Anda di halaman 1dari 4

TUGAS ARTIKEL

KETIMPANGAN SOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas UAS B.indonesia

Yang diampu oleh bapak Hima suyudho S.Pd.I.,M.Pd.

Disusun oleh :

Reyhan Bambang Maulana Fi’amrillah (53010220093)

KELAS SPI C

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN,ADAB DAN

HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

2021/2022
ABSTRAK

Secara umum, ketimpangan sosial adalah kondisi dimana ada ketidakseimbangan atau
jarak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang bisa disebabkan oleh perbedaan status
sosial, ekonomi, maupun budaya. Perbedaan yang cukup jauh akan memicu terjadinya
ketimpangan, mulai dari perlakuan orang sekitar yang berbeda sampai terjadinya resiko
ketidakadilan. Bentuk ketimpangan dalam kehidupan sosial sangatlah beragam dan bisa saja
dialami secara langsung oleh diri sendiri. Dan salah satu contoh ketimpangan sosial terjadi
ketika suatu negara memiliki jumlah pengangguran lebih banyak. Penyebabnya karena
kurangnya lapangan kerja, sehingga pencari kerja harus bersaing. Dampak kurangnya
lapangan kerja menyebabkan pengangguran bertambah, diskriminasi, hingga kriminalitas.
Tujuan menulis laporan artikel ini adalah sederhana untuk mencatat, memberitahukan, dalam
bentuk teori atau permasalahan yang perlu dicarikan cara pemecahannya. Penulisan artikel ini
mengangkat tema Ketimpangan Sosial yang terjadi pada permasalahan lapangan kerja di
Indonesia dan menurut data daerah yang diambil yaitu provinsi Jawa Tengah. Sehingga
memberi dampak adanya perbedaan golongan masyarakat akibat dari tidak meratanya
kesempatan pekerjaan.

Pendahuluan

Lapangan kerja merupakan hasil dari cita-cita pembangunan di Indonesia disisi lain lapangan
kerja itu sendiri juga berkontrtibusi untuk terus mensukseskan pembangunan. Hal ini
diperkukuh dengan adanya Peraturan negara mengenai lapangan kerja yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2013 Tentang Perluasan Kesempatan Kerja. Salah satu
nya adalah upaya untuk menciptakan lapangan kerja baru atau mengembangkan lapangan
kerja yang telah ada.

Lapangan kerja yang luas dapat mengendalikan pendapatan nasional, pendapatan perkapita
masyarakat, dan ikut menekan angka kemiskinan. Hal ini menjadi alasan mengapa lapangan
kerja sangat dibutuhkan di sebuah negara terutama Indonesia untuk memperkuat ekonomi
dari dalam negeri.

Agar setiap warga negara bisa mendapat kesempatan untuk sebuah pekerjaan, tentu ada
beberapa upaya yang harus dilakukan semisal dengan diadakannnya kursus-kursus pelatihan
kerja, membangun wiraswasta mendirikan proyek padat karya, dan lain-lain.

Jika lapangan kerja sudah bisa dijangakau dengan mudah oleh masyarakat, maka
pembangunan negara akan semakin baik. dan bisa dilihat dari menurunnya tindak
kriminalitas sebagai akibat dari pengangguran, serta meningkatnya daya beli masyarakat.
Problematika lapangan kerja di Indonesia Yang Berdampak Pada Munculnya
Ketimpangan Sosial

Untuk mencapai sebuah cita-cita pembangunan negara yang bertujuan meningkatkan


kesejahteraan masyarakat ada beberapa hal yang menjadi perlu diperhatikan dan salah
satunya adalah lapangan kerja.

Lapangan kerja selalu berhubungan dengan tenaga kerja. Dan masalah yang sering dihadapi
adalah jumlah lapangan kerja lebih sedikit dengan calon tenaga kerja. Hal ini dikarenakan
kuota yang terbatas menjadikan kesempatan kerja juga ikut sempit. Di daerah Provinsi Jawa
Tengah menurut Badan Pusat Statistik Jawa Tengah angka pengangguran dalam kurun waktu
2019-2021 meningkat dari angka 818.276 hingga 1,12 juta orang.

Salah satu hal yang menjadikan angka pengangguran semakin tinggi adalah meningkatnya
pertumbuhan penduduk, dan distribusi penduduk yang kurang merata. Jika angka fertilitas
lebih tinggi daripada mortalitas maka akan banyak warga usia produktif yang membutuhkan
pekerjaan. Di Jawa Tengah, angka populasi penduduk dalam jangka waktu 2017-2021
meningkat dari angka 34,2 juta hingga 36,7 juta orang. Selain meningkatnya angka
penduduk, pandemi Covid-19 yang sempat melanda berbagai negara di belahan dunia juga
memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kegiatan kerja. Di lansir dari data
Dinas Ketenagakerjaan dan Transportasi Jawa Tengah, per 19 Maret 2021 jumlah tenaga
kerja terdampak pandemi mencapai 65.874 dari 110.204 orang.

Selain menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi, dari tidak seimbangnya laju pertumbuhan
masyarakat, akan muncul sebuah fenomena golongan atas, menengah, dan bawah. Hal ini
adalah akibat dari tidak meratanya kesempatan kerja yang didapatkan masyarakat. Korelasi
yang ada dari dua hal ini adalah ketika kelompok yang mendapatkan kegiatan produksi yang
akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari kelompok yang tidak melakukan
kegiatan produksi.

Dampak yang terjadi dari adanya ketimpangan sosial berupa perbedaan golongan masyarakat
ini adalah perbedaan dalam mengakses sumber daya, pembangunan, dan fasilitas. Padahal
lapangan kerja bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan yang merata pada semua lapisan.
Hal ini bisa kita lihat dari data Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah (Jiwa) pada tahun 2016 keluarga fakir miskin
mencapai angka 4.18 juta orang.

Meskipun, perbedaan golongan muncul dalam sebuah masyarakat sebagai akibat dari tidak
meratanya kesempatan pekerjaan hal tersebut lantas tidak menjadi penghambat agar ekonomi
menjadi selamanya terperangkap dan tidak berkembang. Contohnya saja, keberadaan
golongan menengah telah menyumbang kegiatan ekonomi paling banyak dilihat dari hasil
produksi dan aktivitas yang mendominasi. Seperti Laporan Bank Dunia tahun 2019 berjudul
Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class yang dipublikasikan akhir Januari lalu
menyebutkan, di Indonesia terdapat sekitar 52 juta penduduk kelas menengah. Hal ini
menunjukan bahwa terlepas dari masalah ketimpangan sosial antara golongan atas,
menengah, dan bawah, tetap
digaris bawahi jika golongan menengah tetap berperan dalam menstabilkan kondisi ekonomi
agar tidak jatuh.

Namun, tidak menutup kemungkinan kemiskinan akan semakin marak. Kurangnya


penghasilan, mahalnya kebutuhan hidup dan lain-lain. Akan menyusahkan mereka yang
berkeluarga menyekolahkan anaknya. Dan dari sinilah kurangnya Pendidikan pada anak-anak
kelas bawah. Ketika mereka tumbuh dewasa pun tanpa adanya Pendidikan yang mumpuni,
jumlah pengangguran akan semakin bertambah. Karena zaman sekarang Pendidikan adalah
yang paling utama dalam dunia kerja. Perusahaan hanya akan membutuhkan karyawan yang
mumpuni dan dapat membawa perusahaannya.

Sebenarnya Pendidikan pada anak-anak bisa tercapai dengan baik. Tapi, Kembali lagi dengan
kurangnya tenaga kerja pendidik yang baik atau yang mau secara sukarela mengajarkan
mereka. Zaman sekarang, bekerja tanpa penghasilan adalah sesuatu yang tidak
menguntungkan. Padahal jika dilihat dari sudut pandangan yang lain, justru hal ini dapat
membangun negara semakin baik.

Kesimpulan

Kurangnya lapangan kerja menyebabkan pengangguran di Indonesia semakin tinggi. Padahal


lapangan kerja bertujuan untuk menciptakan kersejahteraan yang merata pada semua lapisan.
Dan hal ini menimbulkan adanya kelas atas, menengah dan bawah. Sehingga banyak
perusahaan yang hanya memilih kelas atas dan menengah. Karena adanya perbedaan inilah
angka kemiskinan di Indonesia semakin tinggi. Kurangnya penghasilan yang mereka dapat,
maka akan berdampak pada Pendidikan anak-anak kelas bawah. Faktor kurangnya
Pendidikan anak kelas bawah bukan karena mereka memilih membantu orang tua mereka.
Tetapi kurangnya tenaga pendidik yang mau atau secara suka rela membantu mendidik
mereka tanpa pamrih.

Daftar Pustaka
Ahmad Erani Yustika, 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogakarta.
Didik J Rachbini, 2010. Kemiskinan dan Politik Ekonomi, Media Indonesia,
12/01/2010.
Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta
Kecuk Suhariyanto, 2011. “Jumlah Si Miskin,” Kompas.Kurnia JR, 2011. “Bangsa Paling
Merepotkan,” Kompas.
Mochtar Naim, 2011. “Kita Belum Merdeka,” Kompas.Moeljarto T, 1987, Politik
Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah, dan Strategi, Yogyakarta; Tiara
Wacana.
Musa Asy’arie, 2011, “Kebangkitan Nasional, Perspektif Kebudayaan,” Kompas.Oman
Sukmana, 2005. Sosiologi dan Politik Ekonomi, Malang, UMM Press.
Saifur Rohman, 2011, “Memaknai Ekonomi Tiwul,” Kompas.
Sayidiman Suryohadiprojo, 2011. “Kesenjangan adalah Kerawanan,” Kompas.

Anda mungkin juga menyukai