Hipotesis Kuznete
Data data ekonomi periode 1970 – 1980, terutama mengenai pertumbuhan
ekonomi dan distribusi pendapatan terutama di LDS (Less Developing Countries),
terutama di negara negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
cukup pesat, seperti Indonesia, menunjukan seakan akan korelasi positif antara
laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi
pertumbuhan produk domestik bruto, atau semakin tinggi tingkat pendapatan per
kapita, maka semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
Bahkan studi yang dilakukan di negara negara Eropa Barat, menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi tidak atau justru membuat ketimpangan antara
kaum miskin dan kaum kaya semakin melebar. Jantti (1997) dalam Tulus
Tambunan (2003) mengemukakan bahwa fenomena tersebut timbul karena
adanya perubahan suplly of labor (masuknya buruh murah dari Turki, atau negara
Eropa Timur kedalam pasar buruh di Eropa Barat). Berdasarkan fakta tersebut,
muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off antara pertumbuhan dan
kesenjangan ekonomi dan untuk berapa lama? Kerangka pemikiran ini yang
melandasi Hipotesis Kuznets.
Yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi positip antara pertumbuhan pendapatan
perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang
hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif. Artinya, dalam jangka pendek
meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan
pendapatan, namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti
dengan penurunan kesenjangan pendapatan. Fenomena ini dikenal dengan nama
96
Modul Perekonomian Indonesia
Tahun/Tingkat Pembangunan
t=0 t=n
97
Modul Perekonomian Indonesia
bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (efek dari perubahan ketimpangan)
dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan.
g : efek bruto (ketimpangan konstan)
l : efek neto (efek dari perubahan ketimpangan)
b : elatisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan
d : elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan
maka,
Λ = γ + βδ
Elatisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan terhadap
ketimpangan diperoleh dengan persamaan:
Log Pkt = w + Log Wkt + Log Gkt + wk + vkt
Dimana:
Pkt : Kemiskinan diwilayah k pada periode t
Gkt : Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
Wkt : Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan) diwilayah k pada
periode t
Wk : efek-efek yang tetap
vkt :term kesalahan
a) Ravallion dan Datt (1996) dengan data dari India menemukan bahwa
pertumbuhan output disektor-sektor primer khususnya pertanian jauh lebih
efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan dengan sector
sekunder.
98
Modul Perekonomian Indonesia
b) Kakwani (2001) untuk data dari philipiana menunjukkan hasil yang sama
dengan Ravallion dan Datt. Peningkatan output sektor pertanian 1%
mengurangi jumlah kemiskinan 1% lebih sedikit. Peningkatan output
sektor industri 1% mengurangi jumlah kemiskinan 0,25 saja.
c) Mellor (2000) menjelaskan ada tendensi partumbuhan ekonomi (terutama
pertanian) mengurangi kemiskinan baik secara mangsung maupun tidak
langsung.
d) Hasan dan Quibria (2002) menyatakan ada hubungan antara pertumbuhan
dengan kemiskinan
e) ADB (1997) untuk NIC’s Asia Tenggara (Taiwan, Korsel, dan Singapura)
menunjukkan pertumbuhan output di sector industri manufaktur
berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan penurunan
kemiskinan
f) Dolar dan Kraay (2000) menunjukkan elastisitas pertumbuhan PDB
(pendapatan) perkapita dari kelompok miskin adalah 1% (pertumbuhan
rata-rata 1% meningkatkan pendapatan masyarakat miskin 1%).
g) Timmer (1997) menyimpulkan bahwa elastisitas pertumbuhan PDB
(pendapatan) perkapita dari kelompok miskin adalah 8% artinya kurang
dari proporsional keuntungan bagi kelompok miskin dari pertumbuhan
ekonomi
Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik
(BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan
makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan
2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan
jasa. BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :
99
Modul Perekonomian Indonesia
Kebijakan Pertumbuhan
Prokemiskinan
Pertumbuhan
Ekonomi Pertumbuhan
kemiskinan
Pertumbuhan
Kelembagaan Propemerataan
100
Modul Perekonomian Indonesia
kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan
ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang
diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mampu untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM
akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan
terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1. Intervensi jangka pendek, berupa :
Pembangunan/penguatan sektor usaha Kerjsama regional
Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
Desentralisasi
Pendidikan dan kesehatan
Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
Pembagian tanah pertanian yang merata
2. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3. Manajemen lingkungan dan SDA
4. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5. Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6. Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
101
Modul Perekonomian Indonesia
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dan
sebagainya mengeluarkan kebijakan untuk memerangi kemiskinan, melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang
padat karya.
b) Pengembangan SDM.
c) Membuat jaringan pengaman sosial bagi penduduk miskin yang tidak
mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan
lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat
fisik dan mental, bencana, konflik sosial atau wilayah yang terisolasi.
102
Modul Perekonomian Indonesia
d. Faktor tambahan:
- Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar.
- Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah.
103
Modul Perekonomian Indonesia
104
Modul Perekonomian Indonesia
B. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Jelaskan penyebab pengangguran dan jenis-jenisnya!
2. Jelaskan tentang hipotesis kuznets
3. Jelaskan hubungan antara kelembagaan, kebijakan, pertumbuhan
ekonomi dan penurunan kemiskinan!
D. DAFTAR PUSTAKA
http://usernamesintia.blogspot.com/2015/04/kebijakan-anti-kemiskinan.html
https://luiskahimpong.wordpress.com/2011/05/11/lapangan-pekerjaan-profesi-
dan-profesional/
https://sarulmardianto.wordpress.com/kemiskinan-di-indonesia/
Tambunan, T. 2006. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
105