Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

GEOGRAFI PEMBANGUNAN

KUALITAS PENDUDUK
DI SUSUN OLEH :KELOMPOK 3
MUNA HERLIZA (200405009)

SRI RAHAYU (200405015)

NABAWIYATUL LAILI (200405037)

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SAMUDRA
TA/2022

1
 PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN

Pengertian pembangunan beberapa dekade lalu banyak menyiratkan pada arah


”penduduk untuk pembangunan”, bukan ”pembangunan untuk penduduk”.
Pembangunan di Indonesia pada 3-4 dekade terakhir masih terbawa arus
penerapan pertumbuhan aspek fisik (budaya material). Dari sudut pandang
pembangunan berbasis keadilan sosial, Model pembangunan seperti ini, sangat
jauh dari pencapaian keadilan sosial, karena tidak diarahkan langsung pada
peningkatan kualitas penduduk secara individu maupun kolektif. Peningkatan
elemen non-fisik diharapkan digerakkan oleh visi yang kuat dari pimpinan negara.
Setelah pasca 1990 terjadi pergeseran konsep pembangunan yang sangat berarti,
yang lebih memfokuskan perhatian pada peningkatan kualitas kehidupan
(wellbeing) manusia. Sejak Rio Earth Summit (1992), perlunya mengubah arah
pembangunan menjadi lebih berorientasi pada pada peningkatan kesejahteraan
umat manusia (penduduk) merupakan hal yang sangat serius dan sekaligus
menjadi kritik berat terhadap pembangunan yang terlalu mengidolakan
pertumbuhan ekonomi. Patut disayangkan bahwa amanat. UD 1945 yang telah
sangat tegas menyebutkan tentang pentingnya penyelenggaraan pembangunan
yang harus diarahkan untuk peningkatan kualitas kehidupan secara lebih merata
dan keadilan sosial; ternyata masih banyak tidak dipahami kalangan perancang
pembangunan di kalangan EKUIN. Pembangunan yang tidak terarah pada
peningkatan kualitas penduduk secara keseluruhan dan merata dapat dikatakan
telah menyimpang dari amanat UUD 1945.

 INDIKATOR KUALITAS PENDUDUK

Indikator kualitas penduduk digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan


suatu masyarakat atau bangsa. Upaya mencari indikator kualitas penduduk masih
terus berkembang, yaitu untuk menentukan indikator yang lebih mencerminkan
gambaran yang sebenarnya tentang kemajuan suatu masyarakat.Setiap negara
berhak mengembangkan sendiri indikator kualitas penduduk yang dianggap
sesuai. Dari sisi konstitusi (UUD 1945), seharusnya dapat dikembangkan
indikator kualitas penduduk Indonesia, yaitu yang terkait erat dengan pencapaian
kesejahteraan dan keadilan sosial. Para pakar pembangunan nasional seharusnya
dapat merumuskan indikator kemajuan yang sejalan dengan misi konstitusi,
sekaligus bagaimana melaksanakan misi konstitusi dan mengukur
keberhasilannya.

2
Pada Pra-Kongres I Nasional Pembangunan Manusia Indonesia 21-22
Maret 2006 dibahas tentang bagaimana membangun manusia (”penduduk”)
Indonesia yang dilandaskan pada kualitas. Paling tidak ada empat cara untuk
mengukur kemajuan kualitas penduduk,yaitu: dengan menggunakan beberapa
indeks sekaligus, yaitu: (1) Indeks Pembangunan Manusia; (2) Indeks Kemiskinan
Manusia; (3) Indeks Pembangunan Jender; and (4) Indeks Pemberdayaan Jender.
Pada 3-4 dekade terakhir indikator ekonomi terlalu mendominasi pengukuran
kemajuan suatu masyarakat atau penduduk suatu bangsa. Keempat indicator untuk
mengukur kualitas penduduk ini dapat dipandang sebagai kritik terhadap
pengukuran penduduk yang semata-mata dilihat dari dimensi material atau
ekonomi.

Indeks pembangunan manusia dapat dipandang sebagai alternatif untuk


mengukur tingkat kemajuan suatu penduduk (Gambar 3). Ada tiga indikator
utama kualitas penduduk,yaitu: indeks harapan hidup, indeks pendidikan, dan
indek pendapatan. Pengukuran kualitas penduduk seperti ini cocok untuk
memperbandingkan tingkat kemajuan pendidikan negara yang memiliki latar
belakang dalam aspek geografis, sosial, budaya, dan kepercayaan. Indikator fisik
(kesehatan, pendidikan, dan ekonomi) dapat dinilai memadai untuk secara cepat
mengetahui tingkat kemajuan penduduk di suatu wilayah atau negara. Perlu
dijelaskan bahwa dari gambaran rendahnya kualitas penduduk tidak langsung
diartikan bahwa ”indikator” tersebutlah yang menjadi penyebabnya.Tingkat
kemiskinan merupakan indikator keterbelakangan suatu penduduk atau negara.
Jika tingkat kemiskinan melewati 10 persen dari keseluruhan jumlah penduduk,
maka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kualitas penduduk relatif rendah.
Dengan gambaran ini, kualitas penduduk Indonesia tergolong rendah. Dapat
dipandang sebagai proxi kemiskinan dilihat dari indikator demografi (angka
harapan hidup),tingkat pengetahuan, dan kelayakan tingkat kehidupan (akses
terhadap air, akses terhadap sarana kesehatan, dan gizi balita buruk). Untuk
masyarakat agraris seperti Indonesia,indikator akses terhadap lahan usaha
(pertanian) sangat penting untuk dimasukkan. Sayangnya indikator akses terhadap
lahan usaha belum diperjuangkan secara meyakinkan sehingga pihak Departemen
Pertanian pun tidak menganggap hal isi sebagai hal yang penting. Dari sudut
pandang ahli sosial-ekonomi, akses terhadap lahan sangat menentukan tingkat
kehidupan penduduk yang sebagian besar masih berperadaban agraris. Dengan
membiarkan mayoritas penduduk bekerja di pertanian, dan sebagian besar
penduduk pertanian hanya menggarap lahan pertanian kurang dari 0,5 ha per KK,
hal ini cukup menggambarkan betapa sangat seriusnya masalah kualitas penduduk
pertanian di Indonesia.

3
 KUALITAS PENDUDUK

Pengendalian kualitas penduduk harus di barengi dengan peningkatan


kualitas penduduk.Sehingga penduduk tidak sebagai beban pembangunan,tetapi
justru sebagai pelaku pembangunan,sesuai dengan konsep stategi pembangunan
berkelanjutan,dan jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas
penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan
ekonomi.Disisi lain jika kualitas penduduk yang rendah,partisipasi penduduk
dalam angkatan kerja juga rendah.Akibatnya tingkat pendapatan penduduk
menajdi sangat tidak memadai.Lebih lanjut tingkat kemiskinan yang diharapkan
bisa makin menipis justru makin membengkak dan menyebabkan banyak hasil-
hasil gemilang dihilangkan oleh kualitas penduduk yang tidak bertambah baik.

Program keluarga berencana mempunyai kontribusi penting dalam upaya


mengingkatkan kualitas penduduk,pencegahan kematian dan kesakitan ibu
merupakan alsan diperlakukan pelayanan KB.Maka paradigm baru program KB
nasional telah dirubah visinya dari mewujudkan norma keluarga kecil bahagia
sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan keluarga keluarga berkualitas
tahun 2015. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang
sejahtera,sehat,maju,mandiri memiliki jumlah anak yang ideal berwawasan
kedepan bertanggung jawab harmonis dan bertaqwa pada tuhan yang maha esa.
Menurut Prof Dr Haryono Suyono mantan Kepala BKKBN dalam kesempatan
pada seminar 'Aspek kependudukan dalam Perencanaan Kebijakan dan
Pengambilan Keputusan' di Hotel Aryaduta, Jakarta, mengemukakan strategi
pembangunan manusiaIndonesia agar bertumpu pada empat bidang yaitu bidang
Kesehatan, KB, Pendidikan, dan Pemberdayaan wirausaha serta pengembangan
dukunganyang memihak keluarga dan penduduk kurang beruntung (miskin) di
pedesaan maupun di perkotaan.

Dr Sri Harijati Hatmadji lebih menyoroti aspek gender dalam peningkatan


kualitas sumber daya manusia (SDM), bahwa kualitas SDM perempuan dan laki-
laki tidak akan sama dan adil, berkesimbangunan dan holistik manakala
pembangunan tidak memperhatikan aspek gender dan kebutuhan serta
permasalahan perempuan dan lald-laki. Perempuan dan laki-laki harus
mempunyai peluang dan kesempatan yang sama dalam aspek pendidikan,
kesehatan dan ekonomi. Dalam hal aspek pendidikan keduanya mempunyai
peluang yang sama dalam kemampuan membaca, partisipsi sekolah, menamatkan
pendidikan, dan akses media massa. Aspek kesehatan meliputi kesamaan dalam
hal morbiditas (mengatasi keluhan kesakitan), pengobatan, pemanfaatan fassilitas
kesehatan,imunisasi.dan,status,gizi. Sebagai Kepala BKKBN Pusat dr Sugiri
Syarief MPA, mengemukakan bahwa seharusnya anak menjadi investasi masa

4
depan. Anak perlu dikasih asupan gizi yangbaik dan disiapkan agar
mampubersaing dalam era global. Ini yang menjadi perhatian pemerintah agar
masyarakat mampu menolong dirinya sendiri .Intinya orang miskin itu harus ikut
KB, karena keberadaan masyarakat miskin yang akan melahirkan orang miskin.

Salah satu aspek kesehatan adalah status gizi, akhir-akhir ini kasus gizi
buruk semakin memprihatikan dan merupakan gambaran puncah gunung es, yang
sebenarnya masih banyak kasus di bawahnya yang belum muncul, salah satunya
adalah ibu hamil yang akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), ini menandakan bahwa terjadi malnutrisi sejak dalam kandungan. BBLR
dengan dampak lanjutan adalah problem yang serius di kemudian hari terutama
dikaitkan dengan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan
berdayasaing terutama dalam menghadapi era globalisasi, meningkatnya kejadian
gizi buruk pada bayi dan balita sebagai golongan umur paling rawan, dan
berdampak pada tumbuh¬kembang anak yang dapat menyebabkan gangguan
pencapaian prestasi akademis di kemudian hari, gangguan kesehatan sampai
kematian .Perempuan dan laki-laki harus mempunyai peluang dan kesempatan
yang sama dalam aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dalam hal aspek
pendidikan keduanya mempunyai peluang yang sama dalam kemampuan
membaca, partisipsi ditemukan dalam keluarga, kemampuan masyarakat untuk
mengkonsumsi bahan makanan yang biasa sudah menurun.

Menurut UNICEF bahwa penyebab gizi buruk adalah asupan zat gizi yang
kurang dan penyakit infeksi, kedua hal tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor tak
langsung yaitu ketersediaan pangan keluarga rendah, praktek kesehatan yang tidak
benar termasuk di dalamnya adalah pola asuh dan perawatan ibu-anak, serta
pelayanan kesehatan yang rendah, lingkungan yang buruk dan tidak sehat (Endang
Purwaningsih dkk, 2006).. kesemuanya bermuara pada kemiskinan dan
kebodohan akibat langsung dari kebijakan politik dan ekonomi yang kurang
kondusif. Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2005
menyebutkanbahwa lebih dari 90 persen kasus gizi buruk berasal dari keluarga
miskin, 29,73 persen berkaitan dengan ibu hamil yang menderita kurang energi
kronis, dan ASI eksklusifyang rendah yaitu 48,63 persen, laporan selanjutnya
menyebutkan bahwa 60 persen kasus gizi buruk di sertai penyakit infeksi , khusus
nya TB paru. Masalah kelaparan merupakan salah satu bentuk dari masalah gizi
yang dikaitkan dengan masalah kemiskinan dan bencana, atau dengan kata lain
ketidakberdayaan atau tidak ada ketersediaan bahan pangan ditingkat individu
atau keluarga. Masalah gizi atau "kelaparan gizi" (KEP, KVA,GAKY. dan
Anemia gizi ) dapat terjadi pada keadaan "normal" .Wabah gizi buruk dan busung
lapar makin mencuat, maka terlihat bahwa ketahanan pangan perlu diwaspadai
sejak tingkat keluarga bahkan individu, lebih-lebih pada saat ketidak mampuan

5
keluarga untuk memenuhi kebutuhan nya dalam mencegah kelaparan dan
kelaparan gizi terutama berkaitan dengan kemiskinan dan naiknya harga bahan
makanan berkaitan dengan kenaikan BBM serta bencanan thun.

Salah satu upaya kewaspadaan pangan dapat dilakukan dengan pencatatan


praktis kejadian di masyarakat, yang berkaitan dengan pangan, distribusi,
perubahan pola konsumsi, misalnya : jumlah kegagalan panenitahun, tanda-tanda
musim kering menipisnya persediaan pangan penduduk, perubahan pola konsumsi
yang nilai sosial lebih rendah (dari beras mengkosumsi jangtmg). Selain itu angka
yang berkaitan dengan kesehatan juga dapat dipakai sebagai indikator
kewaspadaan pangan, misalnya peningkatan penyakit diare, rerata Berat Badan
penduduk makin menurun. Angka-angka tersebut dapat dihimpm , diolah, dan
disajikan untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai acuan untuk mengambil langkah
pencegahan kelaparan dan makin buruknya keadaan, dengan demikian inasyarakat
terutama kelompok rentan dapat terhindar dari bahaya kelaparan.(Endang
Purwanngsih dkk, 2006). Ketahanan pangan menunjukkan eksistensinya, jika
setiap rumahtangga selalu dapat mengakses, secara fisik maupun ekonomi,
memperoleh pangan yang cukup aman dan sehat bagi selunth anggotanya (FAO,
1996). Artinya, titik berat kondisi ketahanan pangan terletak pada tingkat
rumahtangga. Ketahanan pangan ini harus mencakup aksesibilitas, ketersediaan,
keamanan dan kesinambungan. Aksesibilitas di sini artinya setiap rumah tangga
mampu memenuhikecukupan pangan keluarga dengan gizi yang sehat.
Ketersediaan pangan adalah rata-rata pangan dalamjumlahyang memenuhi
kebutuhan konsumsi di tingkat wilayah dan rumah tangga. Sedangkan keamanan
pangan dititikberatkan pada kualitas pangan yang memenuhi kebutuhan gizi.

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun
1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi
untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:

(1) kecukupan ketersediaan pangan;

(2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau
dari tahun ke tahun.

(3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta

(4) kualitas/keamanan pangan.

Keempat komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan


pangan di tingkat rumah tangga dalam studi ini. Keempat indikator ini merupakan
indikator utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara menggambungkan

6
keempat komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu
indeks ketahanan pangan.( Puslit Kependudukan —LIPI) Menyingkapi ketahanan
pangan tidak tepat atau kurang bijaksana tanpa melihat dan mempertimbangkan
aspek gizi dan kesehatan. Tertuang dalam Deklarasi Roma, Ketahanan pangan
mengacu pada kondisi :apakah setiap orang di semua keluarga yang ada memiliki
akses fisik dan ekonomi dalam mengkohstirnsi pangan untuk aktivitas dan
kesehatan masing-masing.

Permasalahan yang dihadapi saat ini di tingkat nasional, regional, lokal


maupun daerah adalah terjadinya peningkatan pertambahan penduduk yang cukup
signifikan. sehingga memunculkan berbagai permasalahan, karena pertambahan
penduduk tidak saja sebagai sumber daya pembangunan atau pelaku
pembangunan , tetapi justru akan menjadikan beban pembangunan, hal ini
disebabkan tidak di ikuti dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunva adalah melalui


pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas Sumber Daya Mausia
(SDM) yaitu melalui Program Keluarga Berencana dan juga diikuti dengan
program¬program lain yaitu dengan peningkatanketahanan pangan di tingkat
individu maupun masyarakat agar tidak terjadi kasus gizi buruk, busung lapar
maupun rawan pangan. Slogan BKKBN yang selama ini di miliki yaitu -Dua
Anak Cukup" telah berkembang dan di keluarkan slogan baru yaitu Dua Anak
Lebih Baik" Mudah-mudahan dengan adanya slogan baru ini, masyarakat semakin
menyadari arti pentingnya keberadaan anak dalamkeluarga. Kalau dengan dua
anak saja dalam keluarga berarti kesempatan keluarga untuk
mengembangkanberbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan akan lebih
mudah di bandingkan dengan anak banyak.(Mulyono Daniprawiro, 2008).Karena
anak menjadi investasi di masa depan, maka asupan gizi perlu diperhatikan agar
dapat menjadi manusia yang mumpuni dan berkualitas sehingga dapat bersaing
dalam dunia global.

Sarana yang dapat di gunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut


diatas yaitu dengan pemanfaatan secara maksimal institusi/ lembaga di tingkat
palingbawah yaitu mulai Dasa Wisma, Posyandu dan Posdaya, Poliklinik
Kesehatan Desa (PKD), PKB (Paguyuban Keluarga Berencana) dan sebagainya.
Disamping itu perlu revitalisasi gerakan KB dengan menyegarkan kembali
jaringan yang lebih kokoh lagi dan terpercaya sehingga dapat mendongkrak
popularitas program KB sehingga akan terwujud cita-cita bahwa seluruh keluarga
ikut KB, sehingga akan menciptakan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera
dan berkualitas.

7
DAFTAR PUSTAKA

Rodhiyah. Perkembangan Kependudukan Kualitas Penduduk Dan


Ketahanan Pangan.
https://www.neliti.com › publications 1(articles) 1-7

Anda mungkin juga menyukai