Anda di halaman 1dari 10

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

KATA PENGANTAR.........................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................7

C. Tujuan Penelitian........................................................................................................8

D. Manfaat Penelitian......................................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Stunting........................................................................................10

B. Penentuan Status Gizi Stunting secara Antropometri.............................................12

C. Tinjauan Tentang Balita...........................................................................................25

D. Analisis Spasial.........................................................................................................28

E. Pemukiman Kumuh..................................................................................................33

F. Epidemiologi Stunting....................................................................................34

G. Kerangka Teori.............................................................................................36

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti.....................................................37uu

B. Bagan Kerangka Konsep.............................................................................38

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif...................................................39

D. Hipotesis Penelitian......................................................................................40
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis spasial adalah salah satu cara pendataan dalam upaya
untuk manajemen lingkungan dan merupakan bagian dari pengelolaan
(manajemen) penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan
uraian tentang data penyakit secara geografis berkenaan dengan
kependudukan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial, ekonomi, kasus
kejadian penyakit dan hubungan antar variabel tersebut dimana masing-
masing variabel dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit stunting.
Berbagai faktor risiko dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok faktor risiko
yaitu faktor kependudukkan dan faktor lingkungan. Faktor kependudukan
meliputi ; jenis kelamin, umur, status gizi, status imunisasi, kondisi sosial
ekonomi, adapun faktor risiko lingkungan yaitu kepadatan hunian.
Mendeteksi lingkungan yang rentan penyakit dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh Geographic Information
System (GIS) yang merupakan suatu sistem yang mampu mengolah,
memperbaiki, memperbaharui, dan menganalisis data, khususnya data
spasial secara cepat. Dengan GIS data yang dihasilkan dapat diolah,
disimpan dan ditampilkan dengan cepat sesuai dengan yang diharapkan
(Bambang, 2020).
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan
oleh adanya malnutrisi asupan zat gizi maupun penyakit infeksi yang bersifat
kronis. Kejadian tersebut terjadi secara berulang ditunjukkan dengan nilai Z-
Score tinggi badan dibanding usia (TB/U) kurang dari standar yang telah
ditentukan World Health Organization (WHO). Stunting adalah bentuk refleksi
jangka panjang dari kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi tidak
memadai dan sering menderita penyakit infeksi pada masa kanak-kanak.
Masalah stunting menjadi masalah gizi yang perlu mendapatkan perhatian
3

karena dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Erni, 2020).


Stunting atau pertumbuhan pendek, terjadi ketika anak-anak tidak
menerima jenis nutrisi yang tepat, terutama di rahim dan selama dua tahun
pertama kehidupan. Anak-anak yang mengalami pendek, berarti
pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak mereka telah menurun dan
mengalami kerusakan permanen dan bersifat irreversibel. Anak- anak yang
stunting berisiko lebih besar terkena penyakit dan kematian (Brookstone,
2020).
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat
menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan
dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya
pertumbuhan kemampuan motorik dan mental. Balita yang mengalami
stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa
mendatang. Bayi berusia 0-6 bulan, hanya memerlukan Air Susu Ibu (ASI)
saja sebagai nutrisi utama. Setelah 6 bulan, dapat diberikan Makanan
Pendamping ASI (MPASI). Bayi berusia >6 bulan memerlukan MP-ASI
sebagai nutrisi tambahan untuk pertumbuhan optimal (Prihutama, Rahmadi,
& Hardaningsih, 2020).
Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh kota-kota besar
adalah masalah permukiman kumuh, terutama muncul dan berkembang di
lokasi -lokasi yang strategis di pusat kota. Munculnya pemukiman kumuh ini,
disebabkan oleh makin tingginya nilai dan harga lahan kota sebagai akibat
pesatnya perkembangan kota, sehingga tidak semua penduduk kota mampu
memenuhi kebutuhannya akan lahan, dan tingginya angka mobilitas
penduduk di daerah perkotaan turut mempengaruhi berkembangnya
pemukiman kumuh. Para penduduk yang pindah ke daerah perkotaan,
umumnya memiliki harapan agar dapat memperoleh kehidupan yang lebih
baik dibandingkan dengan kehidupan di daerah asalnya. Fenomena
terjadinya perpindahan penduduk ke daerah perkotaan ini, lebih disababkan
4

oleh tingginya upah yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan


upah yang besar antara desa dan kota mendorong penduduk desa untuk
datang ke kota (Risha F.S 2019).
Pada tahun 2020, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal
dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia
Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%) (Abera,
Dejene, & Laelago, 2020).
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam Negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di Regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2010-2020
adalah 36,4%.
Menurut WHO pada tahun 2020 rata-rata prevalensi balita pendek di
Regional Asia Tenggara Tahun 2010-2020 yang berada di urutan pertama
adalah dari Timur Leste sebesar 50,2%, urutan kedua di India dengan
prevalensi sebesar 38,4%, Indonesia berada di urutan ke tiga dengan
prevalensi sebesar 36,4%, urutan ke empat Negara Bangladesh sebesar
36,1%, kelima Negara Nepal dengan angka prevalensi stunting 35,8%,
sedangkan Negara Butan berada di urutan keenam sebesar 33,6%, Negara
Myanmar sebesar 2,2%, Korea Utara sebesar 27,9%, Negara Maldives
sebesar 20,3%, Negara Sri Langka 17,3%, dan yang terakhir Negara
Thailand dengan angka prevalensi 10,5% (Didik, 2020).
Meskipun prevalensi stunting mengalami penurunan, stunting di
Indonesia tahun 2020 tetap masih dikatakan suatu masalah karena masih
prevalensinya masih diatas 20% (“hubungan ketahanan pangan
keluarga dan pola asuh ibu dengan kejadian stunting usia 24-59 bulan pada

2 (dua) Puskesmas di Kabupaten Pasaman tahun 2020) . Prevalensi stunting


bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2020 sebesar
5

36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita mengalami
masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya.
Stunting tersebut berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar
20%. Prevalensi stunting/kerdil balita Indonesia ini terbesar kedua di
kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%. Namun,
berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2020, balita yang mengalami
stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk
kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari
pertama sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih
banyak balita usia 0-59 bulan pertama justru mengalami masalah gizi.Guna
menekan masalah gizi balita, pemerintah melakukan gerakan nasional
pencegahan stunting dan kerjasama kemitraan multi sektor. Tim Nasional
Percepatan Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160
kabupaten prioritas penurunan stunting (ASEAN, 2020).
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) Sulawesi Selatan
tahun 2021 yang dilakukan di 24 kabupaten/kota menunjukkan bahwa
prevalensi balita stunting pada tahun 2018 sebesar 34,5%. Mengalami
penurunan pada tahun 2020 menjadi 34,1%. Kemudian mengalami kenaikan
pada tahun 2021 mencapai 34,8%. Angka ini menunjukkan bahwa posisi
Sulawesi Selatan di tahun 2020 masih belum mencapai target MDGs
(Ibrahim, Bujawati, Syahrir, & Adha, 2021).
Berdasarkan data awal dari Dinas Kesehatan Kota Makassar Tahun
2021 Jumlah Balita yang mengalami masalah gizi di Kecamatan Mariso
sebanyak 190 balita. Salah satu kelurahan di kota Makassar yang
mengalami masalah kehidupan sosial terkait dengan pemukiman kumuh
adalah Kelurahan Mariso Kecamatan Mariso Kota Makassar, dengan
berbagai fenomena yang terjadi seperti masalah permukiman. kesehatan.
Daerah kumuh atau slum area merupakan daerah padat penduduk dengan
bentuk dan letak rumah yang tidak tersusun rapi. Biasanya daerah ini
terletak di pusat kota,terminal, stasiun kereta api, sepanjang rel kereta api,
6

pasar tradisional atau di seputar pabrik-pabrik. Perumahan di daerah ini


sangat rentan terhadap bahaya kebakaran dan penggusuran, serta masalah
kesehatan lainnya. Pada daerah kumuh, kerawanan pangan merupakan
permasalahan gizi utama selain faktor lain yang berpengaruh. Kerawanan
pangan adalah kurangnya akses ke jumlah yang cukup makanan yang aman
dan bergizi untuk pertumbuhan normal dan perkembangan ; mungkin
disebabkan oleh tidak tersedianya distribusi pangan yang baik, daya beli
tidak mencukupi, atau ketidaktepatan atau penggunaan yang tidak memadai
pangan di tingkat rumah tangga (Prisca dan Fihtia, 2019).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini :
1. Bagaimana membuat spasial faktor determinan kawasan kumuh di
Kecamatan Mariso dengan value GIS?
2. Apakah ada hubungan kualitas pengasuhan Ibu dengan kejadian
stunting pada balita?
3. Apakah ada hubungan riwayat menyusui dengan kejadian stunting pada
balita?
4. Apakah ada hubungan pola asuh makanan dengan kejadian stunting
pada balita
5. Apakah ada hubungan Usia penyapihan dengan kejadian stunting pada
balita?
6. Apakah ada hubungan emotional bonding Ibu dengan kejadian stunting
pada balita?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui fakor determinan terhadap kejadian stunting pada
balita di kawasan kumuh di Kecamatan Mariso, Kota Makassar Tahun
2020
2. Tujuan Khusus
7

a. Untuk menganalisis secara spaial karakteristik kejadian stunting pada


balita
b. Untuk menganalisis secara spasial hubungan pola pengasuhan dengan
kejadian stunting pada balita
c. Untuk menganalisis secara spasial hubungan riwayat menyusui
dengan kejadian stunting pada balita
d. Untuk menganalisi secara spasial hubungan pola asuh makanan
dengan kejadian stunting pada balita
e. Untuk menganalisis secara spasial hubungan usia penyapihan
dengan kejadian stunting pada balita
f. Untuk menganalisis secara spasial hubungan emotional bonding
dengan kejadian stunting pada balita
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti, khususnya mengenai faktor risiko kejadian stunting pada balita di
kawasan kumuh Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2020.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
dibidang kesehatan khususnya ilmu kesehatan masyarakat terkait dengan
faktor risiko kejadian stunting pada balita. Selain itu diharapkan penelitian
ini dapat membantu menyediakan referensi bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik di bidang yang sama
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada mahasiswa dan
masyarakat agar dapat mengetahui faktor risiko kejadian stunting pada
balita, sehingga angka kejadian stunting dapat dicegah.
8

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN STUNTING
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai
janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua
tahun. Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang
ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya
(yang seusia).
Penilaian Status Gizi Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Sistem penilaian status gizi dapat
menggambarakan berbagai tingkat kekurangan gizi yang tidak hanya
berhubungan dengan kekurangan zat gizi tertentu, melainkan juga status gizi
yang berkaitan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan
penyakit kronis yang menyebabkan status gizi menjadi rendah. Berdasarkan
Supariasa, dkk (2019) penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu,
penilaian secara langsung dan penilaian tidak langsung :
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian, yaitu: pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan biokimia, dan pemeriksaan biofisik. Pengukuran
antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
9

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, panajng badan
atau tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan tebal lemak
bawah kulit. Tinggi badan merupakan parameter antropometri untuk
pertumbuhan linear dan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui secara
tepat.
Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
yang relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam
waktu yang pendek. Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan
akan nampak dalam waktu yang relative lama. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur panjang badan atau tinggi badan harus memiliki ketelitian
0,1 cm.Bayi atau anak yang tidak dapat berdiri dengan tegak dapat diukur
panjang badan sebagai pengganti tinggi badan. Pengukuran panjang
badan dilakukan pada bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun
menggunakan alat pengukur Panjang badan yang disebut infatometer.
Anak yang berumur lebih dari 2 tahun diukur dengan menggunakan alat
ukur microtoise.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Berdasarkan Supariasa, dkk
(2019) Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
1. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah metode
penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka
1
0

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat


penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Faktor ekologi Malnutrisi berhubungan dengan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, ekonomi, politik
dan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Faktor ekologi Malnutrisi berhubungan dengan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, ekonomi, politik
dan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

B. STATUS GIZI STUNTING SECARA ANTROPOMETRI


C. TINJAUAN TENTANG BALITA
1. Balita
Bobot penilaian
D. ANALISIS SPASIAL
E. PEMUKIMAN KUMUH
F. EFIMEDOLOGI STUNTING
G. KERANGKA TEORI

Anda mungkin juga menyukai