KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
BAB III METODE KAJIAN............................................................................................ 5
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
4.1 Peran APBD dalam mengatasi kesenjangan sosial di Jawa Timur…………… 6
4.2 Kendala yang dihadapi dalam penggunaan APBD dalam mengatasi kesenjangan
sosial di Jawa Timur………………………………………………………….. 7
4.3 Cara dalam mengoptimalkan penggunaan APBD untuk mengatasi kesenjangan
sosial di Jawa Timur…………………………………………………………... 8
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 11
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………. 11
5.2 Saran…………………………………………………………………………... 11
5.3 Implementasi Kebijakan………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penggunaan APBD dalam mengatasi
kesenjangan sosial di Jawa Timur?
3. Bagaimana cara dalam mengoptimalkan penggunaan APBD untuk mengatasi
kesenjangan sosial di Jawa Timur?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fenomena kompleks kemiskinan dan kesenjangan sosial di Jawa Timur telah menjadi
sorotan utama dalam serangkaian penelitian yang menyoroti rangkaian faktor yang saling
terkait dalam menciptakan kondisi tersebut. Analisis dari Khoirul Rosyadi menegaskan
bahwa hubungan yang erat antara kemiskinan dan kesenjangan sosial di wilayah tersebut
berkaitan dengan masalah kultural dan struktural yang melingkupinya. Pemahamannya
menyoroti peran signifikan budaya dalam membentuk pola akses terhadap kesempatan
ekonomi, sementara struktur sosial yang mungkin membatasi pergerakan dan akses terhadap
sumber daya menjadi elemen kunci yang berkontribusi pada disparitas ekonomi dan sosial
yang tampak jelas. Dalam konteks ini, pengkajian kultural dan struktural menjadi penting
untuk memahami akar permasalahan dan dinamika yang mendasari fenomena kemiskinan
serta ketimpangan sosial yang termanifestasikan di Jawa Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Awalu Pasholihah dan Aminuddin Anwar
menghadirkan sebuah pandangan yang mempertanyakan dampak dari kebijakan
desentralisasi fiskal terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Meskipun tujuan utama dari
desentralisasi fiskal adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah, temuan
mereka justru memperlihatkan potensi adanya implikasi negatif yang tidak diantisipasi
sebelumnya. Bahkan, ada indikasi bahwa implementasi kebijakan ini dapat berkontribusi
pada peningkatan tingkat kemiskinan di tingkat regional.
Hasil temuan ini menjadi sorotan kritis yang memperlihatkan bahwa efektivitas dari
kebijakan desentralisasi fiskal dalam konteks pengurangan kemiskinan di daerah perlu
dievaluasi secara lebih mendalam. Dalam konteks kebijakan publik, khususnya terkait
pengentasan kemiskinan, penting untuk melakukan analisis yang cermat terhadap
konsekuensi yang mungkin terjadi dari kebijakan desentralisasi fiskal agar upaya
pemberdayaan daerah tidak malah menghasilkan dampak yang kontraproduktif. Evaluasi
mendalam ini menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam
menangani masalah kemiskinan di tingkat regional, terutama di Jawa Timur.
Perspektif yang dihadirkan oleh Nugroho dan Dahuri menggambarkan kemiskinan
sebagai sebuah kondisi yang melibatkan berbagai dimensi, baik yang bersifat relatif maupun
absolut, yang menghambat masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sesuai dengan
norma yang berlaku. Analisis mereka tidak hanya menyoroti faktor-faktor alamiah yang
memengaruhi kemiskinan, melainkan juga memperhatikan peran penting aspek budaya dan
struktural dalam membentuk konteks sosial masyarakat. Mereka menegaskan bahwa
pemahaman yang mendalam terhadap interaksi kompleks antara faktor-faktor ini merupakan
kunci utama dalam merumuskan kebijakan yang efektif dalam menangani persoalan
kemiskinan di Jawa Timur.
Pendekatan mereka menegaskan bahwa kemiskinan tidaklah terbatas pada kondisi
material semata, namun juga melibatkan aspek budaya yang mempengaruhi pola pikir dan
perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Faktor-faktor struktural, seperti
ketimpangan akses terhadap sumber daya dan kesempatan, turut membentuk dinamika sosial
ekonomi yang mengakibatkan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi standar
kebutuhan hidup yang layak.
3
Perspektif ini memberikan wawasan penting bahwa upaya untuk mengatasi
kemiskinan di Jawa Timur tidak bisa hanya terfokus pada solusi yang bersifat material
semata. Diperlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan berbagai faktor, seperti
aspek budaya, struktural, dan kebijakan publik, untuk merumuskan langkah-langkah yang
lebih efektif dalam menangani akar permasalahan kemiskinan di tingkat regional. Kesadaran
akan kompleksitas interaksi antara faktor-faktor ini menjadi landasan penting dalam
pembentukan kebijakan yang tidak hanya mengurangi tingkat kemiskinan, tetapi juga
meningkatkan kualitas hidup dan kesetaraan sosial di Jawa Timur.
Tinjauan pustaka atas beragam temuan ini menggambarkan kompleksitas serta
multidimensionalitas persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial di Jawa Timur.
Permasalahan ini tidak dapat disederhanakan menjadi satu faktor tunggal, melainkan
merupakan hasil dari interaksi kompleks antara aspek budaya, struktural, kebijakan publik,
dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif serta
terpadu dalam mengembangkan kebijakan yang mampu menangani permasalahan tersebut
secara efektif dan berkelanjutan di tingkat regional.
4
BAB III
METODE KAJIAN
5
BAB IV
PEMBAHASAN
6
handal, pasokan air bersih yang memadai, dan sanitasi yang terjamin. Langkah ini memiliki
potensi besar untuk meminimalisir kesenjangan antara daerah perkotaan yang berkembang
pesat dan pedesaan yang sering kali terpinggirkan di Jawa Timur. Dengan adanya
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang terencana di dalam APBD, maka rencana
tersebut perlu diperhatikan dengan seksama. Distribusi dana yang merata tidak hanya menjadi
sebuah keharusan, melainkan juga menjadi kunci untuk menyeimbangkan kesenjangan sosial
yang melekat di Jawa Timur. Itu artinya, pemerataan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan
menjadi krusial guna menutup kesenjangan antara kota dan desa, antara kelompok ekonomi
yang berbeda, serta memastikan bahwa semua lapisan masyarakat merasakan manfaat dari
pertumbuhan ekonomi.
Dalam upaya menangani kesenjangan sosial di Jawa Timur, APBD menjadi alat
utama. Melalui investasi yang strategis dalam infrastruktur, peningkatan mutu pendidikan dan
kesehatan, serta pembenahan terhadap layanan publik, APBD mampu memainkan peran
signifikan dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan meminimalisir kesenjangan sosial yang
terus meningkat di wilayah tersebut. Dengan pemanfaatan yang disesuaikan dengan kondisi
di lapangan, APBD dapat menjadi kunci bagi terciptanya masyarakat yang lebih inklusif dan
merata dalam akses terhadap kesempatan dan layanan.
4.2 Kendala yang dihadapi dalam penggunaan APBD dalam mengatasi kesenjangan
sosial di Jawa Timur
Dalam pemanfaatan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
sebagai instrumen utama dalam upaya mengatasi kesenjangan sosial di Jawa Timur, terdapat
beberapa tantangan signifikan. Salah satunya adalah rendahnya tingkat penyerapan anggaran
yang terlihat dari data realisasi anggaran. Informasi tersebut menyoroti terdapat kendala
dalam proses penyaluran dan penggunaan dana, yang kemudian dapat menimbulkan
keterlambatan dalam pelaksanaan program-program yang diharapkan dapat meredakan
kesenjangan sosial. Studi menunjukkan bahwa realisasi belanja APBD di tingkat
Kabupaten/Kota cenderung lebih rendah dibandingkan dengan realisasi APBD Provinsi.
Ketimpangan ini berpotensi dalam mempengaruhi efektivitas upaya-upaya pengentasan
kesenjangan sosial, perlu digaris bawahi pentingnya evaluasi dan analisis mendalam terhadap
kendala-kendala ini guna merumuskan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan APBD guna
meminimalisir tingkat kesenjangan sosial di Jawa Timur.
Selain rendahnya penyerapan anggaran, terdapat beberapa hambatan lain yang turut
mempersulit upaya meminimalisir kesenjangan sosial di Jawa Timur. Salah satunya adalah
tingkat buta huruf yang masih cukup signifikan di beberapa wilayah, yang kemudian
membatasi akses masyarakat terhadap peluang ekonomi dan sosial. Masalah inflasi yang
terus-menerus, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, serta tingkat pengangguran yang
belum teratasi dengan optimal juga merupakan faktor-faktor yang turut memperumit proses
pengentasan kesenjangan sosial di Jawa Timur. kondisi tersebut semakin memperumit
tantangan pengurangan kesenjangan sosial di Jawa Timur. Data dari Bappeda Jawa Timur
pada tahun 2017 juga menggarisbawahi kompleksitas persoalan dengan menekankan
perlunya solusi holistik dan terintegrasi untuk mengatasi kesenjangan sosial serta kemiskinan
yang masih menjadi fokus perhatian utama di wilayah ini. Dengan menghadapi berbagai
kendala ini, diperlukan adanya strategi yang lebih komprehensif dan terarah guna
7
mengoptimalkan penggunaan APBD serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk
mencapai tujuan pengentasan kesenjangan sosial di Jawa Timur.
Dalam mengatasi kesenjangan sosial di Jawa Timur, penggunaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi terkendala oleh beberapa faktor. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur pada Maret 2021, tercatat bahwa jumlah
penduduk miskin di provinsi ini mencapai 4.572.730 jiwa, yang setara dengan 11,40% dari
total populasi. Angka tersebut menunjukkan adanya tantangan serius terkait kemiskinan yang
masih menghantui masyarakat. Tak hanya itu, indeks Gini Provinsi Jawa Timur pada periode
yang sama menunjukkan peningkatan menjadi 0,374, mencerminkan kenaikan ketimpangan
pendapatan di antara penduduknya. Meskipun masih berada dalam kategori ketimpangan
sedang, peningkatan ini menyoroti perlunya langkah konkret untuk menangani disparitas
ekonomi.
Menyusul dari informasi tersebut, Bappeda Provinsi Jawa Timur mengemukakan
bahwa persoalan terhadap kesenjangan ekonomi dan kemiskinan menjadi fokus yang
membutuhkan perhatian serius. Data dari BPS pada tahun 2016 menunjukkan bahwa indeks
Gini rasio Jawa Timur berada pada angka 0,40, menunjukkan tingkat ketimpangan yang juga
tergolong sedang. Hal ini memperkuat konfirmasi bahwa kesenjangan ekonomi bukanlah
masalah baru dan memang menjadi pekerjaan rumah yang terus harus diatasi secara
sistematis dan menyeluruh. Dari data tersebut tergambar bahwa APBD yang diarahkan untuk
menangani kesenjangan sosial di Jawa Timur menghadapi tantangan nyata. Angka
kemiskinan yang masih cukup signifikan serta peningkatan indeks Gini dalam kurun waktu
yang relevan menegaskan bahwa langkah-langkah yang lebih efektif dan terstruktur perlu
segera diambil guna menyeimbangkan disparitas ekonomi dan sosial di wilayah ini.
Strategi yang dapat dilakukan yaitu, Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) di Jawa Timur memiliki peranan yang sangat krusial dalam menangani
kesenjangan sosial yang ada yaitu, dilakukannya penyusunan APBD yang berkelanjutan dan
transparan, yang kemudian menjadi pondasi utama dalam mengurangi kesenjangan sosial.
Dalam proses penyusunan yang transparan tersebut memungkinkan pemerintah daerah dalam
mengalokasikan dana secara efisien, serta mempertimbangkan dengan cermat kebutuhan
yang mendesak, seperti pengembangan infrastruktur, peningkatan kesehatan masyarakat, dan
pembenahan sektor pendidikan. Langkah selanjutnya adalah penganggaran pengeluaran
APBD yang didasarkan pada landasan hukum yang kuat, serta memastikan sektor-sektor vital
tersebut mendapatkan dukungan yang cukup sesuai dengan kebutuhan aktual. Dengan adanya
dasar hukum yang kokoh, alokasi dana untuk sektor-sektor krusial seperti pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur dapat diatur dan diprioritaskan secara tepat, yang kemudian
8
memastikan bahwa kebutuhan masyarakat yang paling mendesak dapat terpenuhi dengan
efektif. Hal ini tidak hanya memperkuat infrastruktur dan layanan kesehatan, tetapi juga
meningkatkan aksesibilitas pendidikan, memberikan pondasi yang lebih kokoh bagi upaya
mengurangi kesenjangan sosial di Jawa Timur.
Akan tetapi, tidak hanya pentingnya penggunaan dana bantuan Desa yang perlu
diperhatikan, tetapi juga pentingnya pemeriksaan dan pertanggungjawaban yang
berkelanjutan terkait dengan penggunaan dana tersebut. Proses ini diperlukan guna menjamin
tingkat akuntabilitas yang tinggi, serta memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai
dengan tujuan awalnya, dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat.
Dengan adanya mekanisme pemeriksaan dan pertanggungjawaban yang baik, transparansi
penggunaan dana bantuan Desa dapat terjamin, dan efektivitas pengelolaan APBD secara
keseluruhan dapat ditingkatkan.
9
Melalui strategi-strategi ini, diharapkan pemerintah daerah Jawa Timur dapat
mengoptimalkan APBD bukan hanya sebagai alat anggaran semata, melainkan juga sebagai
instrumen yang mampu mengatasi kesenjangan sosial dan meningkatkan pelayanan publik
bagi masyarakat secara menyeluruh. Tujuan akhir dari keseluruhan strategi ini adalah
menjadikan APBD bukan hanya sebagai alat pengeluaran dana semata, tetapi juga sebagai
instrumen yang efektif dalam mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan pelayanan
publik secara menyeluruh bagi masyarakat Jawa Timur. Dengan adanya evaluasi berkala
yang terencana dengan baik, APBD dapat menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan yang
berubah, mengarah pada pengelolaan dana yang lebih cerdas dan pelayanan publik yang lebih
baik bagi masyarakat.
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam upaya mengatasi kesenjangan sosial di Jawa Timur, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) memiliki peran krusial. APBD bukan hanya mengatur keuangan,
tetapi juga menjadi pendorong perubahan sosial yang signifikan. Alokasi dana yang efisien
akan memungkinkan pembangunan infrastruktur yang merata serta pengembangan program
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Data menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa
Timur mencapai angka mengkhawatirkan, namun, APBD memiliki potensi besar dalam
menekan angka tersebut. Akan tetapi, kendala dalam pemanfaatan APBD muncul dalam
rendahnya penyerapan anggaran, khususnya di tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini berpengaruh
terhadap pelaksanaan program-program yang diharapkan dapat meredakan kesenjangan
sosial. Disamping itu, faktor-faktor seperti tingkat buta huruf yang signifikan, inflasi,
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, dan tingkat pengangguran yang belum teratasi,
semakin mempersulit pengentasan kesenjangan sosial di wilayah ini.
Dalam mengatasi tantangan ini, strategi dalam pengoptimalan APBD perlu dilakukan.
Langkah pertama adalah penyusunan APBD yang transparan dan berkelanjutan, memastikan
alokasi dana yang tepat pada infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Penganggaran yang
didukung oleh landasan hukum yang kuat juga penting untuk memprioritaskan sektor-sektor
vital. Selanjutnya, pengaturan pembiayaan daerah, penggunaan bantuan keuangan Desa yang
terencana, serta pemeriksaan dan pertanggungjawaban terkait dana tersebut, akan
meningkatkan efektivitas penggunaan APBD. Evaluasi berkala terhadap APBD juga
diperlukan untuk memastikan pengeluaran yang tepat sasaran dan penyesuaian terhadap
kondisi aktual. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, diharapkan pemerintah daerah dapat
menjadikan APBD sebagai instrumen yang efektif dalam mengatasi kesenjangan sosial serta
meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat secara menyeluruh di Jawa Timur.
5.2 Saran
11
5.3 Implementasi Kebijakan
12
DAFTAR PUSTAKA
Jatim Sumbang Perekonomian Terbesar Kedua di Jawa, Sebesar 24,99%. (2023). Diakses
pada 23 Desember 2023 dari https://kominfo.jatimprov.go.id/berita/jatim-sumbang-
perekonomian-terbesar-kedua-di-jawa-sebesar-24-99
Gini Ratio Jawa Timur Maret 2021 sebesar 0,374.(2021). Diakses pada 23 Desember 2023
dari https://jatim.bps.go.id/pressrelease/2021/07/15/1234/gini-ratio-jawa-timur-maret-
2021-sebesar-0-374.html
Palikhah, N. (2016). Konsep kemiskinan kultural. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 15(30),
1-17.
Rosyadi. K. (2021). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial di Jawa Timur Pada Masa dan
Pasca Pandemi Covid-19; Refleksi Sosiologis. Prosiding Seminar Nasional
Penanggulangan Kemiskinan, 1(1), 1-6.
Pasholihah, F.A. & Anwar, A. (2023). Desentralisasi fiskal dan kemiskinan regional di Jawa
Timur. Jurnal Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 2(1), 98-106.
Atasi Kesenjangan, Entas Kemiskinan. (2017). Diakses pada 23 Desember 2023 dari
https://bappeda.jatimprov.go.id/2017/05/29/atasi-kesenjangan-entas-kemiskinan/
Yabbar, R. Bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Kepada
Desa. Diakses pada 23 Desember 2023 dari
https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/12
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Timur. 2023. Rencana Aksi Tahunan
Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2023. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Jawa Timur, 183 hal.
13