Anda di halaman 1dari 10

KEMISKINAN

kita tau bahwa kemiskinan itu menjadi salah satu masalah sosial di Indonesia dari tahun ke tahunnya, Kondisi
kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya juga merupakan bentuk masalah social yang
menggambarkan kondisi kesejahteraan yang rendah, oleh sebab itu wajar apabila kemiskinan dapat menjadi
inspirasi bagi tindakan perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karna pada dasarnya
masyarakat yang miskin bukan hanya dari segi fisik nya saja yang terancam, namun juga menjadi suatu
beban bagi sebuah Negara, karna seperti yang dikatakan oleh: Björn Halleröd, Daniel Larsson (2006) “bahwa
orang miskin menderita kekurangan gizi, kurang tempat tinggal, kesehatan yang buruk, pengucilan dari gaya
hidup biasa dalam masyarakat dll, dan bahwa situasi seperti itu tidak dapat diterima. Di satu sisi, orang dapat
mengatakan bahwa gambaran luas kemiskinan ini benar karena jika orang miskin tidak menderita berbagai
masalah”. Maka dari itu kemiskinan merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka perwujudan
kondisi yang sejahtera, dengan perlunya memahami berbagai hal yang berkaitan dengan seluk beluk
permasalahan yang ada, paling tidak memahami kondisi, intensitas dan komplikasi dan juga faktor-faktor
yang melatar belakangi masalah tersebut.

Masalah kemiskinan juga bersifat relative tergantung bagaimana interpretasi masyarakat, interpretasi yang
dilakukan dapat menggunakan referensi hasil interaksi social, seperti sample yang sudah di lakukan oleh:
Inggar Putri Merdekawati dan Inyoman Budiantara (2013) “Jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2011 adalah sebesar 15,76 persen, berada di atas rata-rata jumlah penduduk miskin Indonesia
yaitu 12,49 persen. Padahal seperti yang diungkapkan oleh Nurhayati, M.Si tahun 2014 Provinsi Jawa Tengah
menargetkan hanya ada 11,8 persen penduduk miskin”. Oleh karna itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor yang dapat mempengaruhi terhadap tingkat kemiskinan yang sangat di perlukan untuk
perumusan kebijakan dalam pengentasan kemiskinan.

Seperti juga yang dikatakan Björn Halleröd, Daniel Larsson (2006) “orang miskin adalah mereka yang,
karena akses yang tidak memadai ke sumber daya ekonomi, memiliki tingkat konsumsi barang dan jasa yang
sangat rendah .” kemiskinan hanya jika kekurangan sumber daya ekonomi yang membuat seseorang tidak
mungkin memperoleh makanan. Fakta bahwa malnutrisi paling sering merupakan masalah kemiskinan tidak
berarti bahwa itu selalu merupakan masalah kemiskinan. Pertimbangkan, misalnya, anoreksia, suatu kondisi
di mana kekurangan gizi tidak disebabkan oleh kemiskinan. Demikian pula, kesehatan yang buruk, dalam
banyak kasus, tidak terkait dengan kemiskinan. Itu hanya konsekuensi dari kemiskinan jika itu disebabkan
oleh ketidakmampuan untuk membeli makanan yang memadai, menyediakan tempat berteduh atau
membayar untuk perawatan kesehatan.

kemiskinan pedesaan menjadi masalah utama dalam proses pelaksanaan pembangunan di daerah pedesaan,
karena sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan dan karakteristik penyebab kemiskinan
struktural yang dialami sangat banyak. Selain itu kebijakan pemerintah yang mengalokasikan anggaran
pembangunan yang lebih besar di daerah perkotaan dari pada daerah pedesaan, merupakan salah satu faktor
penyebab daerah pedesaan semakin tertinggal dan kemiskinan struktural semakin bertambah di daerah
pedesaan. Karna menurut Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia (2016) “Kenyataan
menunjukan bahwa sebagian besar penduduk miskin bermukim diwilayah pedesaan, maka pembangunan
pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional harus mendapat prioritas utama. Konsep ini merupakan
upaya penanggulangan kemiskinan yang menempatkan wilayah pedesaan sebagai prioritas dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi.”
Azwar dan achmat subekan (2016) “Alokasi dana APBN/APBD untuk program-program penanggulangan
kemiskinan, dapat dikatakan berhasil bila jumlah dan persentase penduduk miskin turun atau bahkan tidak
ada.” Namun pada nyatanya fakta yang ada mengindikasikan bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan
senantiasa menjadi hal yang perlu dicermati dan dikaji ulang khususnya dalam penyusunan dan penerapan
strategi dan program pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah karna jumlah penduduk
miskin masih relatif besar maka dari itu di haruskan adanya penanggulangan kemiskinan tersebut dari
pemerintah.

A. PENDIDIKAN

Indonesia sebagai negara yang menyandang status negara berkembang tentu masih sering menghadapi
banyak permasalahan. Dunia pendidikan merupakan salah satu yang sering mengalami masalah. Masih
sulitnya untuk mengakses pendidikan didaerah-daerah pinggiran, kurangnya sarana dan prasana yang
memadai, kurangnya kualitas guru, minimnya kesejahteraan para tenaga didik, mahalnya biaya pendidikan,
kurangnya kesadaran untuk menuntut ilmu dan juga tidak relavannya kurikulum adalah beberapa contoh dari
permasalahan yang ada. Sangat disayangkan melihat sumber daya alam yang ada di Indonesia tidak dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kemampuan
yang seharusnya dapat kita peroleh melalui pendidikan.

Walaupun sudah banyak pembangunan dalam bidang pendidikan tapi itu semua belum mencakup ke seluruh
wilayah Indonesia. Terpusatnya pemerintahan pada daerah perkotaan cenderung membuat tertinggalnya
kualitas pendidikan yang ada didaerah. Namun pada daerah perkotaan sekalipun, tidak menjamin semua
masyarakatnya dapat menimba ilmu. Tingginya biaya yang harus dipenuhi membuat masyarakat miskin tidak
bisa mengenyam pendidikan. Berbagai bentuk masalah yang terjadi di Indonesia seprti yang dikatakan oleh :

Mohamad Mustari, Ph.D dan M. Taufiq Rahman, Ph.D (2014) Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan
sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untukmengatasinya antara lain;

1. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh
kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.

2. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh
terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan
kebutuhan kerja.

3. Rendahnya mutu pendidikan. Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tingkat
prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca,pelajaran IPA dan Matematika. Studi The Third International
Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara
prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.

Masalah pendidikan adalah suatu masalah universal yang melanda setiap negara, baik negara maju maupun
negara berkembang. Perbedaan hanya terletak pada corak strategi dalam penyelesaian yang terbaik, yang sampai
saat ini masih merupakan dilema. Begitu juga dengan masalah pendidikan di Indonesia, pada satu sisi pemeriksa
sesuai dengan pasal 31 UUD'45 telah diwujudkan, dan pada sisi lain memenuhi pendidikan yang menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitaspun diminta agar sesuai dengan perkembangan pembangunan bangsa.
Maka dari itu butuh penanggulangan atau pengentasan untuk masalah-maslah mengenai pendidikan yang ada
di Indonesia ini untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat. Seperti pula yang di katakana oleh
Latip Diat Prasojo (2010) “Besarnya anggaran biaya pendidikan dan peningkatan kebutuhan masyarakat
terhadap sektor pendidikan adalah politik profesionalisme pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah
semakin dibutuhkan dalam peningkatan pendidikan, yang pada operasionalnya memiliki kebutuhan untuk
setiap periode.”.Dengan demikian jelaslah, anggaran pendidikan yang diperlukan merupakan implikasi dari
peningkatan pembangunan kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan pendidikan, atau dengan kata lain
yang terkait dengan biaya pendidikan akan berbanding lurus dengan kebutuhan pendidikan yang dibutuhkan
masyarakat. Selain itu, Peningkatan mutu pendidikan. Perlu perbaikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.

B. PENGANGGURAN

Menurut Sadono Sukirno(1994) dalam jurnal , pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Penganguran adalah keadaan dimana orang ingin bekerja namun tidak mendapat pekerjaan.Di Indonesia
angka penggangguran makin meningkat Pengangguran. Salah satu factor banyaknya pengangguran adalah
sedikitnya angkatan kerja yang berkopeten. Budaya malas juga menjadi salah satu factor makin
meningkatnya jumlah pengangguran diIndonesia. Seperti juga yang dikatakan oleh : Muhdar HM (2015)
“Fenomena masalah pengangguran dan kemiskinan akan menjadi isu sentral hingga tahun 2012 bahkan tahun
ini. Hal ini ditandai dengan adanya kepekaan atau elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi. Akibat krisis ekonomi global, Pemerintah Indonesia memperkirakan jika tahun ini jumlah tambahan
pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) 200 ribu orang. Tingginya angka PHK ini dipengaruhi
oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi dari prakiraan semula sebesar 5.5% menjadi 4.5% saja.

seperti pada berbagai Negara dibagian Eropa menderita tingkat pengangguran yang terus-menerus tinggi.
Pada kuartal ketiga 1997, menurut Erkki Koskela.dkk, (1998) mengatakan bahwa “tingkat pengangguran
rata-rata di Uni Eropa hampir 11%.1 Tingkat pengangguran yang tinggi telah membatasi ruang lingkup
kebijakan lingkungan yang aktif. Meskipun secara umum disepakati bahwa pajak hijau akan mengurangi
polusi lingkungan, ketakutan bahwa pajak ini akan memperburuk masalah pengangguran tersebar luas.
Kebijakan lingkungan dipandang sebagai kemewahan yang harus ditunda hingga hari yang lebih baik”.
Ekonomi benua Eropa, khususnya yang pada akhir 1990-an menjadi anggota kawasan euro, telah menarik
minat yang cukup besar karena cara membingungkan di mana mereka menghindari fitur standar,
pertumbuhan yang seimbang. Contohnya termasuk bagi hasil faktor pendapatan non-stasioner, pertumbuhan
rapuh, produktivitas tenaga kerja stagnan dan pengangguran yang sangat tinggi.

Dibandingkan dengan AS di mana bagian pendapatan tenaga kerja tetap relatif stabil selama beberapa dekade
(Klump, McAdam dan Willman, 2007), bagian pendapatan tenaga kerja di negara-negara yang kemudian
membentuk kawasan euro telah menunjukkan tingkat volatilitas yang tinggi sejak tahun 1970-an. Blanchard
(1997) dan Caballero dan Hammour (1988) adalah yang pertama yang memperhatikan fakta bahwa setelah
punuk pada pertengahan tahun 1970-an, bagian PDB dari pendapatan tenaga kerja terus melambat di kawasan
euro atau, dalam bentuk perbedaan, setelah pada awal tahun 1970-an pertumbuhan upah riil melebihi tingkat
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang dimilikinya, setelah itu, cukup terus-menerus mengalami
pertumbuhan produktivitas, yaitu biaya unit tenaga kerja telah menurun.
Seperti data yang di bawah ini yang terdapat pada jurnal Rainer Klump dan Peter McAdam dan Alpo
Willman (2008)

Pengangguran terdiri dari 3macam yaitu:

1. Pengangguran Terselubung adalah tenaga kerjayang tidak bekerja secara maksimal karena suatu alas
antertentu.

2. Setengah Menganggur adalah tenaga kerja yang kurang dari 35 jamperminggu.

3. Pengangguran Terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak memiliki pekerjaan.

Salah satu factor banyaknya pengangguran adalah sedikitnya angkatan kerja yang berkopeten. Budaya malas
juga menjadi salah satu factor makin meningkatnya jumlah pengangguran diIndonesia.

faktor peyebab pengangguran antara lain:

1. Sedikitnya lapangan pekerjaan yang menampung para pencari kerja. Banyaknya para pencari kerja
tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang dimiliki oleh Negara Indonesia

2. Kurangnya keahliah yang dimilikioleh para pencari kerja. BanyakjumlahSumber daya manusia
yangtidak memiliki keterampilan menjadisalah satu penyembab makinbertambahnya angka
pengangguran diIndonesia.

3. Kurangnya informasi , dimana pencari kerja tidak memiliki akses untuk mencari tau informasi tentang
perusahaan yang memiliki kekurangan tenaga pekerja.

4. Kurang meratanya lapangan pekerjaan, banyaknya lapangan pekerjaan dikota, dan sedikitnya perataan
lapangan pekerjaan.

5. Masih belum maksimal nya upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan untuk meningkatkan
softskill.

6. Budaya malas yang masih menjangkit para pencari kerja yang membuat para pencari kerja mudah
menyerah dalam mencari peluang kerja.
mengingat tingkat pengangguran rata-rata yang tinggi, tenaga kerja tidak dapat dianggap sebagai faktor
penghambat pertumbuhan, paling tidak, atas frekuensi siklus bisnis.

KESENJANGAN

suatu keadaan/ kondisi yang tidak seimbang dalam kehidupan sosial masyarakat, baik individu maupun
kelompok, dimana terjadi ketidakadilan/ ketidaksetaraan distribusi hal-hal yang dianggap penting dalam
suatu masyarakat.

Kesenjangan sering dikaitkan dengan adanya perbedaan yang nyata dari segi finansial masyarakat mencakup
kekayaan harta, kekayaan barang dan jasa dan lainnya. Adanya kesenjangan ekonomi di masyarakat dapat
dilihat dari keberadaan peluang dan manfaat yang tidak sama untuk posisi sosial yang berbeda dalam
masyarakat.

Menurut Pengamat ekonomi Yanuar Rizky (2011) dalam jurnal mochamad syawie (2011) mengatakan bahwa
“kelompok masyarakat yang sangat kaya masih menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi malalui
konsumsi rumah tangga mereka. Sementara sektor industri berorientasi penciptaan niali tambah penyerap
lapangan kerja, yang menjadi salah satu indikator kesuksesan pertumbuhan ekonomi, justru kian melemah.”
Selain itu, kesenjangan juga dapat ditandai dengan tidak seimbangnya barang atau jasa, imbalan, kekayaan,
kesempatan, dan hukum yang didapatkan masing-masing individu.

Karna ketidakmampuan untuk mengisolasi kawasannya dari dampak negatif krisis ekonomi dan bencana
alam tersebut atas masalah sosial. Namun demikian, bagi negara yang menganut paham Negara kesejahteraan
(welfare state) yaitu negara yang sudah memiliki program jarring pengaman sosial, tidak sulit untuk
menanggulangi dampak krisis ekonomi dan bencana alam tersebut. Upaya ini bisa dilakukan melalui upaya
mengkoordinasikan, mengalokasikan, dan menyalurkan dana jaring pengaman sosial langsung kepada
kelompok sasaran masyarakat yang terkena dampak. Jika tidak, akan timbul dampak yang lebih buruk pada
individu atau keluarga sebagai kelompok sasaran (vulnerable group).

krisis ekonomi, sosial dan kepercayaan yang terjadi di Indonesia dewasa ini merupakan akumulasi dari
berbagai permasalahan. Dalam upaya memecahkan masalah tersebut perlu diindentifikasi beberapa hal antara
lain permasalahan ynng telah ada sebelum krisis dan yang muncul setelah krisis seperti masalah
pengangguran dan kemiskinan. Seperti yang di katakan oleh: Gunawan Sumodiningrat (1999) “Kondisi krisis
memberikan bukti bahwa ternyata kesenjangan yang kronis merupakan penyebab utama munculnya
kelompok masyarakat miskin.”
panggulangan kesenjangan yang muncul baik akibat dampak masalah fundamental dan dampak krisis ini
dilaksanakan dalam kerangka kebijaksanaan jaring pengaman sosial.

KONFLIK ANTAR RAS

Konflik antar etnis ini terjadi karena benturan budaya, kepentingan, ekonomi politik, dan lain lain. Dan demi
menciptakan Negara yang aman dan tentram, pemerintah harus menyelesaikan masalah konflik antar etnis.
Cara yang lebih demokratik demi tercegahnya perpecahan, dan penindasan atas yang lemah oleh yang lebih
kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat untuk take a little and give a little, didasari itikat baik
untuk berkompromi dan bermusyawarah.

Konflik sosial bisa berlangsung pada aras antar-ruang kekuasaan. Terdapat tiga ruang kekuasaan yang dikenal
dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan, yaitu “ruang kekuasaan negara”, “masyarakat sipil atau
kolektivitas-sosial”, dan “sektor swasta” (Bebbington, 1997; dan Luckham, 1998) dalam jurnal Dr. Ir. Arya
Hadi Dharmawan, MSc.Agr (2006). Konflik sosial bisa berlangsung di dalam setiap ruangan ataupun
melibatkan agensi atau struktur antar-ruangan kekuasaan.
konflik sosial yang seringkali dijumpai dalam sistem sosial (di segala tataran) adalah:

1. Konflik antar kelas sosial (social class conflict) sebagaimana terjadi antara “kelas buruh” melawan
“kelas majikan” dalam konflik hubungan-industrial, atau “kelas tuan tanah” melawan “kelas buruh-
tani” dalam konflik agraria.

2. Modes of production conflict(konflik moda produksi dalam perekonomian) yang berlangsung antara
kelompok pelaku ekonomi bermodakan (cara-produksi) ekonomi peasantry-tradisionalisme (pertanian
skala kecil subsisten-sederhana) melawan para pelaku ekonomi bersendikan moral-ekonomi
akumulasi profit dan eksploitatif.

3. Konflik sumberdaya alam dan lingkungan (natural resources conflict) adalah konflik sosial yang
berpusat pada isyu “claim dan reclaiming” penguasaan sumberdaya alam (tanah atau air) sebagai
pokok sengketa terpenting. Dalam banyak hal, konflik sumberdaya alam berimpitan dengan konflik
agraria, dimana sekelompok orang memperjuangkan hak-hak penguasaan tanah yang diklaim sebagai
property mereka melawan negara, badan swasta atau kelompok sosial lain.

4. Konflik ras (ethnics and racial conflict) yang mengusung perbedaan warna kulit dan atribut sub-
kultural yang melekat pada warna kulit pihak-pihak yang berselisih.

5. Konflik antar-pemeluk agama (religious conflict) yang berlangsung karena masing-masing pihak
mempertajam perbedaan prinsip yang melekat pada ajaran masing-masing agama yang dipeluk
mereka.

6. Konflik sektarian (sectarian conflict), adalah konflik yang dipicu oleh perbedaan pandangan atau
ideologi yang dianut antar pihak. Konflik akan makin mempertajam perbedaan pandangan antar
mazhab (seringkali pada ideologi yang sama).

7. Konflik politik (political conflict) yang berlangsung dalam dinamika olah-kekuasaan (power
exercise).

8. Gender conflict adalah konflik yang berlangsung antara dua penganut pandangan berbeda dengan
basis perbedaan adalah jenis-kelamin. Para pihak mengusung kepentingan-kepentingan (politik,
kekuasaan, ekonomi, peran sosial) yang berbeda dan saling berbenturan antara dua kelompok
penyokong yang saling berseberangan.

9. Konflik-konflik antar komunitas (communal conflicts), yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti: eksistensi identitas budaya komunitas dan faktor sumberdaya kehidupan (sources of
sustenance). Konflik komunal seringkali bisa berkembang menjadi konflik teritorial jika setiap
identitas kelompok melekat juga identitas kawasan.

10. Konflik teritorial (territorial conflict) adalah konflik sosial yang dilancarkan oleh komunitas atau
masyarakat lokal untuk mempertahankan kawasan tempat mereka membina kehidupan selama ini.
Konflik teritorial seringkali dijumpai di kawasan-kawasan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dimana
komunitas adat/lokal merasa terancam sumber kehidupan dan identitas sosio-budayanya manakala
penguasa HPH menghabisi pepohonan dan hutan dimana mereka selama ini bernaung dan membina
kehidupan sosial-budaya dan sosio-kemasyarakatan.
11. Inter-state conflict adalah konflik yang berlangsung antara dua negara dengan kepentingan, ideologi
dan sistem ekonomi yang berbeda dan berbenturan kepentingan dengan pihak lain negara.

12. Dalam kecenderungan global, inter-state conflict bisa berkembang menjadi regional conflict
sebagaimana terjadi pada era “perang dingin” (Blok Uni Soviet vs Blok USA), atau peperangan di
Balkan pada akhir dekade 1990an, dimana USA dan NATO menghabisi Serbia.

Dalam jurnal Michelle Boyd (2008) menuliskan tentang Urutan rasial adalah pembentukan dan pemeliharaan
hierarki rasial yang memiliki dimensi material dan representasional: Ini terjadi baik melalui distribusi barang
dan sumber daya yang tidak merata dan melalui karakterisasi kelompok yang lebih rendah atau lebih unggul
satu sama lain (Omi dan Winant 1994; Kim 2000). Proses, seperti pemisahan sosial dan fisik, diskriminasi
ekonomi, dan pengucilan politik, bergabung dengan ideologi rasial untuk memberikan hak istimewa ras kulit
putih sambil mempertahankan ketidakberuntungan ras kulit hitam.

KENAKALAN REMAJA

Kenakalan remaja ialah suatu perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang remaja baik
secara sendirian maupun secara kelompok yang sifatnya melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan
sosial yang berlaku di lingkungan masyarakatnya (Singgih, 1978). Intinya kenakalan remaja yaitu
suatu perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum (Sarwono, 2002:207), dan perilaku melanggar
hukum yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun ( Musen,dkk, 1994:557).

Prilaku kenakalan remaja saat ini sulit di atasi, Bermacam-macam perbuatan negatif atau yang menyimpang
dilakukan oleh beberapa remaja, yang kelihatannya dikira oleh mereka hanya biasa-biasa saja, apalagi ada
yang menganggapnya sebagai sesuatu kebanggaan. Mereka sering menyebutkan perilaku tersebut hanyalah
sebagai penunjukkan lambang sesuatu keberanian dirinya, namun perilaku remaja yang negatif ini, banyak
masyarakat menganggap sebagai suatu perilaku yang amat memprihatinkan bagi kalangan remaja salah
satnya di Indonesia. Seperti contoh yang sedang terjadi saat ini, yaitu maraknya pembegalan motor dan
perampokan yang terjadi di Depok dan Tangerang serta daerah lainnya, kemudian diketahui pula bahwa
identitas beberapa orang pelaku pembegalan dan perampokan masih berusia remaja.

Seperti menurut Maria Cristina Feijo (2004) dalam jurnalnya menuliskan: “Survei menemukan bahwa
sebagian besar dari mereka keluarga yang diwawancarai, yang mengalami kondisi kemiskinan dan
pengucilan sosial, terisolasi dari perlindungan sosial. Kaum muda dan keluarga mereka menderita
konsekuensi emosional dan finansial dari perpisahan orang tua mereka, tidak adanya figur ayah membuat
mereka kehilangan model yang sesuai untuk identitas sosial, Tidak adanya ibu karena pekerjaan atau
tunawisma membuat mustahil untuk mengawasi pendidikan dan perawatan anak-anak dengan baik.
Kerentanan keluarga juga mengungkap sejarah rumit masalah kesehatan dan kekerasan.” Sayangnya, tidak
semua orangtua mengetahui bagaimana bersikap terhadap perubahan anaknya. Banyak orang tua berusaha
untuk memahaminya, akan tetapi para orangtua justru membuat seorang remaja semakin nakal. Misalnya,
dengan semakin mengekang kebebasan anak tanpa memberikannya hak untuk membela diri. Akibatnya, para
orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan
mereka. Sehingga sering terjadi konflik keluarga, pemberontakan/perlawanan, depresi, dan galau/ resah.
Munculnya tindakan berisiko ini, sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain
di sepanjang rentang kehidupannya.

Menurut para pakar psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa
awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga
22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang
dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,
perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara.

Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi
belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.

Disebutkan pula oleh Mustaqim dan Abdul Wahid (1991) dalam jurnal Nunung Unayah dan Muslim
Sabarisman (2015), “bahwa perubahan rohani juga sudah mulai timbul, remaja telah mulai berfikir abstrak
ingatan logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak
dalam keadaan seimbang akibatnya anak sering mengalami pertentangan batin dan gangguan, yang biasa
disebut gangguan integrasi. Kehidupan sosial anak remaja juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak
berusaha melepaskan diri darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan, meskipun di sisi lain masih
tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasan
tergantung dengan keinginan anak itu sendiri. Kenakalan remaja boleh jadi berkaitan erat dengan hormon
pertumbuhan yang fluktuatif sehingga menyebabkan perilaku remaja sulit diprediksi, namun ini bukanlah
jawaban yang dapat menjadi justifikasi atas perilaku remaja. Rasanya angapan sebagian orang yang
menyatakan bahwa hormon berpengaruh sangat besar, hal itu rasanya agak dilebih-lebihkan.
Boyd, M. (2008). Defensive DevelopmentThe Role of Racial Conflict in Gentrification. Urban Affairs
Review. 3.

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.935.341&rep=rep1&type=pdf

Dharmawan,AH Dr.Ir Msc.Agr. (2006) Konflik-Sosial dan Resolusi Konflik: Analisis Sosio-Budaya (Dengan
Fokus Perhatian Kalimantan Barat). Seminar Peragi Pontianak. 2.

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Konflik-Sosial-dan-Resolusi-Konflik-
Analisis-Sosio-Budaya-Dengan-Fokus-Perhatian-Kalimantan-Barat&btnG

Feijo, MC. (2004) O Contexto De Exclusão Social E De Vulnerabilidades De Jovens Infratores E De Suas
Famílias. Estudos de Psicologia (Natal). 9(1). 157-166.

http://www.scielo.br/pdf/epsic/v9n1/22391.pdf

Gunawan, S. (1999) Jaringan Pengaman Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Journal of Indonesian
Economy and Business. 14(3) .8.

https://journal.ugm.ac.id/jieb/article/download/39431/22321

Halleröd, B., Larsson, D. (2006). Poverty, welfare problems and social exclusion. Internationaljournal Of
Social Welfare, 17(1), 2.

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1468-2397.2007.00503.x

Iskandar, A,. dan Subekan, A. (2016). Analisis Determinan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan. jurnal Tata
Kelola & Akuntabilitas Keuangan Negara. 2(1), 3.

http://jurnal.bpk.go.id/index.php/TAKEN/article/view/36

Klump, R., McAdam, P., Willman, A. (2008). Unwrapping Some Euro Area Growth Puzzles: Factor
Substitution, Productivity And Unemployment. Journal of Macroeconomics. 30(2). 4.

http://ftp.zew.de/pub/zew-docs/veranst_upload/670/188_klump_mcadam_willman.pdf

Koskela, E,. dan Ronnie, SCH ̈OB dan SINN, HW (1998) Pollution, Factor Taxation And Unemployment.
International Tax and Public Finance. 5(3). 379-396.

https://link.springer.com/article/10.1023/A:1008642512728

Merdekawati, IP., dan Budiantara, I. (2013). Pemodelan Regresi Spline Truncated Multivariabel pada Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Sains & Seni ITS,
2(1), 1.

http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/3035/769

Muhdar, HM. (2015) Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, Dankemiskinandi Indonesia: Masalah Dan Solusi.
researchgate.net. 11(1). 42-66.

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=POTRET-KETENAGAKERJAAN-
PENGANGGURAN-DANKEMISKINANDI-INDONESIA&btnG
Mustari, M Ph.D dan Rahman, MT Ph.D. (2014). Manajemen Pendidikan. Digital Library UIN Sunan
Gunung Djati. 237-238.

http://digilib.uinsgd.ac.id/15943/

Prasojo, LD. (2010). Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan . Jurnal
Internasional Manajemen Pendidikan. 4(2). 20.

https://journal.uny.ac.id/index.php/jimp/article/view/741

Sartika, C., Balaka, MY dan Rumbia, WA. (2016). Studi Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Lohia
Kecamatan Lohia Kabupaten Muna . Jurnal Ekonomi Uho. 1(1). 106-118.

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE/article/view/976

Syawie, M. (2011) Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial. ejournal.kemsos.go.id. 16(3). 215.

https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/viewFile/47/17

Unayah,N dan Sabarisman, M. (2015) Fenomena Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Sosio informa. 14(3).
125.

https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/download/142/89

https://www.gurupendidikan.co.id/kenakalan-remaja/

Anda mungkin juga menyukai