Anda di halaman 1dari 11

Nama : Aryo Dwi Febriyanto

NPM : 2010101088
Tema yangdipilih : Pengangguran

ANALISIS PENYEBAB PENGANGGURAN LULUSAN SEKOLAH


MENENGAH KEJURUAN DI INDONESIA

Introduction (Pendahuluan)

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor produksi sangat penting
peranannya, berbeda dengan kedudukannya dari faktor-faktor produksi lain, sebab
sumber daya manusia ini memiliki peranan sebagai subjek dan objek dari sebuah
pembangunan. Salah satu tujuan dari pembangunan ialah mengurangi pengangguran,
dimana secara tidak langsung dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan
bisa membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Permasalahan ini menerpa
masyarakat hingga pemerintah yang tak kunjung usai. Permasalahan ini tergolong
masalah sosial ekonomi, angka pengangguran di Indonesia terbilang cukup tinggi yang
menjadikannya seperti bom waktu apabila tak segera diselesaikan. Rendahnya
produktivitas tenaga kerja di Indonesia berdampak terhadap kinerja dan kepercayaan
para pemberi modal untuk menggunakan jasa tenaga kerja di negara ini

Pengangguran ialah selisih antara angkatan kerja dengan penggunaan tenaga


kerja yang sebenarnya. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka sendiri diartikan
sebagai persentase jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja. Pengangguran
terbuka terdiri dari orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan mencari pekerjaan,
orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan mempersiapkan usaha, orang yang tidak
mempunyai pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan serta orang
yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja. Tingkat pengangguran yang
tinggi menjadi masalah mendasar dalam ketenagarakerjaan di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh tenaga kerja baru yang bertambah jauh lebih banyak dibanding oleh
bertambahnya lapnagan pekerjaan baru. Artinya, bahwa lapangan kerja yang tersedia
masih kurang bisa memenuhi tingkat tenaga kerja yang ada. Sehingga dari penjelasan
tersebut dapat menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi. Tingkat pengangguran
di Indonesia semakin tinggi dikarenakan arus globalisasi yang pesat. Dampak ini
menjadikan status pengangguran menjadi masyarakat kurang mampu sebab belum
mempunyai pekerjaan, permasalahan ini memberikan membuat mereka untuk memutar
otak bagaimana agar mendapatkan pendapatan salah satunya dengan melakukan
tindakan kriminal. Sebab apabila kebutuhan sandang, pangan, dan papan belum
terpenuhi maka seseorang akan melakukan apa saja supaya mendapat apa yang
diinginkan bisa tercapai. Terlebih kebutuhan pangan yang tidak bisa kompromi lagi,
apapun akan dilakukan terhadap kebutuhan tersebut.

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari caranya


mengatasi pengangguran. Pembangunan tersebut dapat dirasakan melalui bertambahnya
produksi barang-barang industri, tingkat pendidikan, berkembangnya infrstruktur,
meningkatnya sektor jasa, hingga produksi barang modal. Setiap negara pasti akan
berusaha memberikan yang terbaik untuk mendukung pembangunan tersebut. Termasuk
juga Indonesia yang termasuk salah satu negara berkembang yang masih berupaya
meningkatkan hal tersebut untuk mensejahterakan rakyat menjadi kehidupan yang jauh
lebih baik. Perkembangan perekonomian tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat
pengangguran. Hal ini terbukti dari peningkatan pengangguran di negara ini yang selalu
meningkat tiap tahunnya. Inilah yang mendorong pemerintah Indonesia untuk terus
mencari jalan keluar bagaimana cara mengurangi pengangguran. Kondisi yang terjadi di
Indonesia masalah pengangguran pasti dijumpai oleh negara di seluruh belahan dunia,
yang membedakan hanyalah seberapa tinggi tingkat pengangguran di sebuah negara.
Banyaknya pengangguran dapat mempengaruhi tingkat perekonomian di suatu negara.
Hal ini dikarenakan pendapatan negara juga akan berkurang, pendapatan nasional
negara diukur berdasarkan persentase jumlah seluruh pendapatan masyarakat yang
mempunyai pendapatan dibagi dengan jumlah seluruh penduduk di negara tersebut.
Apabila tingkat penghasilan lebih sedikit maka rata-rata pendapatan nasional negara
akan lebih kecil sebab jumlah penduduk belum sebanding dengan jumlah pendapatan
nasional.

Menurut Suartono (2020) SMK (Sekolah Memengah Kejuruan) merupakan


salah satu Lembaga Pendidikan di Indonesia yang sederajat dengan SMA (Sekolah
Menengah Atas), berbeda dengan SMA yang merupakan jenjang yang memang
dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, tapi SMK lebih mempersiapkan
siswa untuk dapat bekerja setelah lulus dari sekolah. SMK adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. Ketika belajar di
SMK akan mendapatkan berbagai keahlian sesuai program keahlian yang dipilih, ada
banyak sekali program keahlian yang dapat dipilih sesuai dengan bakat dan minat
kalian, secara garis besar Program-program keahlian tersebut dikelompokkan kedalam
beberapa Bidang Keahlian. Pendidikan sekolah vokasi yang ini diharapkan bisa
memberikan keterampilan bagi peserta didiknya untuk dapat dengan mudah diterima di
dunia kerja pada saat lulus ternyata masih belum sesuai yang diharapkan. Masih banyak
lulusan sekolah vokasi seperti Sekolah Menengah Kejuruan ketika lulus mereka masih
menganggur, pada selama di sekolah mereka dibekali kemampuan untuk bekerja
(Bangsaku, 2018). Tetapi pada kenyataan setelah lulus sekolah, alumni siswa SMK
banyak menganggur. Secara logika bahwa lulusan SMK dipersiapkan untuk dunia.

Penelitian oleh Zulhanafi et al. (2013) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor


Yang Mempengaruhi Produktivitas dan Tingkat Pengangguran di Indonesia”
menggunakan Two Stages Least Squared method (2SLS) dengan uji stasioner, uji
kointegrasi, uji heterokedasitas, uji autokerelasi, uji identifikasi, dan reduce form. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa apabila pendidikan dan kesehatan seseorang semakin
baik, maka produktivitas seseorang juga meningkat. Begitu pula jika pendidikan dan
kesehatan seseorang rendah atau tidak baik maka akan berdampak terhadap penurunan
produktivitas. Ini menandakan variabel pendidikan dan kesehatan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap produktivitas di Indonesia. Sehingga pemerintah perlu
meningkatkan lagi kualitas pendidikan dan anggaran untuk kesehatan. Sama halnya
penelitian dari Franita (2016) bahwa peran Sumber Daya Manusia yang unggul
diperlukan agar bisa bersaing di pasar bebas dan mengurangi pengangguran. Karena
dampak dari pengangguran sangat buruk dan kompleks. Masalah ini harus segera
ditindaklanjuti supaya tercipta masyarakat yang mandiri dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

Jalil (2017) dalam penelitian yang berjudul “Solusi Mengatasi Pengangguran di


Indonesia” menggunakan metode tinjauan literatur, hasil penelitiannya bahwa solusi
pemerintah dalam mengurangi pengangguran melalui pelatihan kerja dengan cara
menyediakan fasilitas untuk melatih dan mengasah kemampuan seseorang
menumbuhkan jiwa kewirausahaan terutama bagi yang belum memiliki keterampilan
sama sekali. Tujuannya saat nantinya tidak bergantung kepada pemerintah dan pada
akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja baru sesuai keterampilan yang dimiliki.

Dalam penelitian Indayani & Hartono (2020) dengan judul “Analisis


Pengangguran Dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Akibat Pandemi Covid-19” yang
ditulis dengan metode kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian
tersebut adalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat diukur melalui naik turunnya
PDB suatu negara, sebab indikator dengan tingkat pengangguran ialah PDB. Pada masa
pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,97%. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan pengangguran yang mengakibatkan defisit anggaran
negara bertambah. Berdasarkan penelitian, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara tahun 2020 sebesar 6,27%. Langkah untuk menanggulangi masalah tersebut
dimulai dari masing-masing, tidak sepenuhnya pemerintah. Sehingga harus ada
kesinambungan antara masyarakat dan pemerintah dalam memerangi pandemi ini.

Dalam artikel Fahri et al. (2020) yang berjudul “Meningkatnya Angka


Pengangguran Ditengah Pandemi (Covid-19)” menggunakan studi pustaka. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa pandemi memiliki pengaruh terhadap tingkat
pengangguran, apabila tidak segera terselesaikan dapat semakin bertambah parah
pengangguran akibat pandemi. Dalam penelitian ini penyebab meningkatnya
pengangguran ditengah pandemi diantaranya, pemutusan hubungan kerja oleh
perusahaan, adanya kebijakan-kebijakan pemerintah, dan penyesuaian baru kepada
lingkungan.

Finding and Discussion (Hasil dan Pembahasan)

Dalam menangani masalah pengangguran ini, pemerintah harus cepat tanggap


untuk mencari jalan keluar. Pemerintah harus melibatkan peran pendidikan dalam
menurunkan tingkat pengangguran. Sebab dengan pendidikan ini bisa merubah negara
yang berperan dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten.
Semakin banyak Sumber Daya Manusia yang berkompeten, maka bisa mengurangi
tingkat pengangguran. Langkah awal dalam mengurangi masah ini ialah pemerintah
harus meningkatkan perhatian lebih terhadap sisi pendidikan. Tingkat pendidikan
pengangguran yang mayoritas SLTA Umum/SMU mengindikasi sulitnya penyerapan
angkatan kerja. Tindakan yang dapat diambil dalam masalah ini seperti perbaikan
layanan pendidikan, khususnya pendidikan formal, dan mengurangi angka siswa putus
sekolah. Selain itu, pembangunan lapangan kerja sebagai salah satu prioritas dalam
membangun perekonomian dan konsistensi dalam pelaksaan atau pencapaian tersebut.

Langkah pemerintah untuk mengurangi pengangguran lulusan Sekolah


Menengah Kejuruan telah dibuat dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016.
Instruksi tersebut guna merevitalisasi SMK dengan bersama beberapa Kementrian,
Menteri Koordinator, Badan yang relevan dengan SMK dan Pemerintah Daerah di
seluruh Indonesia. Revitalisasi ini dilakukan dengan menyempurnakan, melaraskan
kurikulum SMK, hingga membentuk kolompok kerja pengembangan SMK.
Grafik 1 Jumlah dan Tingkat Terbuka Indonesia
Tahun 2014-2021

Sumber: (Katadata, 2021)

Selama kurun waktu 2014 hingga 2017 tingkat pengangguran di Indonesia


mengalami fluktuasi, pada tahun 2014 tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,94
persen dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 mencapai tingkat pengangguran
hingga 6,18 persen. Pada tahun 2016 tingkat pengangguran di Indonesia mengalami
penurunan menjadi 5,61 persen dan mengalami penurunan lagi di tahun 2017 menjadi
5,5 persen. Hingga pada tahun 2018 tingkat pengangguran terbuka kembali penurunan
yaitu 5,3 persen. Penurunan tersebut di tahun 2019 menjadi 5,23 persen. Sampai pada
tahun 2020 kuartal 2 tingkat pengangguran terbuka di Indonesia berada pada angka
terendah yaitu 4,94 persen. Pada tahun 2020 kuartal 4 seiringnya merebaknya wabah
pandemi Corona yang menyebar keseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia, tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia mengalami kenaikan tajam menjadi 7,07% sebanyak
9,8 juta orang menjadi pengangguran. Angka ini merupakan kenaikan tertinggi selama
periode 2014-2021. Pencapian penurunan terendah tingkat pengangguran pada tahun
2019 kuartal 2 terjadi karena telah banyak terealisasinya kebijakan pemerintah dalam
memperluas lapangan pekerjaan dan memperluas jaringan kerjasama antar negara guna
mengurangi pengangguran (Bahasoan, 2019). Kemudian di tahun 2021 kuartal 2 tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia mengalami penurunan menjadi 8,7 persen. Pada
tahun 2020 keadaan ini diperparah adanya wabah Pandemi, mulai dari diberlakukannya
belajar di rumah hingga tidak ada kepastian kapan bisa masuk sekolah. Ujian sekolah
dilakukan di rumah, ujian praktek kejuruan ditiadakan, dan ujian nasional dibatalkan.
Grafik 2 Pengangguran Terbuka di Indonesia
Berdasarkan Pendidikan

Sumber: (Katadata, 2021)

Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,7 juta orang pada


Februari 2021. Jumlahnya meningkat 26,3 persen dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Kenaikan angka pengangguran disebabkan krisis ekonomi akibat wabah
pandemi. Pengangguran terbuka Indonesia didominasi adalah tamatan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU). Jumlahnya mencapai 2,3
juta orang hingga Februari 2021. Sementara itu, SLTA Kejuruan atau Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) mengikuti dengan 2 juta orang menganggur. Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tepat di bawahnya sebab masih ada 1,5 juta orang tak
bekerja. Jumlah pengangguran paling kecil berasal dari kalangan yang tidak atau belum
pernah sekolah. Kelompok itu menyumbang 20,5 ribu orang (Pusparisa, 2021).

Sekolah Menengah Kejuruan selama ini masih belum dapat mengantarkan


lulusannya dapat diterima di dunia kerja secara keseluruhan, hanya 60 – 65 persen
lulusan SMK yang diterima di dunia kerja. Berdasarkan berita yang ditulis oleh
Bangsaku (2018), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy
menilai bahwa perencanaan kebutuhan tenaga kerja masih belum ada kejelasan dan
belum dapat dijadikan patokan. Oleh karena itu, banyak lulusan SMK yang justru
menganggur karena keterampilannya tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
Perencanaan mengenai kebutuhan tenaga kerja di dunia industri sebaiknya disesuaikan
pada tingkat regional, tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan dunia nasional.
Sehingga ketika mereka lulus, dapat bekerja di daerahnya atau paling tidak ada tempat
yang menampungnya. Selain masalah perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang belum
pasti, Kebanyakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang menganggur dikarenakan
oleh terbatasnya jumlah guru produktif (guru yang mengajar pelajaran praktek) yang
memiliki keahlian teruji sesuai dengan bidang studi di sekolah vokasi tersebut. Untuk
mengatasi permasalah tersebut, para lulusan sekolah vokasi di tingkat SMK misalnya,
bisa mengikuti pendidikan di lembaga profesi 1 dan 2 tahun setelah mereka lulus dari
SMK. Di lembaga tersebut mereka akan diasah lagi kemampuannya sehingga mereka
bisa lebih matang untuk bisa masuk ke dunia kerja. Lembaga profesional biasanya
memiliki banyak link dan cara-cara khusus untuk menyalurkan peserta didiknya ke
dunia kerja. Dari permasalahan tersebut, dapat diambil 3 masalah utama mengapa
lulusan Sekolah Menengah Kejuruan banyak yang menganggur sehabis lulus sebagai
berikut:

Kualitas Yang Tidak Sesuai

Pelaku usaha juga enggan menerima murid SMK sebagai pekerja magang karena
menganggap murid SMK merepotkan. Upaya yang dimaksud di antaranya pembuatan
peta jalan pengembangan SMK, pengembangan dan penyelarasan kurikulum. Selain itu,
inovasi pemenuhan dan peningkatan profesioalitas guru dan tenaga pendidik, kerja sama
sekolah dengan dunia usaha dan industri maupun perguruan tinggi, peningkatan akses
sertifikasi lulusan dan akreditasi SMK, serta pembentukan kelompok kerja
pengembangan SMK. Lulusan diperlukan tenaga kerja yang tidak hanya mempunyai
kemampuan bekerja dalam bidangnya (hard skills) namun juga sangat penting untuk
menguasai kemampuan menghadapi perubahan serta memanfaatkan perubahan itu
sendiri (soft skills). Oleh karena itu menjadi tantangan pendidikan untuk
mengintegrasikan kedua macam komponen kompetensi tersebut secara terpadu dan
tidak berat sebelah agar mampu menyiapkan SDM utuh yang memiliki kemampuan
bekerja dan berkembang di masa depan. Kompetensi utama yang diharapkan industri
meliputi urutan: Jujur, Disiplin, Komunikasi, Kerjasama, dan Penguasaan Bidang Studi
(Suwarno, 2021).

Oversupply

Dibalik kurangnya kualitas ketika sudah lulus sekolah, terlalu banyak penawaran
tenaga kerja juga membawa masalah baru. Setiap tahun lulusan SMK cenderung
meningkat, sementara lapangan pekerjaan cenderung tidak mengelami peningkatan, dan
pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan. Jumlah SMK di Indonesia
sebanyak 14.498 sekolah, dengan jumlah sekolah negeri adalah 3.696 sekolah, dan
sebanyak 10.802 sekolah swasta. Berdasarkan (Katadata, 2021) Lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia tercatat sekitar 1,63 juta orang pada tahun
ajaran 2020/2021. Rinciannya, sebanyak 702.517 orang dari sekolah negeri dan 929.755
oranag dari sekolah swasta. Jumlah itu pun melanjutkan peningkatan sejak dua tahun
ajaran sebelumnya. Pada 2018/2019, lulusan SMK mencapai 1,47 juta orang, terdiri dari
629.873 orang asal negeri dan 842.130 orang asal swasta. Kemudian, naik menjadi 1,58
juta orang pada 2019/2020, terdiri dari 717.286 orang asal negeri dan 867.572 orang
asal swasta. Hanya 60 - 65 persen lulusan SMK yang terserap ke dunia kerja. Tingkat
angkatan kerja baru yang tak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan membuat
para lulusan baru ini tak banyak terserap menjadikan banyaknya pengangguran.

Ketidaksesuian Pembelajaran Dengan Industri

Penyesuaian kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan dengan standar yang


dikembangkan oleh suatu industri. Ketika seorang siswa-siswi lulusan langsung
melanjutkan untuk bekerja, kurikulum yang dijalankan belum bisa mencerminkan
kualifikasi yang diharapkan oleh dunia kerja karena keterbatasan peralatan ketika
praktek. Contohnya ketika siswa-siswi magang atau PKL menggunakan teknologi yang
berbeda dengan jauh berbeda dengan yang di dapat sewaktu sekolah. Untuk itu
diperlukan kemitraan antara sekolah dan industri, yang tak luput pemerintah juga
memberi insentif kepada industri yang mau menjalin kerjasama dengan Sekolah
Menengah Kejuruan.

Pemerintah telah mengembangkan kurikulum teaching factory lewat kemitraan


antara dunia usaha dengan sekolah. Dalam kurikulum tersebut, pelajar SMK akan
melakukan kegiatan produksi sesuai standar dari mitra industrinya. Khususnya untuk
teknologi, karena biasanya untuk teknologi berbanding terbalik antara teknologi yang
ada disekolah dan di dunia industri. Teknologi industri lebih maju dari pada alat praktek
di sekolah. Sehingga, alat peraktek yang dimiliki sekolah tertinggal dengan dunia usaha.
Akhirnya, kualitas yang dilahirkan SMK tidak mampu menguasai teknologi yang
digunakan oleh dunia industry saat ini. (Syncore, 2020) Pembelajaran Teaching Factory
(TEFA) adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi / jasa yang mengacu
pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana
seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut keterlibatan
mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di
SMK. Pelaksanaan Teaching Factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi
atas 4 model antara lain: Model Dual Sistem, Model Competency Based Training
(CBT), Model Production Based Education and Training (PBET), dan Model Teaching
Factory. Dengan adanya TEFA ini guna meningkatkan kompetensi lulusan,
meningkatkan jiwa kewirausahaan, bisa menghasilkan produk barang maupun jasa yang
memiliki nilai tambah, dan supaya meningkatkan kerjasama dengan industri atau
perusahaan yang relevan.

Penyebab lainnya karena usia lulusan siswa-siswi SMK rata-rata masih berumur
17 tahun. Padahal menurut Organisasi Buruh Intersional (ILO 138) usia minimum
untuk diperbolehkan masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja, yang karena sifatnya
atau karena keadaan lingkungan dimana pekerjaan itu harus dilakukan mungkin
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral orang muda, tidak boleh kurang dari
18 tahun. Sebetulnya pemerintah sudah membuat kebijakan tentang revitalisasi SMK
yang tertuang melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016, Presiden
menegaskan perlunya revitalisasi SMK untuk meningkatkan kualitas SDM. Inpres
tersebut menugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat peta
jalan pengembangan SMK, menyempurnakan, dan menyelaraskan kurikulum SMK
dengan kompetensi, serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK.

Conclusion (Simpulan)

Hasil dari analisa penyebab pengangguran siswa-siswi lulusan Sekolah


Menengah Kejuruan di Indonesia masih banyak terjadi, ketika belajar di sekolah para
siswa-siswi akan mendapatkan berbagai keahlian sesuai program keahlian yang mereka
pilih, ada banyak sekali jurusan yang dapat dipilih sesuai dengan bakat dan minat,
secara garis besar jurusan-jurusan tersebut dikelompokkan kedalam beberapa bidang
keahlian. Pendidikan sekolah vokasi ini diharapkan bisa memberikan keterampilan bagi
peserta didiknya untuk dapat dengan mudah diterima di dunia kerja. Pada kenyataannya
masih banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan ketika lulus mereka masih
menganggur, padahal selama di sekolah mereka dibekali kemampuan untuk bekerja.
Tetapi pada kenyataan setelah lulus sekolah, alumni siswa SMK banyak menganggur.
Ini disebabkan karena pertama, kualitas lulusan SMK yang tidak sesuai dengan standar
perusahaan atau industri. Hal ini membuat pelaku usaha juga enggan menerima murid
SMK sebagai pekerja magang karena menganggap murid SMK merepotkan. Lulusan
diperlukan tenaga kerja yang tidak hanya mempunyai kemampuan bekerja dalam
bidangnya (hard skills) namun juga perlu untuk menguasai kemampuan menghadapi
perubahan serta memanfaatkan perubahan itu sendiri (soft skills). Kedua, jumlah
angkatan kerja baru yang tak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan membuat
para lulusan baru ini tak banyak terserap menjadikan banyaknya pengangguran. Ketiga,
ketidaksesuian pembelajaran dengan standar industri. Tidak adanya pnyesuaian
kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan dengan standar yang dikembangkan oleh suatu
industri, hal ini mengakibatkan apabila seorang siswa-siswi lulusan langsung
melanjutkan untuk bekerja, kurikulum yang dijalankan belum bisa mencerminkan
kualifikasi yang diharapkan oleh dunia kerja karena keterbatasan peralatan ketika
praktek.

Dengan mengetahui permasalahan banyaknya pengangguran dari lulusan


Sekolah Menengah Kejuruan semoga dapat menjadikan bahan pertimbangan ke depan
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dengan lebih efektif. Sebetulnya solusi dari
permasalahan ini sudah disoroti oleh pemerintah pusat melalui berbagai kegiatan dan
melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Langkah pemerintah untuk
mengurangi pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan telah dibuat dalam
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016, instruksi tersebut guna merevitalisasi SMK
dengan bersama beberapa Kementrian, Menteri Koordinator, Badan yang relevan
dengan SMK dan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia. Revitalisasi ini dilakukan
dengan menyempurnakan, melaraskan kurikulum SMK, hingga membentuk kolompok
kerja pengembangan SMK. Tetapi, hal ini masih kurang maksimal dari pemerintah
daerah. Dengan penelitian ini diharapkan secara tidak langsung membuat pemerintah
daerah untuk menjalankan lebih maksimal terkait instruksi tersebut dan kepada pihak
sekolah untuk mengintegrasikan praktek maupun pembelajaran supaya bisa
menyesuaikan standar dari perusahaan. Selain itu, diperlukan adanya penelitian lebih
lanjut tentang penyebab pengangguran yang lebih menarik untuk lulusan SMK
khususnya.

References (Referensi)

Bahasoan, B. Z. (2019). Analisis Pengaruh IPM, Upah Minimum, Inflasi Dan PDRB
Terhadap Tingkat Pengangguran Di Kota Surakarta Tahun 2002-2017. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 5–24.

Bangsaku. (2018). Penyebab lulusan SMK Masih Banyak yang Menganggur.


http://www.bangsaku.web.id/2016/10/penyebab-lulusan-smk-masih-banyak-
yang.html

Fahri, Jalil, A., & Kasnelly, S. (2020). Meningkatnya Angka Pengangguran Di Tengah
Pandemi (Covid-19). 2(pengangguran akibat covid 19), 45–60.
Franita, R. (2016). Analisa Pengangguran Di Indonesia. Jurnal Ilmu Pengetahuan
Sosial, 1(12), 88–93.
http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/viewFile/97/97

Indayani, S., & Hartono, B. (2020). Analisis Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi
sebagai Akibat Pandemi Covid-19. Jurnal Ekonomi & Manajemen Universitas
Bina Sarana Infoematika, 18(2), 201–208.
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/perspektif/article/view/8581

Jalil, M. A. (2017). SOLUSI MENGATASI PENGANGGURAN DI INDONESIA.


Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah, 18(1), 30–45.

Katadata. (2021a). BPS: Sarjana yang Menganggur Hampir 1 Juta Orang pada
Februari 2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/31/bps-sarjana-
yang-menganggur-hampir-1-juta-orang-pada-februari-2021

Katadata. (2021b). Jumlah Lulusan SMK Terus Meningkat di Indonesia.


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/13/jumlah-lulusan-smk-terus-
meningkat-di-indonesia#:~:text=Jumlah Lulusan SMK Negeri %26
Swasta&text=Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK,pada tahun ajaran
2020%2F2021.

Katadata. (2021c). Jumlah Pengangguran Capai 8,75 Juta Orang per Februari 2021.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/05/jumlah-pengangguran-
capai-875-juta-orang-per-februari-2021

Organisasi Buruh Intersional. (n.d.). USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN


BEKERJA. https://www.balitbangham.go.id/po-content/peraturan/ILO 138 Usia
Minimum Bekerja.pdf

Pusparisa, Y. (2021). BPS: Sarjana yang Menganggur Hampir 1 Juta Orang pada
Februari 2021. Katadata.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/31/bps-sarjana-yang-
menganggur-hampir-1-juta-orang-pada-februari-2021

Suartono, E. (2020). Apa itu SMK? SMK Nasional Padang.


http://www.smknasional.sch.id/2020/05/24/apa-itu-smk/

Suwarno, D. (2021, July 20). Mutu Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan di Era Global.
Radar Semarang Digital. https://radarsemarang.jawapos.com/artikel/untukmu-
guruku/2021/07/20/mutu-lulusan-sekolah-menengah-kejuruan-di-era-global/

Syncore. (2020). Model pembelajaran Teaching Factory untuk Sekolah Menengah


Kejuruan (SMK). BLUD. https://blud.co.id/wp/model-pembelajaran-teaching-
factory-smk-2/

Zulhanafi, Aimon, H., & Syofyan, E. (2013). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS DAN TINGKAT PENGANGGURAN DI
INDONESIA Oleh: Zulhanafi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan. 85–109.

Anda mungkin juga menyukai