Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi masyarakat awam, pertumbuhan ekonomi tidak terlalu penting. Ini
karena bagi mereka yang terpenting apakah kehidupan sudah beranjak, misalnya,
tidak miskin lagi alias lebih makmur dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Tidak pernah menjadi risau ketika pertumbuhan ekonomi yang dicapai itu
salah sasaran alias hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Ini karena adanya
distribusi yang tidak merata. Atau bahkan ada anggapan bahwa ketimpangan
perolehan kekayaan yang bermuara pada kemiskinan hanya dinilai sebagai kondisi
sementara. Yang penting, indikator makro di atas kertas selalu menunjukkan
performa bagus.
Tetapi pemberantasan kemiskinan sebenarnya justru merupakan kondisi
penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana pun, bertambahnya penduduk miskin mendorong taraf hidup yang
rendah, sehingga akan menurunkan produktivitas mereka yang pada gilirannya
ekonomi nasional menurun dan akhirnya mendorong melambatnya pertumbuhan
ekonomi.
Padahal, kalau strategi ditekankan pada pemerataan pendapatan dan
pengurangan angka kemiskinan, maka taraf hidup masyarakat secara keseluruhan
akan meningkat, sehingga mendorong permintaan barang primer dan sekunder
yang dapat dihasilkan oleh perekonomian nasional.
Ini pada gilirannya menunjang makin melajunya pertumbuhan ekonomi
melalui kenaikan permintaan barang lokal dari hasil produksi industri lokal,
selanjutnya mendorong penciptaan lapangan kerja dan investasi. Bandingkan jika
kenaikan pendapatan hanya terjadi pada si kaya dan yang miskin tetap miskin atau
justru bertambah miskin, maka golongan kaya akan mengonsumsi barang tersier
yang umumnya merupakan barang impor.
Jika kesenjangan pendapatan terus berlangsung, maka akan tercipta
disinsentif material dan psikologis yang pada gilirannya menghambat kemajuan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 1


ekonomi. Padahal, sudah pasti pemerintah bersusah payah melakukan serangkaian
strategi guna menyajikan kemakmuran masyarakat.
Karena itu, strategi pembangunan yang terlalu mengagungkan pertumbuhan
ekonomi dan kurang penekanan pemerataan pendapatan dan pengurangan angka
kemiskinan perlu dipikir ulang. Ini karena pemerataan pendapatan adalah suatu
alat yang efektif untuk pemberantasan kemiskinan yang merupakan tujuan utama
dari pembangunan ekonomi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana ketimpangan perekonomian di Indonesia?
2. Bagaimana pemerataan pembangunan di Indonesia?
3. Bagaimana perbandingan ketimpangan perekonomian Indonesia dan India?
4. Bagaimana pemerataan pembangunan Indonesia dan India?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk dapat:
1. Mengetahui ketimpangan perekonomian di Indonesia?
2. Mengetahui pemerataan pembangunan di Indonesia?
3. Mengetahui perbandingan ketimpangan perekonomian Indonesia dan India?
4. Mengetahui pemerataan pembangunan Indonesia dan India?

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketimpangan Ekonomi Indonesia


Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia telah berhasil
menurunkan tingkat kemiskinan lebih dari setengah dari angka di tahun 1999.
Namun, laporan World Bank pada 2015 memberikan peringatan. Sejak tahun
2000, ketimpangan ekonomi di Indonesia meningkat pesat. Pertumbuhan ekonomi
yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen penduduk terkaya daripada masyarakat
umum lainnya. Namun, kebijakan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi di
bawah Presiden Joko Widodo tampaknya memberikan hasil. Pertumbuhan
ekonomi dan meningkatnya ketimpangan Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat
ini menduduki urutan ketiga tercepat di antara negara-negara anggota G-20.
Statistik terbaru menunjukkan bahwa sejak 2000 hingga 2017, Produk
Domestik Bruto Indonesia (PDB) per kapita meningkat rata-rata 4 persen setiap
tahun, setelah China dan India, yang masing-masing tumbuh 9 persen dan 5,5
persen per tahun. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia memicu tingginya
ketimpangan antarpenduduk. Hal ini tecermin dalam Indeks Gini, yakni indeks
untuk mengukur ketimpangan dalam sebuah negara dari 0 (kesetaraan sempurna)
sampai 100 (ketidaksetaraan sempurna). Data dari Bank Dunia mengungkapkan
Indeks Gini Indonesia meningkat dari 30,0 pada dekade 1990-an menjadi 39,0
pada 2017. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan di
Indonesia mulai meningkat pada awal 1990-an. Krisis moneter 1998 sempat
menurunkan ketimpangan di Indonesia karena krisis tersebut berdampak
signifikan terhadap kalangan orang kaya pada saat itu. Namun, kesenjangan antara
si kaya dan si miskin kembali meningkat cepat pada masa pemerintahan Megawati
Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Indeks Gini naik dari 31,0
pada masa kepresidenan Megawati tahun 2001 menjadi 41,0 pada tahun 2014 di
bawah pemerintahan SBY. (Sumber: BPS)
Ketimpangan didorong oleh kelas konsumen. Laporan Bank Dunia pada 2015
menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 20
persen kelompok terkaya. Kelompok ini diidentifikasi sebagai kelas konsumen.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 3


Mereka adalah orang-orang yang berpendapatan bersih per tahun di atas 3.600
dollar AS atau Rp 52,6 juta dan pengeluaran per hari nya sekitar 10 dollar AS
hingga 100 dollar AS untuk makanan, transportasi, dan perlengkapan rumah
tangga lainnya. Saat ini, setidaknya 70 juta orang di Indonesia termasuk dalam
golongan kelas konsumen. Kelompok ini diproyeksikan akan mencapai 135 juta
orang pada 2030 atau setengah dari total penduduk Indonesia.
Sejak tahun 2000, kelas konsumen Indonesia sudah muncul dan terus
berkembang kuat berkat pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir.
Pendapatan mereka meningkat dikarenakan dua hal: kualifikasi pendidikan
mereka tinggi dan permintaan pasar terhadap pekerja profesional terampil
meningkat. Kelompok kelas konsumen ini berperan cukup penting bagi Indonesia,
yaitu meningkatkan pendapatan pajak negara dan menuntut pelayanan publik yang
lebih baik dan transparan serta dapat dipertanggungjawabkan.
Namun di sisi lain, mereka yang berpendidikan rendah semakin sulit
mengakses lapangan kerja. Mereka terjebak dalam pekerjaan dengan gaji rendah.
Banyak dari mereka adalah petani dan nelayan di daerah pedesaan dan mereka
yang bekerja di sektor informal. Karena kenaikan upah mereka lebih lambat
dibanding gaji pekerja terampil, ketimpangan ekonomi di Indonesia melebar.
Tingginya ketimpangan ekonomi mengakibatkan kelompok berpendapatan
rendah tidak mampu mengakses kebutuhan dan pelayanan dasar seperti makanan,
kesehatan dan pendidikan. Ini bisa berdampak buruk bagi masyarakat dan
memperlambat proses pembangunan manusia, yang diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). IPM mengukur pencapaian rata-rata suatu negara
dalam tiga dimensi: kesehatan, pendidikan, dan penghasilan individu untuk
mendukung kehidupan yang layak. Ada empat kategori pembangunan manusia,
yaitu sangat tinggi (IPM lebih dari 80), tinggi (antara 70 dan 80), sedang (antara
60 dan 70), dan rendah (di bawah 60). Berdasarkan data IPM dari lembaga PBB,
United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia termasuk dalam
kategori pembangunan manusia sedang. Namun, tingginya kesenjangan antara
kaya dan miskin tampaknya telah memperlambat pembangunan manusia
Indonesia. Menurut Human Development Reports, sepanjang tahun 2000-an IPM
Indonesia meningkat rata-rata 0,92 persen per tahun dari 60,4 pada tahun 2000

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 4


menjadi 66,2 pada 2010. Indeks Gini selama periode itu antara 31,0 dan 38,0. Dari
tahun 2010 hingga 2014, IPM Indonesia tumbuh jauh lebih lambat, 0,78 persen
per tahun karena ketimpangan ekonomi saat itu lebih tinggi. Pada masa
kepresidenan SBY periode kedua, Indeks Gini naik menjadi 41,0. 15 provinsi di
bawah rata-rata IPM, 2014 dan 2017. (Sumber: BPS dan UNDP)
Pada September 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini menurun
sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2018 yang
sebesar 0,389. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Gini Ratio
September 2017 yang sebesar 0,391 turun sebesar 0,007 poin.
Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,391,
turun dibanding Gini Ratio Maret 2018 yang sebesar 0,401 dan Gini Ratio
September 2017 yang sebesar 0,404.
Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,319,
turun dibanding Gini Ratio Maret 2018 yang sebesar 0,324 dan Gini Ratio
September 2017 yang sebesar 0,320.
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi
pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,47 persen.
Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2018 berada pada
kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di
daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,79 persen yang berarti
tergolong pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah
pedesaan, angkanya tercatat sebesar 20,43 persen, yang berarti tergolong dalam
kategori ketimpangan rendah.
1. Perkembangan Gini Ratio Tahun 2010–September 2018
Secara nasional, nilai Gini Ratio Indonesia selama periode 2010–
September 2014 mengalami fluktuasi namun mulai Maret 2015 hingga
September 2018 nilainya terus menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa
selama periode Maret 2015–September 2018 terjadi perbaikan pemerataan
pengeluaran di Indonesia. Lihat Gambar 1.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada
September 2018 adalah sebesar 0,391. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 5


sebesar 0,010 poin dibanding Maret 2018 yang sebesar 0,401. Sementara jika
dibanding September 2017 terjadi penurunan sebesar 0,013 poin. Untuk
daerah perdesaan, Gini Ratio pada September 2018 tercatat sebesar 0,319,
turun sebesar 0,005 poin dibandingkan dengan kondisi Maret 2018 dan
turun sebesar 0,001 poin dibandingkan dengan kondisi September 2017. Gini
Ratio Maret 2018 dan September 2017 masing-masing tercatat sebesar 0,324
dan 0,320.
Gambar 1
Perkembangan Gini Ratio: 2010 – September 2018

2. Perkembangan Distribusi Pengeluaran September 2017–September 2018


Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah
persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau
yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat
ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika
persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya
dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17
persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen.
Pada September 2018, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen
terbawah adalah sebesar 17,47 persen yang berarti ada pada kategori

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 6


ketimpangan rendah. Kondisi ini naik jika dibandingkan dengan Maret 2018
yang sebesar 17,29 persen dan September 2017 yang sebesar 17,22 persen.
Hal ini memberikan arti bahwa secara nasional telah terjadi perbaikan
tingkat ketimpangan selama periode September 2017–September 2018.
Dibedakan menurut daerah, pada September 2018 persentase
pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah
perkotaan adalah sebesar 16,79 persen. Sementara persentase pengeluaran
pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan tercatat
sebesar 20,43 persen. Dengan demikian, menurut kriteria Bank Dunia daerah
perkotaan termasuk ketimpangan sedang sementara perdesaan termasuk
ketimpangan rendah.
Tabel 1
Distribusi Pengeluaran Penduduk Indonesia
September 2017, Maret 2018, dan September 2018 (Persentase)

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 7


3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Ketimpangan
Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan
pengeluaran selama periode Maret 2018–September 2018 diantaranya adalah:
a. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat
bahwa kenaikan rata- rata pengeluaran perkapita per bulan penduduk
kelompok 40 persen terbawah dan 40 persen menengah meningkat
lebih cepat dibanding penduduk kelompok 20 persen teratas. Secara
nasional, kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018–
September 2018 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40
persen menengah, dan 20 persen teratas berturut-turut adalah sebesar
3,55 persen; 3,40 persen; dan 1,28 persen.
b. Di perkotaan, kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan
penduduk kelompok 40 persen terbawah dan kelompok 40 persen
menengah meningkat lebih cepat dibanding kelompok 20 persen
teratas. Kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018–
September 2018 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40
persen menengah, dan 20 persen teratas berturut-turut adalah sebesar
4,49 persen; 3,94 persen; dan 0,56 persen.
c. Hal yang sama juga terjadi di perdesaan. Kenaikan rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah dan 40
persen menengah meningkat lebih cepat dibanding penduduk kelompok
20 persen teratas. Kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018–
September 2018 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40
persen menengah, dan 20 persen teratas berturut-turut adalah sebesar
2,97 persen; 2,04 persen; dan 0,33 persen.

4. Gini Ratio Menurut Provinsi pada September 2018


Pada September 2018, provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio
tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,422
sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini
Ratio sebesar 0,272 (Tabel 2).

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 8


Dibanding dengan Gini Ratio nasional yang sebesar 0,384, terdapat
sembilan provinsi dengan angka Gini Ratio lebih tinggi, yaitu Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (0,422), Gorontalo (0,417), Jawa Barat (0,405),
Papua (0,398), Sulawesi Tenggara (0,392), Papua Barat (0,391), Nusa
Tenggara Barat (0,391), DKI Jakarta (0,390), dan Sulawesi Selatan (0,388).
Tabel 2
Gini Ratio Menurut Provinsi
September 2017, Maret 2018, dan September 2018
September 2017 Maret 2018 September 2018
Kode Provinsi
Kota Desa K+D Kota Desa K+D Kota Desa K+D
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
11 Aceh 0,334 0,299 0,329 0,344 0,285 0,325 0,338 0,273 0,318
12 Sumatera Utara 0,365 0,264 0,335 0,335 0,272 0,318 0,330 0,257 0,311
13 Sumatera Barat 0,309 0,288 0,312 0,338 0,280 0,321 0,308 0,262 0,305
14 Riau 0,343 0,299 0,325 0,356 0,288 0,327 0,379 0,292 0,347
15 Jambi 0,379 0,295 0,334 0,354 0,308 0,334 0,351 0,295 0,335
16 Sumatera Selatan 0,387 0,328 0,365 0,381 0,316 0,358 0,354 0,296 0,341
17 Bengkulu 0,379 0,317 0,349 0,394 0,318 0,362 0,388 0,316 0,355
18 Lampung 0,360 0,301 0,333 0,367 0,317 0,346 0,338 0,294 0,326
19 Bangka Belitung 0,288 0,236 0,276 0,296 0,238 0,281 0,289 0,222 0,272
21 Kepulauan Riau 0,355 0,286 0,359 0,325 0,289 0,330 0,333 0,262 0,339
31 DKI Jakarta 0,409 - 0,409 0,394 - 0,394 0,390 0,390
32 Jawa Barat 0,399 0,326 0,393 0,418 0,322 0,407 0,413 0,315 0,405
33 Jawa Tengah 0,383 0,323 0,365 0,400 0,336 0,378 0,377 0,315 0,357
34 DI Yogyakarta 0,447 0,317 0,440 0,442 0,350 0,441 0,421 0,326 0,422
35 JawaTimur 0,442 0,317 0,415 0,387 0,327 0,379 0,375 0,322 0,371
36 Banten 0,380 0,270 0,379 0,386 0,283 0,385 0,362 0,299 0,367
51 Bali 0,385 0,302 0,379 0,381 0,317 0,377 0,363 0,310 0,364
52 Nusa Tenggara Barat 0,413 0,323 0,378 0,398 0,333 0,372 0,422 0,343 0,391
53 Nusa Tenggara Timur 0,365 0,309 0,359 0,358 0,297 0,351 0,352 0,327 0,359
61 Kalimantan Barat 0,360 0,285 0,329 0,377 0,277 0,339 0,351 0,278 0,325
62 Kalimantan Tengah 0,343 0,303 0,327 0,387 0,295 0,342 0,369 0,318 0,344
63 Kalimantan Selatan 0,358 0,285 0,347 0,365 0,285 0,344 0,357 0,279 0,340
64 Kalimantan Timur 0,340 0,280 0,333 0,350 0,287 0,342 0,347 0,297 0,342
65 Kalimantan Utara 0,294 0,296 0,313 0,310 0,278 0,303 0,307 0,283 0,304
71 Sulawesi Utara 0,389 0,346 0,394 0,402 0,349 0,394 0,364 0,368 0,372
72 Sulawesi Tengah 0,367 0,313 0,345 0,370 0,307 0,346 0,331 0,280 0,317
73 Sulawesi Selatan 0,444 0,332 0,429 0,392 0,361 0,397 0,391 0,353 0,388
74 Sulawesi Tenggara 0,408 0,373 0,404 0,420 0,370 0,409 0,410 0,356 0,392
75 Gorontalo 0,398 0,379 0,405 0,390 0,383 0,403 0,397 0,413 0,417
76 Sulawesi Barat 0,392 0,299 0,339 0,421 0,335 0,370 0,451 0,311 0,366

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 9


81 Maluku 0,307 0,290 0,321 0,314 0,291 0,343 0,294 0,288 0,326
82 Maluku Utara 0,338 0,277 0,330 0,345 0,266 0,328 0,308 0,277 0,336
91 Papua Barat 0,349 0,386 0,387 0,331 0,424 0,394 0,318 0,427 0,391
94 Papua 0,302 0,407 0,398 0,312 0,384 0,384 0,294 0,416 0,398
INDONESIA 0,404 0,320 0,391 0,401 0,324 0,389 0,391 0,319 0,384

B. Pemerataan Pembangunan Indonesia


Pembangunan dalam pandangan tradisional pada umumnya diidentikan
dengan pertumbuhan ekonomi. Artinya, secara tradisional pembangunan memiliki
arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk
Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang
tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004). Konsekuensi logis
dari itu semua adalah bahwa banyak pihak menduga perbedaan negara maju
dengan negara berkembang adalah didasarkan pada besaran GDP yang berhasil
dicapainya. Oleh karena itu, wajarlah bila kemudian setiap negara berlomba-
lomba dan berfokus untuk meningkatkan GDP dari tahun ke tahun. Lebih jauh,
berikut beberapa poin penting yang cukup mendasar terkait makna pembangunan
dalam pandangan tradisional (Kuncoro, 2010).
1. Strategi pertumbuhan ekonomi dianggap mampu dapat meningkatkan
pendapatan per kapita penduduk dengan cepat.
2. Trickledown effect diharapkan dapat mengurangi faktor kemiskinan, faktor
ketimpangan, faktor pengangguran suatu negara.
3. Teori yang mendasari tentang evolusi makna pembanguan adalah Harrod
Domar, Arthur Lewis, dan W.W. Rostow.
4. Strategi pembangunan: modal asing dan industrialisasi.
5. Eurocentrism: kapitalis, mekanisme pasar, dan industrialisasi (aliran
Keynesian).
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda
dengan pembangunan ekonomi tradisional. Dalam pandangan modern, hampir
semua indikator ekonomi mulai mengedepankan dethronement of GNP
(penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan,
pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan
tingkat pengangguran yang ada. Dengan kata lain, pembangunan dalam paradigma

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 10


modern harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional. Berikut
beberapa karakteristik mendasar makna pembangunan yang dilihat dari paradigma
modern (Kuncoro, 2010).
1. Pertumbuhan ekonomi (growth) diduga tidak identik dengan peningkatan
pembangunan (development).
2. Pertumbuhan ekonomi merupakan necessary condition tapi bukan sufficient
condition .
3. Pendapat Myrdal pada tahun 1971 bahwa pembangunan merupakan
pergerakan ke atas seluruh sistem sosial masyarakat secara umum.
4. Pembangunan bukan saja memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi (GNP
growth), tetapi juga pada kualitas hidup manusia.
Mengatasi ketimpangan tetap merupakan tantangan bagi Indonesia. Saat ini
kita juga perlu menaruh perhatian pada pemerintah daerah. Mereka sekarang
berperan sangat penting, terutama dalam memastikan dana dan program yang
turun di daerah dapat ditangani secara optimal sehingga bisa meningkatkan
pertumbuhan ekonomi regional dan menciptakan lapangan pekerjaan di desa.
Peningkatan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat perlu terus
diupayakan oleh setiap pemerintahan, dengan memastikan implementasi visi
misi dalam bentuk RPJMN, RKP, program dan kegiatan sektoral berjalan di
tataran praksis.
Fokus pada manajemen strategik, memastikan langkah-langkah strategis
dalam menetapkan prioritas nasional, program prioritas dan kegiatan prioritas
serta memastikan pengendalian menjadi sangat penting dalam menjamin
percepatan implementasinya .
Percepatan transformasi ekonomi Indonesia, yang salah satunya dapat
dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur, memiliki peran
strategis sebagai prasyarat, menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi
Indonesia agar rata-rata mencapai 6% – 6,4% sampai dengan 2045, guna
menjadikan Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045.
Percepatan pembangunan infrastruktur dimaksud menjadi keniscayaan,
merujuk pada publikasi World Development Report (World Bank, 1994), yang
intinya menempatkan infrastruktur sangat berperan penting dalam meningkatkan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 11


pertumbuhan ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dijumpai pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi.
Studi dari World Bank (1994) juga melaporkan elastisitas PDB (Produk
Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai
dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan satu persen saja ketersediaan
infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan
44%, variasi angka yang cukup signifikan.
Memacu akselerasi pembangunan infrastruktur bukanlah tanpa alasan, ahli
ekonomi pembangunan, Rosentein-Rodan misalnya, sejak lama telah
mengampanyekan pentingnya pembangunan infrastruktur secara besar-besaran,
sebagai pilar pembangunan ekonomi yang dikenal kemudian dengan nama big-
push theory.
Beberapa hasil studi juga menyebutkan hasil pembangunan infrastruktur
memiliki peran sebagai katalisator antara proses produksi, pasar, dan konsumsi
akhir serta memiliki peranan sebagai social overhead capital yang berkonstribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur
mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks
ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap
pengurangan biaya produksi.
Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan
kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu
keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap
pasar tenaga kerja.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif dan menyebar di
berbagai wilayah merupakan bentuk dari ‘Regional Growth Strategy’, utamanya
dalam mengatasi masalah pembangunan, yaitu kemiskinan dan kesenjangan,
sekaligus bentuk investasi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Bagi Indonesia secara historis pembangunan infrastruktur, khususnya
konektivitas, juga telah menjadi pengarusutamaan yang telah dilakukan dalam

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 12


menggerakan ekonomi pada masa lampau, sebagaimana yang dapat kita cermati
dilakukan Daendels dalam membangun jalan dari Anyer ke Panarukan di Pulau
Jawa, atau Laksamaan Cheng Ho menyinggahi berbagai Bandar laut Batavia,
Palembang dan Aceh.
Percepatan pembangunan infrastruktur menjadi tantangan dalam
mentrasformasi ekonomi Indonesia, karena kondisi infrastruktur Indonesia
dewasa ini harus jujur diakui belum kondusif dalam menyumbangkan kejayaan
ekonomi, secara sederhana dapat dicermati dari kontribusi infrastruktur pada
Produk Domestik Bruto (PDB) yang baru sekitar 38 persen, angka yang masih
kalah jauh dibandingkan dengan sesama negara berkembang lain, misalnya India
58 persen, China 76 persen, atau Afrika Selatan 80 persen.
Dari 79 negara berkembang, Indonesia menempati peringkat ke-22 indeks
pemerataan pembangunan. Pemerintah tampaknya perlu bekerja keras untuk
menjalankan pembangunan yang lebih merata. Di kawasan Asia Tenggara,
pemerataan pembangunan Indonesia masih kalah dibandingkan Singapura,
Malaysia, dan Thailand. Hal itu setidaknya terekam dari peringkat indeks
pembangunan inklusif atau Inclusive Development Index (IDI) tahun 2017 yang
dirilis Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada awal
pekan ini. Secara umum, WEF melihat negara-negara berkembang menunjukkan
peningkatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakatnya.
Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, sudah memiliki
penghasilan yang cukup untuk meningkatkan penghidupan. WEF membagi dalam
dua kelompok, yaitu kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang.
Dari 79 negara berkembang, Indonesia menempati peringkat ke-22 indeks
pemerataan pembangunan. Peringkatnya masih di bawah Thailand dan Malaysia,
yang masing-masing menempati posisi 12 dan 16. Namun, pemerataan
pembangunan di Indonesia masih lebih baik dibandingkan Vitenam yang di
peringkat 25, maupun Filipina dan Kamboja yang berada di posisi 40 dan 43. Jika
mengacu kepada skor indeks Indonesia yang sebesar 4,29, sebenarnya hanya
berselisih 10 poin dengan Malaysia yang mndapatkan skor 4,39. Penghitungan
indeks pembangunan inklusif tersebut berdasarkan tiga pilar, yaitu pertumbuhan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 13


indikator makroekonomi; indikator inklusi atau tingkat kesejahteraan dan
penghasilan; dan kondisi keuangan masyarakat.
Secara umum, komponen indikator pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih
pas-pasan. Hal tersebut terlihat dari pemerataan pendapatan per kapita dan upah
buruh. Namun, untuk jaminan kesehatan masih di bawah rata-rata. Sedangkan
tingkat penyerapan tenaga kerja di Indonesia di atas rata-rata. Tingkat
pengangguran tergolong rendah secara keseluruhan. Namun, pengangguran kaum
muda tercatat lebih dari 30 persen dan keterlibatan perempuan dalam lapangan
pekerjaan masih rendah. Di sisi lain, indikator inklusi yang menunjukkan tingkat
kesejahteraan masyarakat di Indonesia terlihat masih rendah. Hal itu terlihat dari
ketimpangan pendapatan bersih yang mendapat skor 42,29 dan tingkat kemiskinan
sebesar 36,44 persen. Bahkan, ketimpangan kekayaan di Indonesia tergolong
besar dan menempati posisi ke-9 di antara kelompok negara berkembang.
World Economic Forum menilai sistem pendidikan di Indonesia sudah baik.
Namun tetap diperlukan perbaikan dalam tingkat penerimaan siswa. Meski
begitu, indikator keuangan atau simpanan masyarakat di Indonesia cenderung
lebih baik. Rasio simpanan mencapai 27,14 persen, yang menempati peringkat ke-
6 di atas Thailand dan Malaysia. Karena itulah, Indonesia mampu meningkatkan
pendapatan untuk membangun infrastruktur serta membuat sistem perpajakan
yang lebih progresif. Begitu pula dengan rasio utang swasta yang sekitar 27
persen. Alhasil, rasio ketergantungan masyarakat Indonesia tergolong rendah
yaitu sebesar 49 persen.
Paradigma Indonesia sentris dengan pilihan strategi memacu percepatan
pembangunan infrastruktur akan dapat mempercepat kemakmuran yang
berkeadilan sebagai jawaban terhadap berbagai masalah ketimpangan,
kemiskinan dan pengangguran sekaligus meningkatkan daya saing bangsa.
Bila kita cermati 3 tahun perjalanan pemerintahan Jokowi, percepatan
pembangunan infrastruktur telah menjadi champion prioritas nasional, yang
tercermin dari alokasi pembiayaan sebagai bentuk reformasi fiskal APBN, dari
belanja konsumtif ke beranja produktif, alokasi pembiayaan dalam APBN terus
meningkat tajam, mulai Rp 154,7 triliun pada 2014, menjadi Rp.290 trilun

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 14


2015, Rp 269,1 triliun pada 2016, Rp.387 Triliun pada tahun 2017 serta Rp 409
triliun pada tahun 2018.
Menurut para ekonom, pembangunan manusia sebuah negara tergantung pada
dua pendorong utama: pertumbuhan ekonomi dan turunnya ketimpangan
antarpenduduk. Di bawah pemerintahan Jokowi, Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi sekaligus turunnya ketimpangan. Selama pemerintahan
Jokowi, Indeks Gini turun ke bawah 40,0. Angka terbaru menunjukkan 38,9 di
bulan Maret 2018. Penurunan Indeks Gini diikuti dengan pembangunan manusia
Indonesia yang lebih pesat dalam segi kesehatan, pendidikan, dan penghasilan
individu. Data terbaru menunjukkan IPM Indonesia saat ini adalah 70,8 atau
tumbuh 1,3 persen per tahun sejak 2015. Pembangunan manusia tingkat provinsi
juga mengalami kemajuan cepat. Saat ini masih ada 15 provinsi di bawah rata-rata
IPM nasional, tetapi 14 di antaranya sudah termasuk dalam kategori
pembangunan manusia sedang. Provinsi daerah tertinggal juga menunjukkan
peningkatan pesat dalam hal kesehatan, pendidikan, dan standar hidup.
Di bawah pemerintahan Jokowi, Papua mencatat pembangunan manusia
tercepat, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Barat. IPM mereka
meningkat masing-masing 1,4 persen, 1,2 persen, dan 1,1 persen per tahun. Upaya
mengatasi ketimpangan Pemerintah berusaha mengatasi masalah ketimpangan
melalui berbagai kebijakan. Pemerintahan SBY fokus pada pengentasan
kemiskinan secara progresif. Selama SBY menjadi Presiden RI, anggaran
kemiskinan mencapai 7 persen pada 2014, meningkat dari 5,7 persen pada 2011.
Dalam menanggulangi ketimpangan, program-program SBY berupaya
memberdayakan masyarakat melalui bantuan pendidikan, kesehatan, dan kredit
mikro. Pemerintahan Jokowi memutuskan untuk melanjutkan program SBY.
Dari tahun 2015 hingga 2018, anggaran negara untuk program pengentasan
kemiskinan meningkat dari 9 persen menjadi 12,8 persen. Berbeda dengan
pendekatan SBY, Jokowi tidak hanya memprioritaskan pembangunan rakyat,
tetapi juga infrastruktur dalam mengatasi ketimpangan. Inilah alasan mengapa
strategi Jokowi lebih efektif daripada SBY dalam menangani ketimpangan.
Pembangunan infrastruktur bertujuan meningkatkan konektivitas serta
mengurangi biaya logistik antar daerah. Pemerintahan Jokowi menaruh perhatian

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 15


ekstra pada 30 proyek prioritas, termasuk proyek Palapa Ring, jalur kereta api
Trans Sulawesi, dan jalan Trans Papua.
Untuk memperkecil kesenjangan pendidikan, Jokowi memperkenalkan
Program Indonesia Pintar pada 2014. Program ini memberikan bantuan uang tunai
kepada siswa-siswi keluarga kurang mampu usia 6-21 tahun dengan tujuan
mereka akan menyelesaikan sekolah atau melanjutkan pendidikan minimal 12
tahun. Hingga Oktober 2017, lebih dari 17,9 juta kartu telah didistribusikan dari
target 19,7 juta. Jokowi juga merombak sistem pendidikan kejuruan. Ia
melibatkan pelaku industri untuk berkontribusi dalam pengembangan kurikulum
sekolah kejuruan dan teknis. Di bawah kemitraan itu, perusahaan swasta akan
menawarkan pelatihan dan peluang magang bagi para siswa dan guru.
Perombakan ini bertujuan meningkatkan keahlian para siswa kejuruan dan
semakin memperkuat ketrampilan tenaga kerja Indonesia. Arah yang benar.
Ketimpangan tinggi dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup
manusia, kohesi sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan di Indonesia erat
kaitannya dengan ketimpangan, baik dalam mengakses peluang ekonomi maupun
layanan publik. Strategi pembangunan Jokowi terbukti telah mempertimbangkan
masalah ini sehingga pemerintahannya menggabungkan pembangunan
infrastruktur bersama sumber daya manusia. Dengan semakin lancar transportasi
dan komunikasi di daerah dan lebih banyak orang di pedesaan mendapat akses
layanan publik yang setara, ketimpangan ekonomi akan semakin menurun.
Indonesia kini juga bergerak ke arah yang benar dalam penanggulangan
kesenjangan yang lebih efektif. Selain alokasi anggaran dari dana belanja
pemerintah pusat, pembiayaan infrastruktur juga disalurkan melalui Dana Alokasi
Daerah (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Desa. Dimana 25
persen dari DAU harus menjadi spending infrastruktur di daerah.
Capaian menggembirakan dari percepatan pembangunan infrastruktur
konektivitas misalnya, tercermin dari masifnya pembangunan infrastruktur di
kawasan timur Indonesia seperti di Trans Kalimantan, Trans Papua, jalan
perbatasan di Papua, Kalimantan dan NTT dimana hingga tahun 2017 sudah
terbangun 2.623 km.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 16


Pembangunan Jalan Perbatasan Kalimantan dengan panjang mencapai 1.921
km yang ditargetkan rampung pada tahun 2019,saat ini sudah berhasil ditembus
sepanjang 1.588 km. Sementara untuk target pembangunan jembatan sepanjang
29.859 meter, sudah terbangun sepanjang 25.149 meter hingga 2017.
Terkait target pembangunan jalan tol periode 2015-2019 sepanjang 1.000 km,
pada akhir tahun 2017 akan selesai sepanjang 568 km, kita patut mendukung
optimisme yang tinggi dari pemerintah Jokowi yang menyelesaikan proyek jalan
tol mencapai 1.851 km pada tahun 2019.
Sebagai komitmen pembangunan yang berorientasi Indonesia sentris,
percepatan pembangunan Tol Sumatera akan terus dipacu penyelesaiannya, yang
juga telah mulai terlihat hasil nyatanya, dimana dalam penghujung 2017,
Presiden Jokowi telah meresmikan dua ruas tol Trans Sumatra. Ruas pertama tol
Palembang-Indralaya seksi I yaitu ruas Palembang-Pemulutan sepanjang 7,75
kilometer dan tol Medan-Binjai seksi 2 dan 3 sepanjang 10,46 km serta Medan-
Kualanamu-Tebing Tinggi seksi 2-6 sepanjang 41,65 km.
Secara keseluruhan Tol Trans Sumatera ini akan menghubungkan Bakauheni,
Lampung hingga Aceh di Utara Sumatera sepanjang 820 km, dengan total biaya
investasi sekitar Rp 100 triliun, dan ditargetkan akan dapat beroprasi pada 2019.
Selain tol, pembangunan infrastruktur transportasi massal seperti mass rapid
transit (MRT) Jakarta serta light rail transit (LRT) Jabodetabek dan Palembang
juga terus berlanjut, diproyeksikan tahun 2018/2019 sudah dapat dirasakan
manfaatnya dan menjadi kebanggaan bersama sebagai MRT dan LRT pertama di
Indonesia sekaligus sebagai momentum mengangkat citra Indonesia di dunia
internasional.
Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan dalam menekan
disparitas harga, khususnya di wilayah timur Indonesia terus diuapayakan dengan
melakukan revitalisasi pelabuhan dan pembangunan pelabuhan baru.
Pembangunan 2 pelabuhan sebagai hub internasional barat dan timur
Indonesia, yakni Kuala Tanjung dan Bitung diharapkan dapat menjadi penggerak
ekonomi regional melalui berkembangnya aktivitas ekonomi ekspor impor,
disamping itu pembangunan infrastruktur pelabuhandan berjalannya Program Tol

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 17


Laut di luar Pulau Jawa, yang menyasar daerah terpencil, terluar, dan terdepan,
terbukti telah berhasil menurunkan disparitas harga 20-40%.
Berbagai langkah terobosan dalam percepatan pembangunan infrastruktur
serta manfaat nyata telah mulai dirasakan manfaatnya dalam mentransformasikan
ekonomi konsumtif menjadi produktif, meskipun harus jujur diakui outcome dari
program percepatan belum terlalu signifikan dalam mendongkrak perekonomian
bangsa.
Hal ini dikarenakan impact dari pembangunan infrastruktur berdimensi
jangka panjang, namun apresiasi perlu kita berikan mengingat tahapan awal
dalam mentransformasikan ekonomi Indonesia fondasinya telah berhasil
diletakkan, dan secara bertahap telah mulai pula dirasakan manfaat ekonomisnya,
ditandai dengan meningkatnya daya saing Indonesia pada 2017 dimana
infrastruktur menjadi salah satu tolok ukur peningkatan daya saing tersebut.
Kita tentunya berharap agar percepatan pembangunan infrastruktur menjadi
lebih masif lagi, untuk itu diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan
dalam memastikan strategi inovasi pembiayaan dapat terus dilakukan, utamanya
dalam merancang skema pembiayaan yang lebih “luwes”, mengingat
kemampuan keuangan negara melalui APBN yang terbatas.
Spirit enterpreneur dalam pengembangan pembiayaan kreatif seyogyanya
menjadi pengarusutamaan dalam pembiayaan, selain badan usaha milik negara
(BUMN), pihak swasta diharapkan terlibat aktif mendanai infrastruktur. Spirit
kerjasama bahu membahu diharapkan dapat terus ditingkatkan perwujudannya
agar dapat mempercepat pembangunan infrastruktur sehingga dampak kehadiran
infrastruktur bisa segera dirasakan publik.
Pengembangan skema pembiayaan infrastruktur sebagai bentuk inovasi
perlu terus diupayakan dengan manajemen resiko yang terukur, antara lain
melalui pola LCS (Limited Concession Scheme) yaitu pembiayaan proyek melalui
sumber dana swasta atas pemberian konsesi, dari suatu aset infrastruktur milik
Pemerintah/BUMN yang sudah beroperasi kepada pihak swasta terkait untuk
dioperasikan/dikelola dengan melakukan kajian yang komprehensif.
Perlu terus dikembangkan penyiapan proyek berstandar internasional dalam
bentuk dokumen pra studi kelayakan atau Outline Business Case (OBC) dan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 18


penetapan skema pendanaannya, nilai investasi, tingkat pengembalian investasi,
keuntungan finansial yang akan didapat, termasuk di dalamnya adalah fasilitas
yang ditawarkan pemerintah serta proyeksi resiko investasi.
Disamping kitu perlu terus didorong berkembangnya kerjasama dalam bentuk
konsesi proyek-proyek BUMN yang sudah matang dan telah menghasilkan
keuntungan, antara lain melalui strategi menjual surat utang atau obligasi, yang
basisnya dari keuntungan atas aset tersebut atau menjual konsesi proyek
infrastruktur.
Pengembangan berbagai creative financing sangat diperlukan untuk
mengurangi beban APBN dan sekaligus mengurangi ketergantungan BUMN
terhadap Penyertaan Modal Negara (PMN). Sekuritisasi aset dapat
dipertimbangkan, dengan melakukan sekuritisasi aset, seperti melepas sebagian
haknya atau menerbitkan surat utang atas asetnya yang produktif, BUMN akan
mendapatkan dana lebih banyak untuk merealisasikan proyek infrastruktur baru.
Tujuan dari berbagai inovasi pembiayaan dimaksud agar pembangunan
infrastruktur yang sudah jalan dapat dikembangkan lagi asetnya oleh swasta, dan
uangnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain, jadi berbagai
komentar miring yang mengatakan bahwa pemerintah menjual asset negara
secara ugal-ugalan adalah tidak mendasar sama sekali, karena esensinya
sekuritisasi aset itu hanya menjual future income, bukan menjual aset.
Dengan berjalannya strategi pembiayaan dengan model financing creative
diharapkan pengembangan infrastruktur dapat semakin masif lagi, dan kita
tentunya kita tentunya berharap dengan percepatan pembangunan infrastruktur
seluruh wilayah di Indonesia akan semakin terintegrasi secara ekonomi, sehingga
biaya logistik di Indonesia dapat diturunkan, regional ekonomi dapat berkembang
secara adil, disparitas harga dapat ditekan, sekaligus menaikkan daya saing
ekonomi Indonesia.
Kita tentunya berharap aspek pengendalian dan pengawasan percepatan
pembangunan infrastruktur, khususnya pada tataran implementasi, dapat terus
menjadi fokus perhatian utama, guna memastikan percepatan dan langkah
mitigasi jangka pendek dapat secara diambil bila ditemukan hambatan di tingkat
lapangan.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 19


Masifnya pembangunan infrastruktur ini kita harapkan dapat mengakselerasi
transformasi ekonomi Indonesia dan berkonstribusi positip dalam mempercepat
pemerataan pembangunan, menggerakkan ekonomi produktif rakyat, sehingga
seluruh wilayah di Indonesia menjadi bagian penting dari rantai produksi regional
dan global (regional and global production chain) guna memeratakan
pembangunan dan keadilan ekonomi ke seluruh wilayah NKRI, sehingga cita-cita
menjadikan Indonesia sebagai negara maju 2045 dapat terwujud.

C. Perbandingan Ketimpangan Ekonomi Indonesia dan India


Di India, orang yang kaya kini semakin bergelimang harta. Sementara, yang
miskin terhimpit karena nilai pendapatannya makin turun tiap tahunnya. Mengutip
Forbes, Minggu (18/2/2018), selama empat dekade terakhir, 1% orang terkaya di
India nilai pendapatannya meningkat dari 7% ke 22%, pada tahun 2014.
Sementara 50% yang berpenghasilan rendah, nilai pendapatannya turun dari 23%
di 1980 ke 15% di 2014.
Hal itu dilaporkan World Inequality Report di 2018, yang mengumpulkan
data dari tahun 1950 sampai 2014. Yang paling menonjol, ketimpangan
pendapatan India meningkat signifikan di antara negara-negara berkembang
lainnya, termasuk India, negara tetangganya.
Laporan tersebut menggambarkan citra ekonomi India yang berbeda dengan
yang digambarkan oleh pasar keuangan negara tersebut, yang telah melonjak,
mendekati 53% dalam dua tahun terakhir. Rupanya, globalisasi dan kebijakan
deregulasi pemerintah dalam empat dekade terakhir telah menguntungkan orang
kaya, namun belum menyentuh kaum miskin.
Namun, para pembaru India tidak boleh menyalahkan seluruh situasi ini,
termasuk kepada Perdana Menteri Narendra Modi, yang menjabat setelah periode
yang dicakup dalam penelitian ini. Bagian dari kesalahan harus masuk ke kaum
sosialis India, yang memerintah negara itu sebelum tahun 1980-an.
Mereka gagal mengangkat tingkat melek huruf dan kesehatan negara tersebut,
serta mempersiapkan penduduk dalam menghadapi tuntutan globalisasi.
Sementara negara tetangganya, China cukup mulus mengatasi masalah tersebut.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 20


Ini sangat mengejutkan. India dulu sangat sosialis. Kemudian sekitar tahun
1991 banyak pembatasan aktivitas ekonomi telah dihapus. Hal ini sangat
meningkatkan peluang sukses bagi mereka yang siap memanfaatkan peluang.
India memiliki tingkat ketidaksetaraan yang sangat tinggi sebelum reformasi
1991. Jadi, ketika reformasi memperluas peluang untuk sukses, hanya sebagian
kecil orang India yang bisa memanfaatkan peluang baru tersebut. Sisanya, dan
tetap tidak berpendidikan, tidak sehat, dan tidak produktif. (LIU POST Economics
Professor Udayan Roy)
Meskipun pemerintahan Modi tidak boleh disalahkan karena peningkatan
ketidaksetaraan pendapatan sebelum menduduki jabatan, namun dapat dikritik
karena membiarkan anak-anak India menjadi lebih lapar daripada Korea Utara
yang dipimpin Kim Jon Un.
Itu menurut Indeks Kelaparan Global (Globar Hunger Index/GHI) yang baru-
baru ini diterbitkan, yang menempatkan India 100 dari 119 negara yang disurvei.
Itu tujuh tingkat di bawah Korea Utara, dan tujuh tingkat di atas Afghanistan.
Indeks mencakup empat komponen, yakni kekurangan gizi, angka kematian
anak, penyia-nyiaan anak, dan stunting anak. Survei tersebut menemukan
kenyataan bahwa proporsi anak-anak dengan gizi buruk di India cukup tinggi.
Pemerintahan Modi selanjutnya harus dikritik karena penurunan besar dalam
persentase orang India yang menganggap positif terhadap perkembangan yang
terjadi di negaranya. Investor juga harus memerhatikan ketimpangan pendapatan
dan kemiskinan yang meningkat di India. Sebab, ketidaksetaraan pendapatan
bersamaan dengan korupsi yang kronis merupakan ancaman terbesar bagi
pertumbuhan ekonomi dan kinerja pasar saham.
Jika perbandingan harus dibuat, mengapa tidak memasangkan India dan
Indonesia?
Indonesia adalah kekuatan ekonomi triliunan dolar dengan dua kali
pendapatan per kapita India ($4.000), yang dapat India harapkan untuk dicapai
pada tahun 2030.
Indonesia juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lumayan, lima
hingga enam persen (lebih cepat dari India dalam satu tahun terakhir).

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 21


Populasinya besar meskipun hanya seperlima dari India, dan kedua negara
memiliki tingkat pertumbuhan populasi yang sama (1,2 persen).
Kedua ekonomi dijalankan pada garis yang sama. India dan Indonesia
memiliki sektor publik yang besar, dan diberikan untuk memaksakan kontrol
harga alih-alih membiarkan pasar berfungsi.
Kedua negara telah berada di jalur reformis, dan telah membuka lebih banyak
untuk investasi asing.
Keduanya memiliki peringkat kredit negara yang sama, meskipun skor India
dengan indikator makro-ekonomi yang unggul.
Indonesia berada di depan di bidang lain: Ini memiliki peringkat Bank Dunia
yang lebih tinggi dalam Kemudahan Bisnis, dan skor yang lebih baik untuk
korupsi.
Tren sosial di satu negara mencerminkan hal-hal tersebut di negara lain.
Meskipun India didominasi Hindu dan Indonesia kebanyakan Muslim,
Indonesia juga telah dianggap sebagai masyarakat yang pada umumnya toleran
tentang keragaman etnis dan agama.
Gerakan separatis telah menjadi masalah yang sudah berlangsung lama di
kedua negara. Belakangan ini, perpecahan agama di kedua negara telah
menciptakan ketegangan dan kekerasan yang meningkat.
Masyarakat Indonesia, seperti India, telah melihat pertumbuhan religiusitas
(lebih banyak perempuan mengenakan jilbab).
Sementara India telah menggeser pusat politiknya menuju mayoritasisme
Hindu, dan menyaksikan kontrol institusional yang merayap oleh Rashtriya
Swayamsevak Sangh bersama dengan proliferasi kelompok-kelompok vigilante,
Indonesia telah melihat pembentukan sebuah polisi agama, ulama konservatif
yang telah mengatur diri mereka sendiri sebagai penengah moral, dan penyebaran
ISIS.
Ada perbedaan, tentu saja.
Indonesia telah mengalami gejolak politik yang lebih besar dan gangguan
ekonomi yang lebih tajam, dan catatan demokrasinya relatif baru.
Di bidang ekonomi, India lebih miskin, tetapi sektor industri dan
keuangannya lebih bervariasi dan berkembang.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 22


Tetapi keduanya memiliki tantangan pembangunan yang serupa:
Industrialisasi, pengembangan infrastruktur, mengatasi kesenjangan yang besar,
dan menanggulangi kemiskinan.
Jadi sementara India mungkin ingin menjadi versi China yang demokratis dan
lebih kecil, kita hanya bisa menjadi Indonesia yang lebih besar dan lebih
berprestasi.

D. Perbandingan Pemerataan Pembangunan Indonesia dan India


Sebagai negara berpenduduk 1,3 miliar orang dan lebih dari 800 juta di
antaranya memiliki hak suara dalam pemilu, India kerap menyandang predikat
"negara demokrasi terbesar di dunia. Di usianya yang menginjak 70 tahun, negeri
ini bangga dengan capaian di sektor ekonomi yang kini menduduki urutan ketujuh
dan kekuatan militer keempat terbesar di dunia.
Capaian di atas merupakan beberapa target India yang berhasil dicapai
pemerintahan Narendra Modi. Untuk pertama kalinya negara ini mendapatkan
Perdana Menteri yang mengubah keragaman India yang pernah dianggap sebagai
kelemahan, menjadi kekuatan. India telah muncul sebagai kekuatan dunia.
Pemerintah Modi telah membentuk citra pemerintahan yang andal dan kuat.
Mengejar ambisi jadi kekuatan global, pemerintahan Modi menggenjot
pembangunan infrastruktur umum hingga sarana transportasi serta mengubah
beberapa regulasi yang dianggap menghambat investasi asing.
Kini ekonomi India berhasil menyalip posisi—negara anggota G7—yang
berada di posisi kedelapan. Produk Domestik Bruto (PDB) India mencapai $2,08
miliar, sementara Italia sebesar $1,8 miliar.
Dari sektor konsumsi, reformasi ekonomi Modi menggeser Cina sebagai
pasar sepeda motor dan skuter pada tahun 2016. India dalam beberapa tahun
terakhir menjadi pasar incaran para produsen dunia, mulai dari kendaraan
bermotor hingga telepon pintar. Kini India menjadi pasar terbesar ketiga di dunia
setelah Cina dan Amerika Serikat.
Posisi India sebagai salah satu pasar utama tampaknya akan tetap berlangsung
di masa mendatang. Studi terbaru PricewaterhouseCoopers meramalkan bahwa

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 23


pada 2050 India akan menduduki posisi kedua sebagai pasar terbesar dunia
menggeser AS ke posisi ketiga, menyusul Indonesia di urutan keempat.
Indonesia dan India adalah dua negara yang jumlah penduduknya terbilang
besar. Tapi dari sisi pertumbuhan ekonomi, India bisa mengungguli Indonesia.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai, salah satu penyebab India
bisa ungguli Indonesia adalah pembangunan infrastruktur di India sudah
dilakukan dari beberapa waktu lalu. Sementara Indonesia baru mau memulai
pemerataan infrastruktur.
Pada kuartal IV 2015, India mampu tumbuh hingga 7,3 persen sementara
Indonesia hanya tumbuh 5,04 persen. Secara rata-rata ekonomi India tumbuh 7,5
persen pada tahun 2015 sedangkan Indonesia 4,8 persen.
Indonesia masih dalam tahap awal reformasi struktural di bidang ekonomi.
Hal ini memerlukan waktu yang tidak sebentar. Kendati begitu, kerja keras
pemerintah ini akan membuahkan hasil di tahun mendatang. Apalagi saat ini
pemerintah tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Tercermin dari
90 persen belanja modal dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Perbedaan sangat mencolok antara data pengeluaran dan kekayaan bisa dilihat
dari data distribusi pengeluaran di antara kelompok pendapatan atau orang kaya
dan nonkaya. Berdasarkan data pengeluaran yang dirilis BPS, kelompok 20 persen
terkaya menyumbang 47 persen pengeluaran, sedangkan kelompok 40 persen
termiskin hanya 17 persen. Kontribusi kelompok miskin ini cenderung stagnan,
bahkan menurun dalam enam tahun terakhir. Bandingkan dengan data kekayaan
yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse. Hanya satu persen
orang terkaya di Indonesia yang menguasai 49,3 persen kekayaan nasional.
Konsentrasi kekayaan pada 1 persen terkaya di Indonesia ini terburuk keempat di
dunia setelah Rusia, India, dan Thailand.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 24


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan ketimpangan dan pemerataan pembangunan
di Indonesia dan India, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ketimpangan ekonomi di Indonesia sejak tahun 2000 meningkat pesat.
Pertumbuhan ekonomi yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen penduduk
terkaya daripada masyarakat umum lainnya. Namun, kebijakan untuk
mengatasi kesenjangan ekonomi di bawah Presiden Joko Widodo tampaknya
memberikan hasil. Pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya ketimpangan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menduduki urutan ketiga tercepat di
antara negara-negara anggota G-20.
2. Pemerataan Pembangunan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi
sekaligus turunnya ketimpangan. Selama pemerintahan Jokowi, Indeks Gini
turun ke bawah 40,0. Angka terbaru menunjukkan 38,9 di bulan Maret 2018.
Penurunan Indeks Gini diikuti dengan pembangunan manusia Indonesia yang
lebih pesat dalam segi kesehatan, pendidikan, dan penghasilan individu. Data
terbaru menunjukkan IPM Indonesia saat ini adalah 70,8 atau tumbuh 1,3
persen per tahun sejak 2015. Pembangunan manusia tingkat provinsi juga
mengalami kemajuan cepat. Saat ini masih ada 15 provinsi di bawah rata-rata
IPM nasional, tetapi 14 di antaranya sudah termasuk dalam kategori
pembangunan manusia sedang. Provinsi daerah tertinggal juga menunjukkan
peningkatan pesat dalam hal kesehatan, pendidikan, dan standar hidup.
3. Perbandingan Ketimpangan Indonesia dan India. Di India, orang yang kaya
kini semakin bergelimang harta. Sementara, yang miskin terhimpit karena
nilai pendapatannya makin turun tiap tahunnya. Selama empat dekade
terakhir, 1% orang terkaya di India nilai pendapatannya meningkat dari 7%
ke 22%, pada tahun 2014. Sementara 50% yang berpenghasilan rendah, nilai
pendapatannya turun dari 23% di 1980 ke 15% di 2014. Ketimpangan
pendapatan India meningkat signifikan di antara negara-negara berkembang
lainnya, termasuk Indonesia, negara tetangganya. Indonesia adalah kekuatan

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 25


ekonomi triliunan dolar dengan dua kali pendapatan per kapita India ($4.000),
yang dapat India harapkan untuk dicapai pada tahun 2030. Di bidang
ekonomi, India lebih miskin, tetapi sektor industri dan keuangannya lebih
bervariasi dan berkembang.
4. Perbandingan Pemerataan Pembangunan Indonesia dan India. Indonesia dan
India adalah dua negara yang jumlah penduduknya terbilang besar. Tapi dari
sisi pertumbuhan ekonomi, India bisa mengungguli Indonesia. Salah satu
penyebab India bisa ungguli Indonesia adalah pembangunan infrastruktur di
India sudah dilakukan dari beberapa waktu lalu. Sementara Indonesia baru
mau memulai pemerataan infrastruktur.

B. Saran
Tingginya ketimpangan ekonomi mengakibatkan kelompok berpendapatan
rendah tidak mampu mengakses kebutuhan dan pelayanan dasar seperti
makanan, kesehatan dan pendidikan. Ini bisa berdampak buruk bagi masyarakat
dan memperlambat proses pembangunan manusia, Masifnya pembangunan
infrastruktur ini kita harapkan dapat mengakselerasi transformasi ekonomi
Indonesia dan berkonstribusi positip dalam mempercepat pemerataan
pembangunan, menggerakkan ekonomi produktif rakyat, sehingga seluruh
wilayah di Indonesia menjadi bagian penting dari rantai produksi regional dan
global (regional and global production chain) guna memeratakan pembangunan
dan keadilan ekonomi ke seluruh wilayah NKRI, sehingga cita-cita menjadikan
Indonesia sebagai negara maju 2045 dapat terwujud.
India mungkin ingin menjadi versi China yang demokratis dan lebih kecil,
namun kita bisa menjadi Indonesia yang lebih besar dan lebih berprestasi.

Ketimpangan & Pemerataan Pembangunan Indonesia vs India Page 26

Anda mungkin juga menyukai