Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR

DAMPAK DAN BAHAYA KORUPSI


MATA KULIAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Dosen :
Sudarto, S.Kp, MPH (SD)

Disusun Oleh:
1. Cinda 231092010
2. Desi Susanti 231092013
3. Nida Nahda 231092047
4. Paula Angelina 231092056

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEBIDANAN PRODI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
terdiri dari pokok pembahasan mengenai Dampak dan Bahaya Korupsi Setiap
pembahasan dibahas secara sederhana sehingga mudah di mengerti.

Dalam penyelesaian Makalah ini,kami banyak mengalami kesulitan,


terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang membimbing kami.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu,kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pontianak, September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Perumusan Masalah.....................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................4

Tinjauan Pustaka...............................................................................................................4

A. Dampak korupsi terhadap berbagai bidang.................................................................4

B. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia ..........................................................4

C. Kerugian Negara vs Hukuman Koruptor...................................................................5

D. Hubungan antara dampak korupsi dan biaya sosial korupsi ......................................6

E. Konsep biaya sosial korupsi .......................................................................................7

F. Seandainya uang yang dikorupsi digunakan untuk pembangunan .............................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................................9

A. KESIMPULAN...........................................................................................................9

B. SARAN........................................................................................................................9
DAFTARPUSTAKA..........................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama dengan menggunakan
berbagai cara, sanksi terhadap pelaku korupsi sudah diperberat, namun hampir setiap hari
kita masih membaca atau mendengar adanya berita mengenai korupsi. Berita mengenai
operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi masih sering terjadi. Yang cukup
menggemparkan adalah tertangkap tangannya 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang
oleh KPK. Kemudian, tidak kalah menggemparkannya adalah berita mengenai tertangkap
tangannya anggota DPRD Kota Mataram yang melakukan pemerasan terkait dengan dana
bantuan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang terdampak bencana gempa bumi Lombok,
NTB. Di bawah ini akan diuraikan mengenai penyebab, hambatan, solusi dan regulasi
korupsi di Indonesia.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris adalah
corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan dalam bahasa
Belanda disebut dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi
dalam bahasa Indonesia.1 Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok
(memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya).2 Korupsi adalah
perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya).

B. Perumusan Masalah

1. Apa saja Dampak korupsi terhadap berbagai bidang?

2. Apa Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia?

3. Bagaimana Kerugian Negara vs Hukuman Koruptor?

4. Bagaimana Hubungan antara dampak korupsi dan biaya sosial korupsi?

5. Apa Konsep biaya sosial korupsi?

6. Bagaimana Seandainya uang yang dikorupsi digunakan untuk pembangunan?

C. Tujuan Penulisan
Diharapkan mahasiswa dapat Mengetahui dan paham apa saja dampak dan bahaya
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dampak korupsi terhadap berbagai bidang

a. Bahaya Korupsi terhadap Masyarakat dan Individu

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut
sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan
baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri
(selfinterest), bahkan selfishness. Tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan
yang tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara7 dan dukungan
teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif
terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan
perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal
pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain(Setiadi, t.t.).
Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat.
Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemulyaan dalam masyarakat.
Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan
sinisism.9 Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu
menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan
berpikir tentang dirinya sendiri semata-mata.10 Jika suasana iklim masyarakat telah
tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan
perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang(Setiadi, t.t.).

b. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda


Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah
rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korup si telah menjadi makanan
sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda
akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budaya),
sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan
tidak bertanggung jawab.11 Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti
itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.
c. Bahaya Korupsi terhadap Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan
dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian
keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan
pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas
mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang,
kekerasan dalam pemilu, money politics dan lainlain juga dapat menyebabkan
rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup
itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas
lagi di masyarakat.
d. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu projek
ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan
projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam
pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.

e. Bahaya Korupsi Bagi Birokrasi

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya


administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi
dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien,
dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek
dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat
layanan baik karena mampu menyuap.19 Keadaan ini dapat menyebabkan
meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin
kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
2. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia
a. Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Perumusan kedua pasal di atas (Pasal 2 dan Pasal 3) hampir tidak dapat
dibedakan, karena unsur-unsurnya hampir sama. Perumusan semacam ini berakibat
penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 menjadi tidak optimal. Pasal 3 diperuntukan bagi
pejabat publik sedangkan Pasal 2 diperuntukan bagi orang biasa. Mestinya
ancaman hukuman bagi pejabat publik atau penyelenggara negara lebih berat
ketimbang orang biasa. Selain itu, unsur delik penyaalahgunaan kewenangan dan
kesempatan yang ada pada dirinya karena jabatan atau kedudukan seharusnya lebih
dipertegas dengan mengacu pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan. Mengenai unsur kerugian negara, sampai saat ini juga masih belum
ada kesamaan pandangan.22 Jenis korupsi yang mengakibatkan kerugian negara
merupakan jenis korupsi yang paling sering digunakan oleh penegak hukum untuk
menjerat koruptor. Unsur kerugian negara ini justru sering menjadi hambatan
dalam proses peradilan karena harus menunggu penghitungan terlebih dahulu dari
BPK atau BPKP.

3. Kerugian Negara vs Hukuman Koruptor


a. Kerugian Negara

Perma ini berlaku untuk terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3
UU Tipikor. Prinsipnya, terdakwa merugikan keuangan negara. Perma ini membagi
lima kategori:

1. Paling paling berat yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar.
2. Kategori berat yaitu kerugian negara Rp 25 miliar-Rp 100 miliar
3. Kategori sedang yaitu kerugian negara Rp 1 miliar-Rp 25 miliar
4. Kategori ringan yaitu kerugian negara Rp 200 juta-Rp 1 miliar
5. Kategori paling ringan yaitu kurang dari Rp 200 juta.

Selain faktor uang negara yang dicuri, hukuman yang dijatuhkan mempertimbangkan
kesalahan, dampak, dan keuntungan bagi si koruptor. Ada tiga jenis kesalahan, yaitu:

1. Kesalahan Tinggi, Dampak Tinggi dan Keuntungan Terdakwa Tinggi


2. Kesalahan sedang, Dampak Sedang dan Keuntungan terdakwa sedang
3. Kesalahan rendah, Dampak rendah dan Keuntungan Terdakwa rendah

b. Hukuman Koruptor
Simulasi hukuman berdasarkan Perma 1/2020 itu:
1. Penjara Seumur Hidup atau penjara 16 tahun hingga 20 tahun: terdakwa korupsi Rp
100 miliar lebih, kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi.
2. Penjara 13 tahun hingga 16 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 100 miliar lebih,
kesalahan sedang dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang
3. Penjara 10 tahun-13 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp miliar lebih, kesalahan
ringan, dampak ringan dan keuntungan terdakwa ringan
4. Penjara 13 tahun hingga 16 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100
miliar, kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi
5. Penjara 10 tahun-13 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100 miliar,
kesalahan sedang dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang
6. Penjara 8-10 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100 miliar, kesalahan
ringan, dampak ringan dan keuntungan terdakwa ringan.

4. Hubungan antara dampak korupsi dan biaya sosial korupsi

Korupsi oleh seorang pejabat pemerintahan ternyata tidak hanya merugikan


negara karena ada anggaran yang ditilap, berujung pada penurunan kualitas pelayanan
publik. Korupsi ternyata juga merugikan rakyat secara langsung, dengan penggunaan
pajak negara untuk penanganan kasus tindak pidana korupsi. Kerugian yang disebut
“biaya sosial korupsi” ini tidak setimpal dengan hukuman dan denda yang dibebankan
kepada pelaku korupsi.Biaya sosial korupsi bisa diartikan sebagai dampak kerugian
dari perilaku korupsi yang membebani keuangan negara. Dampak ini timbul bukan
hanya sebatas nominal uang yang dikorupsi, tapi segala biaya yang harus dibayar
negara karena perilaku korupsi tersebut. Biaya ini termasuk ongkos pencegahan
korupsi, proses hukum pelaku korupsi mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga
pengadilan, bahkan biaya untuk menghidupi koruptor di penjara.
Dalam metodologi Brand and Price, penghitungan biaya sosial dapat diukur
dari tiga unsur, yaitu biaya antisipasi, biaya akibat, dan biaya reaksi. Biaya Antisipasi
terhadap Korupsi adalah besaran biaya yang dikeluarkan negara untuk mengantisipasi
dan mencegah korupsi. Contohnya, ketika korupsi telah menjadi endemik di sebuah
negara, maka pemerintahan negara itu akan mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi
hal tersebut, dan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Biaya akibat Korupsi adalah biaya dari kerugian yang ditanggung masyarakat
akibat korupsi, contohnya dampak sosial ekonomi, dampak investasi, dan yang
lainnya. Biaya ini dibagi menjadi dua, yaitu eksplisit dan implisit. Biaya eksplisit
adalah kerugian akibat korupsi yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sedangkan implisit
adalah nilai kerugian yang dihitung akibat efek domino dari korupsi tersebut.
Termasuk dalam biaya implisit adalah berapa banyak pengaruhnya terhadap investasi
sampai ekonomi makro.
Sedangkan Biaya Reaksi muncul sepanjang proses penyelesaian perkara.
Mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai si koruptor masuk ke
penjara. Harga yang harus dibayar koruptor atas kejahatan mereka ternyata tidak
setimpal dengan nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat. Catatan KPK, dalam
rentang 2001-2012 kerugian eksplisit akibat korupsi oleh 1.842 koruptor mencapai
Rp168 triliun. Sementara hukuman final terhadap para koruptor hanya menghasilkan
jumlah tuntutan Rp15 triliun.

5. Konsep biaya sosial korupsi

Biaya sosial yang muncul dalam kasus korupsi adalah tanggungan negara,
yang sudah pasti uangnya berasal dari pajak rakyat. Pajak yang seharusnya bisa untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat malah digunakan untuk mengurusi korupsi dan
mensubsidi kerugian akibat korupsi. Hukuman yang diberikan kepada koruptor juga
kerap dianggap tidak setimpal dan tidak memberi efek jera, di sinilah ketidakadilan
dirasakan oleh rakyat.
Atas kondisi ini, muncullah ide untuk memasukkan pembebanan biaya sosial
korupsi tersebut sebagai bagian pemidanaan kepada pelaku tindak pidana korupsi.
Bentuknya, melalui revisi Pasal 2 dan 3 yakni mengenai Pemidanaan pada UU Nomor
31 Tahun 1999 junto UU No.20 tahun 2001. Cara lainnya adalah mengambil semua
aset dan harta hasil korupsi untuk "memiskinkan para koruptor". Cara ini digunakan
selain membayar biaya sosial korupsi, juga dianggap lebih memberikan efek jera bagi
pelaku korupsi dibanding dipenjara.

6. Seandainya uang yang dikorupsi digunakan untuk pembangunan

Pada dasarnya manusia memiliki dua potensi, yaitu potensi fujur yang mempengaruhi
manusia untuk melakukan perbuatan dosa dan potensi taqwa yang mengantarkan
manusia kepada perbuatan amal saleh. Karena itu banyak orang yang telah terjerumus
dalam perbuatan dosa yang kemudian menyadari kesalahannya, bertekad untuk
meninggalkan perbuatan dosanya. Tekad semacam itu dalam terminologi Islam disebut
tobat. Koruptor pun ada yang memiliki kesadaran semacam itu. Mereka bertobat dan
kembali kepada futrahnya yakni kembali kepada Allah. Namun masalahnya, adalah
bagaimana dengan uang korupsi yang dimilikinya? Untuk menjawab permasalahan
tersebut, perlu dilakukan identifikasi terhadap harta, termasuk uang haram. Secara
fiqhiyah, dalam kaitannya dengan hak, harta haram terbagi dua, yakni ada yang berkaitan
dengan hak Allah dan ada pula yang berkaitan dengan hak manusia.

Dari kedua kategorisasi tersebut, uang korupsi merupakan hak manusia. Karena itu
harus dikembalikan kepada pemiliknya (kantor, atau instansi dimana korupsi dilakukan,
atau kas negara). Disertai permohonan maaf kepada publik. Namun dalam prakteknya
upaya semacam ini sulit dilakukan. Koruptor yang mau bertobat tentu takut kalau itikad
baiknya mengembalikan uang negara itu, akan menyeretnya ke meja hijau dan masuk
penjara. Pemanfaatan uang korupsi untuk kepentingan sosial (umum) karena pemiliknya
insyaf dan mau bertobat memang berbeda dengan melakukan korupsi dengan niat untuk
kepentingan sosial (umum). Sebab yang pertama dilatarbelakangi sikap penyesalan atas
perbuatan dosa yang terlanjur dilakukannya serta menyadari, bahwa uang korupsi yang
berada dalam kekuasaannya sebenarnya bukan miliknya, tetapi milik negara (milik
umum).

Sehingga sewajarnyalah jika uang korupsi itu diserahkan kembali kepada kepentingan
umum. Koruptor yang insyaf itu sendiri tidak mengharapkan pahala dari penyerahan
uang korupsi kepada kepentingan umum itu. Yang diharapkannya hanyalah ampunan
Allah atas dosa-dosanya sekaligus bertobat tidak melakukan korupsi lagi. Persepsi itu
sangat berbeda dengan orang yang melakukan korupsi untuk kepentingan sosial (umum).
Dalam hal ini yang bersangkutan merasa telah berjasa dan telah melakukan amal
kebaikan (amal saleh) sehingga merasa akan mendapatkan pahala dari Allah. Akibatnya,
tidak ada rasa bersalah dalam jiwanya dan sebaliknya korupsi akan terus dilakukan.
Karena itu pula uang korupsi tidak ada zakatnya sebab jika ada zakatnya sama artinya
melegitimasi perbuatan maksiat (dosa)(La Jamaa, 2015).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan simpulan sebagai berikut.

1. Meskipun pemberantasan korupsi menghadapi berbagai kendala, namun upaya


pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan dengan melakukan berbagai
perubahan dan perbaikan.
2. Perbaikan dan perubahan tersebut antara lain terkait dengan lembaga yang menangani
korupsi agar selalu kompak dan tidak sektoral, upaya-upaya pencegahan juga terus
dilakukan, kualitas SDM perlu ditingkatkan, kesejahteraan para penegak hukum menjadi
prioritas.
3. Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu dipikirkan untuk
melakukan revisi secara komprehensif terhadap UndangUndang tentang Pemberantasan
Korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
La Jamaa, L. J. (2015). Pemanfaatan Uang Korupsi untuk Kepentingan Umum: Analisis Fiqh.
Al-Mizan, 11(1), 1–14. https://doi.org/10.30603/am.v11i1.150
Setiadi, W. (t.t.). KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya
Pemberantasan, Serta Regulasi).

Anda mungkin juga menyukai