Anda di halaman 1dari 4

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

GERAKAN CEGAH STUNTING


DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS WURYANTORO
TAHUN 2023

PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI


DINAS KESEHATAN KABUPATEN
UPTD PUSKESMAS WURYANTORO
Wuryantoro Kidul Rt.01 Rw.01 Wuryantoro, Wonogiri 57661

Telp. ( 0273 ) 5329120

Email : sikpusk.wuryantoro@yahoo.com
KERANGKA ACUAN KEGIATAN GERAKAN CEGAH STUNTING
DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS WURYANTORO
TAHUN 2023

A. PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi
menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan malnutrisi
diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB)
setiap tahunnya.
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -
3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016).
Stunting atau keterlambatan pertumbuhan merupakan masalah gizi kronis
yang sering terjadi pada anak-anak di dunia, termasuk Indonesia. Stunting sendiri,
dapat terlihat ketika anak memiliki tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan normal
yang seharusnya dimiliki oleh anak pada usia yang sama.
Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan, dan
pendapatan masyarakat. Dampaknya dapat meliputi dari ekonomi, kecerdasan, dan
kualitas bangsa. Efek jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolik
seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes melitus.
Pada kasus anak yang mengalami stunting, tidak hanya pertumbuhan fisik
yang berbeda dari anak seusianya, tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif dan kemampuan belajar anak. Berangkat dari kondisi dan urgensi tersebut,
penting bagi kita semua untuk saling bekerjasama dalam melindungi generasi
penerus bangsa dari stunting.
Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia
(SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, dimana prevalensi stunting di Indonesia
turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
B. LATAR BELAKANG
Pandemi COVID-19 berdampak signifikan tidak hanya pada aktivitas
masyarakat tetapi juga terhadap kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat yang
bekerja pada sektor informal. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh
terhadap menurunnya akses dan daya beli masyarakat terhadap pemenuhan pangan
bergizi. Kerawanan pangan dan gizi meningkatkan risiko terjadinya masalah gizi akut
(gizi kurang dan gizi buruk) pada kelompok rentan, bahkan masalah gizi kronik
(stunting).
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting 2022
menurun 2,8% dibandingkan 2021 hal ini berdasarkan survei SSGI 2022 dengan
jumlah sampel yang dilakukan pada bayi sebanyak 334.848 bayi dan balita. Dari
angka 24,4% menjadi 21,6%, kemudian pada tahun ini ditargetkan menurun hingga
17,8%, dan 2024 mencapai 14%. Kabupaten Wonogiri menargetkan zero stunting
pada tahun 2024. Sementara Kecamatan Wuryantoro masih ada 80 kasus stunting
pada tahun 2022.
Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu secara lintas sektor
mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif
Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan
Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK.
Selain itu, indikator 2 dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai
sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2017-2019.
Untuk mencegah stunting, Kemenkes membangun 5 Gerakan Cegah
Stunting yang dilaksanakan bersama masyarakat oleh mitra, private sector, civil
society organizations, universitas, mahasiswa, dll, untuk meningkatkan pengetahuan,
cakupan layanan dan pemberdayaan masyarakat, yaitu Gerakan AksiBergizi, Bumil
Sehat, Posyandu Aktif, Jambore kader dan kampanye #cegahStuntingItuPenting.

C. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS


1. Tujuan Umum
Mewujudkan terbentuknya Gerakan Cegah Stunting secara terpadu di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Wuryantoro.

2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan kasus stunting di wilayah kerja UPTD Puskesmas Wuryantoro.
b. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Wuryantoro.
c. Meningkatkan capaian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Wuryantoro.
d. Meningkatkan capaian pemberian Tablet Tambah Darah remaja putri di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Wuryantoro.
e. Meningkatkan asupan gizi keluarga resiko stunting di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Wuryantoro.
f. Meningkatkan kesehatan sanitasi di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Wuryantoro.

Anda mungkin juga menyukai