Anda di halaman 1dari 10

Nama : Muhammad Zahfal Andy Satria

NIM : F0321165
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Ujian Akhir Semester

Pendahuluan

Latar Belakang Kemiskinan

Kemiskinan adalah masalah yang biasa. Kemiskinan tidak hanya terkait dengan rendahnya
tingkat konsumsi, tetapi juga dengan berbagai masalah lain yang terkait dengan rendahnya
pendidikan, kesehatan, ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan
pembangunan manusia.

Kemiskinan diwujudkan dalam kekurangan makanan, air, perumahan yang sehat,


perawatan kesehatan yang buruk, dan pendidikan yang buruk.

Salah satu masalah paling serius yang dihadapi oleh negara di dunia adalah kemiskinan.
Dimensi kemiskinan sangat luas dan dapat terjadi dimana saja. Kemiskinan dapat menimpa
semua orang, baik pada usia maupun tingkat pendapatan.

Kemiskinan di Indonesia adalah problem yang wajib disikapi oleh pembangunan nasional
dengan tujuan mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia dengan meningkatkan kinerja
ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan tertib kehidupan. Untuk mencapai tujuan
ini, kita perlu menyembuhkan kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah kesejahteraan yang kompleks, dimana tingkat pendapatan


masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi,
geografi, gender, lingkungan, dll. berbagai faktor yang terkait. lokasi. Kemiskinan tidak
lagi dipahami hanya sebagai ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga sebagai kegagalan
untuk memenuhi hak-hak dasar dan perlakuan yang tidak setara terhadap individu atau
kelompok orang dalam kehidupan yang layak.meliputi hak atas pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. , tanah, sumber daya alam, kebutuhan
lingkungan, jaminan dari perlakuan dan ancaman kekerasan, dan partisipasi sosial dan
politik. kehidupan.

Kemiskinan merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi negara berkembang


seperti Indonesia. Kemiskinan di Indonesia bergantung pada akses terhadap pekerjaan yang
layak, perlindungan hukum, keamanan, kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan
perumahan yang terjangkau, pendidikan yang memadai, layanan kesehatan yang memadai,
keadilan, partisipasi dalam institusi yang sesuai, dan akses terhadap pemerintah.

Berdasarkan data di atas yang menunjukkan tingkat kemiskinan seluruh provinsi Indonesia
dari tahun 2010 hingga 2014, terlihat bahwa Papua memiliki tingkat kemiskinan lebih dari
rata-rata setiap tahunnya dan dibandingkan dengan provinsi lain memiliki yang tertinggi.
Pada tahun 2010, angka kemiskinan di Papua sebesar 36,80 persen, sedangkan rata-rata
angka kemiskinan di Indonesia hanya 13,33 persen. Kemudian pada tahun 2011, angka
kemiskinan di provinsi Papua turun drastis menjadi 31,98%, sedangkan rata-rata angka
kemiskinan di Indonesia adalah 31,98%. Pada tahun 2012, angka kemiskinan Papua
sebesar 30,66%, masih tertinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia, hampir tiga kali
lipat dari rata-rata angka kemiskinan di Indonesia yang hanya 11,66%. Pada tahun 2013,
angka kemiskinan di Provinsi Papua naik 0,87 persen year-on-year menjadi 31,53 persen,
sedangkan rata-rata angka kemiskinan di Indonesia turun 0,19 persen. Terakhir, angka
kemiskinan di provinsi Papua turun menjadi 30,05 persen pada tahun 2014, namun angka
tersebut masih sekitar 2,67 kali lipat dari rata-rata angka kemiskinan di Indonesia yang
hanya 11,25 persen.

Dari data yang disajikan terlihat bahwa provinsi Papua memiliki tingkat kemiskinan yang
sangat memprihatinkan dan menjadi salah satu prioritas utama pemerintah daerah di
provinsi timur Indonesia ini. Menurut BPS, penyebab tingginya angka kemiskinan di Papua
terletak pada berbagai masalah, mulai dari minimnya lapangan kerja, banyaknya pendatang
yang datang ke Papua setiap tahun, hingga masalah yang sangat mendasar yakni
pendidikan dan kesehatan. BPS menyatakan bahwa perbaikan di bidang pendidikan,
kesehatan dan pelatihan merupakan kunci terpenting bagi setiap daerah/kota di Provinsi
Papua untuk keluar dari jerat kemiskinan yang begitu dalam. Selanjutnya, berdasarkan
laporan BPS, Kabupaten Mimika dan Kota Jayapura merupakan dua kabupaten/kota
dengan perekonomian terbaik. Ini karena kondisi kesehatan
Isi
Kemiskinan merupakan masalah klasik yang hampir dapat dikatakan sebagai realitas abadi
dalam kehidupan manusia. Definisi kemiskinan sendiri merupakan konsep ilmiah yang
muncul sebagai akibat dari pembangunan. Pembangunan sebagai perbaikan masyarakat
atau seluruh sistem sosial secara terus menerus menuju kehidupan yang lebih baik atau
lebih manusiawi tidak lepas dari tujuan yang tidak tercapai dan berdampak pada
kemiskinan. Oleh karena itu, pembahasan tentang kemiskinan mendapat tempat penting
dalam setiap pembahasan pembangunan. Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari
masalah pembangunan yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran,
keterbelakangan, yang kemudian tumbuh menjadi ketimpangan. Pada saat yang sama, fakta
ini tidak hanya menimbulkan tantangan tersendiri, tetapi juga menunjukkan bahwa ada
mekanisme dan proses yang tidak sesuai lagi untuk penanggulangan kemiskinan.

Perkembangan berpikir buruk sebenarnya mengalami bentuk yang dapat dipahami secara
ilmiah sebagai bagian dari perkembangan berpikir secara umum. Cara berpikir ini muncul
sebagai respon atas hasil pembangunan yang dipandang kurang memadai. Selama proses
Pengembangan berlangsung, banyak kendala muncul, seperti ekses penerapan teori-teori
yang direalisasikan.

Masalah kemiskinan di Indonesia telah menjadi topik pembahasan dan fokus politik sejak
pemerintah kolonial Belanda mencanangkan program anti kemiskinan melalui kebijakan
yang dikenal dengan Ethical Policy

Meskipun masalah kemiskinan di kalangan masyarakat Indonesia sudah ada sejak lama dan
berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantasnya, namun masalah kemiskinan dan
ketimpangan tetap ada dan hidup bersama masyarakat ini. Meskipun pembangunan
ekonomi bangsa ini selama ini telah menunjukkan citra yang baik dan mendapat banyak
pujian dari berbagai kalangan, namun dalam struktur perekonomian Indonesia sendiri,
sebagian masyarakat yang relatif terbelakang dan berkembang sangat stagnan, tidak
berdaya dan relatif tidak memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. hasil. Mereka
miskin. Lapisan ini merupakan lapisan masyarakat paling bawah dan pada tahun 1998
dihuni oleh 49,5 juta jiwa atau 24,20 persen dari total penduduk Indonesia. Sebagian besar
dari mereka bekerja atau dipekerjakan di bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
Meski secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi cukup meyakinkan, kelompok miskin ini
belum merasakan manfaat nyata dari proses pembangunan yang sedang berlangsung.

Sementara pembangunan ekonomi Indonesia banyak dipuji oleh lembaga internasional,


pemerintah merasa terpanggil untuk menunjukkan sisi lain dari keberhasilan tersebut, yaitu
kemiskinan sebagian masyarakat, yang harus dibenahi melalui berbagai program
pembangunan pemerintah dan nonpemerintah. Hal ini merupakan bagian dari komitmen
pemerintah untuk memperbaiki proses pembangunan dan tentunya juga dapat diartikan
secara implisit sebagai bentuk komitmen terhadap tujuan yang muncul dari pekerjaan
pembangunan pada masa itu. Selain itu, dapat ditunjukkan bahwa masyarakat miskin yang
membutuhkan perhatian pemerintah, mis.

Petani kecil dengan lahan pertanian sempit, buruh tani, nelayan, penebang kayu,
pengangguran, putus sekolah dan kelompok tidak mampu melanjutkan sekolah. Semua
kelompok di atas adalah anggota masyarakat yang sangat rentan dan memiliki akses yang
sangat terbatas terhadap sumber keuangan yang memungkinkan mereka untuk hidup
bermartabat.

Pemahaman profil kemiskinan (poverty profile) merupakan prasyarat ketepatan strategi


penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan bukanlah sesuatu yang tidak berbentuk
(amorphous), tetapi merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional. Tentang
profil Gunawan Smodiningrad, Budi Santoso, dan Mohammad Maywan juga menunjukkan
bahwa masalah kemiskinan bukan hanya masalah kesejahteraan, tetapi memiliki banyak
penyebab, yaitu :

Kesatu, masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan. Hal ini dapat terjadi, misalnya,
jika pembangunan ekonomi dan struktur pertanian hanya cukup untuk meningkatkan
pendapatan petani, tetapi kekeringan dua tahun berturut-turut dapat menurunkan taraf
hidup seminimal mungkin. tingkat.

Kedua, kemiskinan didefinisikan oleh fakta bahwa hubungan produktif masyarakat tidak
memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam produksi, atau karena mereka terjebak
dalam hubungan eksploitatif yang membutuhkan upah rendah dan jam kerja keras yang
panjang. Peluang Kerja. Hal ini disebabkan rendahnya daya tawar mereka dalam struktur
ketergantungan mereka dengan pemilik tanah, rentenir, pengelola proyek, kepala desa, dll.

Ketiga, kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, ketidakberdayaan emosional dan


sosial yang dihadapi elit desa dan birokrat ketika membuat keputusan yang mempengaruhi
mereka, dan konsekuensi dari penyakit, kematian, kekumuhan, dan kemiskinan.

Keempat, kemiskinan berarti menghabiskan seluruh atau sebagian besar pendapatan orang
miskin untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah dan kualitas yang terbatas, sehingga
konsumsi makanan mereka sangat rendah, sehingga menurunkan produktifitas dan
produktivitas, Etos kerja juga ikut menderita. Selain itu, ini juga menyebabkan ketahanan
fisik yang lebih rendah.

Kelima, kemiskinan ditandai dengan ketergantungan yang tinggi karena ukuran keluarga
dan terkadang anak usia dini. Hal ini berdampak pada rendahnya konsumsi yang
berdampak pada tingkat kecerdasan mereka, sehingga anak-anak miskin akhirnya berada
pada pihak yang lemah dalam persaingan memperebutkan peluang dan peluang di
masyarakat.

Keenam, kemiskinan juga tercermin dalam budaya kemiskinan tersebut di atas, yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Menghilangkan kemiskinan fisik tidak secara
otomatis menghilangkan budaya kemiskinan. Budaya kemiskinan yang diwariskan secara
turun-temurun cenderung menghambat motivasi untuk maju.

Jumlah pengangguran yang diperkirakan meningkat dari tahun 1998 hingga 2003 menjadi
sekitar 10,1 juta adalah masalah lain di negara ini. Sementara itu, angka kemiskinan
meningkat menjadi 49,5 juta pada tahun 1998, 24,20% dari total penduduk Indonesia,
namun terus menurun hingga tahun 2003. Angka kemiskinan berkaitan erat dengan potensi
lapangan kerja. Karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah, pasokan
pekerjaan tambahan sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk mempekerjakan
pekerja baru tambahan.
Pada tahun 2000, Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menandatangani
Deklarasi Milenium untuk menunjukkan komitmennya dalam mencapai delapan Tujuan
Pembangunan Milenium. Salah satu poin dari deklarasi tersebut adalah perang melawan
kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hal yang paling
perlu dibenahi agar masyarakat memiliki taraf hidup yang lebih tinggi.

Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia secara alami mempengaruhi perkembangan
ekonomi suatu daerah, yang tentunya juga dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di
suatu daerah.Mudrajat Kuncoro menganalisis penyebab kemiskinan dengan menggunakan
dua faktor, yaitu faktor ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi, hal ini disebabkan
rendahnya lapangan kerja dan ketersediaan faktor produksi. Semakin buruk akses lapangan
kerja, maka produktivitas penduduk akan semakin rendah, yang tentunya menurunkan
tingkat pendapatan. Dengan menurunkan tingkat pendapatan sampai tingkat tertentu dan
melewati garis kemiskinan, dapat dikatakan penduduk sudah masuk dalam kategori miskin.
Sementara itu, ketika penduduk kekurangan akses terhadap faktor-faktor produksi seperti
modal usaha, akses pasar, dan kekurangan harta benda, usaha penduduk untuk berproduksi
dan menghasilkan pendapatan menjadi terhambat. Tentu kedua hal ini dapat menambah
jumlah penduduk atau orang miskin.

Penyebab sosial kemiskinan adalah rendahnya ketersediaan dan kualitas pendidikan dan
perawatan kesehatan. Ketika masyarakat tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang
berkualitas dan terampil, maka menjadi sulit untuk meningkatkan kualitas sumber daya,
tingkat pendidikan yang rendah membatasi pengembangan diri dan menyebabkan
terbatasnya kesempatan kerja. Pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk
mencari dan menangkap peluang. Selain itu, tingkat kesehatan dan gizi yang rendah
melemahkan daya tahan fisik, kemampuan intelektual dan inisiatif. Tingkat kesehatan
masyarakat juga mempengaruhi kemiskinan. Peningkatan derajat kesehatan secara
langsung dan tidak langsung meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Menurut Sudibyo
(2007), pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan memainkan peran yang
sangat penting dalam mengurangi kemiskinan. Intervensi pemerintah dalam
penanggulangan kemiskinan tercermin dalam alokasi penggunaan anggaran APBD.
Dengan alokasi yang baik, pemerintah dapat mengentaskan kemiskinan, sedangkan alokasi
dana APBD yang buruk dapat menghambat pertumbuhan ekonomi penduduk. Hal ini juga
terjadi di Provinsi Papua, karena pengeluaran pemerintah daerah di beberapa sektor yang
diperlukan untuk pengentasan kemiskinan, seperti pendidikan dan kesehatan, relatif rendah
dibandingkan daerah lain.

Menurut BPS (2014), pendidikan memperluas kemungkinan. Pendidikan mendorong


kreativitas dan imajinasi. Sebagai nilai tambah, pendidikan juga memperluas
kemungkinan-kemungkinan lain. Orang yang berpendidikan lebih memperhatikan status
kesehatan untuk hidup lebih lama. Selain itu, orang yang berpendidikan juga memiliki
peluang yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan
yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana penting dalam
meningkatkan kualitas manusia untuk meningkatkan kesempatannya.
Penutup

Setiap kajian saya semoga diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis bagi para pembaca sekalian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teori diharapkan pengetahuan dan pemahaman ilmu ekonomi semakin


meningkat. Selain itu, penelitian ini bertujuan sebagai bahan informasi dan juga sebagai
referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh rata-rata lama sekolah dan usia
harapan hidup terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.

2. Dalam praktiknya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama bagi
pengambil kebijakan, khususnya pemerintah, dalam mengurangi dan mengentaskan
kemiskinan. Dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah
untuk mengentaskan kemiskinan agar masyarakat dapat hidup sejahtera.
Referensi : http://scholar.unand.ac.id/13969/2/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai