Anda di halaman 1dari 6

PERBANDINAN RASIO PENURUNAN ANGKA KEMISKINAN TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI

PENDAHULUAN
A. Penertian Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan
adalah pengurangan tingkat kemiskinan yang dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi
dan/atau melalui redistribusi pendapatan (Kakwani dan Son, 2003). Hal ini dilandasi pada
teori trickle-down effect yang dikembangkan pertama kali oleh Arthur Lewis (1954) dan
diperluas oleh Ranis dan Fei (1968). Teori tersebut menjadi salah satu topik penting di dalam
literatur mengenai pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang (Least
Develop Contries/LDCs) pada dekade 1950-an dan 1960-an.
Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh
sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan lapangan
kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan menumbuhkan berbagai
kondisi demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori
tersebut mengimplikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran vertikal
dari penduduk kaya ke penduduk miskin yang terjadi dengan sendirinya. Manfaat
pertumbuhan ekonomi akan dirasakan penduduk kaya terlebih dahulu, dan kemudian pada
tahap selanjutnya penduduk miskin mulai memperoleh manfaat ketika penduduk kaya mulai
membelanjakan hasil dari pertumbuhaan ekonomi yang telah diterimanya. Dengan demikian,
maka pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penuruan angka kemiskinan merupakan efek
tidak langsung oleh adanya aliran vertikal dari penduduk kaya ke penduduk miskin. Hal ini
berarti juga bahwa kemiskinan akan berkurang dalam skala yang sangat kecil bila penduduk
miskin hanya menerima sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan dari adanya
pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini dapat membuka peluang terjadinya peningkatan
kemiskinan sebagai akibat dari meningkatnya ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang lebih memihak penduduk kaya dibanding penduduk miskin.
Namun demikian, Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun
telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun hingga saat ini tidak ada
satu negara yang bebas dari masalah kemiskinan. Terlebih bagi Indonesia, sebagai negara
berkembang, masalah kemiskinan adalah permasalahan yang sangat penting dan pokok
dalam pembangunan. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa
setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ini berarti dengan
dukungan sumber dayakekayaan alam yang melimpah, pemerintah bertanggung jawab
terhadap masalah kesejahteraan masyarakat, termasuk masalah kemiskinan yang dialami oleh
setiap warga negaranya. Melalui konsep pembangunan desentralisasi, upaya untuk
mengoptimalkan sumber daya yang ada di setiap daerah diharapkan dapat memberi
keuntungan dan kesejahteraan pada masyarakat. Ini berarti ada harapan besar bagi
masyarakat agar bebas dari jerat kemelaratan dan kemiskinan. Dalam tataran konsep, semua
pemerintah provinsi, daerah dan kota berkomitmen untuk mensejahterakan masyarakatnya,
hal tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
yang memuat berbagai program dan kegiatan yang berorientasi pada pencapaian visi dan misi
kesejahteraan sebagai tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat, akan tetapi pada
tahap implementasi hal tersebut sangat diragukan bila dihubungkan dengan fakta yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat yang masih jauh dari kategori sejahtera. Upaya
penanggulangan kemiskinan terus menerus dilakukan, program-program anti kemiskinan
yang digulirkan oleh pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dan Perdesaan, Kredit Usaha Rakyat
(KUR) dan lain sebagainya memang membuat jumlah penduduk miskin terkoreksi dan terus
mengalami penurunan, namun mengeluarkan masyarakat dari perangkap kemiskinan,
memperkecil ketimpangan di antara penduduk miskin maupun penduduk yang tidak miskin
merupakan tugas dan tantangan yang harus menjadi prioritas semua pihak, terutama
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Program-program anti
kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
kemiskinan, mengingat gejala dan faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat bervariasi setiap
daerah. Oleh karena itu setiap kebijakan pemerintah khususnya yang berkaitan dengan
penanggulangan kemiskinan, perlu terlebih dahulu ditelaah dan diperhatikan faktor-faktor
penentu kemiskinan atau dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan.
Determinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti faktor yang
menentukan, Sehingga apabila diartikan dalam konteks analisa kemiskinan, determinan dapat
didefinisikan sebagai faktor yang menentukan (penentu) kemiskinan. Disarikan oleh Hari
Srinivas dari Maxwell School of Syracuse University bahwa Causes of Poverty theory atau
teori penyebab kemiskinan Maxwell School menyatakan secara garis besar sebab kemiskinan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu individu dan agregat [1]. Secara individu, faktor penentu
kemiskinan antara lain: pendidikan, keterampilan, pengalaman, kecerdasan, kesehatan, cacat,
usia, orientasi kerja, budaya kemiskinan, diskriminasi (gender, ras atau agama) dan jenis
kelamin. Sedangkan secara agregat, faktor penentu kemiskinan dapat berupa faktor-faktor
ekonomi yang lebih luas, seperti ketersediaan kesempatan kerja layak.

B. Definisi Oprasional Variable


1. Pertumbuhan Ekonomi adalah suatu kondisi dimana terjadinya perkembangan GDP
yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatnya standar
hidup masyarakat yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, yang dihitung setiap tahunnya
dalam persen.
2. Pengangguran di provinsi Jawa Timur diukur melalui tingkat pengangguran Provinsi
Jawa Timur. Tingkat pengangguran dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja, yang dihitung setiap tahunnya
dalam persen.
3. Kemiskinan di provinsi Jawa Timur diukur melalui tingkat kemiskinan Provinsi Jawa
Timur. Tingkat kemiskinan (Head Count Index), yang merupakan angka
perbandingan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan, yang dihitung setiap tahunnya dalam persen.

C. Jenis dan Sumber Data


Dalam Penelitian ini, menggunakan data kualitatif yaitu data yang dapat mendukung
data kuantitatif dalam pemecahan kasus yang berupa penjelasan secara deskriptif
terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi dalam pemecahan kasus seperti informasi –
informasi yang berkaitan dengan masalah. Dalam penelitian ini di dukun dengan
menggunakan Data Sekunder, Yaitu data yang telah ada pada obyek penelitian atau data
hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, dimana data tersebut
bersumber dari dokumen organisasi tersebut atau institusi lainnya, yang dianggap
berkaitan atau relevan dengan masalah yang di bahas
D. Pembahasan dan Hasil Penelitian
Permasalahan kemiskinan memang sangat kompleks untuk dibahas dan
merupakan isu penting, karena dapat dikaitkan dengan beberapa indikator-indikator.
Indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi tingkat pengangguran antara lain
pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan, tingkat inflasi, kemiskinan, serta besaran
upah yang berlaku. Apabila di suatu negara pertumbuhan ekonominya mengalami
kenaikan, diharapkan akan berpengaruh pada penurunan jumlah pengangguran, hal ini
diikuti dengan tingkat upah. Jika tingkat upah naik akan berpengaruh pada penurunan
jumlah pengangguran pula. Pada akhirnya penurunan tingkat pengangguran diharapkan
akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Berikut ini dijelaskan tingkat kemiskinan serta Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Gorontalo sebagaimana terdapat pada tabel dibawah ini :

No Tahun Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi


1 2015 4,78 % 4,8 %
2 2016 4,73 % 4,96 %
3 2017 4,6 % 4,87 %
4 2018 4,3 % 4,96 %
5 2019 4,1 % 4,88 %
Sumber : BPS Jatim (diolah)
Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa angka kemiskinan mengalami penurunan secara
fluktuatif. Di paparkan pada model tabel untuk tahun 2015 jumlah kemiskinan Jawa Timur
adalah sebesar 4789,12 jiwa kemudian mengalami penuruan yaitu menjadi 4703,30 jiwa tahun
2016 dan 4617,01 jiwa tahun 2017 kemudian turun lagi menjadi 4332,59 jiwa tahun 2018 dan
turun lagi mejadi 4112,25 tahun 2019.
Namun demikian secara umum terlihat bahwa angka kemiskinan di Provinsi Jawa Timur
ini masih di kategorikan padat penduduk miskin, sehingga perlu ada perbaikan lagi dalam upaya
penurunan kemiskinan. Hal ini jelas mengingat penduduk miskin Jawa Timr umumnya adalah
penduduk yang bekerja di sektor pertanian, yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Jawa
Timur. Baik Petani maupun Nelayan memiliki modal terbatas dan rata-rata mereka adalah tenaga
kerja musiman. Di beberapa daerah pelosok Jawa Timur, nelayan masih terjebak dengan praktek
ijon sehingga memperparah kondisi pendapatan mereka, dan pada akhirnya akses terhadap
pendidikan dan kesehatan mereka terbatas. Dari jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur,
terbanyak berada di Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu 226,57
jiwa atau … %. Sedangkan jumlah penduduk miskin terkecil berada di Kota Mojokerto yaitu
6,63 jiwa atau 5,49 %.
Tingginya angka kemiskinan di Provinsi Jawa Timur disebabkan oleh beberapa hal yaitu
beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur merupakan daerah tertinggal dengan
sumber daya alam (pertanian) yang terbatas sehingga sangat terbatas pula kemungkinannya
untuk memaksimalkan potensi sumber daya. Penyebab lainnya adalah masih terbatasnya
infrastruktur penunjang, seperti jalan, sekolah maupun prasarana ekonomi, utamanya bagi Papua
Barat yang terletak di ujung timur Indonesia. Hal ini mengakibatkan keterbatasan akses bagi
kelompok-kelompok miskin untuk memperbaiki kehidupannya, termasuk modal ekonomi yang
dimiliki, baik lahan pertanian maupun keuangan. Selain hal diatas dari sisi sosial, penduduk
miskin umumnya memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah mengingat terbatasnya
kemampuan untuk mendapatkan akses pendidikan. Akibatnya, dalam kurun waktu singkat
amatlah sulit untuk menurunkan tingkat kemiskinan tersebut.
Dari penjelasan diatas, maka terlihat jelas bahwa pengangguran dan kemiskinan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Hal ini juga sesuai dengan
hasil yang telah dipaparkan pada tabel diatas dengan dengan melihat data penurunan kemiskinan
secara meningkat maka dapat diambil simpulan bahwa kemiskinan di jawa timur menurun
signifikan
DAFTAR PUSTAKA

BPS.2022. Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur. Jatim. (di akses 28 Juni 2022)
https://jatim.bps.go.id/indicator/23/421/1/jumlah-penduduk-miskin-menurut-kabupaten-kota-di-
jawa-timur.html.

BPS.2022. Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur. Jatim. (di akses 28 Juni 2022)
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/296/sdgs_8/1

Siregar, H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan
Menciptakan Lapangan Kerja. Jurnal Ekonomi Politik dan Keuangan. INDEF. Jakarta.
Soleh, Ahmad. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pembangunan Ekonomi
Antar Region Di Indonesia Tahun 2001-2010. Jurnal Ekonomi Dan Perencanaan
Pembangunan (JEPP) Volume:04.No.03.

Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Susanti et al. 2007. Indikator-Indikator Makroekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


Sukirno, Sadono, 2004, Makro Ekonomi (Teori Pengantar), edisi Ke 15, PT Rajagrafindo :
Jakarta.

Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan, LPFE UI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai