Anda di halaman 1dari 14

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENANGANAN FAKIR MISKIN

DI KOTA PARE-PARE
Sri Ayu Puspitasari, 2020203869201019
sri.puspitasari78@icloud.com
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Parepare

Abstract
The phenomenon of poverty is a fundamental issue in society that has a
significant impact. This not only affects the level of progress of a society, but also
becomes evidence of failure in the development process. Poverty reflects the
imbalance in the market economy and the weakness of various social institutions
in dealing with population welfare problems. The aim of this research is to
determine the role of social services in handling the poor in Pare-Pare City. The
method in this research uses a qualitative research type with a descriptive analysis
approach, because this article will provide a descriptive explanation, not based on
statistics or numbers. The sources used in this article come from journals, theses
and related scientific articles. The results of this research show that social services
have a very important role in handling the poor in the city of Pare-Pare. They are
responsible for designing and implementing social assistance programs,
identifying and registering the poor, and providing social assistance in various
forms.
Keywords: Role, Social Services, Poor

***
Fenomena kemiskinan merupakan isu mendasar dalam masyarakat yang
memiliki dampak signifikan. Hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat
kemajuan suatu masyarakat, tetapi juga menjadi bukti kegagalan dalam proses
pembangunan. Kemiskinan mencerminkan ketidakseimbangan ekonomi pasar
serta kelemahan berbagai lembaga sosial dalam menangani masalah kesejahteraan
penduduk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran dinas sosial dalam
penanganan fakir miskin di Kota Pare-Pare. Metode dalam penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis,
karena artikel ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif bukan
berdasarkan statistik atau angka. Sumber yang digunakan dalam artikel ini
bersumber dari jurnal, skripsi, dan artikel ilmiah terkait. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dinas sosial memiliki peran yang sangat penting dalam
penanganan fakir miskin di kota Pare-Pare. Mereka bertanggung jawab untuk
merancang dan melaksanakan program bantuan sosial, mengidentifikasi dan
mendaftarkan fakir miskin, serta menyediakan bantuan sosial dalam berbagai
bentuk.
Kata Kunci: Peran, Dinas Sosial, Fakir Miskin
PENDAHULUAN
A. Identifikasi Masalah
Fenomena kemiskinan merupakan isu mendasar dalam masyarakat yang
memiliki dampak signifikan. Hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat
kemajuan suatu masyarakat, tetapi juga menjadi bukti kegagalan dalam proses
pembangunan. Kemiskinan mencerminkan ketidakseimbangan ekonomi pasar
serta kelemahan berbagai lembaga sosial dalam menangani masalah kesejahteraan
penduduk. Permasalahan ini terus menarik perhatian masyarakat dan pemerintah
di seluruh dunia seiring berjalannya waktu. Dalam banyak kasus, sebagian kecil
populasi menguasai sebagian besar kekayaan, sementara sebagian besar
masyarakat memiliki akses yang terbatas terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini
dapat menciptakan lingkungan di mana kesempatan ekonomi tidak merata, dan
mereka yang kurang beruntung memiliki kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka, seperti makanan, perumahan, dan pendidikan1.
Kemiskinan juga seringkali terkait dengan permasalahan dalam berbagai
institusi sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan sosial. Institusi-
institusi ini seharusnya berperan dalam memberikan akses yang lebih merata
kepada layanan dasar dan peluang bagi seluruh masyarakat. Namun, jika institusi-
institusi ini tidak efektif, korupsi merajalela, atau tidak mampu mengatasi masalah
kemiskinan, maka masalah kemiskinan akan terus berlanjut. Kemiskinan menjadi
isu utama karena dampaknya yang sangat signifikan pada masyarakat dan
pembangunan suatu negara. Kemiskinan dapat menyebabkan peningkatan
ketegangan sosial, ketidaksetaraan, dan bahkan masalah kesehatan dan malnutrisi.
Oleh karena itu, baik masyarakat maupun pemerintah di seluruh dunia seringkali
berusaha secara aktif untuk mengatasi kemiskinan melalui program-program
bantuan sosial, reformasi ekonomi, dan perbaikan institusi sosial2.

1
Ahmad Fauzan, “Penanggulangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Dalam
Pemberdayaan Masyarakat di Kab. Sumenep”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP, 3.1 (2022).
2
Febi Nurul Aini, “Efektivitas Kinerja Pegawai Sub Bagian Penanganan Fakir Miskin
Dalam Bantuan Hibah Kube di Dinas Sosial Provinsi NTB”, Jurnal Ilmiah Al-Azhar, 15.1 (2018).
Kemiskinan di Indonesia adalah masalah yang terus menerus belum
terselesaikan meskipun pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan.
Memerangi kemiskinan di Indonesia bukanlah hal yang mudah, dan diperlukan
pendekatan yang holistik. Kemiskinan di Indonesia adalah masalah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan beberapa masalah lain yang dihadapi oleh negara
ini. Upaya mengatasi kemiskinan seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat. Pemerintah terus
berupaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan melalui berbagai program di
berbagai sektor kehidupan. Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa kemiskinan di
Indonesia adalah masalah yang sulit diatasi, dan solusinya memerlukan kerja sama
dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.
Upaya untuk mengatasi kemiskinan sebenarnya tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab
masyarakat itu sendiri. Pemerintah pun terus berusaha untuk mengurangi tingkat
kemiskinan melalui program-program penanggulangan kemiskinan di berbagai sektor
kehidupan. Kemiskinan merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam
menilai kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai indikator agregat, tingkat
kemiskinan di suatu wilayah sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
di wilayah tersebut. Oleh karena itu, kemiskinan menjadi salah satu fokus utama
dalam upaya pembangunan. Keberhasilan atau kegagalan pembangunan sering kali
dinilai berdasarkan perubahan dalam tingkat kemiskinan3.
Pare-Pare adalah sebuah kota yang terletak di Sulawesi Selatan, Indonesia,
memiliki beragam tantangan sosial ekonomi, salah satunya adalah masalah fakir
miskin. Fakir miskin adalah kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan dan seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar
seperti pangan, sandang, dan papan. Masalah ini memerlukan perhatian serius,
dan Dinas Sosial Kota Pare-Pare memegang peran penting dalam penanganan
masalah ini. Dinas Sosial adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
atas berbagai aspek kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial. Fungsinya
3
A. Syamsudin, “Upaya pemerintah terhadap penanganan fakir miskin di era pandemi
covid 19 perspektif fiqih siyasah (studi di Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang)”, Jurnal
Katalogis, 7.1 (2018).
mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program-program yang
ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat yang kurang mampu, termasuk fakir miskin.
Dalam konteks masyarakat modern, isu kesejahteraan sosial dan
penanggulangan kemiskinan menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah di
seluruh dunia. Kota Pare-Pare, sebuah kota yang terletak di Sulawesi Selatan,
Indonesia, tidak terkecuali. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat,
kompleksitas masalah sosial dan ketimpangan ekonomi masih menjadi tantangan
yang dihadapi oleh masyarakat kota ini. Di sinilah peran Dinas Sosial di Kota
Pare-Pare menjadi semakin penting. Dinas Sosial memiliki peran utama dalam
penanganan fakir miskin dan kelompok rentan lainnya di tengah masyarakat.
Melalui berbagai program dan kebijakan yang berfokus pada pemberdayaan
sosial, ekonomi, dan kesejahteraan, Dinas Sosial bertindak sebagai garda terdepan
dalam memastikan bahwa setiap individu, terutama mereka yang hidup dalam
kondisi terpinggirkan, mendapatkan perlindungan dan akses terhadap kebutuhan
dasar.
Penanganan fakir miskin di Kota Pare-Pare tidak terlepas dari upaya
sinergi antara Dinas Sosial dengan berbagai lembaga pemerintah lainnya, sektor
swasta, lembaga non-pemerintah, serta partisipasi aktif dari masyarakat itu
sendiri. Kerja sama lintas sektor dan partisipasi aktif ini menjadi pilar utama
dalam memastikan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya bersifat
reaktif, tetapi juga proaktif dalam mengatasi akar permasalahan kemiskinan yang
kompleks. Pemerintah Kota Pare-Pare telah melaksanakan berbagai strategi
kolaboratif dengan Dinas Sosial untuk menangani isu kemiskinan, baik melalui
program pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan, kesehatan, hingga
program perlindungan sosial.
Dalam pandangan yang lebih luas, peran Dinas Sosial di Kota Pare-Pare
tidak hanya berfokus pada upaya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga pada
pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, adil, dan
berkelanjutan. Dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, Dinas Sosial
di Kota Pare-Pare berperan sebagai katalisator perubahan sosial yang
berkelanjutan, memastikan bahwa setiap individu dan kelompok masyarakat
memiliki akses yang adil terhadap sumber daya dan peluang yang dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka. Melalui pemahaman yang komprehensif
tentang peran Dinas Sosial, diharapkan dapat tercipta pandangan yang lebih
holistik dan berkelanjutan dalam menangani masalah kemiskinan di kota Pare-
Pare.
B. Tinjauan Teori
1. Peran
Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, peran dapat dijelaskan sebagai
aspek dinamis dari kedudukan atau status seseorang. Ketika seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
sedang menjalankan suatu peranan. Lebih lanjut, peranan normatif merujuk
pada pandangan yang telah ditetapkan sebelumnya tentang peran tersebut.
Dengan kata lain, peran normatif ini menekankan pentingnya menjalankan
tugas dan kewajiban hukum dengan sepenuh hati dan sesuai dengan norma-
norma yang telah ditetapkan4.
Peran dapat dianggap sebagai aspek yang dinamis dari status atau
kedudukan seseorang. Status ini mencakup serangkaian hak dan kewajiban
yang dimiliki oleh individu. Ketika seseorang mengamalkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tersebut sesuai dengan kedudukannya, maka ia sedang
menjalankan suatu fungsi tertentu. Secara esensial, peran dapat didefinisikan
sebagai serangkaian tindakan yang khusus yang muncul sebagai akibat dari
posisi atau jabatan tertentu. Selain itu, kepribadian individu juga
memengaruhi cara seseorang menjalankan perannya. Penting untuk dicatat
bahwa peran yang dijalankan tidak berbeda, baik itu dimainkan oleh
pemimpin tingkat atas, tengah, atau bawah, karena mereka memiliki peran
yang sama dalam kerangka tugas dan tanggung jawab mereka.
4
Kartono Kartini, “Pengantar psikologi sosial”, (Rajawali Pers, 2019).
Peran mencakup norma-norma yang terkait dengan posisi atau
kedudukan seseorang dalam masyarakat. Dalam konteks ini, peranan
mengacu pada serangkaian aturan yang memberikan panduan bagi individu
dalam kehidupan sosial mereka. Peran adalah sebuah konsep perilaku yang
menentukan tindakan yang dapat diambil oleh individu dalam struktur
masyarakat. Dengan kata lain, peran merupakan perilaku individu yang
memiliki dampak signifikan pada struktur sosial dalam masyarakat5.
2. Kemiskinan
Secara etimologis, istilah "kemiskinan" berasal dari kata "miskin,"
yang merujuk pada keadaan ketidakmemiliki harta dan kelangkaan.
Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik, dalam pendekatannya,
mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu untuk memenuhi
kebutuhan dasar yang esensial untuk hidup yang layak. Lebih lanjut,
kemiskinan digambarkan sebagai kondisi di mana seseorang atau kelompok
berada di bawah ambang nilai standar untuk memenuhi kebutuhan minimum,
termasuk makanan dan kebutuhan non-makanan, yang sering disebut sebagai
garis kemiskinan atau ambang kemiskinan6.
Kemiskinan adalah keadaan di mana individu atau populasi
mengalami kekurangan dalam berbagai aspek kehidupan, dan ini terjadi tanpa
keinginan dari individu yang berada dalam situasi tersebut. Orang-orang yang
berada dalam kemiskinan sering ditandai oleh tingkat pendidikan yang
rendah, produktivitas kerja yang kurang, pendapatan yang minim, kesehatan
dan gizi yang buruk, serta kesejahteraan yang terbatas. Ini menciptakan
sebuah lingkaran ketidakmampuan yang sulit untuk ditembus. Kemiskinan
disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia, terutama yang terkait
dengan tingkat pendidikan baik formal maupun informal, dan ini memiliki
dampak negatif terhadap pendidikan yang diterima7.

5
Nasikun, “Sosiologi: Suatu pengantar”, (PT RajaGrafindo Persada, 2019).
6
Edi Suharto, “Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia”, (Alfabeta, 2009).
7
Ardito Bhinadi, “Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat”,
(Deepublish, 2021).
Pandangan tentang kemiskinan telah berkembang seiring berjalannya
waktu, tetapi pada intinya, itu berkaitan dengan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan menggambarkan kondisi kekurangan
yang tidak diinginkan oleh individu yang mengalaminya dan seringkali sulit
dihindari dengan daya yang dimilikinya. Defenisi kemiskinan terbagi atas tiga
yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan struktural dan
kultural. Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan
secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan
kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktorfaktor adat budaya
dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang.
Kemiskinan terjadi ketika individu atau kelompok, tanpa memandang
jenis kelamin, tidak dapat memenuhi hak-hak dasar mereka untuk menjalani
kehidupan yang bermartabat, sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN). Definisi ini didasarkan pada pendekatan
berbasis hak yang mengakui bahwa individu miskin memiliki hak-hak dasar
yang setara dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksetaraan dalam
peluang untuk mengakses sumber daya sosial, seperti aset, keuangan,
organisasi, jaringan sosial, pengetahuan, dan informasi yang diperlukan untuk
mendapatkan pekerjaan, menjadi faktor yang menyebabkan seseorang jatuh
ke dalam kemiskinan8.
Kemiskinan dapat didefinisikan dengan mempertimbangkan tiga
perspektif berbeda: ekonomi, sosial, dan politik. Secara ekonomi, kemiskinan
merujuk pada kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan
kesejahteraan. Dalam konteks sosial, kemiskinan menggambarkan
kekurangan dalam jaringan sosial dan struktur yang diperlukan untuk
8
Febiyolanda Putri, “Peran Dinas Sosial Kota Medan dalam Penanganan Fakir Miskin
(Studi Kasus Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai di Kecamatan Medan Helvetia)”, Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 2.2 (2020).
mendapatkan peluang untuk meningkatkan produktivitas. Sementara dari segi
politik, kemiskinan menunjukkan kekurangan akses terhadap kekuasaan.
Dalam perspektif ekonomi, kemiskinan sering kali muncul sebagai perbedaan
antara daya beli yang terbatas (positif) dan kebutuhan dasar yang seharusnya
terpenuhi (normatif). Dalam aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan
potensi perkembangan masyarakat yang terbatas. Sementara dalam perspektif
politik, kemiskinan berhubungan dengan keterbatasan kemandirian
masyarakat.
Sebagian besar dalam mengukur kemiskinan, indikator yang umum
digunakan adalah kriteria garis kemiskinan (Poverty Line) yang digunakan
untuk mengukur kemiskinan secara absolut. Salah satu kriteria garis
kemiskinan yang digunakan adalah versi Badan Pusat Statistik (BPS). Batas
kemiskinan ini bervariasi antar daerah karena bergantung pada lokasi dan
standar kebutuhan hidup di masing-masing wilayah. BPS membatasi kategori
individu atau keluarga yang dianggap miskin berdasarkan jumlah rupiah yang
dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum,
termasuk makanan dan non-makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan,
diambil acuan sekitar 2.100 kalori per hari. Sementara untuk pengeluaran
minimum yang tidak terkait dengan makanan mencakup pengeluaran untuk
perumahan, pakaian, serta berbagai barang dan jasa lainnya.
BPS menerapkan dua pendekatan dalam menetapkan garis
kemiskinan, yaitu Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach) dan
Pendekatan Head Count Index. Pendekatan pertama didasarkan pada
kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sementara
pendekatan kedua menggunakan pengukuran kemiskinan absolut, yang
menghitung jumlah penduduk yang berada di bawah suatu batas garis
kemiskinan dalam bentuk nilai uang yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan minimum, termasuk makanan dan non-makanan. Dengan kata lain,
garis kemiskinan terdiri dari dua komponen utama, yaitu garis kemiskinan
makanan (Food Line) dan garis kemiskinan non-makanan (Nonfood Line)9.
9
Nurhidayati, “Optimalisasi Pemberian Bantuan Sosial Kepada Fakir Miskin pada Dinas
Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kondisi
alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural atau
budaya. Kemiskinan alamiah dan ekonomi muncul karena keterbatasan
sumber daya alam, manusia, dan aset lainnya, sehingga peluang produksi
menjadi terbatas dan tidak berperan signifikan dalam pembangunan.
Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan oleh ketidakmerataan hasil
pembangunan, permasalahan tatanan kelembagaan, dan kebijakan
pembangunan yang belum merata. Sementara itu, kemiskinan kultural
(budaya) terkait dengan sikap atau kebiasaan hidup yang mengarah pada
perasaan puas dengan keadaan saat ini, sehingga seseorang terjebak dalam
kemiskinan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pembangunan
Nasional (Propenas) mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan
penyebabnya menjadi dua jenis, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty)
dan kemiskinan sementara (transient poverty). Kemiskinan kronis disebabkan
oleh faktor-faktor seperti sikap dan kebiasaan masyarakat yang kurang
produktif, keterbatasan sumber daya dan isolasi, serta rendahnya tingkat
pendidikan dan kesehatan, keterbatasan lapangan kerja, dan ketidakberdayaan
masyarakat. Di sisi lain, kemiskinan sementara disebabkan oleh perubahan
siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan
musiman seperti dalam kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan, serta
dampak dari bencana alam atau kebijakan tertentu10.
C. Metode
Artikel ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis, karena artikel ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif
bukan berdasarkan statistik atau angka. Sumber yang digunakan dalam artikel ini
bersumber dari jurnal, skripsi, dan artikel ilmiah terkait. Analisis data yang
dilakukan ialah dengan melakukan penarikan kesimpulan pada beberapa jurnal
terkait yang sesuai dengan ruang lingkup artikel ini.

6.8 (2022).
10
Yulfi Yulianti, “Peran Dinas Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Siak (Studi Kasus Di Kecamatan Sei Mandau)”, Jurnal Al-Irsyad, 11.2 (2019).
PEMBAHASAN
Dinas Sosial memainkan peran yang sangat penting dalam penanganan
fakir miskin di kota Pare-Pare. Dengan memahami peran dan tanggung jawab
Dinas Sosial Pare-Pare dalam menangani fakir miskin, kita dapat memahami
dampak serta tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kesejahteraan
sosial di kota tersebut. Dinas Sosial bertanggung jawab untuk merancang dan
melaksanakan program bantuan sosial yang ditujukan kepada fakir miskin.
Program ini dapat mencakup bantuan tunai, bantuan sembako, bantuan
pendidikan, bantuan kesehatan, atau program pelatihan keterampilan untuk
membantu fakir miskin meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dinas Sosial bekerja sama dengan berbagai lembaga dan pihak terkait,
seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah daerah, dan lembaga lain
yang memiliki peran dalam penanganan fakir miskin. Kerjasama ini diperlukan
untuk meningkatkan efektivitas program-program yang ada. Beberapa peran dinas
sosial kota Pare-Pare dalam dalam menangasi fakir miskin dalam bentuk
pelaksanaan program bantuan sosial, diantaranya:
1. Identifikasi dan Pendaftaran Fakir Miskin
Dinas Sosial berperan dalam mengidentifikasi dan mendaftarkan individu
atau keluarga yang membutuhkan bantuan sosial di Pare-Pare. Langkah ini
melibatkan survei, wawancara, dan penilaian kelayakan untuk memastikan
bahwa bantuan disalurkan kepada pihak yang memang membutuhkan.
2. Penyediaan Bantuan Sosial
Dinas Sosial bertanggung jawab untuk menyediakan bantuan sosial kepada
fakir miskin, seperti paket sembako, bantuan keuangan, layanan kesehatan,
pendidikan, atau program pemberdayaan ekonomi. Bantuan ini diharapkan
dapat memberikan bantuan jangka pendek dan membantu mereka untuk
mandiri secara ekonomi dalam jangka panjang.

3. Pengembangan Program Kesejahteraan Sosial


Dinas Sosial dapat mengembangkan program-program kesejahteraan sosial
yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup fakir miskin, seperti program
pelatihan keterampilan, pelatihan kerja, atau program pemberdayaan ekonomi
masyarakat.
4. Pendampingan dan Pembinaan
Dinas Sosial dapat memberikan pendampingan dan pembinaan kepada fakir
miskin untuk membantu mereka mengatasi masalah sosial dan ekonomi yang
mereka hadapi. Pendampingan ini meliputi pengelolaan keuangan,
keterampilan hidup, dan pendampingan psikososial.
5. Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Dinas Sosial dapat melakukan advokasi untuk hak-hak fakir miskin dan
masyarakat marginal lainnya. Mereka juga dapat memberdayakan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
masalah sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.
6. Kolaborasi dengan Pihak Terkait
Dinas Sosial dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta untuk
meningkatkan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan sosial.
7. Monitoring dan Evaluasi
Dinas Sosial harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program-
program yang telah dilaksanakan untuk memastikan bahwa bantuan yang
disalurkan tepat sasaran dan efektif dalam meningkatkan kesejahteraan fakir
miskin di Pare-Pare.
Dalam pelaksanaan peran yang dilakukan oleh dinas sosial Pare-Pare
dalam menangani kasus fakir miskin di kota Pare-Pare. Adapun beberap tantangan
dalam penerapan berbagai peran oleh dinas sosial Pare-Pare, diantaranya:
1. Keterbatasan Anggaran
Terbatasnya anggaran yang dialokasikan untuk penanganan fakir miskin
menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Dinas Sosial Pare-
Pare. Keterbatasan anggaran dapat membatasi kemampuan mereka untuk
menyediakan bantuan yang cukup dan program-program yang efektif.
2. Kurangnya Akses Terhadap Sumber Daya
Fakir miskin sering kali menghadapi tantangan dalam mengakses sumber
daya seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan kerja. Dinas Sosial
perlu bekerja sama dengan sektor terkait untuk memastikan akses yang adil
dan merata terhadap sumber daya ini.
3. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap isu-isu kemiskinan sering kali
menjadi hambatan dalam implementasi program-program penanggulangan
kemiskinan. Dinas Sosial perlu melakukan kampanye edukasi untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang isu-isu kemiskinan dan
pentingnya peran mereka dalam penanggulangannya.
4. Kerusakan Lingkungan dan Bencana Alam
Pare-Pare rentan terhadap bencana alam, yang dapat memperburuk kondisi
kemiskinan. Dinas Sosial perlu memiliki rencana tanggap darurat dan
pemulihan yang efektif untuk membantu fakir miskin yang terkena dampak
bencana alam.
5. Keterbatasan Infrastruktur
Keterbatasan infrastruktur seperti akses jalan, sanitasi, dan air bersih dapat
mempersulit upaya penanganan fakir miskin. Dinas Sosial perlu bekerja sama
dengan pihak terkait untuk meningkatkan infrastruktur yang ada guna
memperbaiki aksesibilitas dan kualitas hidup fakir miskin.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa dinas sosial memiliki
peran yang sangat penting dalam penanganan fakir miskin di kota Pare-Pare.
Mereka bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan program bantuan
sosial, mengidentifikasi dan mendaftarkan fakir miskin, serta menyediakan
bantuan sosial dalam berbagai bentuk. Selain itu, Dinas Sosial juga bekerja sama
dengan berbagai pihak terkait, mengembangkan program kesejahteraan sosial,
memberikan pendampingan, melakukan advokasi, dan melakukan monitoring dan
evaluasi.
Namun, terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan peran mereka,
seperti keterbatasan anggaran, kurangnya akses terhadap sumber daya, kurangnya
kesadaran masyarakat, risiko bencana alam, dan keterbatasan infrastruktur. Dalam
mengatasi tantangan ini, Dinas Sosial perlu bekerja keras untuk mencari sumber
daya tambahan, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memiliki rencana
darurat untuk menghadapi bencana alam. Selain itu, kerja sama dengan pihak
terkait juga menjadi kunci dalam menjalankan peran mereka secara efektif.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang peran dan tantangan Dinas Sosial
dalam menangani fakir miskin di Pare-Pare, kita dapat berharap bahwa upaya
peningkatan kesejahteraan sosial di kota tersebut dapat terus ditingkatkan dan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
A. Syamsudin, “Upaya pemerintah terhadap penanganan fakir miskin di era
pandemi covid 19 perspektif fiqih siyasah (studi di Dinas Sosial P3AP2KB
Kota Malang)”, Jurnal Katalogis, 7.1 (2018).
Ahmad Fauzan, “Penanggulangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kab. Sumenep”, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FISIP, 3.1 (2022).
Ardito Bhinadi, “Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat”,
(Deepublish, 2021).
Edi Suharto, “Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia”, (Alfabeta,
2009).
Febi Nurul Aini, “Efektivitas Kinerja Pegawai Sub Bagian Penanganan Fakir
Miskin Dalam Bantuan Hibah Kube di Dinas Sosial Provinsi NTB”,
Jurnal Ilmiah Al-Azhar, 15.1 (2018).
Febiyolanda Putri, “Peran Dinas Sosial Kota Medan dalam Penanganan Fakir
Miskin (Studi Kasus Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai di Kecamatan
Medan Helvetia)”, Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2.2 (2020).
Kartono Kartini, “Pengantar psikologi sosial”, (Rajawali Pers, 2019).
Nasikun, “Sosiologi: Suatu pengantar”, (PT RajaGrafindo Persada, 2019).

Nurhidayati, “Optimalisasi Pemberian Bantuan Sosial Kepada Fakir Miskin pada


Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak”, Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 6.8 (2022).
Yulfi Yulianti, “Peran Dinas Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Siak (Studi Kasus Di Kecamatan Sei Mandau)”, Jurnal Al-
Irsyad, 11.2 (2019).

Anda mungkin juga menyukai