Anda di halaman 1dari 8

MASALAH KORUPSI DAN POLITISASI BANSOS BERAKAR PADA BUDAYA DAN

SISTEM POLITIK INDONESIA

Laporan disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pancasila

Dosen Pengampu:
Sigit Priatmoko, M.Pd

Oleh:

Azizatun Nurul Laili (210103110126)


Achmad Hanif Hidayatulloh (210103110121)
Rika Tri Wulandari (210103110137)
Nabil Dzakiy Amanullah (210103110146)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
2021
A. URAIAN KASUS
Di penghujung tahun 2020 yang lalu, masyarakat Indonesia dihadapkan pada dua
kenyataan yang pahit. Di satu sisi, jumlah kasus penularan virus COVID-19 meningkat semakin
tajam.Di sisi lain, ironisnya, ada dugaan bahwa bantuan sosial (bansos) yang ditujukan untuk
meringankan derita masyarakat akibat pandemi justru dikorupsi, dan salah satu tersangkanya
menteri sosial saat itu, Juliari Batubara. Berbagai laporan dugaan penyelewengan bansos
pandemi juga telah diterima oleh aparat penegak hukum di berbagai daerah di Indonesia.
Sebelum kasus korupsi bansos COVID-19, sudah banyak kasus korupsi bansos terjadi, terutama
di level pemerintah daerah (pemda). Ini menunjukkan ada permasalahan struktural dalam
pengelolaan dana yang rawan politisasi dan korupsi ini.

Merujuk pada peraturan-peraturan yang berlaku, bansos secara sederhana adalah


pemberian uang, barang atau jasa oleh pemerintah pusat atau daerah kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko
sosial. Secara umum, mekanisme pengelolaan bansos dibagi dalam tiga tahap: penganggaran,
pelaksanaan, dan pelaporan. Permasalahan dalam program bansos paling sering terjadi pada
tahap penganggaran dan pelaksanaan bansos - dua dari tiga tahap umum tersebut diatas.

Dalam tahap penganggaran, kementerian, lembaga atau pemda menetapkan daftar


penerima bansos. Dalam konteks bansos COVID-19, Kementerian Sosial (Kemensos) melakukan
penetapan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang berisikan data 40%
penduduk termiskin di Indonesia. Penetapan penerima juga dapat dilakukan berdasarkan hasil
seleksi atas usulan tertulis yang masuk dari calon penerima bansos. Ini umumnya berlaku di
pemda untuk bansos berbentuk barang/jasa.

Masalah pertama terjadi pada akurasi data acuan penetapan penerima bansos. Kemensos
sendiri mengakui bahwa DTKS terakhir diperbaharui secara masif pada 2015, sementara Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan berbagai permasalahan terkait DTKS seperti data
tumpang tindih tidak lengkap, dan duplikasi jutaan data. Masalah kedua adalah bansos rentan
dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Ketidakakuratan data ditambah kewenangan kepala
daerah yang besar dalam penentuan penerima bansos mendorong kolusi terjadi dalam pembagian
bansos: bansos dibagikan berdasarkan pertimbangan politik dan elektoral ketimbang kebutuhan
nyata masyarakat. Studi Ward Berenschot, peneliti politik asal Belanda, mengenai politik
klientelisme di Indonesia menunjukkan bansos dan hibah sebagai salah satu sumber daya yang
rawan digunakan untuk kepentingan elektoral. Temuan ini diperkuat lewat temuan studi
Pemilihan Kepala Daerah Banten tahun 2011 ketika gubernur petahana mengalokasikan bansos
dan hibah ke wilayah-wilayah kantong dukungan suaranya. Pada tahap penyaluran, bansos dalam
bentuk uang diberikan secara tunai maupun lewat transfer ke rekening bank penerima bansos
atau bank penyalur.

Adapun penyaluran bansos dalam bentuk barang didahului dengan proses pengadaan
barang/jasa untuk kemudian diberikan secara langsung kepada penerima bansos. Metode inilah
yang digunakan Kemensos untuk penyaluran bantuan bahan pokok COVID-19 bernilai puluhan
triliun rupiah yang kemudian bermasalah. Dengan demikian, masalah ketiga pelaksanaan bansos
adalah korupsi pengadaan. Dalam korupsi bansos COVID-19, kontraktor pengadaan diduga
memberikan “upah” kepada pejabat di Kemensos atas penunjukkan sebagai penyedia paket-paket
bansos pandemi. Selain itu, proses penyaluran bansos juga menyimpan masalah lain. Misalnya,
penyaluran kepada calon penerima fiktif, atau penyaluran kepada kroni-kroni pejabat publik
dengan tujuan agar dana bansos masuk ke kantong pribadi atau kelompok. Ini terjadi dalam
kasus korupsi bansos di Bandung tahun 2010.

Pertama adalah membangun pengetahuan masyarakat terkait dengan penganggaran


publik (budget literacy) guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran
dan juga menumbuhkan sikap kritis guna menghindari pembelian dukungan suara lewat
penyalahgunaan anggaran publik. Masyarakat perlu diajak turut serta mengawal anggaran publik
lewat inisiatif seperti citizen audit yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses
pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa negara. Kedua, perlu ada
upaya serius untuk menciptakan sistem pembiayaan politik yang efektif, transparan, dan
akuntabel sehingga penyalahgunaan anggaran untuk membiayai kegiatan politik dapat
diminimalisir. Studi menunjukkan bahwa pengaturan pembiayaan politik di Indonesia saat ini
tidak berfungsi karena partai politik mengabaikan peraturan-peraturan tersebut, dan maraknya
donasi gelap dan perilaku korupsi untuk mendanai kegiatan politik. Ke depan, kerangka
pembiayaan politik melalui donasi masyarakat atau pembiayaan negara perlu diterapkan secara
lebih efektif.
B. RINGKASAN KASUS
Masyarakat Indonesia dihadapkan pada dua kenyataan yang pahit. Di satu sisi, jumlah
kasus penularan virus COVID-19 meningkat semakin tajam.Di sisi lain, ironisnya, ada dugaan
bahwa bantuan sosial (bansos) yang ditujukan untuk meringankan derita masyarakat akibat
pandemi justru dikorupsi. Berbagai laporan dugaan penyelewengan bansos pandemi juga telah
diterima oleh aparat penegak hukum di berbagai daerah di Indonesia. Sebelum kasus korupsi
bansos COVID-19, sudah banyak kasus korupsi bansos terjadi, terutama di level pemerintah
daerah (pemda).
Masalah pertama terjadi pada akurasi data acuan penetapan penerima bansos.
Kemensos sendiri mengakui bahwa DTKS terakhir diperbaharui secara masif pada 2015,
sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan berbagai permasalahan terkait
DTKS seperti data tumpang tindih tidak lengkap, dan duplikasi jutaan data. Masalah kedua
adalah bansos rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Ketidakakuratan data ditambah
kewenangan kepala daerah yang besar dalam penentuan penerima bansos mendorong kolusi
terjadi dalam pembagian bansos. Bansos dibagikan berdasarkan pertimbangan politik dan
elektoral ketimbang kebutuhan nyata masyarakat. Studi Ward Berenschot, peneliti politik asal
Belanda, mengenai politik klientelisme di Indonesia menunjukkan bansos dan hibah sebagai
salah satu sumber daya yang rawan digunakan untuk kepentingan elektoral. Temuan ini
diperkuat lewat temuan studi Pemilihan Kepala Daerah Banten tahun 2011 ketika gubernur
petahana mengalokasikan bansos dan hibah ke wilayah-wilayah kantong dukungan suaranya.
Pada tahap penyaluran, bansos dalam bentuk uang diberikan secara tunai maupun lewat
transfer ke rekening bank penerima bansos atau bank penyalur.

C. TANGGAPAN MASYARAKAT
Tanggapan masyarakat terhadap kasus korupsi dan politisasi bansos yaitu:
a. Pertanyaan
1) Apa pendapat anda mengenai kasus tersebut?
2) Menurut anda hal apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah
terhadap kasus tersebut?
b. Tanggapan
1) Narasumber 1
a) Korupsi bansos telah mencuri hak-hak masyarakat. Dan sepantasnya
pelaku dihukum dengan seberat-beratnya, karena ini telah melanggar
bagian dari sila ke- 2 dari pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang
adil dan beradab". kejadian ini menyebabkan terpotongnya hak-hak
masyarakat yang tidak mamou dan yang membutuhkan bantuan untuk bisa
bertahan hidup terlebih dimasa-masa kritis akibat pandemi covid-19.
b) Karena dampak adanya korupsi di negara republik indonesia adalah
tercemarnya nama baik negara republik indonesia, nasib negara semakin
tidak terarah. hilangnya rasa hormat masyarakat kepada para pejabat
bangsa, dan hilangnya dasar dasar pancasila yang tertanam di negara
republik indonesia. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa
harus turut bersikap andil dalam menanggapi kasus seperti ini dikarenakan
masa depan bangsa berada ditangan kita.
2) Narasumber 2
a) Negara pasti menginginkan hidup makmur dan bahagia secara keseluruhan
untuk warganegaranya. Nah dengan begitu negara menbentuk program
yang mana program tersebut salah satunya bertujuan untuk menangani
persoalan sosial yang biasa di sebut Bansos. Bansos merupakan Bantuan
sosial yang berupa uang, barang, atau jasa yang di tujukan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, atau
masyarakat yang rentan terhadap risiko sosial.
Nah mengenai hal yang saudara sampaikan tersebut memang sering terjadi
di negara ini. Jadi dalam kehidupan sehari-hari kita memang sangat sulit
dan bahkan tidak bisa terlepas hari ranah politik. Nah dari bansos pasti
mengalami masalah dalam penyaluran dan sebagainya salah satunya yakni
politisasi bansos.
Jadi, Bansos memang merupakan salah satu sumber yang rawan
digunakan untuk kepentingan politik atau elektoral. Kasus Politisasi
bansos ini biasanya terjadi akibat bansos tersebut di bagikan bukan
berdasarkan kebutuhan masyarakat melainkan pertimbangan politik dan
elektoral dari sebagian oknum tertentu. Adapun bentuk politisasi bansos
ini bermacam-macam, seperti bansos yang bersumber dari APBD tetapi
diberikan atas nama kepala daerah atau partai politik, Bansos di gunakan
untuk pemilu dan lain sebagainya.
b) Cara menyikapi atau mengatasi masalah pada kasus ini yang pertama
akibat dari politisasi bansos ini. Jadi akibat dari kasus ini sangat
merugikan bagi masyarakat diantaranya : terjadi penyimpangan modal
sosial karena kita kehilangan pendidikan politik, Memunculkan
kecemburuan sosial, Bakal calon lain dirugikan, Muncul perasangka,
Melahirkan politik negatif, bahkan curiga pada penyelenggara, dan
menggerus kepedulian sosial. Kemudian cara kita mengatasinya tidak
mudah karena politisasi tersebut bersumber dari etika seseorang, akan
tetapi saya memiliki solusi yakni Merubah bentuk daripada bantuan sosial
tersebut yang mana selama ini didominasi natura menjadi bantuan dalam
bentuk uang, bantuan ini bisa langsung di transfer atau di berikan melaku
perangkat desa. Dengan perubahan ini kemungkinan bisa mencegah
terjadinya politisasi bansos.
D. ANALISIS AKAR MASALAH
Masalah politisasi dan korupsi bansos tidak semata-mata disebabkan oleh kelemahan
prosedur. Akarnya ada pada dua hal yang saling berkaitan, yaitu pola hubungan patron-klien
yang masih dominan dalam struktur masyarakat, dan politik biaya tinggi dalam sistem
demokrasi Indonesia. Pola hubungan patron-klien adalah satu karakteristik masyarakat
tradisional agraris. Dalam hubungan ini, seorang patron yang taraf sosio-ekonominya lebih
tinggi menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk memberikan perlindungan atau
manfaat kepada klien yang status sosialnya lebih rendah, dengan imbal balik berupa
dukungan personal kepada sang patron.

Pola yang informal dan timbal-balik ini mengakar dan tidak lenyap dengan datangnya
era demokrasi elektoral. Ajang kompetisi demokrasi justru menjadi semacam sarana bagi
hidupnya politik klientelistik. Patron-patron baru, yaitu para politikus yang berkompetisi
dalam ajang pemilihan umum, berupaya untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih
(klien) lewat pemberian materi baik itu berupa uang, barang, maupun jasa.

Politikus yang memiliki akses ke sumber daya keuangan publik dapat menggunakan
bansos, misalnya, untuk memperoleh dukungan suara dari pemilih. Ada beberapa alasan
mengapa klientelisme bertahan - bahkan berkembang - di tengah perubahan sosial. Salah
satunya adalah kemiskinan. Masyarakat miskin lebih cenderung menerima pemberian
materi yang tidak seberapa dari para politikus ketimbang menuntut kebijakan yang lebih
komprehensif atas permasalahan yang mereka hadapi. Sementara itu, iklim politik biaya
tinggi di Indonesia menuntut modal besar dari politikus untuk membiayai pencalonan dan
kampanye politik. Korupsi anggaran publik, termasuk bansos, menjadi satu jalan untuk
memenuhi tuntutan ini. Mahalnya biaya politik di Indonesia disebabkan antara lain oleh
mahar tinggi yang diminta partai politik sebagai salah satu syarat pencalonan, biaya
kampanye yang tinggi karena kandidat harus menggerakkan mesin politik pribadi, dan
lemahnya pelembagaan pembiayaan politik.

E. ARGUMEN TERHADAP KASUS

Dampak kasus tersebut jika dibiarkan tanpa adanya upaya-upaya untuk menyelesaikan
masalah tersebut menyebabkan data tumpang tindih tidak lengkap, dan duplikasi jutaan data.
Masalah yang lainnya adalah bansos rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Ketidakakuratan data ditambah kewenangan kepala daerah yang besar dalam penentuan
penerima bansos mendorong kolusi terjadi dalam pembagian bansos: bansos dibagikan
berdasarkan pertimbangan politik dan elektoral ketimbang kebutuhan nyata masyarakat.
Dampak yang lainnya yaitu kasus korupsi Bansos dan potensi kasus lainnya akan berdampak
pada semakin lamanya pemulihan ekonomi di masyarakat. Efektivitas bantuan bisa
berkurang karena nilai yang diterima dalam bentuk barang berada di bawah standar, meski
pun nilainya besar jika ada potensi kebocoran maka potensi pemulihan daya beli masyarakat
bisa lebih lama dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Studi menunjukkan bahwa pengaturan pembiayaan politik di Indonesia saat ini tidak
berfungsi karena partai politik mengabaikan peraturan-peraturan tersebut, dan maraknya
donasi gelap dan perilaku korupsi untuk mendanai kegiatan politik. Ke depan, kerangka
pembiayaan politik melalui donasi masyarakat atau pembiayaan negara perlu diterapkan
secara lebih efektif. Hal-hal yang harus dilakukan supaya kasus korupsi dan politisasi
bansos tidak terulang adalah membangun pengetahuan masyarakat terkait dengan
penganggaran publik (budget literacy) guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
proses penganggaran. Pencerdasan ini penting tidak hanya untuk menyadarkan mayarakat
akan hak-hak terkait anggaran, namun juga menumbuhkan sikap kritis mereka selaku
pemilih sehingga menghindari pembelian dukungan suara lewat penyalahgunaan anggaran
publik. Masyarakat perlu diajak turut serta mengawal anggaran publik lewat inisiatif seperti
citizen audit yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses pemeriksaan keuangan
negara yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa negara. Kedua, perlu ada upaya serius untuk
menciptakan sistem pembiayaan politik yang efektif, transparan, dan akuntabel sehingga
penyalahgunaan anggaran untuk membiayai kegiatan politik dapat diminimalisir.
F. SIMPULAN
Musibah adanya penularan virus corona pada tahun kemarin menyebabkan dampak
yang besar bagi masyarakat Indonesia. Salah satu masalah yang terjadi akibat kasus virus
corona adalah adanya penyelewengan terhadap bantuan sosial. Bantuan sosial atau bansos
ini adalah salah satu upaya untuk membantu warga yang kurang mampu dikarenakan adanya
penularan virus corona yang tak kunjung selesai. Padahal, tujuan diadakannya bantuan sosial
ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan pada akhirnya timbul
kasus penyelewengan terhadap bansos dengan di korupsi. Jika dibiarkan dampak dari kasus
tersebut adalah data tumpang tindih tidak lengkap, dan duplikasi jutaan data, efektivitas
bantuan bisa berkurang karena nilai yang diterima dalam bentuk barang berada di bawah
standar, mengalami resesi atau kemunduran ekonomi, dan lain-lain. Untuk mengatasi
masalah tersebut kita sebagai generasi pemuda penerus bangsa harus turut bersikap andil
dalam menanggapi kasus seperti ini dikarenakan masa depan bangsa berada ditangan kita.
Disisi lain pemerintah juga berperan penting dalam mengatasi masalah terhadap kasus
tersebut, oleh karena itu pengawasan pemerintah harus ditingkatkan. Langkah lainnya untuk
mengatasi masalah ini yaitu membangun pengetahuan masyarakat terkait dengan
penganggaran publik (budget literacy) guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
proses penganggaran.

Anda mungkin juga menyukai