Masalah stunting bagi balita di Indonesia tergolong kronis. Stunting merupakan gangguan
yang diderita oleh anak balita kekurangan gizi dengan ditandai oleh tubuh pendek. Kondisi tubuh
anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya,
sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil
pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya,
politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya
bisa dicegah.
Status gizi buruk pada ibu hamil dan bayi juga merupakan faktor utama yang menyebabkan
anak balita mengalami stunting. Banyaknya penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang
masih sering ditemui, seperti pengetahuan ibu yang kurang memadai, infeksi berulang kali, sanitasi
yang buruk, serta terbatasnya layanan kesehatan.
Penyebab dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan,
yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya
akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting. Kondisi
kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit
sehingga menghambat penyerapan gizi. Tidak dapat dipungkiri jika terjadi stunting pada
anak/balita akan memberikan dampak seperti : kecerdasan anak di bawah rata - rata sehingga
prestasinya belanajarnya tidak maksimal, sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah
sakit, anak akan lebih tinggi beresiko menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke dan
kanker.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting menunjukkan
penurunan dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4%. Namun, prevalensi underweight mengalami
peningkatan dari 16,3% menjadi 17%. Apabila ditinjau menurut standar WHO, hanya Provinsi
Bali yang mempunyai status gizi berkategori baik dengan prevalensi stunting di bawah 20%
(10,9%) dan wasting di bawah 5% (3%).
Penurunan prevalensi stunting dapat diteruskan dengan rutinnya melaksanakan pemeriksaan
kondisi gizi pada anak. Pemerintah telah menyediakan tempat pemeriksaan gratis pada tiap – tiap
desa, yaitu posyandu. Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program
dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis
seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan masyarakat.
Salah satu keunggulan dari program-program yang ada di Posyandu adalah pemantauan rutin
dari perkembangan balita, mulai dari usia 0 hingga 23 bulan yang terus dipantau dengan kartu
sehat secara gratis. Dengan adanya kartu sehat, balita bisa dimonitor secara rutin oleh
kader/petugas gizi/bidan di Posyandu dapat membantu mendeteksi bila ada kecurigaan ke arah
stunting pada anak. Posyandu dapat mencegah anak terkena berbagai faktor risiko stunting melalui
program-program yang diselenggarakan. Beberapa program posyandu sebagai upaya pencegahan
stunting adalah POPM (Pemberian Obat Pencegahan Pasal) cacingan, penanggulangan diare,
sanitasi dasar serta peningkatan gizi.
Anak yang berpotensi mengalami stunting, tentunya akan mendapatkan evaluasi untuk dicari
faktor penyebab dan risiko. Analisis faktor penyebab tentunya memerlukan peran lintas sektor dan
program, oleh karena itu balita yang memiliki potensi gangguan pertumbuhan selanjutnya akan
dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya,
termasuk faktor keluarga dan lingkungan.
Selain itu, tidak jarang juga di posyandu terdapat kegiatan edukasi tentang diare dan bahaya
dehidrasi pada balita. Seperti yang sudah diketahui, bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kejadian diare (terutama yang berulang) dengan kejadian stunting pada anak balita.