Disusun oleh:
DIAN ANGGRIANI.G 211910694
AZIM NAILA FADHILILLAH 211910691
ARIEF PRIAMBUDI 211810194
Dalam proses pembuatan makalah kami ini, tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak antara lain Bapak Wahyudin, S.Si, MAP, MPP selaku dosen mata
kuliah Ekonomi Pembangunan, orang tua kami yang selalu mendukung dan
memberikan fasilitas sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik, teman-
teman yang selalu bersedia memberikan saran dan menjadi tempat kami bertukar
opini dan masukan, serta pihak-pihak lain yang belum dapat kami sebutakan.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan pengentasan kemiskinan di bidang
pendidikan dan solusinya?
2. Bagaimana bidang kesehatan memengaruhi proses pengentasan
kemiskinan?
3. Bagaimana IPM menjelaskan pengentasan kemiskinan berjalan
dengan baik?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang apa saja yang menjadi
sumber masalah kemiskinan di Indonesia terutama dibidang
pendidikan, kesehatan dan IPM
2. Untuk mengatahui lebih dalam tentang makna lebih dalam tentang
kemiskinan
3. Untuk mengetahui lebih lagi mengenai pendidikan, kesehatan, dan
IPM di Indonesia
4. Untuk mengetahui apa saja solusi yang dapat ditawarkan untuk
mengatasi kemiskinan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pengentasan Kemiskinan dengan Pendidikan
Telah menjadi keyakinan semua bangsa di dunia, bahwa
pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam kemajuan bangsa.
Suyanto (2003) menyatakan bahwa seorang presiden negara paling maju
di dunia, masih tetap mengakui bahwa investasi dalam pendidikan
merupakan hal yang penting dalam kemajuan bangsa. “As a nation, we
now invest more in education than in defense”. Oleh sebab itu, di era
global seperti saat ini, manakala suatu pemerintahan tidak memperdulikan
pembangunan sektor pendidikan secara serius dan berkelanjutan, mudah
diprediksi bahwa pemerintahan negara itu dalam jangka panjang justru
akan menjebak mayoritas rakyatnya memasuki dunia keterbelakangan
dalam berbagai aspek kehidupan (Suyanto, 2000: 3). Pemerintah Republik
Indonesia dalam membangun pendidikan di Indonesia berpegang pada
salah tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 Alinea IV yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sejalan dengan tujuan yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, dalam batang tubuh konstitusi itu diantaranya Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, juga
mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional yang terbaru
ini diwujudkan dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan juga merupakan salah satu indikator terpenting dalam
proses pembangunan manusia di Indonesia. Pendidikan memegang peran
utama dalam peningkatan kualitas produktivitas negara karena dengan
pengetahuan yang cukup maka suatu negara tidak hanya memperhatikan
kuantitas dari produk, tetapi juga memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan. Dengan adanya pendidikan yang memadai, negara tidak hanya
mencetak pekerja-pekerja yang siap bekerja untuk perusahaan negara lain,
tetapi juga siap untuk membuka lapangan pekerjakan. Kualitas pendidikan
yang baik juga dapat meningkatkan kualitas IPTEK dan memperkuat
kualitas SDM yang ada.
Berkaca kepada salah satu publikasi yang diterbitkan oleh Badan
Pusat Statistik mengenai pendidikan yang berjudul “Potret Pendidikan
Statistik Pendidikan Indonesia 2019” peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia tidak akan lancar jika angka partisipasi sekolah di Indonesia
masih rendah. Menurut BPS, Angka Partisipasi Murni Indoensia tahun
2019 sekolah tiap jenjangnya yaitu untuk Angka Partisipasi PAUD sebesar
77,2 persen artinya sebanyak 7 sampai 8 anak dari 10 anak di usia PAUD
sudah dapat menikmati pendidikan di jenjang PAUD. Untuk Angka
Partisipasi Murni (APM) SD/MI sebesar 94,8 persen yang artinya bahwa
hampir seluruh anak di usia SD sudah dapat menikmati pendidikan di
jenjang sekolah dasar. Untuk APM SMP/MTs sebesar 82,0 persen yang
artinya sebanyak 8 sampai 9 anak dari 10 anak di usia SMP sudah dapat
menikmati pendidikan di jenjang sekolah menengah pertama. Untuk
jenjang SMA, APM SMA/MA/SMK sebesar 67,5 persen yang berarti
sebanyak 6 sampai 7 anak dari 10 anak di usia SMA sudah dapat
menikmati pendidikan di jenjang SMA. Untuk perguruan tinggi, APK
Perguruan Tinggi sebesar 36,7 persen yang artinya baru sekitar 3 sampai 4
orang yang mengenyam pendidikan ke bangku perguruan tinggi. Dari
angka partisipasi di tiap jenjang dapat dilihat bahwa semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasinya. Dengan hal ini
dapat disimpulkan bahwa partisipasi sekolah rakyat Indonesia masih
belum merata di setiap jenjangnya, terutama jenjang perguruan tinggi. Hal
ini tentu saja merupakan kendala dalam upaya pengentasan kemiskinan
dengan rendahnya pemerataan pendidikan di tiap jenjangnya. Untuk bisa
mengupayakan pengentasan kemiskinan diperlukan dasar pendidikan yang
kuat terutama pada jenjang perguruan tinggi. Jika tidak meratanya angka
partisipasi sekolah terus terjadi, ilmu pengetahuan yang seharusnya bisa
digunakan untuk upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia tidak akan
berjalan dengan maksimal.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia dalam pendidikan tidak
hanya pada angka partisipasi sekolah yang rendah, tetapi juga tersedianya
guru/tenaga pendidik yang sesuai dengan kualifikasi yang telah
ditentukan. Hal tersebut dikarenakan guru adalah seseorang yang akan
membimbing dan mengajar para murid yang pada akhirnya turut
menentukan masa depan generasi penerus bangsa. Kualifikasi guru sebagai
tenaga pengajar sangat berperan dalam proses pembelajaran. Sehingga,
peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya tentang peningkatan sarana
dan prasarana, tetapi juga tentang penetapan standar kualitas tenaga
pengajarnya. Pasal 8 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian,
kualifikasi akademik tenaga pengajar yang dimaksud adalah memperoleh
pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).
Gambar 2.1 Persentase Guru yang Memiliki Ijazah D4/S1 atau Lebih,
Tahun Ajaran 2017/2018 dan 2018/2019
Produktivitas Investasi
Rendah Rendah
Kekurangan
Modal
Penutup
A. Kesimpulan
Upaya pengentasan kemiskinan tidak hanya dengan peningkatan
pendapatan nasional secara maksimum, tetapi juga dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan, kesehatan, dan dengan
ukuran indeks pembangunan manusia. Dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas pada indikator dasar pembangunan akan membantu menekan
angka kemiskinan secara maksimal.
Strategi pengentasan kemiskinan dengan pendidikan antara lain,
meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah, kualifikasi tenaga pendidik,
pemerataan tenaga pendidik serta pengembangan fasilitas pendidikan di
daerah 3T.
Strategi pengentasan kemiskinan dengan kesehatan antara lain,
meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan, meningkatkan
asupan gizi pada anak dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya,
serta program pemerintah untuk mendorong masyarakat agar
mengonsumsi makanan yang bergizi.
Dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia, strategi yang dapat
dilakukan yaitu menyediakan pelayanan sosial dasar agar masyarakat
miskin dapat mengambil keuntungan oportunitas pendapatan produktif
akibat pertumbuhan ekonomi
B. Saran
Strategi pengentasan kemiskinan dengan program-program
pemerintah tidak akan berjalan lancer tanpa dukungan dan respons
masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara masyarakat
sebagai pelaksana kebijakan dan pemerintah sebagai penentu kebijakan.
Keselarasan antara masyarakat dan pemerintah akan membantu
tercapainya tujuan secara maksimal.
Kontribusi: Dari cover sampai pembahasan bagian A.