Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEREKONOMIAN BANYUWANGI
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu dari berbagai negara yang memiliki sumber daya alam (SDA)
melimpah. Akan tetapi, perlu diketahui bersama bahwasanya Indonesia statusnya adalah negara
berkembang (bukan negara maju). Jadi, Indonesia masih tergolong sama dengan negara
berkembang lainnya memiliki permasalahan-permasalahan yang tidak mampu teratasi hingga
hari ini, dan adanya hal itu menjadi penghambat bagi kemajuan negara tercinta ini.
Adapun masalah-masalah tersebut dapat dipahami bersama melalui atau berdasarkan
daerah-daerah di bawah negara ini. Salah satunya daerah yang hari ini terkenal akan kemajuan
pariwisatanya, yaitu Kabupaten Banyuwangi. Dibalik keindahan dan maju pariwisata yang
dimilikinya, Banyuwangi termasuk salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Timur dengan tingkat
kesenjangan ekonomi yang tinggi, dalam arti mengalami kenaikan secara rasio gini dari tahun
2019 (0,313), 2020 (0, 316), dan 2021 menjadi (0,373) hal ini Dilansir dari website Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 1 Hal ini terbukti, bahwasanya angka makin berkembang
atau melonjak dan jadi permasalahan utama dalam lingkup perekonomian di Banyuwangi
sendiri. Berdasarkan dampak yang timbul dari kesenjangan ekonomi di Banyuwangi. Terlihat
dengan sangat jelas sekali, perbedaan diantara berupa fasilitas mewah yang dimiliki negara
ataupun hanya orang-orang mampu, yang mana tentu berbeda dengan keadaan masyarakat
kurang mampu atau bahkan tidak mampu sama sekali. Pinggiran sisi kota harus gelap-gelapan
karena tidak ada aliran listrik, sedangkan di kota besarnya bergelimang cahaya, lampu berkelap-
kelip di setiap sudut kota. Penduduk yang kategori miskin membangun rumah dengan seadanya
mungkin dan bahkan tidak layak menjadi tempat istirahat baik itu di pinggiran kali, perumahan-
perumahan, dan kantor mewah sedang berlomba-lomba dibangun di sudut kota.
Kesenjangan yang terjadi ada keterkaitannya dengan strategi pembangunan Indonesia, yang
mana hal tersebut bertumpu terhadap aspek pertumbuhan ekonomi sejak zaman orde baru.
Adapun sasaran pembangunan bertujuan untuk pencapaian terhadap pertumbuhan ekonomi
tinggi, akan tetapi hal tersebut tidak memperhatikan terhadap pemerataan pembangunan ekonomi
1
Badan Pusat Statistik Kota Malang, “Gini Rasio Menurut Kabupaten Kota di Jawa Timur 2019-2021,” BPS,
diakses 05 Oktober 2022, https://malangkota.bps.go.id/indicator/23/65/1/gini-rasio-menurut-kabupaten-kota-di-
jawa-timur.html.
di seluruh wilayah Indonesia. Pada aspek pemerataan pernah mendapatkan perhatian ketika
urusan prioritas trilogi pembangunan diubah dari pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas pada
PELITA II (Pembangunan Lima tahun 1974-1979) menjadi pemerataan, pertumbuhan, dan
stabilitas dari pada PELITA III (Pembangunan Lima tahun 1979-1984), akan tetapi inti dari
tumpuan pembangunan Indonesia tetap saja terhadap pertumbuhan (bukan nilai kepemilikan).
Realitasnya, pemerintah hanya menetapkan target tingkat pertumbuhan yang hendak dicapai,
namun tidak menetapkan target mengenai tingkat kemerataan. 2 Tidak teratasinya masalah
tersebut menjadi salah satu faktor penghambat perekonomian daerah dan dapat berpengaruh
terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus tidak hanya
dari pemerintahan saja, namun dari setiap anggota dan elemen masyarakat yang diharuskan
untuk sadar akan lingkungan ekonominya. Kinerja pemerintah yang periodik sangat diperlukan.
Dan dengan bantuan rakyat bersama-sama memberantas kemiskinan untuk mencapai
kesejahteraan sosial.
ISI
Kesejahteraan yang tidak merata adalah salah satu permasalahan yang ada di negeri ini.
Hanya kalangan atas yang merasakan atas capaian terhadap pertumbuhan ekonomi beberapa
tahun terakhir ini. Terbalik dengan yang dirasakan oleh rakyat-rakyat kecil, yang mana
permasalahan tersebut bertumpu ada aspek perekonomian. Kejadian tersebut terjadi pula di
Banyuwangi, hal ini di dukung dengan adanya data jumlah penduduk miskin yang mencapai
ratusan ribu jiwa yang kemungkinan akan menambah dan terjadilah kesenjangan ekonomi.
Kesenjangan ekonomi akan menjadi sebuah permasalahan yang akan terus berkembang
jika tidak diatasi secepat mungkin. Kesenjangan ekonomi juga akan mengakibatkan
berkepanjangan, hal ini dikarenakan kesenjangan pendapatan dan pemusatan kekayaan, yang
mana mampu menghambat pertumbuhan jangka panjang. Jika hal ini tidak segera diatasi
akan berpengaruh ke aspek kehidupan lainnya.
Kondisi Banyuwangi saat ini dapat dibilang seperti tidak memiliki sebuah permasalahan
dan tidak tampak kemungkinan akan ada terjadinya masalah sosial. Budaya yang melekat
2
Dumairy, Perekonomian Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1996), 35.
berupa rasa sabar dan ikhlas menerima akan hal yang terjadi, memberikan sebuah nilai
tambah ditengah-tengah kesenjangan ekonomi yang tidak muncul ke permukaan (seakan-
akan tidak terasa akan adanya sebuah masalah). Akan tetapi, seiring berkembangnya
kesenjangan ekonomi tersebut tanpa ada solusi dan ada juga sebuah solusi yang tidak tepat
pada sasaran, meskipun Bupati mentargetkan pada tahun ini akan turun, tetapi jika lama-lama
permasalahan tersebut menumpuk dan akan menimbulkan masalah yang baru dapat
menghambat perkembangan perekonomian di Banyuwangi.
Kesenjangan ekonomi menjadi salah satu pembahasan dalam lingkup ekonomi sendiri,
sehingga lahir sebuah teori-teori yang membahas mengenai kesenjangan ekonomi. Salah
satunya yakni Joseph E. Stiglitz, seorang pakar ekonomi dan peraih penghargaan Nobel
ekonomi. Ia dalam bukunya yang berjudul The Great Devide: Unequal Societies and What
We Can Do About Them menyimpulkan bahwa sesungguhnya kesenjangan ekonomi adalah
sebuah pilihan-pilihan. Dan ia menyebut bahwasanya kesenjangan ekonomi sebagai gejala
sadar yang dibentuk para elite yang sekaligus penerima manfaat paling besar dari tatanan
ekonomi.3 Jadi, dapat dipahami bersama, bahwasanya terjadinya kesenjangan ekonomi
adalah produk dari sebuah proses politik yang berulang dan menjadi struktur yang rapi,
sehingga akibatnya hal itu sulit untuk diubah. Sehingga atas hal tersebut, sangat penting
untuk dipahami secara mendalam mengenai pola konsumsi, melalui pola konsumsi para
pembuat atau pemilik kebijakan dapat membuat sebuah produk kebijakan yang tepat dan
sehingga konsumen tidak merasakan rugi atau menjadi miskin. Salah satu tokoh yang
membahas mengenai pola konsumsi terhadap perekonomian, yaitu Angus Deaton.
Menurutnya konsumsi merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam pembentukan
produk domestik bruto (PDB), yang mana hal itu ada keterkaitannya dengan pendapatan per-
kapita (kesejahteraan) masyarakat. Analisis Deaton jika diterapkan di Indonesia dapat
dicontohkan seperti terjadinya dampak pada kebijakan pajak pertambahan nilai produk
makanan. Sehingga pemberlakuan pajak pada makanan ini jelas mempengaruhi konsumsi.
Namun, pengaruh pajak ini sangat berbeda pada setiap individualnya. Yang terjadi adalah
3
Nur Syam, “Joseph E Stiglitz Ketimpangan Ekonomi Dunia,” Nur Syam Centre, diakses 05 Oktober 2022,
https://nursyamcentre.com/artikel/kelas_metode_penelitian/joseph_e_stiglitz_ketimpangan_ekonomi_dunia_.
warga miskin akan mudah tertimpa beban sehingga mengurangi konsumsi, sedangkan warga
yang mapan akan ekonominya relatif tidak begitu terpengaruh.4
6
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, “Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur
(Ribu Jiwa), 2019-2021,” BPS, diakses 05 Oktober 2022, https://jatim.bps.go.id/indicator/23/421/1/jumlah-
penduduk-miskin-menurut-kabupaten-kota-di-jawa-timur.html.
7
Aldy, “Mewaspadai Dampak Kesenjangan Ekonomi Terhadap Kesehatan,” Tribun-Timur.com, 20 Februari 2014,
https://makassar.tribunnews.com/2014/02/20/mewaspadai-dampak-kesenjangan-ekonomi-terhadap-kesehatan.
pada masa Covid-19, khususnya kematian pada bayi. Penyebab kematian bayi sangat
kompleks, tidak hanya disebabkan dari faktor medis atau faktor pelayanan kesehatan saja,
akan tetapi di pengaruhi juga oleh faktor sosial ekonomi kultural dan religius. Sehingga
sangat di perlukan peningkatan peran lintas sektor dalam upaya penurunan kematian bayi di
Banyuwangi, menurut data yang dilansir oleh Antara News (06/10/2019).8
Yang keempat adalah tingkat kemiskinan yang jika tidak segera diberikan solusi akan
terus meningkat setiap tahunnya. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS Banyuwangi) dalam Time Indonesia, angka kemiskinan di Banyuwangi
hingga 2021 mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Jika pada 2020, angka
kemiskinan berada pada 5,34 persen, dan pada 2021 tercatat 54,2 persen. Jadi mengalami
kenaikan diatas 5 persen, dan sedangkan pada tahun 2022 hanya mengalami kenaikan 0,1
8
Aditya Ramdhan, “Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi Menjadi Nol,” ANTARA, 06 Oktober 2019,
https://www.antaranews.com/berita/1098866/menekan-angka-kematian-ibu-dan-bayi-menjadi-nol.
9
Nanang Firmansyah, “Angka Kriminalitas di Banyuwangi Menurun Selama Tahun 2021, Berikut Datanya,”
bidik.news, 27 Desember 2021, https://bidik.news/2021/12/27/angka-kriminalitas-di-banyuwangi-menurun-selama-
tahun-2021-berikut-datanya/.
persen.10 Meskipun hal ini terbilang rendah dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi tetap
pada tahun selanjutnya mengalami kenaikan meskipun persennya sedikit.
Yang kelima, hal ini dapat menyebabkan pengaruh besar dalam lingkup pendidikan.
Yang akan terjadi berupa banyaknya anak yang putus sekolah, hal ini dikarenakan masalah
biaya dan sosial yang tidak menerima akan keadaan mereka. Menurut data Badan Pusat
Statistik dalam Data Strategis Banyuwangi 2021 menunjukkan, rerata lama sekolah
mengalami naik dari tahun ke tahun, namun masihlah jauh dari target Wajib Belajar 12
Tahun. Rerata lama sekolah pada 2019 adalah 7,13 tahun, kemudian pada 2020 rerata lama
sekolah naik menjadi 7,16 tahun. Dan pada tahun 2021 rerata lama sekolah naik menjadi 7,42
tahun.11 Berdasarkan wilayah kecamatan, rerata lama sekolah terendah pada 2021, yakni
Kecamatan Kalipuro, Tegaldlimo, dan Kecamatan Kalibaru. Atas dasar tersebut Kabupaten
Banyuwangi membuat program yang bernama AKSARA (Akselerasi Sekolah Masyarakat)
dengan tujuan mampu mendongkrak angka rerata lama sekolah dan mensukseskan wajib
belajar 12 tahun, dengan sasarannya dari usia 23 sampai dengan 58 tahun yang belum tuntas
menyelesaikan sekolah.12 Akan tetapi hal ini, tidaklah sebuah solusi yang solutif sebagai
target wajib belajar 12 tahun. Dikarenakan stigma yang terbangun dalam masyarakat miskin
hal tersebut masih mengeluarkan ekonomi, sehingga yang terjadi mereka tidak
memprioritaskan hal tersebut. Dan pandangan masyarakat akan realitas sudah berbeda,
mereka tidaklah yakin lagi pendidikan sebuah solusi untuk mapan di kehidupan masa datang.
Sehingga hal ini jelas merupakan kerugian baik bagi anak, orang tua, masyarakat maupun
bangsa. Untuk itu, diperlukan penanganan yang holistik atau menyeluruh di antara
pemerintah, lingkungan, dan siswa.
Setelah mengetahui beberapa hal yang dapat dibilang sudah mendesak, masyarakat
seharusnya memiliki tingkat kesadaran yang tinggi untuk berpartisipasi dalam memperbaiki
kondisi perekonomian Banyuwangi ini. Ada banyak hal yang bisa dikembangkan dari banyak
sektor khususnya pariwisata dan perdagangan, dimana Banyuwangi memiliki peluang yang
besar dalam bidang tersebut.
Generasi muda adalah penerus bangsa dimasa yang akan mendatang. Ada baiknya jika
masalah yang sudah terlanjur terjadi dapat diselesaikan. Maka peran generasi muda sangatlah
dibutuhkan untuk masa depan. Fungsi pendidikan seharusnya lebih menanamkan nilai-nilai
yang akan mereka gunakan di masa depan, agar bisa menjadi berguna untuk bangsa maupun
Negara nantinya.
Generasi muda saat ini harus mengetahui terlebih dahulu mengenai perekonomian
Banyuwangi yang terkecil dan perekonomian Negara yang terbesar. Hal ini akan menjadi
bekal mereka untuk menghadapi segala macam persoalan yang ada. Masa depan bergantung
sekali terhadap bibit generasi masa sekarang. Hal ini dilakukan agar keadilan, dan
kesejahteraan bisa terwujud, yaitu sebagai tanggung jawab kita bersama maka mulailah
dengan diri kita sendiri yang peduli dengan sesama.
PENUTUP
Kesenjangan sosial terjadi akibat banyaknya rakyat miskin dan pengangguran di Indonesia.
Banyaknya kemiskinan inilah yang menjadi tombak bagaimana kesenjangan sosial bisa terjadi.
Pemberantasan kemiskinan, memaksimalkan pendidikan, dan membuka lapangan kerja adalah
beberapa solusi memberantas kesenjangan sosial di Indonesia. Maka diperlukan upaya dan
peranan generasi muda sekarang agar terciptanya perekonomian yang lebih merata dan
terstruktur.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Banyuwangi. “Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran,
TPAK dan TPT, Agustus 2009-2021.” BPS. diakses 05 Oktober 2022.
https://banyuwangikab.bps.go.id/statictable/2015/01/27/39/jumlah-angkatan-kerja-penduduk-
bekerja-pengangguran-tpak-dan-tpt-agustus-2009-2018.html.
Badan Pusat Statistik Kota Malang. “Gini Rasio Menurut Kabupaten Kota di Jawa Timur 2019-
2021.” BPS. diakses 05 Oktober 2022. https://malangkota.bps.go.id/indicator/23/65/1/gini-rasio-
menurut-kabupaten-kota-di-jawa-timur.html.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. “Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota
di Jawa Timur (Ribu Jiwa), 2019-2021.” BPS, diakses 05 Oktober 2022.
https://jatim.bps.go.id/indicator/23/421/1/jumlah-penduduk-miskin-menurut-kabupaten-kota-di-
jawa-timur.html.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. “Rata-rata Lama Sekolah (Tahun), 2019-2021.” BPS.
diakses 05 Oktober 2021. https://jatim.bps.go.id/indicator/26/32/1/rata-rata-lama-sekolah.html.
Syam, Nur. “Joseph E Stiglitz Ketimpangan Ekonomi Dunia.” Nur Syam Centre. diakses 05
Oktober 2022.
https://nursyamcentre.com/artikel/kelas_metode_penelitian/joseph_e_stiglitz_ketimpangan_ekon
omi_dunia_.