Oleh :
Kelompok 3
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN
1. Strategi Pertumbuhan
Strategi pertumbuhan umumnya dimaksudkan untuk mencapai
peningkatan secara cepat dalam nilai ekonomis melalui -peningkatan
pendapatan perkapita, produksi dan produktivitas sektor pertanian,
permodalan, kesempatan kerja dan peningkatan kemampuan partisipasi
masyarakat pedesaan.
2. Strategi Kesejahteraan
Strategi kesejahteraan pada dasarya dimaksudkan untuk memperbaiki
tanaf hidup atau kesejahteraan penduduk pedesaan melalui pelayanan dan
peningkatan program-program pembangunan sosial yang berskala besar
atau nasional, seperti peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan
gizi, penanggulangan urbanisasi, perbaikan permukiman penduduk,
pembangunan fasilitas transportasi, penyediaan prasarana dan sarana
sosial lainnya.
1. Pendekatan Komprehensif
Pendekatan ini lebih menekankan pada keikutsertaan masyarakat secara
keseluruhan sebagai unsur partisipan dalam pembangunan.Dengan
anggapan bahwa pembangunan yang dilaksanakan dipedesaan adalah
untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat.
2. Pendekatan Integraf
Adalah pendekatan yang memandang suatu aspek kehidupan yang
mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dari aspek kehidupan lain.
Pembangunan yang dilakukan berusaha memajukan dan mengembangkan
seluruh lapangan kehidupan.
3. Pendekatan Organis
Pendekatan ini lebih menekankan pada pengembangan sumber-sumber
yang potensial yang terdapat di desa yang bersangkutan, terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan pokok masyarakat.
4. Pendekatan Selektif
Pendekatan ini kebalikan dari pendekatan integral, karena pendekatan ini
hanya mengutamakan salah satu atau beberapa bidang yang dianggap
dapat menunjang program pokok pembangunan.Pemdekatan ini harus
benar-benar direncanakan secara seksama untuk menghindari terjadinya
ketimpangan-ketimpangan akibat lebih menekankan pada salah satu
bidang pokok pembangunan saja.
5. Pendekatan Pertumbuhan
Pendekatan ini didasarkan pada pola kemungkinan pertumbuhan atau
perkembangan daerah dan pola pertumbuhan tiap tahap yang telah
ditentukan.Dalam pendekatan pembangunan semacam ini, setiap desa
diberi kategori sesuai dengan tingkat perkembangan dan prasarana yang
dimiliki oleh desa tersebut.Prasarana ini menjadi standar penilaian untuk
memberikan kategori tertentu bagi setiap desa. Kategori tersebut terdiri
atas:
a. Desa swadaya (skor 7-11),
b. Desa swakarya (skor 12-16), dan
c. Desa swasembada (skor 17-21).
6. Pendekatan Partisipatif
Pendekatan partisipatif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi
bahwa penduduk pedesaan adaalah subjek pembangunan, sumber daya
manusia yang potensial. Oleh karena itu, pendekatan ini lebih menekankan
pada pembentukan motivasi dalam diri masyarakat setempat, serta
perubahan sikap mental masyarakatnya dalam mewujudkan terciptanya
partisipasi aktif dan langsung kelihatan aslinya, karena keberhasilan yang
diraih bukanlah dalam bentuk pembangunan fisik dan prasarana, tetapi
dalam bentuk sikap mental dan tumbuhnya motivasi yang kuat dalam diri
masyarakat itu sendiri. Pembangunan fisik dan prasarana secara tidak
langsung dapat merupakan hasil dari pendekatan partisipatif
ini(Anonim,2012).
III. PEMBAHASAN
Konsep pembangunan yang telah berjalan selama ini tentunya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ini bisa dalam berbagai bentuk seperti pembangunan
sarana prasarana transportasi, pembangunan pemukiman, pembangunan sektor
keuangan, pembangunan fasilitas telekomunikasi dan kesehatan, pembangunan
pelabuhan dan stasiun, pembangunan pertokoan, pembangunan penginapan dan
perhotelan serta apartemen, dan khususnya pembangunan pedesaan.
Pembangunan pedesaan saat ini sudah ditunjang oleh dana desa yang sebesar 1-
1,5 milyar per tahun dan sudah merupakan komitmen pemerintahan Jokowi-JK
saat ini. Rasanya pembangunan desa memang mutlak untuk dilakukan agar tidak
terjadi migrasi besar-besaran warga masyarakat desa ke perkotaan yang tentunya
akan meningkatan hiruk pikuk masyarakat kota, meningkatkan permasalahan kota
seperti daerah kumuh-kriminalitas-pengemis-anak jalanan-menumpuknya sampah
sampah dan permasalahan lainnya seperti peningkatan jumlah masyarakat miskin
perkotaan dan juga pengangguran. Sekali lagi pembangunan desa adalah mutlak
untuk dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun demikian hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa pembangunan
di pedesaan jangan sampai menggerus nilai-nilai budaya dan tradisi yang sudah
ada.Ini yang mutlak diperhatikan oleh pemerintahan desa manapun dan diberbagai
wilayah desa apapun di Indonesia. Desa sangat kaya akan tradisi, budaya, dan adat
istiadat yang merupakan ciri khas utama dari Negara Indonesia seperti budaya
gotong royong, budaya bercocok tanam yang masih sangat alami, budaya
bersholawat untuk daerah tertentu, budaya tahlilan, budaya ziarah kubur dan
berdoa di kuburan untuk orang yang sudah meninggal, budaya alat-alat musik
kesenian daerah, budaya tari-menari yang sangat beragam antar daerah, budaya
berbahasa daerah yang mumpuni, budaya tata krama yang etis dan tepa seliro, dan
budaya kesederhanaan yang menunjukan bahwa masyarakat desa tersebut masih
asri dan belum terkontaminasi oleh media dan pesatnya pembangunan perkotaan
baik yang bertujuan untuk menggerus nilai-nilai budaya maupun yang bertujuan
untuk menggerus lahan-lahan pertanian demi kepentingan kapitalis pemodal-
pemodal kelas kakap yang tentunya dibekingi oleh kepentingan asing. Ini
masalahnya.
Lebih parahnya lagi adalah meskipun dana desa sudah digelontorkan pemerintah
sebesar 1-1,5 milyar pertahun, masyarakat desa tetap saja menjual tanah-tanahnya
kepada para pengembang atau developer untuk berubah fungsi menjadi
perumahan, kos-kosan dan apartemen tersebut. Sekali lagi ini adalah masalah
besar bagi penulis.Hal ini juga sudah menunjukan bahwa pola pikir orang desa
sendiri sudah bergeser ke arah kepemilikian uang semata.Padahal fungsi dan
kedudukan tanah di pedesaan adalah sangat penting untuk ketersediaan bahan
pangan dan khususnya untuk masyarakat perkotaan. Apabila orang desa sudah
tidak ada yang mau bercocok tanam lagi dan lebih memilih menjual tanahnya
maka apa jadinya ketersediaan pangan nasional?? Pantas saja pemerintah selalu
impor dan impor bahan pangan dan hewan ternak seperti sapi dari Australia.
Penulis cuma berharap agar pemerintah desa bisa memahami dan mengerti akan
hal ini dan tidak sembarangan dalam merumuskan pembangunan desa.
Bagi penulis, nilai-nilai, budaya dan tradisi desa yang sudah berlangsung puluhan
tahun dan ratusan tahun yang lalu harus tetap dilestarikan dan jangan sampai
tergerus oleh nilai-nilai budaya kota yang identik dengan kekacauan. Misalnya
pergaulan bebas, geng motor, perceraian, budaya instan, budaya korupsi, budaya
gengsi tinggi, budaya hedonis, budaya LGBT, budaya aborsi para pelajar dan
mahasiswa perkotaan, budaya berbelanja tanpa arah dan tujuan yang penting, dan
budaya instan lainnya.
Desa yang berbudaya dan memiliki nilai-nilai luhur dan memiliki filosofis serta
makna yang tinggi tetap harus diperhatikan dan jangan sampai tergerus (Nugroho,
2016).