Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Disusun oleh:
DIAN ANGGRIANI.G 211910694
AZIM NAILA FADHILILLAH 211910691
ARIEF PRIAMBUDI 211810194

POLITEKNIK STATISTIKA STIS


2020
KATA PENGANTAR
Petama-tama mari panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan karunia-Nya kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah untuk mata kuliah Ekonomi Pembangunan yang berjudul “Pengentasan
Kemiskinan Di Indonesia Melalui Perbaikan Kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia” dengan baik dan tepat waktu.

Dalam proses pembuatan makalah kami ini, tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak antara lain Bapak Wahyudin, S.Si, MAP, MPP selaku dosen mata
kuliah Ekonomi Pembangunan, orang tua kami yang selalu mendukung dan
memberikan fasilitas sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik, teman-
teman yang selalu bersedia memberikan saran dan menjadi tempat kami bertukar
opini dan masukan, serta pihak-pihak lain yang belum dapat kami sebutakan.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini.

Kami selaku penulis menyadari selama pembuatan makalah ini kami


masih melakukan banyak kekurangan dan kekeliruan baik dalam sistematis
tulisan, tanda baca, kesalahan ejaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kami
memohon maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang kami lakukan. Kami selaku
penulis dengan tangan terbuka menerima saran dan masukan atas makalah kami
dan kami bersedia memperbaiki makalah kami.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Kami selaku penulis berharap


makalah ini dapat berguna bagi masyarkat, mahasiswa dan mahasiswi Polstat
STIS, serta kami sebagai penulis.

Kamis, 5 November 2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan di suatu negara (Claro, Paunesku, & Dweck,
2016; Fan, Hazell, & Thorat, 2000). Tingkat kemiskinan yang rendah
menandakan program pembangunan telah berhasil dan secara langsung
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat (Humaedi, 2017;
Matondang, 2017). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (Badan
Pusat Statistik, 2019). Kemiskinan merupakan masalah multidimensi,
dimana banyak faktor yang memengaruhinya mulai dari pengangguran,
upah minimum, hingga perlambatan laju pertumbuhan ekonomi (Rofik,
Lestari, & Septianda, 2018). Faktor-faktor yang memperburuk kemiskinan
adalah permasalah utama yang dihadapi dalam melakukan pembangunan
ekonomi untuk meperkecil jurang kemiskinan yang ada di suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output
dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur
keberhasilan pembangunan suatu negara (Todaro, 2005). Oleh karena itu
identifikasi berbagai macam faktor yang mempengaruhinya termasuk
strategi yang menarik untuk memperkecil jurang kemiskinan yang ada.
Kemiskinan dapat diatasi tidak hanya menekankan pada meningkatkan
produksi suatu barang dan jasa sehingga menghasilkan pemasukan yang
sebanyak-banyakanya. Strategi pengentasan kemiskinan tidak sesederhana
peningkatan output sebanyak-banyaknya kedalam suatu negara tanpa
melihat faktor-faktor pendukung lainnya, tetapi harus memikirkan
bagaimana kondisi masyarakat yang ada di negara tersebut. Jika kualitas
sumber daya manusia rendah, pendidikan rendah, dan kesehatan rendah
maka pertumbuhan ekonomi dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan
tidak akan berjalan dengan baik. Peningkatan output yang diharapkan juga
didukung dengan fakot sumber daya manusia yang baik. Sehingga, fokus
utama dari pengentasan kemiskinan bukan lagi dengan menghasilkan
output dan profit sebanyak-banyaknya, tetapi bagaiman suatu negara dapat
memaksimalkan pembangunan manusianya.
Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang
layak bagi manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan
hak dan kebebasan, serta mempromosikan simbiosis antara pembangunan
ekonomi dan keadilan sosial, antara ekonomi yang maju dan politik yang
sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan individu. Pembangunan
yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan berkeadailan sosial,
merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya terhadap hak
atas pembangunan bagi seluruh rakyat. Dengan pembangunan manusia
yang berjalan dengan baik maka perumbuhan ekonomi akan semakin
meningkat dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan dapat dijalankan.
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah tidak
memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat
menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan
memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya manusia sangat berperan
penting dalam pengentasan kemiskinan di suatu negara.
Indek Pembangunan Manusia (IPM) menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya (Badan Pusat Statistik,
2019). Salah dua dari penghitungan umur panjang dan hidup sehat dan
pengetahuan atau pendidikan. Menurut Jonaidi, pendidikan merupakan
salah satu indikator yang menggambarkan Sumber Daya Manusia (SDM)
sehingga berpengaruh negatif terhadap kemiskinan (Jonaidi, 2012). Jika
tingkat pendidikan seseorang rendah, produktivitasnya juga akan
cenderung rendah. Kondisi ini tentu saja berpotensi untuk meningkatkan
kemiskinan. Pendidikan yang kurang memadai akan membuat upaya-
upaya pengentasan kemiskinan akan semakin sulit. Jika kualitas
pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia maka produktivitas
akan semakin menurun dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi juga akan semakin lambat. Hal ini juga membuat jurang
kemiskinan akan semakin tinggi. Dengan kemungkinan jurang kemiskinan
yang semakin tinggi maka peningkatan pendidikan juga semakin sulit
karena masalah yang dihadapi akan semakin kompleks. Pendanaan untuk
pendidikanm pun akan semakin sulit karena kemiskinan yang semakin
buruk. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya
daya tahan fisik dan daya pikir sehingga menghambat kemampuan
seseorang tersebut dalam bekerja. Oleh karena itu upaya pengentasan
kemiskinan akan sulit untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan pengentasan kemiskinan di bidang
pendidikan dan solusinya?
2. Bagaimana bidang kesehatan memengaruhi proses pengentasan
kemiskinan?
3. Bagaimana IPM menjelaskan pengentasan kemiskinan berjalan
dengan baik?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang apa saja yang menjadi
sumber masalah kemiskinan di Indonesia terutama dibidang
pendidikan, kesehatan dan IPM
2. Untuk mengatahui lebih dalam tentang makna lebih dalam tentang
kemiskinan
3. Untuk mengetahui lebih lagi mengenai pendidikan, kesehatan, dan
IPM di Indonesia
4. Untuk mengetahui apa saja solusi yang dapat ditawarkan untuk
mengatasi kemiskinan di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Strategi Pengentasan Kemiskinan dengan Pendidikan
Telah menjadi keyakinan semua bangsa di dunia, bahwa
pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam kemajuan bangsa.
Suyanto (2003) menyatakan bahwa seorang presiden negara paling maju
di dunia, masih tetap mengakui bahwa investasi dalam pendidikan
merupakan hal yang penting dalam kemajuan bangsa. “As a nation, we
now invest more in education than in defense”. Oleh sebab itu, di era
global seperti saat ini, manakala suatu pemerintahan tidak memperdulikan
pembangunan sektor pendidikan secara serius dan berkelanjutan, mudah
diprediksi bahwa pemerintahan negara itu dalam jangka panjang justru
akan menjebak mayoritas rakyatnya memasuki dunia keterbelakangan
dalam berbagai aspek kehidupan (Suyanto, 2000: 3). Pemerintah Republik
Indonesia dalam membangun pendidikan di Indonesia berpegang pada
salah tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 Alinea IV yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sejalan dengan tujuan yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, dalam batang tubuh konstitusi itu diantaranya Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, juga
mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional yang terbaru
ini diwujudkan dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan juga merupakan salah satu indikator terpenting dalam
proses pembangunan manusia di Indonesia. Pendidikan memegang peran
utama dalam peningkatan kualitas produktivitas negara karena dengan
pengetahuan yang cukup maka suatu negara tidak hanya memperhatikan
kuantitas dari produk, tetapi juga memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan. Dengan adanya pendidikan yang memadai, negara tidak hanya
mencetak pekerja-pekerja yang siap bekerja untuk perusahaan negara lain,
tetapi juga siap untuk membuka lapangan pekerjakan. Kualitas pendidikan
yang baik juga dapat meningkatkan kualitas IPTEK dan memperkuat
kualitas SDM yang ada.
Berkaca kepada salah satu publikasi yang diterbitkan oleh Badan
Pusat Statistik mengenai pendidikan yang berjudul “Potret Pendidikan
Statistik Pendidikan Indonesia 2019” peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia tidak akan lancar jika angka partisipasi sekolah di Indonesia
masih rendah. Menurut BPS, Angka Partisipasi Murni Indoensia tahun
2019 sekolah tiap jenjangnya yaitu untuk Angka Partisipasi PAUD sebesar
77,2 persen artinya sebanyak 7 sampai 8 anak dari 10 anak di usia PAUD
sudah dapat menikmati pendidikan di jenjang PAUD. Untuk Angka
Partisipasi Murni (APM) SD/MI sebesar 94,8 persen yang artinya bahwa
hampir seluruh anak di usia SD sudah dapat menikmati pendidikan di
jenjang sekolah dasar. Untuk APM SMP/MTs sebesar 82,0 persen yang
artinya sebanyak 8 sampai 9 anak dari 10 anak di usia SMP sudah dapat
menikmati pendidikan di jenjang sekolah menengah pertama. Untuk
jenjang SMA, APM SMA/MA/SMK sebesar 67,5 persen yang berarti
sebanyak 6 sampai 7 anak dari 10 anak di usia SMA sudah dapat
menikmati pendidikan di jenjang SMA. Untuk perguruan tinggi, APK
Perguruan Tinggi sebesar 36,7 persen yang artinya baru sekitar 3 sampai 4
orang yang mengenyam pendidikan ke bangku perguruan tinggi. Dari
angka partisipasi di tiap jenjang dapat dilihat bahwa semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasinya. Dengan hal ini
dapat disimpulkan bahwa partisipasi sekolah rakyat Indonesia masih
belum merata di setiap jenjangnya, terutama jenjang perguruan tinggi. Hal
ini tentu saja merupakan kendala dalam upaya pengentasan kemiskinan
dengan rendahnya pemerataan pendidikan di tiap jenjangnya. Untuk bisa
mengupayakan pengentasan kemiskinan diperlukan dasar pendidikan yang
kuat terutama pada jenjang perguruan tinggi. Jika tidak meratanya angka
partisipasi sekolah terus terjadi, ilmu pengetahuan yang seharusnya bisa
digunakan untuk upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia tidak akan
berjalan dengan maksimal.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia dalam pendidikan tidak
hanya pada angka partisipasi sekolah yang rendah, tetapi juga tersedianya
guru/tenaga pendidik yang sesuai dengan kualifikasi yang telah
ditentukan. Hal tersebut dikarenakan guru adalah seseorang yang akan
membimbing dan mengajar para murid yang pada akhirnya turut
menentukan masa depan generasi penerus bangsa. Kualifikasi guru sebagai
tenaga pengajar sangat berperan dalam proses pembelajaran. Sehingga,
peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya tentang peningkatan sarana
dan prasarana, tetapi juga tentang penetapan standar kualitas tenaga
pengajarnya. Pasal 8 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian,
kualifikasi akademik tenaga pengajar yang dimaksud adalah memperoleh
pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).

Gambar 2.1 Persentase Guru yang Memiliki Ijazah D4/S1 atau Lebih,
Tahun Ajaran 2017/2018 dan 2018/2019

Perkembangan guru yang memiliki ijazah D4/S1 atau lebih (guru


layak mengajar) selama dua tahun ajaran terakhir dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Terlihat bahwa persentase guru layak mengajar pada tahun
ajaran 2018/2019 cenderung stagnan jika dibandingkan tahun ajaran
2017/2018. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, dari sisi jumlah guru
layak mengajar sebenarnya mengalami kenaikan yaitu menjadi 2.599.375
guru pada tahun ajaran 2018/2019 jika dibandingkan dengan tahun
2017/2018 yang hanya 2.438.520 guru saja.

Gambar 2.2 Persentase Guru Layak Mengajar Menurut Jenjang Pendidikan,


Tahun Ajaran 2017/2018 dan 2018/2019

Meningkatnya persentase guru layak mengajar tentunya belum


cukup mampu mengukur bagaimana kualitas tenaga pengajar. Namun
setidaknya hal tersebut sudah mengarah kepada kualitas guru yang lebih
baik. Meskipun demikian, kompetensi lain yang juga harus dimiliki
seorang pendidik terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial
(Kemendikbud, 2017). Selain kualitasnya, beban kerja guru juga turut
memengaruhi bagaimana kualitas proses belajar mengajar di dalam kelas.
Beban kerja guru tersebut dapat dilihat dengan menghitung rasio murid-
guru yang menggambarkan jumlah murid terhadap jumlah guru pada
jenjang pendidikan tertentu.
Berdasarkan Dikdasmen Tahun 2019, masih terdapat
ketidakmeratataan jumlah pendidik di wilayah Indonesia. Kekurangan
tenaga pendidik masih ditemui di beberapa provinsi di Indonesia terutama
di pulau-pulau yang jauh dari pusat pemerintahan seperti Provinsi Papua
dan Papua Barat, serta daerah-daerah yang sulit terjamah. Kendala
ketidakmerataan tenaga pendidik ini merupakan hambatan dalam
pemerataan pendidikan di Indonesia. Dengan kurangnya tenaga pendidik
di daerah-daerah yang sulit terjamah pusat pemerintahan maka akan
menimbulkan kesenjangan ilmu pengetahuan sehingga pembangunan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan tidak dapat dilakukan dengan
merata.

Berdasakan pemaparan masalah diatas, menurut kami, solusi yang


dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemerataan tenaga pendidik
yang profesional ke seluruh penjuru negeri, sehingga tidak terjadi lagi
ketimpangan ilmu pengetahuan di daerah-daerah pedesaan dan perkotaan.
Tenaga pendidik yang kompeten, seperti mahasiswa/siswi yang lulus dari
perguruan tinggi negeri yang beasal dari fakultas pendidikan dengan
predikat lulus yang baik di seluruh Indonesia diberikan tawaran kontrak
untuk mengajar di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Mengadopsi dari
sistem penempatan dan pengabdian sekolah kedinasan di Indonesia, para
mahasiswa/i di Indonesia ditawarkan dengan gaji yang cukup dan segala
fasilitas yang memadai untuk dapat mengajar di daerah-daerah tertinggal.

Penghargaan yang cukup akan membuat banyak tenaga pendidik


untuk berlomba memantaskan diri untuk bisa mengabdi kepada negara dan
mengajar dengan profesional seluruh murid-murid di Indonesia. Dengan
ini, ketipangkan ilmu pengetahuan akan bisa diminimalisir, sehingga
pemerataan ilmu pengetahuan dan semangat belajar mengajar bisa merata
di seluruh penjuru negara. Dengan seperti ini, pengentasan kemiskinan
dengan pembangunan kualitas manusianya dapat merata. Pengentasan
kemiskinan dengan pembangunan kualitas manusianya dinilai dapat lebih
kokoh karena jika ketika karakter, etos kerja, dan pribadi mansia yang
sudah terbentuk, maka pembangunan semacam itu akan betahan lama dan
akan memicu pembangunan di sektor-sektor lainnya. Jika sumber daya
manusianya yang sudah berkualitas dan memiliki ilmu pengetahuan yang
memadai ia dapat mengeksplor lebih lanjut mengenai kebutuhan
negaranya, kendala negaranya, dan mengetahui apa saja solusi yang
diperlukan negaranya.

B. Strategi Pengentasan Kemiskinan dengan Kesehatan


Kemiskinan dan kesehatan bukanlah suatu hubungan yang
sederhana, dan merupakan hubungan timbal balik yang tidak dapat
dipisahkan anatara keduanya. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan
kemiskinan dan kemiskinan berpotensi besar membawa pada status
kesehatan yang rendah. Jadi kemiskinan dan kesehatan merupakan sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan.
Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan penurunan
produktivitas dan menghabiskan tabungan rumah tangga sehingga akan
menurunkan kualitas hidup dan menciptakan kemiskinan. Sebaliknya
orang miskin akan terkena risiko pribadi, kekurangan gizi, dan
kemampuan yang rendah untuk mengakses fasilitas kesehatan.
Kesehatan memegang peran besar dalam merubah status seseorang.
Kondisi kesehatan yang buruk menyebabkan berkurangnya produktivitas.
Produktivitas yang menurun membuat penghasilan seseorang akan
semakin terbatas, maka dibutuhkan sumber pembiayaan yang lebih besar
untuk menutup biaya pengobatannya. Buruknya kondisi kesehatan akan
berakibat lebih berat bagi masyarakat miskin, karena tenaganya digunakan
untuk bekerja. Kondisi seperti ini cepat atau lambat akan mendorong
seseorang dalam jebakan lingkaran kemiskinan atau justru akan
memperdalam status kemiskinannya.
Gambar 2.3 Lingkaran Setan Kemiskinan
Pendapatan Tabungan
Rendah Rendah

Produktivitas Investasi
Rendah Rendah

Kekurangan
Modal

Jika membahas tentang kesehatan, memang tak ada yang lebih


berharga dan penting dari kesehatan, di Indonesia masih cukup banyak
adanya masalah kesehatan, yang tentunya harus diperhatikan lebih lanjut
penyelesaiannya. Berbagai masalah kesehatan di Indonesia, yang menjadi
beban dan tantangan utama di dunia kesehatan.
1. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah.
Tingkat kesehatan masyarakat di Indonesia yang tidak merata dan
sangat rendah khusunya terjadi pada masyarakat yang tinggal di
pemukiman kumuh, dan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan
terluar). Perilaku masyarakat yang masih tidak higienis ditambah lagi
tidak adanya sarana dan prasarana lingkungan yang mendukung,
berdampak pada kesehatan masyarakat. Banyak masalah kesehatan
yang timbul akibat perilaku masyarakat dan kondisi lingkungan yang
tidak memperhatikan kesehatan.
Pada daerah-daerah tertentu, pelayanan kesehatan (puskesmas) di
daerah sangatlah minim dan juga jumlah tenaga kesehatan yang tidak
banyak. Apalgi akses daerah perbatasan, daerah tertinggal yang tidak
mudah, bahkan untuk sampai ke puskesmas terdekat membutuhkan
waktu berjam-jam, jadi masyarakat lebih memilih untuk tidak
memeriksakan ke puskesmas.
2. Masalah Gizi
Kekurangan gizi pada anak dapat menyebabkan kekerdilan atau
stunting, hal tersebut terjadi bukan hanya karena keterbatasan pangan,
melainkan juga pengetahuan terhadap kandungan gizi dalam makanan.

Gambar 2.4 Pravalensi Balita Stunting, 2017 - 2019

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting


yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan
menengah lainnya. Walaupun prevalensi balita stunting menunjukkan
penurunan, namun prevalensi ini masih tergolong tinggi. Pada tahun
2019, prevalensi balita stunting Indonesia sebesar 27,7 persen atau
dengan kata lain 28 dari 100 balita menderita stunting.
Badan Pusat Statistik mengumumkan Indeks Khusus Penanganan
Stunting (IKPS) di Indonesia pada tahun 2019 mencapai angka 66.08,
naik sebesar 2.16 dari tahun 2018 dengan IKPS sebesar 63.92. IKPS
merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik
penanganan stunting di Indonesia. Meskipun sudah mengalami
kenaikan, upaya penurunan stunting tetap harus dilakukan baik dari
pencegahan dan penanganan.
Anak yang mengalami stunting tidak hanya terhambat
pertumbuhan fisiknya, tetapi juga terhambat perkembangan otaknya,
yang menyebabkan kecerdasan intelektualnya rendah. Oleh karena itu,
perlu adanya peningkatan kesadaran tentang nutrisi kesehatan dan
peningkatan pengetahuan gizi dari orang tua untuk diberikan ke
anaknya. Pengawasan dan bimbingan guru terhadap orang tua murid
terkait dengan kecukupan gizi anak perlu dilakukan agar murid yang
terindikasi gejala stunting dapat segera mendapat perbaikan gizi untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Untuk mengatasi kemiskinan yang ada di Indonesia, perlu untuk


membentuk kesehatan masyarakat yang baik. Maka perlu adanya
pemerataan akses layanan kesehatan. Strategi yang dapat dilakukan agar
kesehatan masyarakat meningkat adalah Upaya Kesehatan Bersumber
Daya Masyarakat, dimana upaya tersebut dibentuk berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan dikelola secara bersama oleh masyarakat yang
dibimbing oleh petugas puskesmas dan lembaga lain. Upaya pelaksanaan
kesehatan seperti posyandu dan pos kesehatan desa dilakukan dengan
pengawasan dan pemantauan oleh tenaga kesehatan. Selain itu, perlu
penambahan tenaga kesehatan yang kompeten ke seluruh penjuru negeri.
Tenaga Kesehatan ditawarkan dengan gaji yang cukup dan pembangunan
fasilitas layanan kesehatan untuk daerah, dengan begitu kesehatan di
Indonesia bisa meningkat.

Perbaikan di bidang kesehatan yang dilakukan dapat meningkatkan


kesehatan masyarakat, dan anak-anak usia sekolah dapat bersekolah dan
menerima pelajaran dengan baik. Tingkat pendidikan membuat pekerja
mempunya keterampilan dan pengetahuan yang selanjutnya
menyebabkan produktivitas meningkat dan pendapatannya juga
meningkat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat
yang kemudian akan menyebabkan tingkat kemiskinannya berkurang.

C. Indeks Pembangunan Manusia


IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat / penduduk). IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari
indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran. Menurut data BPS, Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia pada tahun 2018 adalah 71.39. Pada
tahun 2019 naik sebesar 0.53 menjadi 71.92.
IPM dikaitkan dengan pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.
Peningkatan pendidikan seseorang sering dikaitkan dengan peningkatan
pendapatan atau upah yang diperolah. Apabila upah mencerminkan
produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi maupun pengalaman pelatihan, semakin tinggi
produktivitasnya maka IPM nya juga akan tumbuh lebih tinggi. Disamping
pendidikan, kesehatan juga memiliki peran terhadap pertambahan
pendapatan. Perbaikan kesehatan penduduk akan meningkatkan partisipasi
angkatan kerja dan dapat pula membawa perbaikan pendidikan,
pengembangan potensi diri yang dapat menyumbang pertumbuhan
ekonomi dengan meningkatnya pendapatan.
Maka dari itu perlu adanya peningkatan dalam bidang pendidikan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan
keahliannya akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan
produtivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih
banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang
tinggi, sehingga perusahaan juga akan memberika gaji yang lebih tinggi
kepada yang bersangkutan.
Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti
bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi
penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas
pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk
meningkatkan produktivitas, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan.
Jika pendidikan dan kesehatan di Indonesia mulai meningkat, maka IPM
nya pun akan meningkat. Jika IPM nya baik maka kualitas dan
kesejahteraan masyarakat di Indonesia juga akan baik.
Pendapatan merupakan penentu utama dan hasil dari pembangunan
manusia. Orang miskin menggunakan tenaga mereka untuk berpartisipasi
dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi kemiskinan (akibat kurangnya
pendidikan, serta gizi dan kesehatan yang buruk ) mengurangi kapasitas
mereka untuk bekerja. Dengan demikian, akibat rendahnya IPM adalah
orang miskin tidak dapat mengambil keuntungan oportunitas pendapatan
produktif karena terjadinya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,
penyediaan pelayanan sosial dasar merupakan unsur penting dalam
penanganan kemiskinan.
Bab III

Penutup
A. Kesimpulan
Upaya pengentasan kemiskinan tidak hanya dengan peningkatan
pendapatan nasional secara maksimum, tetapi juga dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan, kesehatan, dan dengan
ukuran indeks pembangunan manusia. Dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas pada indikator dasar pembangunan akan membantu menekan
angka kemiskinan secara maksimal.
Strategi pengentasan kemiskinan dengan pendidikan antara lain,
meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah, kualifikasi tenaga pendidik,
pemerataan tenaga pendidik serta pengembangan fasilitas pendidikan di
daerah 3T.
Strategi pengentasan kemiskinan dengan kesehatan antara lain,
meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan, meningkatkan
asupan gizi pada anak dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya,
serta program pemerintah untuk mendorong masyarakat agar
mengonsumsi makanan yang bergizi.
Dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia, strategi yang dapat
dilakukan yaitu menyediakan pelayanan sosial dasar agar masyarakat
miskin dapat mengambil keuntungan oportunitas pendapatan produktif
akibat pertumbuhan ekonomi

B. Saran
Strategi pengentasan kemiskinan dengan program-program
pemerintah tidak akan berjalan lancer tanpa dukungan dan respons
masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara masyarakat
sebagai pelaksana kebijakan dan pemerintah sebagai penentu kebijakan.
Keselarasan antara masyarakat dan pemerintah akan membantu
tercapainya tujuan secara maksimal.
Kontribusi: Dari cover sampai pembahasan bagian A.

Anda mungkin juga menyukai