Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPP PKB, Marwan Jafar (kanan) dan Ketua
Umum DPN Gemasaba, Heru Widodo(kiri) ketika berbicara dalam Focus Group Discussion
(FGD) di Jakarta, Minggu (2/4/2017). (istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Meski berbagai program pembangunan daerah telah dirancang
dan bahkan sebagian lainnya sudah dilakukan pemerintah sejak dberlakukannya ototnomi
daerah, namun ketimpangan antara kota dan desa masih tinggi.
Hal tersebut terlihat dari jumlah penduduk perkotaan di Indonesia masih lebih besar
dibandingkan penduduk pedesaan dengan komposisi 56 persen berbanding 44 persen.
"Dengan pertumbuhan yang timpang antara desa dan kota tersebut menyebabkan kesenjangan
antara desa dan kota yang cukup tinggi dengan kontribusi kota besar dan metropolitan
terhadap pertumbuhan mencapai 32 persen, sedangkan kontribusi kota menengah dan kecil
hanya 7 persen terhadap pertumbuhan," ujar Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPP
PKB, Marwan Jafar, di Jakarta, Minggu (2/4).
Dari sisi ekonomi, kata Marwan, kemiskinan di desa meningkat hampir dua kali lipat
dibanding perkotaan. Badan Pusat Statistik menyebutkan, persentase kemiskinan di pedesaan
tercatat meningkat hampir dua kali lipat yakni mencapai 13,96 persen dibanding penduduk
miskin di kota sebesar 7,7 persen.
"Presiden Jokowi juga dalam beberapa kesempatan pekan lalu menyinggung soal
ketimpangan ini, mengakui tingat ketimpangan ekonomi desa dan kota yang meningkat
tajam," katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Gerakan Mahasiswa Satu
Bangsa (Gemasaba).
"Hasil studi NFID dan Oxfam pada 2017 juga menyebutkan bahwa ketimpangan akses antara
pedesaan dan perkotaan terhadap infrastruktur seperti jaringan listrik dan jalan berkualitas
semakin memperlebar ketimpangan spasial," ujarnya dalam siaran persnya.
Oleh karena itu, sangat diperlukan langkah strategis guna menciptakan penyeimbangan
pembangunan desa dan kota. Salah satunya adalah penguatan pembangunan pertanian,
mengingat mayoritas aktivitas perekonomian masyarakaht desa masih bergantung pada
tingkat produktivitas Sumber Daya Alam (SDA), termasuk di dalamnya adalah peternakan.
"Kebijakan penguatan pembangunan pertanian sejauh masih lemah, hal itu dibuktikan dengan
masih ada kecenderungan daerah-daerah memilih eksploitasi sumber daya alam daripada
memperkuat sektor produktif lainnya seperti pertanian," kata Marwan.
Bukti lain lemahnya kebijakan penguatan pembangunan pertanian adalah masyaraat desa
masih mengalami kesulitan akses kredit usaha di kalangan kelompok-kelompok usaha
pertanian. "Meskipun selama ini sudah ada berbagai himbauan bahkan program untuk
memudahkan akses kredit, tapi beberapa kasus menunjukkan program kredit usaha ini masih
menemui kendala ditingkat teknis-administratif," tegasnya.
"Yang tak kalah penting dalam menangani disparitas pembangunan adalah dengan
menciptakan penyeimbangan pembangunan desa-kota dari berbagai aspek baik ekonomi,
politik, hukum, sosial-budaya, dan lainnya. Sehingga, ke depan terjadi pemerataan
pembangunan sosial ekonomi antara desa dan kota," tutup Marwan.
Sementara itu, Ketua Umum DPN Gemasaba, Heru Widodo, mengatakan, program
pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur di daerah tidak menunjukkan efek
yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota.
"Kesenjangan sosial ekonomi masih tinggi, ketimpangan kesejahteraan semakin terlihat jelas.
Hal tersebut dipicu karena laju pertumbuhan ekonomi yang rendah dan semakin tingginya
angka pengangguran. Dalam berbagai kasus daerah, misalnya NTT, Maluku, dan jawa barat,
masih banyak bayi yang kurang gizi. Karena faktor ekonomi orang tua mereka tak mampu
memenuhi kebutuhan gizi anak," ujarnya.
Untuk dapat mengurangi ketimpangan sosial masyarakat di perkotaan dan pedesaan berikut
ini merupakan upaya pemerataan antara kota dan desa dalam mengatasi ketimpangan sosial :