Anda di halaman 1dari 18

PENGEMBANGAN DESA DAN ANALISIS WILAYAH PERTANIAN

TUGAS EKONOMI PERTANIAN

KELOMPOK 7 :

Bayu Aji Utomo : 522019010


Ivan Aditya Santoso : 522019024
Dellivio Glementino D. : 522019039
Dimas Aziz Pratama : 522019054

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan desa memegang peranan yang penting karena merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan
nasional. Hal tersebut terlihat melalui banyaknya program pengembangan yang di rancang
pemerintah untuk membangun desa. Hampir seluruh instansi terutama pemerintah daerah
mengkomodir pembangunan desa dalam program kerjanya. Tentunya berlandaskan
pemahaman bahwa desa sebagai kesatuan geografis terdepan yang merupakan tempat
sebagian besar penduduk bermukim. Dalam struktur pemerintahan, desa menempati posisi
terbawah, akan tetapi justru terdepan dan langsung berada di tengah masyarakat. Karenanya
dapat di pastikan apapun bentuk setiap program pembangunan dari pemerintah akan selalu
bermuara ke desa. Meskipun demikian, pembangunan desa masih memiliki berbagai
permasalahan, seperti adanya desa terpencil atau terisolir dari pusat-pusat pembangunan
(Centre of excellent). Masih minimnya prasarana social ekonomi serta penyebaran jumlah
tenaga kerja produktif yang tidak seimbang, termasuk tingkat produktivitas tingkat pendapatan
masyarakat dan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Semua itu pada akhirnya
berkontribusi pada kemiskinan penduduk. Fakta tersebut menyebabkan pemerintah semakin
intensif menggulirkan program dan proyek pembangunan dalam pelaksanaan
pembangunman desa. Namun demikian program atau proyek di arahkan dalam
pembangunan desa justru tidak dapat berjalan optimal, karena kebanyakan direncanakan jauh
dari desa (Korten, 1988:247).
Masyarakat masih di anggap oleh obyek/sasaran yang akan di bangun. Hubungan yang
terbangun adalah pemerintah sebagai subjek/pelaku pembangunan dan masyarakat desa
sebagai obyek/sasaran pembangunan Partisipasi yang ada masih sebatas pemanfaatan hasil.
(Kartasasmita, 1996 : 144). Tingkat partisipasi dalam pembangunan masih terbatas, misalnya
masih sebatas peran serta fisik tanpa berperan secara luas sejak perencanaan sampai
evaluasi. Pemerintah berperan dominan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan program
atau proyek pembangunan. Hal ini telah di atur dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa di susun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota. pasal 63 Ayat (1) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Walaupun sesungguhnya program
tersebut sudah lama di laksanakan dan cukup di kenal luas di desa, namun masyarakat selalu
di anggap kurang mampu, sehingga bimbingan dan arahan dari pemerintah begitu kuat
pengaruhnya dan merasuk (internalisasi) dalam masyarakat. Bimbingan dan arahan dari
pemerintah bila kondisi tersebut di pertahankan, maka masyarakat tidak akan pernah dapat
menunjukkan kemampuannya dalam mengelola pembangunan di desanya. Apapun bentuk
pembangunan, secara substantif akan selalu di artikan mengandung unsur proses dan adanya
suatu perubahan yang di rencanakan untuk mencapai kemajuan masyarakat. Karena
ditujukan untuk merubah masyarakat itulah sewajarnya masyarakatlah sebagai pemilik
(owner) kegiatan pembangunan. Hal ini di maksudkan supaya perubahan yang di ketahui dan
sebenarnya yang di kehendaki oleh masyarakat (Conyers, 1991:154-155). Ada kesiapan
masyarakat untuk menghadapi dan menerima perubahan itu. Untuk itu keterlibatannya harus
di perluas sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pemanfaatannya, sehingga
proses pembangunan yang di jalankan dapat memberdayakan masyarakat, bukan
memperdayakan.

Pembangunan desa secara konseptual mengandung makna proses dimana usah usaha
dari masyarakat desa terpadu dengan usaha-usaha dari pemerintah. Tujuanna untuk
memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sehingga dalam konteks
pembangunan desa, paling tidak terdapat dua stakeholder yang berperan utama dan sejajar
(equal) yaitu pemerintah dan masyarakat (Korten, 1988:378). Berdasarkan analisis situasi yg
ada pelaksanaan perencanaan pembangunan yang tidak tepat sasaran, terlaksana dengan
baik dan tidak dapat di manfaatkan hasilnya, karena pembangunan tersebut benar-benar tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal itu di mungkinkan terjadi, khususnya dalam
pembangunan masyarakat jika masyarakat tidak di libatkan mulai dari proses penyusunan
rencana di mulai dari perumusan masalah, penggalian potensi, penentuan prioritas masalah
serta perumusan rencana mengenai kegiatan yang akan di laksanakan. Dalam pemberdayaan
masyarakat berarti membahas mengenai suatu proses yang membangun manusia atau
masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan prilaku manusia dan
pengorganisasi masyarakat. Camat melaksanakan tugas-tugasnya dikecamatan belalau
dengan di bantu oleh staf seksi/bidang pemberdayaan masyarakat pekon/kelurahan yang
mempunyai tugas pokok membantu camat dalam pemberdayaan masyarakat
pekon/kelurahan yang meliputi, pembinaan pembangunan, bidang perekonomian, produksi,
distribusi dan lingkungan hidup. Semua kegiatan yang dilakukan oleh staf dibidang
pemberdayaan masyarakat yaitu penyusunan rencana program kerja seperti kebutuhan
masyarakat itu sendiri baik dalam pembangunan dan perekonomian, Kegiatan pembangunan
contohnya membangun sarana transportasi jalan atau jembatan yang kegunaannya untuk
melancarkan transportasi masyarakat dalam kegiatan usaha sehari-hari, serta di bantu oleh
warga-warga setempat dengan melakukan gotong royong bersama demi kepentingan
bersama dari hasil pembangunan tersebut.
Kegiatan lainnya seperti perekonomian berupa meningkatkan perekonomian
masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat desa agar bisa
mengembangkan potensi dan kemampuan masyarakat, dapat meliputi antara lain dengan
bertani, berternak, melakukan wirausaha atau keterampilan keterampilan membuat home
industry (rumah industri) dan masih banyak lagi kemampuan dan keterampilan masyarakat
yang dapat di kembangkan

1.2 Tujuan
1. ……….
2. Mengetahui potensi wilayah dan upaya identifikasi wilayah desa, menurut
pandangan tenaga kerja dan pendapatan
3. Mengetahui analisis dan pengembangan wilayah desa

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pedesaan


Corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola
interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan
berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan dalam interaksi
dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya
kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat
mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan
sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat pedesaan itu
timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan adat
kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman (Setiawan 2012).
Petani terutama dipedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan
patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan sosial (social security). Petani
jarang mengambil keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan
terlebih dahulu (safety first). Kondisi seperti ini tidak dapat dipertahankan dengan masuknya
pasar dan komersialisasi yang telah menggantikan hubungan patron-klien menjadi hubungan
ekonomis (upah/majikan-buruh). Meskipun demikian, untuk mengatasi masalh ekonomi,
daerah pedesaan telah menemukan sendiri berbagai mekanisme sosial ekonomi yang dikenal
sebagai gotong-royong (social exchange). Gotong royong menjadi etos subsistensi
(subsistence ethics) yang melahirkan norma-norma moral, seperti adanya norma resiprokal
atau timbal-balik dalam bantuan sosial (Kurnadi 2011).
Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di pedesaan dapat dilihat dari beberapa
ciri kehidupan masyarakat pedesaan, antara lain : Memiliki sifat homogen (mata pencaharian,
nilai-nilai kebudayaan, sikap dan tingkah laku). Yang kedua adalah kehidupan di desa lebih
menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut
bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi 5
kebutuhan ekonomi rumah tangga, dan juga sangat ditentukan oleh kelompok primer. Yaitu
dalam memecahkan suatu masalah, keluarga cukup memainkan peranan dalam pengambilan
keputusan final. Faktor geografis juga sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya
keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah, desa atau kelurahan. Yang terakhir adalah
hubungan anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota, serta jumlah anak yang
ada dalam keluarga lebih banyak (Jeftaleibo 2004).
Topografi lahan menggambarkan penggunaan lahan pertanian yang didasarkan pada
tinggi tempat. Untuk tanah dikategorikan sebagai lahan dataran pantai, dataran rendah, dan
dataran tinggi. Pembagian klasifikasi menurut topografi ini juga menggambarkan macam
usaha pertanian yang diusahakan oleh penduduk bertempat tinggal di sekitar lokasi itu,
misalnya di dekat pantai diusahakan usaha perikanan seperti usaha tambak ikan. Dataran
rendah mungkin dapat diklasifikasikan menjadi dataran rendah yang beririgasi dan tidak
beririgasi atau lahan tegalan di dataran rendah (Dumairy 2005).
Kemiskinan suatu rumah tangga dapat dikenali dengan mudah hanya dengan melihat
kondisi di rumah tangga tersebut. Semisal contohnya adalah di daerah pedesaan, dapat dilihat
dari konstruksi bangunan dari masing-masing rumah yang terlihat sangat mencolok, akan
tetapi luas lantai rumah dari penduduk yang miskin dan tidak miskin tidaklah jauh berbeda.
Sedangkan di daerah perkotaan, kemiskinan itu dapat dilihat dari rumah penduduk yang
berada di lingkungan yang buruk, sempit dan padat serta konstruksi dari bangunan rumahnya
yang kurang memenuhi persyaratan. Selain itu ada hal lain yang bisa dilihat untuk mengetahui
kemiskinan suatu rumah tangga, yaitu berbagai faktor yang menunjang perumahan seperti
penerangan dan air. Rumah tangga miskin tampaknya identik dengan kurang memadainya
ketersediaan fasilitas seperti penerangan dan air bersih. Daerah-daerah yang kurang potensial
menyebabkan rumah tangga miskin tidak akan mendapatkan prioritas utama dalam
memperoleh fasilitas tersebut. Di wilayah lingkungan yang telah berkembang melalui adanya
berbagai program, hanya rumah tangga miskinlah yang tidak dapat memperoleh fasilitas
penerangan listrik dan air bersih (Faturochman 2004).

2.2 Pertanian dan Produktivitas Usahatani


Sifat khusus dari masyarakat petani adalah mempunyai hubungan dengan tanah
dengan ciri spesifik produksi pertanian berakar pada keadaan khusus petani. Usahatani
keluarga merupakan satuan dasar pemilikan, produksi, konsumsi dan kehidupan sosial petani,
kepentingan pokok pekerjaan dalam menentukan kedudukan sosial, peranan, serta
kepribadian petani dikenal secara baik oleh masyarakat bersangkutan. Struktur sosial desa
merupakan keadaan khusus bagi daerah tertentu dan waktu tertentu masyarakat petani
merupakan sebuah kesatuan sosial pra-industri yang memindahkan unsur-unsur spesifik
struktur sosial-ekonomi dan kebudayaan lama ke dalam masyarakat kontemporer (Triyono et
al 2002).
Pertanian merupakan basis Indonesia walaupun sumbangan nisbi dalam sektor
pertanian di ukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dan bentuk produk domestik atau
pendapatan nasional tahun demi tahun mengecil, hal ini bukanlah berarti nilai dan
pertambahannya dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat kecuali peranan sektor pertanian
ini dalam menyerap tenaga kerja terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar
tinggal di wilayah pedesaan sehingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya
pada sektor pertanian (Sefta 2003).
Usahatani di sawah merupakan pekerjaan pokok dari petani miskin yang terutama
berada di pedesaan yang mana pendapatan yang mereka peroleh masih sedikit dan belum
cukup untuk memenuhi hidup keluarganya. Maka dari itu pendapatan dari petani itu harus
ditingkatkan yaitu dengan meningkatkan usaha-usaha intensifikasi pada usaha taninya yang
berada di sawah yaitu dengan menerapkan panca usahatani selain itu perlu juga memberikan
tekanan perhatian para petani miskin kepada sector non usahatani misalnya dengan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja rumah tangga petani yaitu dengan berbagai latihan
dan ketrampilan selain itu juga perlu peningkatan dl mutu pendidikan baik secara formal atau
nonformal yaitu dengan mengikuti kursus (Miftahudin 2010).
Produktivitas usahatani yang dicapai, dipengaruhi oleh kualitas lahan garapan petani.
Kualitas lahan yang dimaksud adalah seberapa baik petani mampu memproduksi hasil lahan
tersebut (panen). Pada tingkat teknologi yang sama, baik dalam jenis varietas yang digunakan
maupun kualitas usahatani yang diterapkan pada produktivitas usahatani dapat bervariasi
antar daerah akibat perbedaan kualitas lahan (Maulana 2004).
Usahatani memiliki tiga komponen biaya yang cukup besar, yaitu komponen pupuk
(organik maupun buatan), pestisida dan komponen tenaga kerja mencakup pemeliharaan,
panen dan pasca panen. Dari ketiga komponen tersebut, pupuk merupakan komponen biaya
tertinggi dari total biaya produksi. Dibanding pupuk organik, pupuk buatan seperti urea, TSP,
KCl, NPK dan beberapa jenis pupuk memiliki harga tiga kali lipat lebih tinggi. Jenis pupuk lain
ini seringkali kurang dikenal oleh petani karena hasil oplosan dari pedagang saprodi (Nurasa
2003).

2.3 Pendapatan Petani Pedesaan


Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang atau barang dari hasil usaha
atau produksi. Sementara pendapatan rumah tangga dapat di artikan sebagai jumlah
keseluruhan dari pendapatan formal, informal dan sub sistem. Pendapatan formal adalah
penghasilan yang di peroleh melalui pekerjaan pokok dan pendapatan sub sistem adalah
penghasilan yang di peroleh dari faktor produksi yang di nilai dengan uang (Mulyanto 2002).
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu: pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai dihitung mengingat pada usahatani
padi masih banyak input yang digunakan menggunakan input milik sendiri sehingga tidak
seluruh biaya produksi dikeluarkan secara tunai. Secara umum pendapatan diperoleh dari
penerimaan dikurangi dengan biaya produksi. Penerimaan usahatani merupakan nilai total
produksi yang dihasilkan (Maryono 2008).
Pendapatan rumah tangga diperhitungkan dari seluruh pendapatan yang diperoleh
rumah tangga dari berbagai ragam sumber pendapatan, yang terinci pendapatan non
pertanian dan sektor pertanian dalam waktu satu tahun. Pendapatan pertanian meliputi
pendapatan dari usaha pangan dan tanaman keras, usaha ternak dan buruh tani. Sedangkan
pendapatan non pertanian berasal dari pendapatan dari luar pertanian dan pendapatan lain
(Sumodiningrat 2005).
Secara umum sumber pendapatan petani bersumber dari dua macam, yaitu dari
pertanian dan non-pertanian. Pendapatan dari pertanian terdiri dari hasil usahatani sendiri dan
dari hasil berburuh tani. Sumber pendapatan dari usahatani sendiri adalah dari hasil pertanian
yang meliputi komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, ternak, dan perikanan. Sedang dari
hasil berburuh tani adalah pendapatan dari hasil berburuh tani dari luar kegiatan usahatani
sendiri. Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan yang berasal dari bukan usaha
pertanian. Kelompok pendapatan ini secara garis besar dibagi lima sub sumber pendapatan,
yaitu dari hasil perdagangan, menjual jasa (jasa transportasi, jasa kesehatan, jasa alat
pertanian, dll), dan kegiatan industri (industri besar, menengah, skala rumah tangga), dari
kegiatan berburuh di antaranya adalah dari pertukangan, buruh industri, dan buruh di luar
pertanian lainnya (Sudana et al 2002).
Sekitar empat perlima dari pendapatan penduduk desa diperoleh dari kegiatan pertanian
tanaman pokok yang mereka kerjakan di lahan yang mereka miliki sementara pendapatan
lainnya berasal dari pengumpulan makanan ternak, tanaman obat, dan kayu. Pendapatan
masyarakat yang diperoleh dari pertanian lebih kurang sama dengan jumlah yang mereka
gunakan untuk keperluan hidupnya sehari-hari (Anwar 2003).

2.4 Konsumsi, Tabungan, dan Investasi Pertanian


Konsumsi merupakan tindakan pelaku ekonomi, baik individu maupun kelompok,
dalam menggunakan komoditas berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Konsumsi merupakan penjumlahan dari pengeluaran seluruh rumah tangga yang ada dalam
suatu perekonomian. Dengan mengetahui total pengeluaran suatu perekonomian, maka akan
dapat diketahui beberapa masalah penting yang muncul dalam perekonomian, seperti
pemerataan pendapatan, efisiensi penggunaan sumber daya dalam suatu perekonomian ,
masalah-masalah lainnya (Prayodi 2012).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi semua pengeluaran atas pembelian
barang dan jasa (barang tahan lama maupun barang tak tahan lama) baik yang diperoleh dari
pihak lain maupun yang dihasilkan sendiri, dikurangi nilai penjualan neto (penjualan dikurangi
pembelian) barang-barang bekas dan barang sisa, yang dilakukan oleh suatu rumah tangga
untuk periode tertentu (biasanya satu tahun). Yang dimaksud dengan pengeluaran konsumsi
rumah tangga adalah pengeluaran untuk bahan makanan, minuman, pakaian, bahan bakar
dan jasa-jasa, pengeluaran untuk barang yang tidak di produksi kembali, seperti karya seni
dan barang antik, barang tahan lama seperti mobil, motor, furnitur, radio, kulkas, televisi, dll,
serta pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan, pendidikan, rekreasi, pengangkutan dan
jasa-jasa lainnya (Christie 2013).
Pengeluaran atau belanja konsumen sebagian besar ditentukan oleh penghasilan
pribadi, pajak penghasilan, ekspektasi atau perkiraan konsumen terhadap masa depan,
hutang konsumen, kekayaan dan tingkat harga. Konsumsi tidak mungkin dilakukan oleh
kebanyakan individu yang tidak mempunyai penghasilan dari pekerjaan (Salvature 2004).
Dalam perekonomian rumah tangga pertanian, tabungan mempunyai peran cukup
strategis sehingga preferensi menabung menjadi bagian dari perilaku mereka. Tabungan
sering digunakan sebagai peredam instabilitas pengeluaran, terutama di masa paceklik. Peran
tabungan yang lain adalah sebagai cadangan modal untuk membiayai usahatani. Pada
konteks ketahanan pangan, peran sebagai stabilisator konsumsi menunjukkan penggunaan
tabungan menjadi salah satu pilihan strategi dalam menghadapi ancaman rawan pangan
(Hicks 2003).
Faktor yang memengaruhi Tabungan (S), yang pertama adalah pendapatan yang
diterima. Semakin banyak pendapatan yag diterima berarti 10 semakin banyak pula
pendapatan yang disisihkan untuk saving. Faktor yang kedua, hasrat untuk menabung
(Marginal Propensity to Save.). Hasrat menabung ini didorong dengan keinginan masing-
masing individu dalam mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung karena pertimbangan
keamanan. Terakhir tingkat suku bunga bank.Semakin tinggi tingkat suku bunga simpanan
maka semakin banyak masyarakatuntuk menabung (saving) (Mulyati et al 2009).
Investasi merupakan pengeluaran untuk kegiatan produksi atau pada sesuatu dengan
harapan memperoleh keuntungan. Investasi terkadang disebut sebagai kegiatan penanaman
modal. Investasi pada kegiatan produksi yaitu investasi yang meliputi input produksi yang
penggunaanya dalam jangka waktu yang relatif lama dan dapat digunakan dalam proses
produksi. Contoh investasi adalah pembelian berupa aset finansial seperti obligasi, saham ,
asuransi. Dapat juga pembelian berupa barang seperti mobil atau properti seperti rumah atau
tanah. Lebih luasnya investasi dapat berarti pembelian barang modal untuk produksi dalam
suatu usaha misalnya pembelian mesin (Yusuf 2013).

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Mengetahui Potensi Wilayah Dan Upaya Identifikasi Wilayah Desa


Kemampuan yang dimiliki suatu desa yang mungkin untuk dikembangkan tetap
selamanya akan menjadi “potensi” bila tidak diolah, atau didayagunakan menjadi suatu
“realita” berwujud kemanfaatan kepada masyarakat. Karena itu potensi wilayah memerlukan
upaya-upaya tertentu untuk membuatnya bermanfaat kepada masayarakat.
Pendamoing Desa sebagai agen pembangunan harus memiliki kemampuan untuk
melakukan indentifikasi potensi wilayah secara partisipatif untuk merencanakan
pembangunan pedesaan yang berkaitan dengan masalah lingungan, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mencapai hasil yang baik dalam Program Menabung Pohon seorang
Pendamping Desa perlu mempersiapkan suatu “instrumen” untuk menggali potensi wilayah
sehingga mudah dipahami dan akan memudahkan dalam penyusunan rencana pembangunan
dan pengembangan sektor tertentu yang berbasis pada pemeliharaan lingkungan.
Identifikasi Potensi wilayah dilakukan untuk memperoleh data keadaan wilayah dan
ekosistem dengan menggunakan data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh
di lapangan baik dari petani maupun masyarakat yang terkait, sedangkan data sekunder
diperoleh dari monografi desa/ kecamatan/BPP dan atau dari sumber-sumber lain yang
relevan.
Identifikasi data primer bisa dilakukan melalui pendekatan partisipatif dan wawancara
semi tersetruktur menggunakan teknik PRA, sedangkan identifikasi data sekunder dilakukan
dengan cara mengumpulkan seluruh data potensi wilayah dan ekosistem dari data monografi
desa/kecamatan/BPP dan sumber lain yang mendukung.
Identifikasi menggunakan metode PRA, PRA adalah sekumpulan metode/pendekatan
yang diharapkan dapat digunakan untuk memfasilitasi masyarakat untuk, saling berbagi
pengetahuan dan pengalaman, menganalisis kondisi kehidupannya, dan membuat rencana
kegiatan berdasarkan hasil analisisnya

Dalam menggunakan PRA ada beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh
Pendamping Desa dalam melakukan pemetaan dan identifikasi potensi desa, antra lain :
 Melibatkan kelompok masyarakat (mewakili)
 Masyarakat setempat sebagai pelaku utama
 Penerapan prinsip trianggulasi
 Berorientasi praktis
 Optimalkan hasil
 Santai dan Informal
 Prinsip demokrasi
Setelah memamahi prinsip – prinsip dasar PRA, maka berikutnya adalah melakukan
Langkah-langkah Pelaksanaan PRA yaitu :
 Persiapan
 Pelatihan
 Penyusunan Tim PRA
 Pendefinisisan tujuan PRA
 Pembuatan Desain Kegiatan PRA
 Kunjungan Awal
 Pelaksanaan Pra
 Penjelasan Maksud, Tujuan, dan Proses PRA
 Diskusi Penggalian Informasi
 Pendokumentasian Hasil Diskusi
 Presentasi Hasil Diskusi
 Perumusan Rencana Aksi
 Tindak Lanjut
 Perincian Rencana Aksi
 Pelaksanaan Secara Partisipatif
 Pengelompokan Data dan Informasi

Identifikasi Data
1. Pembuatan Peta Sumberdaya Desa
Peta secara sederhana diterjemahkan sebagai gambar wilayah dimana informasi
diletakkan dalam bentuk simbol-simbol. Sebagai media informasi, peta dimanfaatkan untuk
membantu pengambilan keputusan. Peta yang akan dibuat lebih merupakan sarana untuk
membantu proses diskusi pemahaman kondisi wilayah. Dengan demikian, peta bukan
sekedar merupakan hasil dari diskusi tetapi lebih dari itu yaitu bagian dari proses diskusi.
2. Identifikasi Kegiatan Usaha atau Mata Pencaharian
Teknik kajian mata pencaharian adalah teknik PRA yang digunakan memfasilitasi
diskusi mengenai berbagai aspek mata pencaharian masyarakat. Jenis-jenis mata
pencaharian beserta aspek-aspeknya, digambarkan dalam sebuah bagan.
3. Jenis Informasi yang diidentifikasi meliputi:
Mata pencaharian bidang pertanian seperti pertanian tanaman pangan, peternakan,
perkebunan, perikanan;
 mata pencaharian bidang non pertanian seperti industri makanan, pertenunan,
kerajinan, gerabah dan lain-lain:
 mata pencaharian bidang jasa seperti buruh, tukang, transpot dan lain-lain
4. Peta Transek Desa atau Penelusuran Lokasi
Arti harfiah transek adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya transek digunakan
oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-wilayah ekologi. Sebagai
teknikPRA, Teknik Penelusuran Lokasi (transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumberdaya masyarakat, dengan jalan menelusuri
wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil pengamatan dan lintasan
tersebut kemudian dituangkan dalam bagan atau gambar irisan muka bumi untuk didiskusikan
lebih lanjut.
5. Identifikasi Kalender Musim
Teknik penyusunan kalender musim adalah teknik PRA yang memfasilitasi pengkajian
kegiatan –kegiatan dan kejadian-kejadian yang terjadi berulang dalam satu kurun waktu
tertentu ( musiman) dalam kehidupan masyarakat Kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan
itu dituangkan dalam kalender kegiatan atau keadaan-keadaan , biasanya dalam jarak waktu
satu tahun ( 12 bulan).
6. Identifikasi Kecenderungan Usaha Pertanian
Teknik pembuatan bagan kecenderungan dan perubahan adalah teknik PRA yang dapat
menggambarkan perubahan-perubahan berbagai keadaan, kejadian, serta kegiatan
masyarakat dari waktu kewaktu. Dari besarnya perubahan, hal-hal yang diamati yang dapat
berkurang, tetap atau bertambah, kita bisa memperoleh gambaran adanya kecenderungan
umum perubahan yang akan berlanjut di masa yang akan datang.
7. Hubungan Kelembagaan
Masyarakat dalam melakukan aktivitas kesehariannya, baik secara langsung atau tidak
sering berinteraksi dengan berbagai kelembagaan lain apakah itu pemerintahan atau swadaya
masyarakat. Dalam interaksi ini, kedua belah fihak mempunyai peran yang berbeda dan dari
tujuan yang umum dijumpai, masyarakat adalahpenerima, mungkin ada juga sebagai pelaku.
Pada saat interaksi itu terjadi atau bahkan setelah suatu kegiatan berakhir, masyarakat
selalu akan menilai bagaimana keterkaitan dan sumbangan yang diberikan oleh lembaga-
lembaga tersebut, adakah menyentuh langsung kepentingan atau aktivitas mereka, bahkan
mungkin sama sekali tidak ada hubungan dengan masyarakat.
Mengetahui analisis ekonomi dan pengembangan wilayah desa
Dalam pengembangan wilayah desa, teknik-teknik yang digunakan untuk menganalisis
keadaan perekonomian suatu daerah dapat bermacam-macam. Untuk dapat menganalisis
suatu keadaan perekonomian daerah kita perlu tahu terlebih dahulu apa itu ekonomi wilayah.
Ekonomi wilayah adalah ekonomi yang menekankan aspek ruang ke dalam analisis ekonomi.
Ilmu ekonomi wilayah merupakan gabungan antara ilmu ekonomi tradisional dengan teori
lokasi. Yang intinya membahas pada sektor sektor yang nantinya output dari ekonomi wilayah
yaitu pengclasteran antar sektor.
Pendapatan regional (PDRB) adalah salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi pada suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. Konsep
yang harus diketahui yaitu :
 Konsep add value
Konsep add value yaitu biaya pembelian / perolehan dari sektor lain yang telah dihitung
sebagai produksi di sektor lain atau berasal dari impor. Secara sederhana add value dapat
kita artikan sebagai "nilai" yang kita tambahkan ke dalam satu barang, atau materi, atau jasa,
atau bahkan manusia. Sebagai contoh, jika kita jual singkong 1 kg, (anggap) harganya seribu
rupiah. Tetapi jika kita jual singkong yang yang sudah diolah misalnya tepung tapioca, maka
hargaya bisa menjadi (anggap) 6 ribu rupiah. Artinya kita telah menambah nilai 5 ribu rupiah
pada 1 kg singkong. Nilai singkong menjadi 6 kali lipat.
Tentu, dalam melakukan proses "nilai tambah", ada "biaya tambah", atau added cost.
Menambah nilai singkong menjadi 6 kali lipat tidak gratis. Butuh mesin untuk menggiling,
mesin untuk meaduk adonan, butuh air yang banyak untuk mencucui singkong singkong yang
akan diolah dll. Tinggal kita, bagaimana memaksimalkan added value dan meminimalkan
added cost.
Dalam hitung pendapatan regional ada dua metode yaitu langsung dan tak langsung:
1. Metode langsung
 Pendekatan produksi
 Pendekatan pendapatan
 Pendekatan pengeluaran
 Metode tidak langsung
2. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestic bruto
wilayah dari wilayah yang lebih luas ke masing masing bagian wilayah, misalanya
mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan alakator tertentu.
3.2 Studi Kasus “Sektor Pertanian Jadi Satu Keberhasilan Pembangunan Desa

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat
menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberhasilan dalam mengurangi angka kemiskinan di desa


dan mengurangi desa tertinggal serta meningkatnya pendapatan di desa tidak terlepas dari
dukungan sejumlah stakeholder. Mulai dari Pemerintah, swasta, perbankan hingga lapisan
masyarakat terutama di sektor pertanian.

"Karena sekitar 82 persen masyarakat kita tinggal di pedesaan yang mayoritas tergantung
dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan maupun perikanan," kata Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat menghadiri
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian 2019 yang dibuka oleh Menteri
Pertanian Andi Amran Sulaiman di Hotel Bidakara, pada Senin (14/1).

Eko menjelaskan bahwa Kemendes PDTT dalam Rancangan Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (RPJMN) telah menargetkan untuk mengentaskan 5.000 desa tertinggal
dan menciptakan 2.000 desa mandiri hingga tahun 2019. Namun, dalam pelaksanaannya,
berdasarkan hasil potensi desa yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik ternyata telah
melampaui target RPJMN yakni hingga 2018 tercatat jumlah desa tertinggal mengalami
penurunan sebanyak 6.518 desa dari 19.750 desa pada 2014 menjadi 13.232 desa pda 2018
dan menciptakan desa mandiri sebanyak 2.665 desa dari 2.894 desa pada 2014 menjadi
5.559 desa mandiri.

Angka kemiskinan menurut Eko, mengalami penurunan sebesar 1,82 juta jiwa. Dan yang lebih
membanggakan angka penurunan di desa lebih besar dibandingkan di kota. Di desa menurun
sekitar 1,2 juta jiwa dan di kota 580 ribu. Namun, harus diakui bahwa jumlah orang miskin
masih lebih banyak di desa daripada di kota.

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat menghadiri
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian 2019.

"Tapi, jika angka kemiskinan di desa bisa terus kita pertahankan, maka dalam waktu lima
tahun ke depan jumlah orang miskin di desa akan lebih kecil dari pada di kota," katanya seperti
dalam siaran pers.

Bukan itu saja, kerja keras dari berbagai pihak secara bersama-sama terutama didorong oleh
keberhasilan disektor pertanian selama empat tahun ini telah terjadi peningkatan pendapatan
yang sangat signifikan. Kalau di tahun 2014 pendapatan per kapita di desa hanya 572 ribu per
kapita per bulan, di tahun 2018 angka pendapatan per kapitanya telah mengalami peningkatan
menjadi 874 ribu per kapita per bulan.

"Kalau ini bisa kita pertahankan, lima tahun yang akan datang pendapatan per kapita didesa
itu sudah lebih dari dua juta. semua ini salah satu faktor utamanya adalah keberhasilan
di sektor pertanian," ujar Eko.
3.3 Pembahasan Studi Kasus “Sektor Pertanian Jadi Satu Keberhasilan
Pembangunan Desa

Dari studi kasus di atas kami dapat mempelajari bahwasanya sebanyak 82


persen penduduk pedesaan memiliki profesi sebagai petani. Kemendes PDTT dalam
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah menargetkan untuk
mengentaskan 5.000 desa tertinggal dan menciptakan 2.000 desa mandiri hingga tahun 2019.
Namun, dalam pelaksanaannya, berdasarkan hasil potensi desa yang dikeluarkan Badan
Pusat Statistik ternyata telah melampaui target RPJMN yakni hingga 2018 tercatat jumlah
desa tertinggal mengalami penurunan sebanyak 6.518 desa dari 19.750 desa pada 2014
menjadi 13.232 desa pda 2018 dan menciptakan desa mandiri sebanyak 2.665 desa dari
2.894 desa pada 2014 menjadi 5.559 desa mandiri.

Dari angka diatas kita bisa tau bahwa perkembangan desa yang tertinggal sudah
mengalami peningkatan yang cukup besar sejak 5 tahun terakhir. Dari target yang ditetapkan
Indonesia dalam bidang pengembangan desa tertinggal sudah lebih 559 desa yang mandiri,
dan dari setiap desa tersebut masyarakatnya memiliki mata pencaharian dari sektor pertanian,
perikanan, hutan, perkebunan, dan peternakan. Dan dari sektor inilah desa-desa tertinggal
tersebut bisa bangkit menjadi desa yang berpotensi dan makmur dalam segi pertanian.
Jika dilihat dari segi lahan di pedesaan memang kebanyakan adalah lahan pertanian dan
perkebunan. Maka dari itu desa-desa tersebut berkembang dari sektor-sektor tersebut, namun
dari peningkatan ekonomi di desa masih saja orang miskin dan kurang makmur. Terhitung
jumlah orang miskin yang ada di desa dan di kota masih lebih besar yang ada di desa. Namun
dengan usaha yang di lakukan pemerintah dan penyadaran masyarakat terhadap pentingnya
modernisasi dibidang mata pencaharian yang sedang digeluti. Apabila cara ini berhasil maka
tingkat kemiskinan di desa akan lebih rendah daripada di kota, karena masyarakat didesa
kebanyakan memiliki lahan yang cukup luas dan efektif untuk dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian dan perkebunan maupun peternakan.

BAB 4
KESIMPULAN

sia.
DAFTAR PUSTAKA
Christie N. J. Maramis. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Konsumsi, Investasi, dan
Eksporneto Di Indonesia dan Sulawesi Utara Sebelum dan Sesudah Krisis Finansial
Global 2008. Jurnal EMBA 1435 Vol.1 No.4 Desember 2012, Hal. 1431-1443.
Conyers, Diana. 1991. Perencaan Sosial di Dunia Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
David C. Korten, 1988, Pembangunan yang Memihak Rakyat: Kupasan Tentang Teori dan
Metode Pembangunan, dialihbahasakan oleh Lembaga Studi Pembangunan (LSP),
Yayasan Studi Pembangunan, Jakarta.
Dumairy. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Faturochman, dan Marcelinus
Molo. 2004. Karakteristik Rumah Tangga Miskin Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ekonomi Pertanian, Vol (1) 75- 103.
Hicks, Gatoet Sroe. 2003. Simulasi Dampak Perubahan Faktor-faktor Ekonomi terhadap
Ketahanan Pangan Rumah Tangga pertanian. Jakarta: Erlangga.
Jeftaleibo. 2004. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset.
Kartasasmita, G.1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. Jakarta : CIDES.
Kurnadi. 2011. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Maryono et al. 2008. Analisis Efisiensi Teknis Dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih
Bersertifikat: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Technical Efficiency and
Income Analysis for Certified Rice Seed Program: Stochastic Production Frontier
Aproach). Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian Vol (2) 2 :11-20
Maulana. 2004. Produktivitas. UGM Press: Yogyakarta.
Muhammad. 2010. Mata Pencaharian Penduduk. Jakarta: Erlangga
Mulyanto. 2002. Analisis Ekonomi Pendapatan Petani. Jambi: Universitas Jambi.
Mulyati, Sri Nur dan Mahfudz, Agus dan Permana, Leni. 2009. Ekonomi 1 : Untuk Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Nurasa, Tjetjep dan Deri Hidayat. 2003. Analisis Usaha tani dan Keragaan Marjin Pemasaran
Jeruk Di Kabupaten Karo. Jurnal Ekonomi Pertanian, XXXVI (1) 72-94.
Prayodi Dian. 2012. Makalah Ekonomi Fungsi Konsumsi
http://ryandfortunately.blogspot.com/2012/06/makalah-ekonomi-fungsikonsumsi.html.
Diakses taggal 24 November 2014.
Salvature, D dan Eugene A.D. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Sefta, L. 2003. Kearifan Lokal Yang Terabaikan (Sebuah Perspektif Sosiologi Pedesaan).
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Sudana, Wayan et al. 2002. .Karakterisik Rumah Tangga Tani di Lima Agroekosistem Wilayah
Pengemabangan SUT di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, vol.5, no.2, hal. 83-96.
Sumodiningrat, C. 2005. Pembangunan Pertanian Dalam Ekonomi Kerakyatan, Otonomi
Daerah dan Persaingan Global. Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.
Triyono, Lambang dan Masikun. 2002. Proses Perubahan Sosial di Desa Jawa, Teknologi,
Surplus Produksi dan Pergeseran Okupasi. Jakarta: CV Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai