Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

DAMPAK KORUPSI TERHADAP SOSIAL DAN


KEMISIKINANAN MASYARAKAT

Disususun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Dosen Pengampu : Magdalena, SST, M. Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 3 (2A)
Maizatul Azamiyah (032014401019)
Nadia Ramadhani (032014401025)
Nabila Athaviardi (032014401024)
Novia Yulita Windri (032014401027)
Septiani Musdalifah (032014401035)
Suci Rahmayati (032014401037)
Tasya Iqrammullah (032014401037)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
PRODI DIII KEPERAWATAN
KOTA PEKABARU
2021/2022
DAMPAK KORUPSI TERHADAP SOSIAL DAN
KEMISIKINANAN MASYARAKAT

A. Pengertian Korupsi
Corruptio berasal dari kata corrumpere—satu kata dari bahasa Latin yang
lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut, kemudian dikenal istilah corruption,
corrupt (Inggris), corruption (Prancis), dan “corruptic/korruptie” (Belanda).
Indonesia kemudian memungut kata ini menjadi korupsi. Menurut Black’s
Law Dictionary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari
pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain,
berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah
tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

B. Akibat Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan Masyarakat


1. Dari Segi Sosial Kemasyarakatan
Efek korupsi menjadi hal yang paling merusak dibandingkan
dengan semuanya. Selain merusak kepercayaan masyarakat dalam
sistem politik, rusak pula sistem kelembagaan pemerintah maupun
pejabat-pejabatnya secara keseluruhan. Dikalangan masyarakat muncul
frustasi dan akibat ketidakpercayaan publik yang pada gilirannya
menyebabkan masyarakat sipil yang lemah. Masyarakat madani yang
lemah kemudian menjadikan jalan untuk sikap depotisme.
Korupsi juga melahirkan pemimpin yang tidak bermoral dan yang
bersedia mengalihkan aset nasional menjadi kekayaan pribadi. Praktek
suap-menyuap menjadi kebiasaan dan budaya. Para pejabat yang tidak
bersedia bekerjasama dalam melakukan korupsi seringkali memilih
untuk menyingkir dari pemerintahan atau dalam banyak kasus
beremigrasi. Jika kasus emigrasi warga yang jujur dan bersih merupakan
sebuah fenomena, hal ini meninggalkan negara mengalami “brain drain”
akibat kekurangan warga negara yang paling mampu dan jujur.

2. Berkurangnya Kewibawaan Pemerintah dalam Masyarakat


Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan
penyelewengan keuangan negara masyarakat akan bersifat apatis
terhadap segala anjuran dan tindakan pemerintahan. Sifat apatis
masyarakat tersebut mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan
mengganggu stabilitas keamanan negara. Hal ini pernah terjadi pada
tahun 1998 lalu, masyarakat sudah tidak mempercaya lagi pemerintah
dan menuntut agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya karena
dinilai tidak lagi mengemban amanat rakyat dan melakukan berbagai
tindakan yang melawan hukum menurut kacamata masyarakat.

3. Perusakan Metal Pribadi


Seseorang yang melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan
wewenang mentalnya akan menjadi rusak. Hal ini akan
mengakibatkan segala sesuatu dihitung dengan materi dan akan
melupakan segala yang menjadi tugasnya serta hanya akan melakukan
tindakan ataupun perbuatan yang bertujuan untuk menguntungkan
dirinya ataupun orang lain yang dekat dengan dirinya. Yang lebih
berbahaya lagi, jika tindakan korupsi itu ditiru dan dicontoh generasi
muda, apabila hal tersebut terjadi maka cita-cita bangsa untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur semakin sulit untuk dicapai.

C. Contoh Kasus Yang Terjadi Di Indonesia


1. Contoh Kasus
Belakangan ini kasus korupsi yang sedang ramai di bicarakan yaitu
kasus korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial. Komisi
Pemberantasa Korupsi (KPK) bakal mendalami kemungkinan uang yang
mengalir ke partai politik dari hasil tindak pidana korupsi bantuan sosial
(bansos) penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020.
Kasus tersebut menyeret nama Menteri Sosial RI nonaktif sekaligus
politikus PDI Perjuangan (PDIP), Juliari Peter Batubara. Ia disinyalir
menerima total Rp17 milyar dari dua paket pelaksanaan bansos berupa
sembako untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun
2020. Jumlah itu diduga merupakan akumulasi dari penerimaan fee
Rp10 ribu per paket sembako. Pengadaan bansos penanganan Covid-19
berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 sendiri
memiliki nilai sekitar Rp5,9 triliun, dengan total 272 kontrak dan
dilaksanakan dua periode. Pemangkasan dana bansos untuk penanganan
Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020 disinyalir sudah
dirancang sejak awal.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dari biaya Rp300.000 yang
dikeluarkan per paket sembako, terdapat margin sebesar Rp70.000 yang
akan dibagikan untuk sejumlah pihak yakni pemilik kuota 40 persen,
kreator 10 persen dan supplier 50 persen.

2. Identifikasi Kasus
Korupsi merupakan tindakan yang harus segera diatasi terlebih lagi
korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sosial adalah korupsi bantuann
sosial. Dalam keadaan pandemi Covid-19 yang seperti ini bantuan sosial
sangat dibutuhkan dan dari tindakan korupsi ini bisa memicu kemarahan
dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Tindakan korupsi ini
menujukan bahwa di Indonesia sendiri masih kurang dalam pengawasan
dan pengendalian.

3. Saran Penanganan
a. Solusi Pertama adalah dengan memberikan hukuman yang pantas
dengan apa yang dilakukan yaitu dengan memenjarakan orang
yang melakukan tindakan korupsi dengan jangka waktu yang
sesuai. Hal ini akan memberikan efek jera kepada orang tersebut.
b. Solusi kedua yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan
verifikasi digital. Penerima bantuan sosial akan didata di dalam
sebuah sistem, dalam sistem tersebut akan terhubung langsung
dengan akun penerima bantuan sosial. Di sistem itu juga sudah
terdapat rincian bantuan sosial apa saja yang didapatkan oleh
setiap penerima bantuan sosial yang sesuai dengan yang di berikan
pemerintah. Ketika bantuan sosial itu diterima oleh penerima
bantuan sosial, penerima akan memverifikasi bantuan tersebut
apakah sesuai dengan rincian yang ada di aplikasi itu. Selain itu,
dalam sistem atau aplikasi tersebut bisa juga diberikan tanggal
kapan bantuan sosial akan diberikan dan kapan bantuan sosial itu
sudah diberikan ke penerima. Hal ini akan lebih bisa mengontrol
dan juga mengawasi para penyalur bantuan sosial ke masyarakat.

c. Solusi yang ketiga yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan


bantuan sosial yang diberikan yaitu secara tunai bukan secara
barang. Hal ini dikarenakan jika memberikan secara tunai akan
lebih mudah dilacak atau diaudit uang itu perginya kemana. Selain
itu, bantuan sosial berupa pangan bisa sangat mudah di korupsi
dengan mengganti beberapa jenis bahan makanan yang lebih
murah, ataupun dengan mengurangi porsinya sesuai dengan
ketentuan. Bantuan sosial secara tunai bisa langsung diberikan
kepada penerima bantuan sosial ke rekeningnya atau lewat bank
yang bisa dilacak uang itu perginya kemana. Namun,
kelemahannya adalah tidak semua orang yang membutuhkan
bantuan sosial memiliki rekening. Itu mungkin beberapa solusi
yang mungkin bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi
yang ada khususnya korupsi bantuan sosial.

4. Dampak Negatif
a. Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik
Praktek korupsi menciptakan ekonomi biaya tinggi yang
membebankan pelaku ekonomi. Kondisi ekonomi biaya tinggi ini
berimbas pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik karena
harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku
ekonomi akibat besarnyamodal yang dilakukan karena
penyelenggaraan yang mengarah ketindak korupsi.

b. Pengentasan kemiskinan berjalan lambat


Lemahnya koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga
karena korupsi, permasalahan kemiskinan itu sendiri akhirnya
akan membuat masyarakat sulit mendaptkan akses ke lapangan
kerja yang disebabkan latar belakang pendidikan, sedangkan untuk
membuat pekerjaan sendri bnyak terkendala oleh kemampuan
masalah teknis dan pendanaan.

c. Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin


Rakyat miskin lebih mendahulukan mendapat bahan pokok untuk
hidup daripada untuk sekolah yang semakin menyudutkan karena
mengalami kebodohan jasa pendidikan, kesehatan, dll. Akses
untuk mendapaykan pekerjaan yang layak menjadi sangat terbatas,
yang pada akhirnya rakyat miskin tidak mempunyai pekerjaan dan
selalu dalam kondisi yang miskin dan menciptakan lingkaran
setan.

d. Meningkatnya angka kriminalitas


Menurut Transparency International, korupsi dan kuantiatas serta
kualitas kejahatan sangat berkaitan. Solidaritas sosial semakin
langka. Masyarakat merasa tidak punya pegangan yang jelas untuk
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Ketidkjelasan masa depan
serta himpitan hidup yang semakin kuat membuat sifat
kebersamaan dan gotong royong yang selama ini dilakukan
menjadi langka.
e. Demoralisasi
Masyarakat menjadi semakin individualis. Mementingkan dirinya
sendiri dan keluarganya saja, mengapa? Kaena memang sudah
tidak ada lagi kepercayaan kepada pemerintah.

D. Perundang-undangan Yang Mengatur


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 adalah Undang-Undang pertama
pasca tahun 1960 yang merupakan pengesahan dalam bentuk undang- undang
dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi
yang dalam tata cara pencegahan dan pemberantasannya dibedakan kejahatan
dan pelanggaran sebagaimana dalam KUHP dan dianggap sebagai tindak
pidana biasa (ordinary crime). Untuk lebih mengefektifkan pemberantasan
tindak pidana korupsi maka, pada tanggal 29 Maret 1971 diundangkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang dengan berlakunya undang-undang ini maka mencabut
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961, yang berbeda adalah
undang-undang yang baru ini tindak pidana korupsi digolongkan dalam tindak
pidana yang berdiri sendiri. Agar sesuai dengan berkembangnya zaman maka,
kemudian Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dalam
perjalanan waktu terdapat perubahan beberapa pasal yang masih mengadopsi
pasal-pasal yang ada dalam KUHP dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001. Selain itu terdapat undang-undang lain yang mendukung pemberantasan
korupsi di Indonesia yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap.
c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
e. Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi.

f. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United


Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi
Perserikatan Bangsa- Bangsa Anti Korupsi, 2003).

E. Upaya Pencegahan Korupsi Terhadap Sosial dan Pemberdayaan


Masyarakat
1. Masyarakat hendaknya mempunyai akses untuk mendapatkan
informasi. Karena itu, harus dibangun sistem yang memungkinkan
masyarakat dapat meminta informasi tentang kebijakan pemerintah
terkait kepentingan masyarakat. Hal ini harus memberi kesadaran
kepada pemerintah agar kebijakan dijalankan secara transparan dan
wajib menyosialisasikan kebijakan tersebut kepada masyarakat.

2. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap


bahaya korupsi serta pemberdayaan masyarakat adalah salah satu upaya
yang sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi. Untuk
meningkatkan hal tersebut kegiatan yang dapat dilakukan: 1)
a. Kampanye tentang bahaya korupsi.
b. Sosialisasi mengenai apa itu korupsi dan dampaknya serta cara
memerangi korupsi.

3. Pemberdayaan masyarakat untuk ikut mencegah dan memerangi


korupsi adalah melalui penyediaan sarana bagi masyarakat untuk dapat
dengan mudah melaporkan kejadian korupsi kepada pihak yang
berwenang secara bertanggung jawab. Mekanisme pelaporan harus
mudah dilakukan misalnya melalui telepon, internet, dan sebagainya.
4. Kebebasan media baik cetak maupun elektronik dalam
menginformasikan bahaya korupsi adalah penting dalam pencegahan
korupsi, selain berfungsi sebagai media kampanye antikorupsi, media
juga efektif untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku pejabat
publik.

5. Keberadaan Lembaga swadaya Masyarakat (LsM) atau NGOs yang


berfungsi melakukan pengawasan terhadap perilaku pejabat pemerintah
maupun parlemen, juga merupakan hal yang sangat penting dalam
mencegah terjadinya korupsi. Salah satu contoh adalah Indonesia
Corruption Watch (ICW), yakni sebuah LSM lokal yang bergerak
khusus dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.

6. Cara lain dalam rangka mencegah korupsi adalah menggunakan


electronic surveillance yaitu sebuah perangkat untuk mengetahui dan
mengumpulkan data dengan dipasang di tempat tempat tertentu. Alat itu
misalnya closed circuit television (CCTV).
DAFTAR RUJUKAN

Citranu. (2020). pencegahan tindak pidana korupsi bantuan sosial pandemi covid-
19. 15.

Djelantik, S. (2008). Korupsi, Kemiskinan dan Masalah di Negara Berkembang .


Jurnal Administrasi Publik, Vol. 5, No. 1, 18-41.

Kesehatan, P. P. (2014). BUKU AJAR PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI


KORUPSI . Jakarta.https://docplayer.info/33750834-Buku-ajar-
pendidikan-dan-budaya.html

octavia, b. (2020). kasus korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial
ditinjau dari moral keutamaan. 6.

Tolang, P. A. (2020). PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI


DENGAN NILAI YANG KECIL . Tesis, Universitas Airlangga.

Weda, I. B. (2013). Korupsi dalam Patologi Sosial : Sebab, Akibat dan


Penanganannya untuk Pembangunan di Indonesia. Jurnal Advokasi, vol. 3,
no. 2, 119-134.

Anda mungkin juga menyukai