Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kapita selekta analisis kebijakan dan inovasi sektor publik. Dosen pengampu: Prof.Dr.H.Muhammad Basri, M.Si
DISUSUN :
Marina (M012020040)
POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA MAKASSAR 2021 1. Latar belakang
Permasalahan sosial memang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan yakni masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Permasalahan sosial ini merupakan akumulasi dari berbagai permasalahan yang terjadi. Mulai dari kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kemiskinan dapat memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan. Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindungi. Pasal 34 UUD 1945 (setelah amandemen keempat), ayat 2: “Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Kota Makassar merupakan salah satu kota yang tidak luput dari permasalahan sosial seperti uraian di atas. Terkait hal ini, pemerintah Makassar memiliki kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan sosial tersebut yaitu Peraturan Daerah No. 2 tahun 2008 dengan isi pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kota Makassar merupakan salah satu dari empat daerah yang menerapkan peraturan daerah tentang anak jalanan dan daerah lainnya adalah Jakarta, Denpasar dan Palembang. Peratuan inilah yang mendasari pemerintah Kota Makassar untuk meminimalisir sebab akibat dari anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Mengingat keberadaan anak jalanan,gelandangan, pengemis dan pengamen cenderung membahayakan dirinya sendiri dan/atau orang lain dan ketentraman di tempat umum serta memungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kekerasan, sehingga pemerintah Kota Makassar menganggap perlu dilakukan penanganan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan. Tetapi ternyata semua sasaran dan tujuan tersebut belum bisa terlaksanakan secara maksimal. Terbukti berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Makassar tiga tahun terakhir, jumlah anjal, gepengdan pengamen semakin bertambah. Peningkatan jumlah anak jalanan dan gelandangan ini membuktikan bahwa kebijakan ini belum terimplementasikan dengan baik. 2. Faktor-Faktor Penyebab dari gepeng (gelandangan dan pengemis) Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut : 1) Masalah kemiskinan. kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak. 2) Masalah Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak. 3) Masalah keterampilan kerja. Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. 4) Masalah sosial budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis: a. Rendahnya harga diri. Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa malu untuk minta minta. b. Sikap pasrah pada nasib. Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan. c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang Permasalahan gelandangan dan pengemis masih menjadi beban pembangunan nasional dewasa ini. Maka dari itu, peran pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi permasalahan ini tentunya harus dilakukan secara bersama-sama sehingga mampu mengurangi kesenjangan sosial yang ada. Gelandangan dan pengemis merupakan kantong kemiskinan yang hidup diperkotaan. Hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan kebutuhan hidup yang semakin mendesak. Penertiban gelandangan dan pengemis (gepeng) memerlukan waktu yang cukup lama dalam penanganannya. Hal ini dikarenakan terkadang pada waktu tertentu populasi pengemis meningkat seperti yang terjadi dihari libur, hari raya keagamaan, maupun dipusat-pusat rekreasi dan perbelanjaan. Tentunya secara grafik digambarkan jumlah populasi pengemis mengalami kenaikan dan penurunan. Penyebab kesenjangan yang besar adalah faktor ekonomi yang tidak merata sehingga jurang sosial antara si kaya dan si miskin tinggi terutama dikota-kota besar. Oleh karena itu, pemecahan masalahnya harus mencakup dua aspek yaitu: (i) kondisi di daerah asal; (ii) kondisi daerah tujuan. Prinsipnya adalah upaya pencegahan dilakukan di daerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara membuka pekerjaan di desa. Sedangkan di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di tempat tujuan “harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi tertarik untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh penghasilan lagi Dampaknya ialah kebersihan dan kesehatan yang sangat kurang, gizi kurang, tindak kekerasan sesama tunawisma, penggunaan narkoba, anak-anak yang dimanfaatkan, pelecehan seksual, dll. Kemungkinan yang akan terjadi jika banyak tunawisma tidak segera diatasi ialah akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan wabah penyakit, bencana dan angka kriminalitas. Tabel 1.1 Data PMKS Hasil Patroli Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen Yang Terjaring Tahun N0. Klsifikasi PMKS 2016 2017 2018 2019 1. Anak jalanan 117 155 211 372 2. Gelandangan & pengemis 101 130 119 285 3. Pengamen 72 91 106 70 Total 290 376 436 727 Sumber: Dinas Sosial Kota Makassar 2020 Kebijakan ini tentu memiliki faktor yang menyebabkan mengapa sampai saat ini belum bisa terimplementasikan dengan baik. Mukhtar Tahir (kepala Dinas Sosial Makassar) mengakui salah satu kendala untuk menampung para gelandangan dan pengemis adalah belum adanya ketersediaan ruang atau rumah untuk menampung mereka. Sulit kita di Dinsos, karena belum ada rumah untuk menampung para gepeng dan anjal. Ke depan kalau ada rumah maka kita akan maksimalkan penanganan gepeng dan anjal sebut Kepala Dinas Sosial. 3. Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan a. Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang mengada Bila suatu kebijakan dipandang bertentangan secara ekstrem atau secara tajam dengan sistem nilai dianut oleh suatu masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu secara umum, maka dapat dipastikan kebijakan publik yang hendak diimplementasikan akan sulit untuk terlaksana. b. Tidak adanya kepastian hukum Tidak adanya kepastian hukum, ketidakjelasan aturan- aturan hukum atau kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan satu sama lain dapat menjadi sumber ketidakpatuhan warga pada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. c. Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi 31 Seseorang yang patuh atau tidak patuh pada peraturan atau kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah dapat disebagiankan oleh keterlibatannya dalam suatu organisasi tertentu. Jika tujuan organisasi yang dimasuki oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi seide atau segagasan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka Ia akan mau untuk melakukan ketetapan pemerintah itu dengan tulus. Tetapi apabila tujuan organisasi yang dimasukinya bertolak belakang dengan ide dan gagasan organisaasinya, maka sebagus apapun kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah akan sulit untuk terimplementasi dengan baik. d. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum Masyarakat ada yang patuh pada suatu jenis kebijakan tertentu, tetapi ada juga yang tidak patuh pada jenis kebijakan lain. 4. Solusi untuk mengatasi gepeng Cara mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan penyuluhan dan konseling, pendidikan pelatihan keterampilan, pengawasan serta pembinaan lanjut, penertiban oleh aparat pemerintah, penampungan di panti asuhan, panti sosial dan panti jompo, rehabilitasi, pembangunan perumahan sangat sederhana, pengadaan rumah singgah dan diberikan pelatihan dan pendidikan, dan transmigrasi. Selain itu juga memberikan pendidikan agama yang kuat dalam keluarga, menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota kecil, rencana Pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata, melakukan pembinaan kepada para tunawisma melalui panti dan non panti, pelatihan sesuai potensi yang ada, bantuan modal usaha, mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka, mengadakan program pendidikan non formal bagi para tunawisma sehingga mereka mendapatkan pengetahuan. Solusi dari permasalahan gelandangan dan pengemis yaitu dengan cara rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis yaitu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terorganisasi dan terencana, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, bimbingan mental sosial, pemberian keterampilan dan pelatihan kerja untuk penyaluran ke tengah-tengah masyarakat. Selain itu, tujuan dari proses rehabilitasi adalah membuat seorang menyadari potensi-potensinya dan selanjutnya melalui sarana dan prasarana yang diberikan kepadanya berusaha untuk mewujudkan atau mengembangakan potensi-potensi tersebut secara maksimal untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal. Berdasarkan model pelayanan maka pelayanan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dibagi 3 (tiga) model (Waluyo, 2002 : 35) yaitu : 1. Sistem non Panti, model ini memberikan pelayanan di luar panti/tidak ditampung dalam asrama. Para klien mendapat bimbingan sosial, keterampilan dan bantuan dalam masyarakatnya masing-masing. Sistem ini sangat terbuka dan memberikan kebebasan para klien untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, namun kontrol dan monitoring terhadap semua kegiatan rehabilitasi sulit dilakukan, termasuk kontrol terhadap penggunaan bantuan stimulus dan bantuan modal lainnya. 2. Sistem Panti merupakan suatu model pelayanan kesejahteraan sosial secara langsung. Pelayanan yang diberikan relatif intensif karena penyandang masalah kesejahteraan sosial ditempatkan dalam suatu rumah/panti sehingga secara teknis mudah melakukan bimbingan, pembinaan, pemecahan masalah juga dilakukan di dalam panti dan klien terisolasi dalam panti dan tidak dapat berinteraksi sosial secara bebas dengan masyarakat sekitarnya. 3. Sistem Lingkungan Pondok Sosial (liposos) sistem pembinaan penyandang masalah kesejahteran sosial yang bersifat konfrehensif, integratif, dimana dalam kesatuan lingkungan membunuh dihukum penjara sekian tahun, pelaku kejahatan korupsi dihukum sekian tahun dst. Dengan demikian pendekatan hukum memandang bahwa masalah sosial terjadi. Pendekatan ini bisa besifat preventif dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun bersifat kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar norma hukum akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar dia tidak lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma hukum. Mereka yang berperan dalam pendekatan ini antara lain adalah para penegak hukum maupun aparat pemerintah yang berwajib. a. Simpulan Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng ádalah faktor internal, yaitu individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya. Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor tersebut ádalah : (i) kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan penguasaan aset produktif, keterbatasan penguasaan modal usaha; (ii) umur; (iii) rendahnya tingkat pendidikan formal; (iv) ijin orang tua; (v) rendahnya tingkat ketrampilan (“life skill”) untuk kegiatan produktif; (vi) sikap mental; dan Faktor-faktor eksternal mencakup: (i) kondisi hidrologis; (ii) kondisi pertanian; (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik; (iv) akses terhadap informasi dan modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat di kota; (vi) kelemahan pananganan Gepeng di kota. b. Saran Penanganan masalah Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kota Makassar tidak dapat dilepaskan dari penanganan kemiskinan itu sendiri, terutama jika dilihat dari sudut pandang daerah asal Gepeng. Memang, kemiskinan bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya kegiatan menggelandangan dan mengemis tetapi bisa juga menjadi akar penyebab. Oleh karena itu, beberapa alternatif pemecahan masalah yang berkenaan dengan penanganan Gepeng dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (i) kondisi di daerah asal; (ii) kondisi di luar daerah asal.Prinsipnya adalah upaya pencegahan dilakukan di daerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara mengemis. Sedangkan di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di tempat tujuan (di Kota Makassar). Gepeng yang beroperasi di empat kota tersebut “harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi tertarik untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh penghasilan.