bahwa prevalensi BBLR dengan panjang badan bayi baru lahir

lahir kurang dari 48 cm adalah 20,2 %. Dan untuk tingkat nasional terjadi

penurunan prevalensi pendek pada balita pada tahun 2001 yaitu dari 29,5%

menjadi 28,5% pada tahun 2004, selanjutnya menjadi 36,8% tahun 2007, lalu

menurun menjadi 35,6% pada tahun 2010 dan meningkat lagi pada tahun 2013

menjadi 37,2% Untuk anak usia sekolah, terjadi fluktuasi prevalensi pendek, 32%

tahun 2001, menjadi 30% tahun 2004, meningkat menjadi 33,4% pada tahun

2007, menurun kembali pada tahun 2010 menjadi 28,3%, namun kembali

meningkat pada tahun 2013 menjadi 31,7%. Bayi yang dilahirkan kurang dari 48

Cm mengalami fluktuasi nutrisi yang tidak memadai pada periode 1000 hari

pertama kehidupan begitu penting hingga ketidak cukupan gisi pada masa tersebut

dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik yang ireversibel selain kemampuan

25
kognitif gangguan dan pengurangan kinerja [ Monitoring the Situation of

Children and Women [https://data.unicef.org/ topic/nutrition/malnutrition/ -

Mohseni M, Aryankhesal A, Kalantari N. Prevention of malnutrition among

children under 5 years old in Iran: a policy analysis. PLoS One. 2019;14(3):

e0213136 6].

Bayi yang lahir dengan panjang badan pendek pada tahun 2013 tercatat

20,2% berdampak pada jumlah balita pendek sebanyak 8,9 juta dan pendek pada

anak usia sekolah (5-18 tahun) 20,8 juta ( Buku Pendek/Stunting, TrihonoAt All

2015 ) Pertumbuhan pemantauan selama masa kanak-kanak adalah salah satu

sarana perawatan kesehatan yang paling penting dari anak-anak, dan gangguan

pertumbuhan adalah tanda pertama yang dapat dikenali dari masalah medis,

sosial, dan terutama gizi, Gizi buruk adalah suatu keadaan kekurangan, kelebihan

atau ketidakseimbangan energi, protein, dan zat gizi lainnya terjadi.

Ada banyak kemungkinan penyebab stunting di Indonesia, termasuk faktor

terdekat seperti status gizi ibu, praktik menyusui, praktik pemberian makanan

pendamping, dan paparan infeksi serta faktor penentu distal terkait seperti

pendidikan, sistem pangan, perawatan kesehatan, dan air dan sanitasi.

infrastruktur dan layanan (Endang l achyadi at All. 2020 buku pencegahan

stunting , pentingnya peran 1000 hari pertama kehidupan) kerangka kerja WHO

mencakup elemen faktor ibu dan lingkungan rumah. Ada delapan faktor ibu yang

teridentifikasi: gizi buruk selama prakonsepsi, kehamilan, dan menyusui;

perawakan ibu yang pendek; infeksi; kehamilan remaja; kesehatan mental;

pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR) dan kelahiran prematur; jarak

26
kelahiran pendek; dan hipertensi. Dari jumlah tersebut, gizi buruk selama

prakonsepsi, kehamilan, dan menyusui; perawakan ibu yang pendek; IUGR dan

kelahiran prematur; dan kehamilan remaja telah terbukti berhubungan dengan

stunting anak di Indonesia. Hanya dua penelitian di Indonesia yang menemukan

hubungan sederhana antara berat badan kurang ibu dan pengerdilan anak (Rachmi,

Agho, Li, & Baur, 2016b ; Sari et al., 2010 . Semba, de Pee, Sun, dkk. (2008) juga

menganalisis data dari NSS (2000-2003) dan menemukan bahwa tinggi badan ibu

yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan stunting pada anak 0-59 bulan .

Semba et Al. ( 2011 ), menggunakan data yang sama, menemukan hubungan

antara tinggi badan ibu yang lebih tinggi dan penurunan stunting pada anak 6-59

bulan di masyarakat pedesaan dan masyarakat miskin perkotaan Rachmi dkk.

( 2016b) melakukan analisis sekunder dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia

(IFLS; 1993, 1997, 2000, dan 2007) cross-sectional berulang yang mencakup 13

provinsi, dan menemukan AOR stunting pada anak 24-59 bulan sebesar 2,21

(95%). CI [1.76, 2.78]) pada ibu dengan tinggi-untuk-usia Z -score (HAZ)

Penelitian yang sama juga menemukan hubungan antara sanitasi lingkungan

rumah tangga yang buruk (fasilitas jamban yang tidak sesuai) dengan stunting

pada anak pedesaan 6-59 bulan (Bardosono et al., 2007 ). Demikian pula, Semba

et al. ( 2011) mengamati bahwa anak-anak berusia 6–59 bulan di rumah tangga

dengan jamban yang lebih baik cenderung tidak mengalami stunting di

masyarakat pedesaan dan daerah kumuh perkotaan daripada rumah tangga dengan

jamban yang tidak layak. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini, pembelian air

minum yang murah—yang dianggap tidak diobati—dikaitkan dengan peningkatan

27
kemungkinan stunting pada anak 0-59 bulan di daerah kumuh perkotaan ( Semba

et al ., 2009 ). Selain itu, Torlesse, Cronin, Sebayang, dan Nandy ( 2016)

menganalisis survei cross-sectional dan menunjukkan bahwa anak-anak 0-23

bulan yang tinggal di rumah tangga dengan air minum yang tidak diolah memiliki

kemungkinan stunting yang jauh lebih tinggi jika rumah tangga tersebut juga

menggunakan jamban yang tidak layak . Kerawanan pangan dikaitkan dengan

pengerdilan anak dalam satu studi cross-sectional, yang menemukan

kemungkinan pengerdilan yang lebih rendah pada anak 0-23 bulan di rumah

tangga yang mengonsumsi lebih dari dua kali sehari ( Ramli dkk., 2009 ) referensi

Pusat Statistik Kesehatan Nasional (NCHS): Barber & Gertler, 2009 ; Bardosono,

Sastroamidjojo, & Lukito, 2007 ; Berger, de Pee, Bloem, Halati, & Semba, 2007 ;

Terbaik dkk., 2008 ; Fahmida, Rumawas, Utomo, Patmonodewo, & Schultink,

2007 ; Paknawin-Mock, Jarvis, Jahari, Husaini, & Pollitt, 2000 ; Semba, de Pee,

dkk., 2007 ; Semba, Kalm dkk., 2007 .

Stunting merupakan siklus yang akan berlangsung terus menerus jika tidak

segera ditasi maka akan terus berlangsung. Diperlukan perbaikan pola makan dan

pola asuh agar kebutuhan gizi pada 1000 hari pertama kehidupanan dapat

terpenuhi dengan baik. Tidak memadai nya nutrisi yang pada periode 1000 hari

pertama kehidupan dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ireversibel

seiring dengan kemampuan kognitif gangguan dan pengurangan kinerja

[Monitoring the Situation of Children and Women [https://data.unicef.org/

topic/nutrition/malnutrition/] 3 ) Berdasarkan bukti, faktor utama stunting adalah

status sosial ekonomi keluarga yang rendah, tingkat Pendidikan orang tua, indeks

28
kesehatan rumah tangga, literasi kesehatan, budaya gizi, karakteristik ibu seperti

BMI, nutrisi selama kehamilan, dan jumlah persalinan, karakteristik anak seperti

usia, jenis kelamin, berat lahir dan penyakit menular umum [. Demissie S, Worku

A. Magnitude and factors associated]

2.1.5. Klasifikasi

World Health Organozation (WHO) mengklasifikasikan masalah

kekurangan gizi (undernutrition) pada anak menjadi berat badan kurang atau

underweight, stunting dan gizi kurang atau Wasting yang didasarkan kepada hasil

pengukuran berat badan, Panjang badan untuk bayi 0-23 bulan, tinggi badan untuk

anak 24-60 bulan dengan didasarkan pada nilai Z-score untuk masing-masing

indicator. Di Indonesia standar ini  menggunakan standar baku antropometri

World Health Organization Nasional Center for Health Statistics (WHO-NCHS).

Secara formal standar ini ditetapkan penggunaannya dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002

Umur
z-score
(bulan)

Indikator
Antropometri
-3SD- -2SD- +1SD- >+2SD-
24-60

<-3SD >3SD
0-23

<-2SD +1SD +2SD +3SD

PB/U √ Pendek/ Indikasi


Sangat Normal disfungsi
Normal
TB/U √ Pendek/ Stunted (Tinggi) kelenjar
Endoktrin

29
Sever Stunted
BB/PB √ Gizi Gizi
Gizi Buruk/ Beresiko
Kurang/ Lebih/ Obesitas/
Severe Normal Gizi
BB/TB √ Wasted/ Overweig Obese
Wasted/SAM Lebih
MAM ht

Berat Badan Berat Risiko Berat Badan Lebih.


Sangat Badan Disarankan untuk menggunakan
Kurang/ Kurang/ indicator BB/PB atau BB/TB atau
BB/U √ Normal
IMT/U untuk mengecek
Severe Underw kemungkinan masalah
Underwight eight pertumbuhan pada bayi/balita

Gizi Gizi
Gizi Buruk/ Beresiko
Kurang/ Lebih/ Obesitas/
IMT/U √ Severe Normal Gizi
Thinnes Overweig Obese
Thinness Lebih
s ht

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan WHO Child Growth Standard 2006

2.1.5.1 Berat Badan Kurang /Underweigth.

Berat badan kurang atau underweight adalah status gizi yang didasarkan

pada indeks berat badan menurut umur ( BB/U ). Disebut Berat badan kurang jika

BB/U berada pada < -2 SD hingga -3 SD dan berat badan sangat kurang (svere

underweight jika BB/U < -3 SD). Status berat badan kurang tidak dapat

menunjukan apakah seseorang mengalami masalah gizi yang akut (wasting) atau

kronis (stunting). Seorang anak yang mempunyai berat badan kurang dapat

merefleksikan bahwa anak tersebut kemungkinan kurus tetapi tidak pendek, tetapi

tidak kurus, atau keduanya kurus dan pendek. Oleh karena itu berat badan kurang

dikatakan sebagai indikator komposit untuk kurus dan pendek. Ketika asupan zat

gizi tidak tercukupi, terjadi perubahan atau penyesuaian fisiologis dalam tubuh

untuk memastikan agar organ-organ vital tetap dapat berfungsi dengan cara

memanfaatkan energi dari lemak dan otot. Jika disertai dengan infeksi maka

30
penurunan cadangan lemak dan masa otot akan semakin cepat terjadi. Pada awal

terjadinya kekurangan asupan makanan atau terjadinya penyakit infeksi, atau

keduanya, maka akan terlihat terlebih dahulu adalah penurunan berat badan atau

anak tidak mengalami penambahan berat badan yang seharusnya terjadi pada

bulan berikutnya. Bila dapat dilakukan pengukuran berat atau panjang badan

maka akan terlihat apakah anak tersebut mempunyai berat badan yang rendah

untuk panjang badan nya atau masih normal. cari penelitian yg menggambarkan

hal ini

Tabel 1.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan WHO Child Growth Standard 2006

Indikator MAM SAM


BB/PB atau BB/TB <-2 SD hingga -3 SD <-3SD
LiLA ≥11,5 cm hingga <12,5 cm <11,5 cm
Tanda Klinis Tanpa tanda klinis Pitting edema pada tungkai

Tabel 1.2 Ciri-Ciri Moderate dan Severe Acuta Malnutrition

2.1.4

2.1.5.2 Gizi Kurang / Wasting

31
Wasting adalah kondisi status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut

Panjang badan (BB/PB ) untuk anak berumur 0-23 bulan atau berat badan

meunrut tinggi badan ( BB/TB ) untuk anak umur 2-5 tahun dengan nilai < -2SD

(table 1.1). Wasting merupakan tanda bahwa anak mengalami masalah gizi akut

yang biasanya oleh asupan gizi yang kurang dan atau mengalami infeksi, misalnya

diare. Anak dengan kondisi wasting mempunyai berat badan yang tidak

proposional terhadap panjang atau tinggi badannya.

Berdasarkan tingkat keparahannya, wasting dikategorikan dalam dua bentuk

(Tabel 1.2), Yaitu wasting tingkat sedang (moderate wasting) atau juga disebut

sebagai Moderate Acute Malnutrition (MAM) dan wasting tingkat berat (server

wasting) atau Severe Acute Malnutrition (SAM). Seseorang anak dikatakan dalam

kondisi MAM jika BB/PB/ atau BB/TB berada di antara <-2 SD hinggan -3SD

atau nilai Lingkar Lengan Atas (LiLA) antara ≥11,5 cm hingga <12,5. Sementara,

seorang anak dikatakan dalam kondisi SAM jika BB/PB atau BB<-3SD, nilai

LilA < 11,5 cm, dan adanyan pembengkakan yang apabila ditekan tidak kembali

seperti semula (pitting edema). Wasting dikategoriikan sebagai masalah gizi akut,

dan seorang anak yang mengalami wasting parah akan lebih mudah terkena

penyakit infeksi yang dapat memperparah kondisi kesehatannya dan dapat

menyebabkan kematian.

Pertumbuhan anak yang mengalami SAM menunjukan adanya keterkaitan

antara wasting dan stunting. Penelitian di Jamaika yang dilakukan oleh Wlaker

dan Golden (1988) terhadap 369 anak berusia di bawah dua tahun yang

mengalami SAM menunjukan bahwa dua pertiga dari total anak mengalami

32
pertambahan PB bila BB untuk PB nya mencapai paling tidak 85% berdasarkan

median National Center For Health Statistics (NHCS). Hal ini mengindikasikan

bahwa anak yang mempunyai BB ≥85% untuk PB-nya mempunyai cukup energi

di dalam tubuhnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Richard,dkk.(2012) menunjukan bahwa

wasting yang terjadi setelah usia 6 bulan berakitan dengan rendahnya PB/U pada

usia 17 bulan. Studi tersebut juga menunjukan bahwa wasting dapat menyebabkan

stunting, tetapi pertumbuhannya PB atau TB masih dapat terjadi jika tubuh

memiliki cadangan energi yang cukup untuk proses metabolisme di dalam tubuh.

Tubuh akan melakukan penyesuaian terhadap penambahan BB yang rendah

dengan memperlambat pertumbuhan PB atau TB . Oleh karena itu, dikatakan

bahwa wasting yang berlangsung lama dan BB yang fluktuatif memperbesar

risiko seorang anak mengalami stunting. Hal inilah yang menjadi dasar, mengapa

pada balita yang BB-nya tidak naik selama dua kali berturut-turut harus di rujuk

ke pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mencegah balita tersebut

mengalami wasting dan stunting.

Penelitian lain menunjukan bahwa bila seseorang anak mengalami wasting

dan stunting bersama-sama, maka risiko kematiannya meningkat, dan risikonya

jauh lebih tinggi bila keadaan stunting dan wastingnya parah (<-3 SD) seperti

yang terlihat pada Gambar 1.1 beikut.

33
Gambar 1.1 Risiko Kematian pada Anak Wasting dan Stunting ( Gambar Kiri) dan Kombinasi
Efek Wasting dan Stunting terhadap Kematian Anak (Gambar Kanan)

2.1.5.3 Stunting

WHO mendefinisikan stunting sebagai kegagalan pertumbuhan dan

perkembangan yang dialami anak-anak akibat asupan gizi yang kurang dalam

waktu lama, penyakit infeksi berulang, dan stimulus psikososial yang tidak

adekuat. Anak yang mengalami stunting, terutama pada usia dini, kemungkinan

juga mengalami hambatan pertumbuhan organ lainnya, termasuk otak. Adapun

stunted didefinisikan sebagai Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi

Badan menurut Umur (TB/U) anak yang lebih rendah dari -2 Standar Deviasi

anak yang stunting pasti stunted, tetapi anak stunted belum tentu stunting.

Perbedaan keduanya dapat dilihat pada table 1.3.

Namun di sisi lain, anak yang mengalami stunted biasanya juga disertai

dengan hambatan perkembangan berbagai organ lainnya, terutama bila

kekurangan gizi terjadi pada usia 1000 HPK, seperti otak, jantung, ginjal, dan

organ-organ lainnya. Oleh karena itu, istilah yang lebih banyak digunakan adalah

stunting bukan stunted karena dengan menggunakan istilah stunting, aspek

34
perkembangan anak dan kesehatannya pada usia dewasa tetap diperhitungkan

sebagai indikator terjadinya kekurangan asupan zat gizi yang kronis dan infeksi

berulang pada usia dini.

Stunting Stunted
 Kondisi gagal tumbuh kembang  Kondisi gagal tumbuh ditandai
pada anak akibat asupan gizi yang dengan ukuran PB/U atau TB/U
tidak cukup dalam waktu lama, kurang dari -2 SD standart median
infeksi berulang, dan stimulus WHO Child Growth Standarts
psikologi yang tidak adekuat.
 Ditandai salah satunya dengan  Stunted hanya mengindikasikan
ukuran PB/U atau TB/U kurang ukuran fisik tanpa memperhitungkan
dari -2 SD standar median WHO dampak stunting.
Child Growth Standarts (stunted)
Stunting pasti stunted, tetapi stunted belum tentu stunting
Tabel 1.3 Perbedaan Stunting dan Stunted

Karena dampaknya yang serius, bervariasi, dan berjangka Panjang, stunting

dianggap sebagai suatu sindrom, dimana kegagalan pertumbuhan linier (stunted)

merupakan penanda/marker kelainan patologis multiple yang terkait dengan

meningkatnya kesakitan dan kematian, penurunan fungsi kognitif, dan

meningkatnya risiko terjadinya PTM pada usia dewasa.

Ukuran tubuh yang pendek dijadikan sebagai indikator penanda dampak

stunting jangka Panjang, oleh karena dapat dikenali paling dini, bahkan pada saat

kelahiran, yaitu berdasarkan ukuran Panjang badan lahir (PBL). Sementara itu,

kemampuan kognitif biasnya dikenali seorang ibu setelah anaknya berusia

prasekolah, dan PTM bahkan muncul pada usia dewasa. Pengenalan stunting

sedini mungkin dapat mencegah dampak stunting dengan lebih efektif. Meskipun

35
untuk pertumbuhan linier (PB dan TB) diperlukan massa lemak dan otot yang

cukup, yang merupakan sumber energi tubuh bila kebutuhan tersebut tidak

didapatkan dari konsumsi, perlu juga diperhatikan pemenuhan zat gizi lainnya

yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh

asupan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral yang adekuat, seperti sulfur,

fosfor, kalsium, magnesium, vitamin D, vitamin K dan vitamin C, serta tembaga.

Perbedaan kekurangan gizi tertentu pada seorang anak akan dapat menyebabkan

seorang anak mengalami stunting tetapi tidak wasting, atau sebaliknya.

2.1.5.3.1 Tentang Stunting Dan Kerdil

Akhir-akhir ini, stunting sering disebut sebagai kerdil. Tujuan dari

penggunaan kata kerdil adalah karena dikhawatirkan masyarakat tidak mengerti

kata stunting yang merupakan kata dalam bahasa Inggris. Namun demikian,

penggunaan kata kerdil sesungguhnya kurang tepat, Karena ternyata arti kata

kerdil tidak sama dengan makna kata stunting. Kesimpulan hasil penulusuran dari

Wikipedia dan KBBI diuraikan sebagai berikut.

Kerdil tidak sama dengan stunting. kerdil adalah dwarfism yang berarti

kerdil dalam Bahasa Indonesia, dwarfism didefinisikan sebagai orang dewasa

yang mempunyai tinggi badan 147 cm atau kurang yang di akibatkan faktor

genetik atau medis, baik pada perempuan maupun laki-laki. Rata-rata Tb orang

kerdil adalah 122 cm. Sementara itu, Menurut WHO Reference (2007), stunting

adalah bila seseorang mempunyai TB <-2 SD. stunting pada dewasa laki-laki yang

berusia 19 tahun, nilai -2 SD nya adalah 161,9 cm; sedangkan dewasa perempuan

36
nilai -2 SD nya adalah 150,1 cm. Artinya berdasarkan standar WHO, seorang laki-

laki dewasa dikatakan stunting bila mempunyai TB kurang dari 161,9 cm,

sedangkan seorang perempuan dikategorikan stunting bila mempunyai TB kurang

dari 150,1 cm. Dengan demikian, Batasan ukuran TB antara kerdil dan stunting

sangat berbeda, sehingga tidak dapat digunakan sebagai istilah yang sama.

Di pihak lain, walaupun arti atau makna kata stunting saat ini belum begitu

dikenal oleh masyarakat, penulis perkirakan masyarakat pada akhirnya akan

memahami arti kata stunting seperti pemahaman mereka terhadap kata-kata

hipertensi, diabetes, stroke, dan anemia.

with malnutrition in children 6-59 months of age in pastoral community of Dollo

ado district, Somali region, Ethiopia. Sci J Public Health. 2013;1(4):175–83 19-

25].

2.1.5.3.2 Cara Mendeteksi Stunting

Deteksi dini stunting dan sapat dilakukan dengan mengukur PB atau TB

bayi/anak. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan umur

berdasarkan jenis kelamin sesuai standar WHO 2006. Pada bayi yang baru lahir,

deteksi stunting dilihat dari Panjang Badan Lahir (PBL). Pada laki-laki, jika PBL

nya <46,1 cm dan pada perempuan <45,4 cm, maka bayi tersebut tergolong

stunted. Pada umur selanjutnya, proses deteksi stunted dilakukan dengan beberapa

langkah berikut :

1. Menghitung Umur

37
Umur adalah jarak waktu antara tanggal lahir dan tanggal dilakukan

pengukuran. Dalam kaitannya dengan status gizi anak, umur dihitung dalam

bulan penuh, sesuai standar pertumbuhan WHO 2006 untuk anak 0-59

bulan. Misalnya, seorang anak berusia 14 bulan 29 hari, maka umur anak

tersebut terhitung 14 bulan. Menentukan umur anak harus tepat sebab

kekeliruan dalam menghitung umur anak dapat menyebabkan kesalahan

dalam menginterpretasikan status gizi anak.

2. Melakukan Pengukuran Panjang Badan PB (PB) atau Tinggi Badan (TB)

Pengukuran Panjang badan dilakukan pada anak yang berumur 0-23 bulan.

Alat yang digunakan untuk mengukur PB adalah infantometer atau

lengthboard. Sementara, pengukuran tinggi badan dilakukan pada anak

yang berumur 24 bulan atau lebih. Alat yang digunakan untu mengukur TB

anatar lain mikrotoa dan stadiometer. Tingkat ketelitian alat yang digunakan

untuk mengukur PB dan TB adalah 0,1 cm.

3. Menginterpretasikan Hasil Pengukuran

Setelah dilakukan pengukuran PB dan TB, hasil pengukuran tersebut

dinterpretasikan berdasarkan nilai standar WHO 2006 menurut umur dan

jenis kelaminnya untuk mengetahui apakah seorang anak tergolong stunted

atau tidak. Langkah-langkah penentuan sebagai berikut :

1) tentukan table yang telah digunakan, table untuk anak laki-laki dan

anak perempuan;

2) pada kolom umur, sesuaikan dengan umur anak yang diukur;

38
3) perhatikan nilai hasil ukur berada pada range klasifikasi Z-score yang

mana;

4) untuk mengategorikan hasil pengukuran, lihat klasifikasi Z-score untuk

kategori PB/U dan TB/U pada table 1.3 (klasifikasi status Gizi Anak

Berdasarkan WHO Child Growth Standarts 2006).

Perjalanan untuk menurunkan stunting di Indonesia dan jawa barat sudah

berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui intervensi gizi spesifik

untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi sensitive untuk mengatasi

intervensi terintegrassi untuk mencegah dan menurunkan prevalens stunting sejak

tahun 2017 pada 8 kabupaten/kota percontohan, tahun 2018 di 100 kab/kota,

tahun 2019 di 160 kabupaten/kota dan sejak tahun 2020- 2024 pemerintah

menargetkan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

Penyebab stunting pada bayi dan anak terbagi dalam 3 kelompok yaitu; a)

penyebab langsung, hal ini terjadi karena asupan makanan yang tidak adekuat

ataupun penyakit infeksi yang terjadi lama dan atau berulang; b) penyebab tidak

langsung yang disebabkan karena ketersediaan pangan di rumah yang tidak

mencukupi akses terhadap pasar yang tidak terjangkau, sehingga ibu tidak

merawat anaknya dengan baik yang kemungkinan disebabkan karena

ketidaktahuan atau karena kesibukannya, lingkungan rumah dan sekitar rumah

yang tidak sehat, kurangnya ketersediaan air bersih, akses terhadap pelayanan

kesahatan yang rendah; dan C) penyebab mendasar hal ini karena Pendidikan

yang rendah, kemiskinan sehingga ketidaktepatan pola asuh dalam memberikan

39
makanan yang tidak adekuat, pencegahan infeksi dan rendahnya ikatan antara ibu

dan anak, hal ini sesuai seperti penelitian yang dilakukan oleh (blm ada jurnal)

Dalam berita yg disampaikan oleh mentri Menkominfo dalam sambutannya

pada tanggal 14 jan 2022 menyatakan penanganan stunting  pihaknya juga akan

membantu menyediakan aplikasi dan pusat data melalui Sistem Pemerintah

Berbasis Elektronik bahkan beliau menyatakan bahwa bila memerlukan pusat

data pun Menkominfo akan bantu untuk mensiapkannya. Kementerian Kominfo

siap berkolaborasi dengan BKKBN dengan memperhatikan korelasi program

pemerintah pusat yang berkaitan dengan percepatan penurunan stunting di

Indonesia.

2.1.5.4 Growth Monitoring System

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan GMP sebagai

intervensi gizi yang mengukur dan memetakan berat badan anak dan

menggunakan informasi ini untuk menasihati orang tua sehingga mereka dapat

mengambil tindakan untuk meningkatkan pertumbuhan anak . Yang di lihat pada

Growth monitoring system itu meliputi Input, proses, output, outcome, impact

dan inilah yang nanti akan dipergunakan untuk kegiatan pemantauan dan promosi

pertumbuhan (GMP) kepada para pelaksana, penentu kebijakan dan tentu kepada

para orang tua nya, untuk Input nya yang akan di lihat adalah, adanya sistrm

pencatatan yang disebut dengan e-PPBGM, jumlah kualitas kader, jumalah nakes,

apakah sudah pernah dilakukan pelatihan untuk dapat mengukur dan memetakan

berat badan anak serta mampu mengukur dengan benar Panjang badan / tinggi

badan dengan alat timbang badan yg suka diterapkan danlainnya. Proses kualitas

40
pengukuran oleh kader, pencatatan pelaporan, kehadirannya, monitoring,

dimonitor apakah sasaran nya hadir saat penimbangan , apakah hasil penimbangan

dicatat dalam e-PPGBM dengan lengkap, dimonitor apakah ada perbaikan status

gizi nya apakah dolakukan pemberian Vitamin atau makanan tambahan dan

apakah dilakukan pembahsan hasil nya di setiap tingkatan mulai dari pelaksanan

dilapangan, di Tingkat Puskesmas , ditingkat kabupaten dan propinsi. Apakah

dilakukan evaluasi dan Out come apakah ada perbaikan gizi anak yang alami

stunting menjadi normal.

2.1.5.5 Pemanfaatan GMS

Pemanfaatan growth Monitoring System dalam hal ini adalah

pemanfaatan EPPGBM seharusnya data yang didapatnya sudah dipergunakan

untuk memonitor apakah anak balita yang ditimbang tersebut pertambahan berat

badan dan tinggi badannya sudah sesuai dengan pola yang seharusnya , dan

apakah data yang didapat tidak sesuai dengan pola yang seharusnya sudah

dilakukan. Tindakan intervensi dengan tepat, dan dilakukan monitoring

sehingga dapat langsung diketahui apa yang menyebabkan tidak sesuai tersebut

dan bagaimana hasil evalusinya, apakah ada pencapaian dari target yang sudah

direncanakan sebelumnya sehingga tujuan dari ditimbangnya balita setiap 6

bulan sekali melalui bulan penimbangan balita dapat dipergunakan untuk

pengambilan keputusan, policy development etc.

41
2.1.5.6 Pengambilan Keputusan

Dari data hasil monitoring dan evaluasi penimbangan bulan balita dapat

dipergunakan untuk pengambilan keputusan, data yang menunjukan kehadiran

balita ke penimbangan bulan balita yang tidak sesuai dengan jumlah balita yang

ada atau tercatat di suatu wilayah memerlukan keputusan apakah akan diundang

kembali ataukah petugas yang akan mengunjunginya ke rumah balita yang tidak

hadir, ataukah ada batasan minimal kunjungan balita, bila hasil monitoring

didapatkan banyak kolom yang tidak terisi atau terisi dengan data yang salah

apakah ada pengambilan keputusan untuk melatih ulang tata cara melakukan

penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi bada yang benar, ataukah ada

kebijakan siapa saja yang boleh melakukan penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan.

2.1.5.7 Policy Development

Apabila sudah terkumpul informasi hasil monitoring dan evaluasi serta

apabila ada kebjikan yang diambil untuk menanggulangi/memperbaikinya yang

kemudian diolah untuk dijadikan kebijakan yang akan diusulkan kepada pembuat

kebikjakan di tingkat lebih atas.

2.1.5.8 Peran Serta Linta Sektor

Di Indonesia peran serta lintas sector sudah mulai tampak seperti :

pemanfaatan dana desa yang menyatakan bahwa dana desa dapat digunakan untuk

kegiatan penanganan stunting sesuai hasil musyawarah Desa. sesuai dengan

42
PERMENDESPDTT no 16 th 2018 disebutkan bahwa dana desa dapat

dipergunakan untuk; a) penyediaan air bersih dan sanitasi; b) pemberian makanan

tambahan dan bergizi untuk balita; c) pelatihan pemantauan perkembanagan

Kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; d) untuk mendukung kegiatan berkala iu

hamil atau ibu meyusui; e) pengembangan apotik hidup desa dan prosuk

holtikultrura untukmemenuhi kenutuhan gizi ibu hamil atau menyusui; f)

pengembangan ketahanan pangan didesa; g) penanganan kualitas hidup lainnya yg

sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa. (

PERMENDESPDTT no 16 th 2018 ). Pihak lain yang terkait dengan peran serta

linyas sector antara lain adalah Kemendagri/Pemda dan Jajarannya, Kemenpan

RB, Kemenaker dan jajarannya kader PKK, Kemenkominfo.Kemendiknas,

BKKBN dll Salah satu contoh nyata adalah kegiatan di Posyandu yang

dilaksanakan secara reguler (1 bulan sekali) dan pihak yang terkait dengan

pencapaian ini adalah Kementrian Dalam Negeri/Pemda dan jajarannya.( Amrin

Madolan  November ,2018 Mitra Kesmas Peran Linta Sektor dalam mencapai

indicator keluarga sehat,) 

2.1.5.9 Pencagahan

Untuk mencegah stunting , pertama, penyebab konteks harus


diidentifikasi dan dipecahkan.

2.1.5.10 Intervensi

Hasil penelitian oleh Peru et al. menunjukkan bahwa intervensi gizi

berbiaya rendah dan dapat meningkatkan pertumbuhan dalam jangka pendek atau

43
menengah [Shrimpton R, Victora CG, de Onis M, Lima RC, Blössner M,

Clugston G. Worldwide timing of growth faltering: implications for nutritional

interventions. Pediatrics. 2001;107(5):e75 40]. Clombati dkk. juga Clombati dkk.

juga menunjukkan bahwa di negara-negara dengan prevalensi gizi buruk yang

tinggi, biaya rendah dan intervensi jangka pendek mudah diterapkan dan efektif

[Colombatti R, Coin A, Bestagini P, Vieira CS, Schiavon L, Ambrosini V,

Bertinato L, Zancan L, Riccardi F. A short-term intervention for the treatment of

severe malnutrition in a post-conflict country: results of a survey in Guinea

Bissau. Public Health Nutr. 2008;11(12):1357–64. ]. Selanjutnya, Shimpton dkk.

menunjukkan bahwa intervensi ini harus dimulai dari awal kehamilan atau saat

lahir [. Shrimpton R, Victora CG, de Onis M, Lima RC, Blössner M, Clugston G.

Worldwide timing of growth faltering: implications for nutritional interventions.

Pediatrics. 2001;107(5):e75 ] Namun demikian, hasil beberapa penelitian

menunjukkan bahwa beberapa intervensi memiliki dampak yang rendah. Hasil

dari tiga studi meta-analisis menunjukkan bahwa penggunaan mikronutrien

sebagai intervensi efektif dalam meningkatkan perkembangan anak, namun

suplemen zat besi dan vitamin tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan

tumbuh kembang anak [Ramakrishnan U, Aburto N, McCabe G, Martorell R.

Multimicronutrient interventions but not vitamin a or iron interventions alone

improve child growth: results of 3 meta-analyses. J Nutr. 2004;134(10):2592–

60243]. Sebuah studi oleh Bandari et al. di daerah pedesaan India mengungkapkan

bahwa intervensi pendidikan ditujukan untuk meningkatkan konsumsi energi dan

memperbaiki metode nutrisi untuk bayi dari 6 hingga 18 bulan tidak dapat

44
meningkatkan berat badan mereka [Bhandari N, Mazumder S, Bahl R, Martines J,

Black RE, Bhan MK, Group IFS. An educational intervention to promote

appropriate complementary]. Beberapa studi terkontrol double-blind juga

menunjukkan bahwa asupan seng tidak dapat meningkatkan pertumbuhan anak-

anak yang kekurangan gizi [. Müller O, Garenne M, Reitmaier P, van Zweeden

AB, Kouyate B, Becher H. Effect of zinc supplementation on growth in west

African children: a randomized double-blind placebo-controlled trial in rural

Burkina Faso. Int J Epidemiol. 2003;32(6):1098–10245].

Secara umum, tampaknya skrining dalam interval pendek, status anak

dapat dipantau secara berkala dan efektivitas intervensi dapat dikendalikan dalam

perintah untuk memodifikasinya. Perlu juga dicatat bahwa kebijakan kesehatan,

termasuk gizi, sangat berbeda dari kebijakan lain, serta kepentingan dan tujuan

gubernur memiliki dampak langsung pada kebijakan gizi [Goshtaei M. Analysis

of the nutrition policy making in Iran. PhD Thesis. Tehran: Teheran University of

Medical Sciences; 2016.]. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan

politik yang kuat program merupakan kekuatan utama dari kebijakan gizi; dan

dukungan tersebut dapat meningkatkan gizi status anak-anak [Winichagoon P,

Kachondham Y, Attig G, Tontisirin K. Integrating food and nutrition into

development. In: Thailand’s experiences and future visions Bangkok: UNICEF

(East Asia and Pacific Regional Office); 1992, Gurney J. A situation analysis and

agenda for the turn of the century for countries of the south-east region of WHO,

part I: program file (nutrition). In: Paper discussed in the FAO/WHO Asia and

pacific Regional Meeting Bangkok, vol. 1992; 1992. p. 27–31]. intervensi di

45
Indonesia dilakukan dengan proses konvergensi gizi spesifik dan sensitive didesa

dengan mengintegrasikan intergrasikan semua kegiatan untuk mendukung

ketahanan pangan kluarga , pola asuh balita , peningkatan asupan makanan dan

surveillance gizi

2.1.5.11 Sistem Kesehatan, Sik, Etc

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang

diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan

saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat

seting-tingginya (Perpres no. 72 tentang Sistem Kesehatan Nasional). Pasal 2 (1)

prerpres no 72 tentang sistem Kesehatan Nasional. Pengelolaan kesehatan

diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan,

sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan

pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan,

serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna

menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (2) Pengelolaan

kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang di

pusat dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional

di bidang kesehatan. (pasal 2 ayat 3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui SKN. Pasal 3 (ayat 1) Komponen

pengelolaan kesehatan yang disusun dalam SKN sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 dikelompokkan dalam subsistem: a) upaya kesehatan; b) penelitian dan

pengembangan kesehatan; c) pembiayaan kesehatan; d) sumber daya manusia

46
kesehatan; e) sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; f) manajemen,

informasi, dan regulasi kesehatan; dan g) pemberdayaan masyarakat.

Pasal 6 (1) Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan

kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta

upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan

rehabilitatif. (2) Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang dibina oleh Menteri hanya bagi tenaga kesehatan dan

tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta

mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.

Pasal 7 (1) Untuk meningkatkan akselerasi dan mutu pelaksanaan SKN,

pembangunan kesehatan perlu melandaskan pada pemikiran dasar pembangunan

kesehatan. (2) Pemikiran dasar pembangunan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi pemikiran tentang pelaksanaan, tujuan, dan prinsip dasar

pembangunan kesehatan.

2.1.5.12 Beberapa Model

Temuan analisis kebijakan dalam studi saat ini menunjukkan bahwa

menggunakan bukti, dokumen, kebijakan, pengalaman sebelumnya, dan

pengalaman negara lain, dapat dijadikan model untuk mendapatjan data status gizi

yang dapat diperanggung jawabkan dan yang dapat dipergunakan untuk sumber

data melakukan intervensi dengan tepat sasaran yang ahirnya dapat diketahui

penuruanan angka stunting. Sebuah model yang melibatkan semua individu,

masyarakat, organisasi dan pemerintah yang memiliki kemampuan untuk

47
menyelaraskan kegiatan semua pemangku kepentingan secara komprehensif dan

untuk ini diperlukan penguatan prosespolotik . [Mohseni M, Aryankhesal A. A

National Document for child nutrition in Iran: a vital need. Ann Nutr Metab.

2018;73(3):250–149].

Beberapa penelitian menyajikan model untuk mencegah dan mengurangi

kekurangan gizi pada anak dengan menggunakan model yang sesuai untuk

meningkatkan kualitas layanan di berbagai Negara di seluruh dunia. Dapat

dirancang model spesifik berdasarkan situasi epidemiologis mereka atau

menggunakan kombinasi beberapa model. Model dari UNICEF dan WHO adalah

dengan membuat model mengutamakan pencegahan dan pengendalian malnutrisi.

Model UNICEF sendiri berdasarkan dari tiga tingkat penyebab yakni : dasar,

mendasar, dan langsung. Setiap tingkatan tersebut mengandung komponen yang

perlu diperhatikan untuk mencegah dan mengendalikan gizi buruk. Model WHO

membahas konteks dan penyebab malnutrisi.( [Mohseni M, Aryankhesal A. A

National Document for child nutrition in Iran: a vital need. Ann Nutr Metab.

2018;73(3):250–149]. Beberapa model lain, selain konteks penyebab,

menganggap anak dan ibu sebagai dua pilar utama, dan memerlukan pemahaman

yang lebih dalam tentang budaya model di setiap daerah untuk merumuskan

program yang dibutuhkan [Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF,

Onyango AW. Contextualising complementary feeding in a broader framework

for stunting prevention. Matern Child Nutr. 2013;9(S2):27–4553, Flax VL. ‘It

was caused by the carelessness of the parents’: cultural models of child

malnutrition in southern Malawi. Mater Child Nutr. 2015;11(1):104–18].

48
2.2. Kerangka Pemikiran (Premis)

Penelitian ini adalah penelitian yang melakukan eksplorasi terhadap data

yang termuat dalam data e-PPGBM. e-PPGBM adalah sebuah system yang

terpusat ke data Kementrian Kesehatan, sehingga petugas dilapangan dimanapun

diseluruh Indonesia akan menerapkan system ini, system ini menampung semua

data penimbangan bulan balita yang dilakukan dua kali dalam satu tahun pada

bulan februari dan agustus, pada bulan tersebut bersamaan dengan pemberian

vitamin A pada balita. Selain data tersebut menampung data setiap balita mulai

dari nama, tanggal lahir, berat badan pada saat lahir, panjang badan saat lahir,

nama orang tua, nomor induk kependudukan orang tua, alamat rumah, tempat

penimbangan/pos yandu, nama desa, nama kecamatan, nama puskesmas, nama

kabupaten/kota, nama provinsi, berat badan saat penimbangan, tanggal

dilakukannya penimbangan, tinggi badan disaat penimbangan -zBB/U -zTB/U

pemberian vitamin A dan PMT. Sehingga sebetulnya apabila semua data tersebut

diisi dengan benar dan akurat , dimonitoring, maka kita dapat menganalisis

apakah tujuan dari dibuatkannya ePPGBM tersebut tercapai atau tidak ataukah

kita masih memerlukan sebuah alat untuk membantu tercapainya dari tujuan akhir

system ePPGBM yakni untuk memantau pertumbuhan balita dan banyak data

lainnya yang dapat dianalisis dari data yang terkumpul tersebut.

49
Peneliti berpikirian bahwa apabila seorang bayi/batita/balita dapat dimonitor

terus secara kontinyu, maka kita dapat sedini mungkin kita dapat lebih fokus

untuk melakukan intervensi agar ada progress yang membaik. Dengan cara

monitoring seperti ini diharapkan intervensi yang dilakukan dapat terpusat dengan

optimal dan pendampingan yang lebih jelas sehingga bantuan pemerintah atau

swasta tidak terhamburkan begitu saja, permasalahnnya yang ada saat ini adalah

tidak dilakukan monitoring berjenjang mulai dari tingkat pelaksana sampai tingkat

propinsi. Sehungga beberapa hal seperti bayi/batita/balita tidak rutin hadir saat

penimbangan bulan balita, mempergunakan nama yang selalu berbeda, hasil

penimbangan tidak segera dientry kedalam system dukarenakan sulit log in , tidak

membawa buku KIA saat penimbangan, atau ada yang pindah, sedang tidak

berada di tempat, demikian pula tidak dimonitor dari sudut tenaga yang

melakukan penimbangan saat ini yang tidak selamanya dilakukan oleh tenaga

kesehatan dikarenakan keterbatasan tenaga, shgdilaksanakan bukan oleh tenaga

yang sudah yang akan menyebabkan tidak tepat cara pengukuran, tidak segera

menginput data ke dalam system, tidak benar cara menuliskan berat badan dan

tinggi badan dan bila dilihat dari sisi monitoring system nya tampak ada yang

yang hasilnya tidak dianalisis dan dimonitoring secara berkelanjutan setiap setelah

dilakukan penimbangan bulan balita. Pada penelitian ini peneliti hanya melihat

kepada data yang sudah terekam dalam data e-PPGBM yang diambil dari tingkat

provinsi, untuk mengambil data hasil ePPGBM pun Dinas Kesehatan Provinsi

harus mengambiilnya dari ePPGBM Kementrian Kesehatan dan hanya petugas

tertentu yang diberi akses untuk dapat mengambil data tersebut, data ePPGBM

50
yang diinput dari tempat penimbangan akan langsung masuk kedalam sistem e-

PPGBM yang terpusat di Kementrian Kesehatan, dan bila Dinkes provinsi

memerlukan data tersebut maka petugas yang mempunyai akses yang dapat

mengambilnya. Hal ini lah mungkin salah satu sebab data hasil penimbangan

bulan balita tidak selalu di monitor atau dianalisis baik di tingkat kabupaten/Kota

maupun di tingkat provinsi. Pada akhirnya data yang terhimpun pada system

ePPGBM hanya akan menghasilkan berapa banyak bayi/batita/balita yang

stunting (Pendek dan sangan pendek) untuk setiap kabupaten/kota dan provinsi

tetapi sulit untuk melacak apakah yang terjaring stunting tersebut diikuti

pertumbuhannya dan sulit di nilai apakah intervensi yang dilakukan sudah

berdampak atau tidak. Dengan terinventarinya nama bayi/batita/balita yang

terdeteksi saat penimbangan dan kemudian dilakukan intervensi bersama dan

dimonitor bersama serta diikuti terus pada hasil penimbangan bulan balita

berikutnya maka diharapkan bayi/batita/balita tersebut keluar dari stunting.

Penelitian ini tidak memperhatikan faktor lain yang berhubungan dengan

pertumbuhan bayi/batita/balita seperti menderita penyakit infeksi, sanita

lingkungan perumahannya, air bersih, Pendidikan ibu, anak keberapa

dirumahnnya, dan lain lain. Penelitian ini ingin melihat dari data yang termuat

dalam ePPGBM apakah sudah dilakukan monitoring tidak saja berapa banyak

bayi/batita/balita yang terjaring kedalam kelompok stunting tetapi apakah juga

dapat mengikuti setiap bayi/batita/balita yang terjaring kedalam kelompok

stunting dan menjadi normal sesuai dengan pola pertumbuhannya dan dapat

dimonitor apakah bantuan pemerintah atau swasta selama ini baik intervensi

51
secara spesifik maupun intervensi lainnya tepat diberikan kepada yang stunting

atau diberikan masal begitu saja kepada setiap yang datang ke penimbangan,

sehingga apabila intervensi dilakukan bersama dan terfokus pada ssaaran yang

tepat.

Provinsi

- Validasi
- monitoring Data yang sudah diinput dari bawah bias
- Pengguna langsung diakses oleh setiap jaringan

Kab/Kota Puskesmas

- Validasi Pengumpulan Data


- montoring - Exksport Excel
- Pengguna - Input di ePPGBM
- Validasi

Pos Yandu
Pengambilan Data
- Input Excel
- Input ePPGBM

2.3. Hipotesis

52
Pengertian hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan sementara. Dikatakan

sebagai dugaan sementara karena bentuknya masih dugaan yang perlu dibuktikan

kebenarannya. Dengan kata lain, hipotesis belum tentu benar

Buat kerangka pemikiran, proposisi teoretik

Research question

1. Bagaimana magnitude stunting berdasarkan bulan penimbangan balita tahun

2020 dan 2021 di Jabar?

1) Bagaimana proporsi pendek, sangat pendek, normal saat lahir di setiap

kabupaten.  bayi baru lahir

2) Bagaimana proporsi pendek, sangat pendek, normal saat penimbangan di

setiap kabupaten.  setiap yang ditimbang

53
3) Bagaimana perkembangan Bayi pendek, sangat pendek selama 4 kali

pengukuran per kabupaten.  dicari dari bayi baru lahir februari dan

agustus 2020  dicari perkembangannya pada agustus 2020, februari 2021

dan agustus 2021 (missing dll)

2. Bagaimana persepsi stakeholder tentang magnitude stunting berdasarkan BPB

(growth monitoring system dengan EPPGBM) di Jabar?

1) Bagaimana input: jumlah dan kualitas kader, alat ukur, RR,……..

2) Bagaimana Proses: cara mengukur, pencatatan pelaporan,…..

3) Bagaimana Outcome:

4) Bagaimana Impak:

3. Bagaimana Persepsi pelaksana program gizi dan KIA tentang monitoring

pertumbuhan perkembangan bayi dan balita untuk percepatan penurunan

stunting (growth monitoring system dengan EPPGBM) di kabupaten/ kota?.

1) Bagaimana input:

2) Bagaimana Proses:

3) Bagaimana Outcome:

4. Bagaimana model konseptual sistem monitoring pertumbuhan perkembangan

bayi dan balita untuk percepatan penurunan stunting?

54
Desain:

1) Mixed methods: sequential exploratory mixed methods

2) Tahap I: Kuantitatif  study dokumen

a. Sumber data: EPPGBM Jabar, BPB 2020, 2021

3) Tahap II: kualitatif

a. In depth interview

b. FGD

c. Teori substantif

d. Instrumen survei

4) Tahap III: Survei  inferensi

5) Tahap III: Kualitatif  membangun model konseptual

a. FGD

55
56
57

Anda mungkin juga menyukai