Anda di halaman 1dari 12

PENGANTAR ILMU EKONOMI

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Disusun Oleh:

Wulan Almasani Meilinda Tarigan (26010119120019)


Richard Kevin Yogasurya (26010118140068)
Siti Farida Hanum (26010119140083)
Nia Ulfitasari (26010118130054)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di dunia. Masalah yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang
termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi
pandapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok
masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada
di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan, 2001). Keyakinan mengenai
adanya trickle down effect dalam proses pembangunan telah menjadi pijakan bagi
sejumlah pengambil kebijakan dalam pembangunannya.
Kemiskinan memiliki akar dalam masih timpangnya distribusi pendapatan .
Ketimpangan pada distribusi pendapatan secara umum merupakan masalah perbedaan
pendapatan antara masyarakat atau perbedaan pendapatan antara daerah yang maju
dengan daerah yang tertinggal. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar
pula variasi dalam distribusi pendapatan. Ketimpangan distribusi pendapatan akan
menyebabkan terjadinya disparitas antar daerah. Hal tersebut tidak dapat dihindari
karena adanya efek perembesan ke bawah (trickle down effect) dari hasil secara
nasional terhadap masyarakat mayoritas yang tidak terjadi secara sempurna. Hasil
output nasional hanya dinikmati oleh segelintir golongan minoritasdengan tujuan
tertentu (Musfidar, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi distribusi pendapatan dan kemiskinan?
2. Bagaimana koneksi dan variasi dalam distribusi pendapatan?
3. Bagaimana penghitungan variabel terkait distribusi pendapatan?
4. Bagaimana upaya negara dalam penanganan kemiskinan dan efisiensi serta
keadilan dalam distribusi pendapatan?
5. Mengapa negara perlu memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan serta efek yang ditimbulkan?

1.3 Tujuan
Mengetahui makna distribusi pendapatan dan kemiskinan serta pengaplikasian
pemerataan distribusi pendapatan beserta variabel-variabel terkait yang terdapat pada
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Distribusi Pendapatan


Distribusi pendapatan secara umum adalah bentuk penaksiran dari terbaginya
pendapatan nasional suatu negara yang diterima oleh masyarakat. Penaksiran porsi
pendapatan dilakukan agar dapat mengetahui besar penguasaan pendapatan oleh
penduduk suatu negara. Seberapa besar penguasaan pendapatan oleh elemen-elemen
masyarakat dapat menunjukkan apabila terjadi penguasaan oleh segelintir orang atau
terjadi pemerataan pendapatan pada negara atau daerah tersebut. Distribusi
pendapatan nasional merupakan suatu kondisi yang mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999).

2.2 Definisi dan Kategori Kemiskinan

Definisi kemiskinan memiliki perbedaan mendasar antara negara berkembang


dan negara maju sehingga mempunyai konsep dan faktor yang beragam. World Bank
mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran kemampuan/ daya beli,
yaitu US$1 atau US$2 per kapita per hari. Sementara itu, Badan Pusat Statistik
mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan. Nilai garis kemiskinan
yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum
yang dibutuhkan oleh konsumsi seorang manusia yaitu sekitar 2100 kalori per kapita
per hari, ditambah dengan kebutuhan minimum non-makan yang merupakan
kebutuhan dasar seseorang yang meliputi papan, sandang, sekolah, transportasi, serta
kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasarinya (BPS, 2001).
Menurut BPS, seseorang/ individu yang pengeluarannya lebih rendah dari
garis kemiskinan maka seseorang/individu tersebut dikatakan miskin. Sedangkan
kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, yang tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar manusia tersebut meliputi: terpenuhinya
kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, rumah, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik
(Bappenas, 2004).

Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan


dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan.

1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan


(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan
sebagai penduduk miskin.
2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian,
umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
minyak dan lemak, dll)
3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di
pedesaan.

Rumus Penghitungan:

GK = GKM + GKNM

GK      = Garis Kemiskinan


GKM   = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari


negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya. Kenaikan kapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian
teknologi, institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Kuznets
dalam Pressman (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar. Dari kedua
faktor ini pertumbuhan produktivitas jelas lebih penting, karena seperti yang
ditunjukkan oleh Adam Smith, pertumbuhan produktivitas inilah yang menghasilkan
peningkatan dalam standar kehidupan. Perubahan dan inovasi teknologi sebagai cara
meningkatkan pertumbuhan produktivitas terkait dengan redistribusi tenaga kerja dari
sektor yang kurang produktif (yaitu pertanian) ke sektor yang lebih produktif
(contohnya industri manufaktur). Menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja


Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja yang
bekerja yang notabenya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi seberapa
besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang bekerja produktif.

2. Akumulasi Modal
Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi baru yang di dalamya
mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang digabung dengan
pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output pada masa datang.

3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor terpenting dalam
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi
memberikan dampak besar karena dapat memberikan cara-cara baru dan
menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu pekerjaan.

2. Ketimpangan Pendapatan

Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya


pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Secara
konteks, distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu: distribusi
ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima oleh masing-
masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor
seperti alat produksi (Todaro, 2000).
Dari definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi
pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu
daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan
faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya. Menurut Irma Adelma dan Cynthia
(dalam Lincoln, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau
ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang, yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya


pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara


proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital
Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar
dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga
pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan


kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan
kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (terms of trade) bagi negara yang sedang


berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat
ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor
negara yang sedang berkembang.

8. Berkurangnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah


tangga, dan lain-lain.
Pengukuran variabel terkait menggunakan komposisi seperti Rasio Gini dan Kurva
Lorenz serta menggabungkan aspek-aspek lainnya.
2.4 Parameter dengan Variabel-variabel terkait Distribusi Pendapatan
a. Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan
untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Adapun rumus
umum koefisien Gini diperlihatkan pada Persamaan 2.13, sedangkan cara
perhitungannya diilustrasikan pada Tabel 2.1.

Di mana:
GR : Koefisien Gini (Gini Ratio)
fpi : frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fci : frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i
Fci-1 : frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i-1)

Tabel 2.1 Contoh Perhitungan Koefisien Gini


KEL TOT TOT %PDK %PNDPT K (Yi+Yi Fi*(Yi+Yi
KONS PDKK PNDPT K (Fi) N %PNDPTN -1) -1)
N (Yi)
<2000 14286 2236 0.1019 0.0029 0.0029 0.0029 0.0003
2000- 27141 68151 0.1936 0.0986 0.0926 0.0955 0.0185
2999
3000- 25052 87182 0.1787 0.1147 0.2076 0.2998 0.0536
3999
4000- 19108 85566 0.1363 0.1125 0.3198 0.5270 0.0718
4999
5000- 13809 75507 0.0985 0.0993 0.4191 0.7388 0.0728
5999
7000- 17482 120380 0.1247 0.1583 0.5774 0.9964 0.1243
7999
8000- 8986 79762 0.0641 0.1049 0.6823 1.2597 0.0870
8999
10000- 8874 106223 0.0633 0.1397 0.8220 1.5043 0.0952
15000
>15000 5453 135360 0.0389 0.1780 1.0000 1.9220 0.0709
TOTA 14019 760367 1.0000 1.000 0.4199
L 1

Ide dasar perhitungan koefisien Gini sebenarnya berasal dari upaya pengukuran luas
suatu kurva yang menggambarkan distribusi pendapatan untuk seluruh kelompok
pendapatan. Kurva tersebut dinamakan kurva Lorenz yaitu sebuah kurva pengeluaran
kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya
pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif
penduduk. Guna membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk
(dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase
kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu vertikal (Gambar 2.1).

Sumber: Todaro dan Smith (2011)


Pada Gambar 2.1, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Sedangkan Koefisien Gini atau Gini Ratio adalah rasio (perbandingan) antara luas
bidang A yang diarsir tersebut dengan luas segitiga BCD. Dari gambaran tersebut dapat
dikatakan bahwa bila pendapatan didistribusikan secara merata dengan sempurna, maka
semua titik akan terletak pada garis diagonal. Artinya, daerah yang diarsir akan bernilai
nol karena daerah tersebut sama dengan garis diagonalnya. Dengan demikian angka
koefisiennya sama dengan nol. Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja yang menerima
seluruh pendapatan, maka luas daerah yang diarsir akan sama dengan luas segitiga,
sehingga Koefisien Gini bernilai satu.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
merata bila nilai Koefisien Gini mendekati nol (0), sedangkan makin tidak merata suatu
distribusi pendapatan maka nilai Koefisien Gini-nya makin mendekati satu. Kriteria
ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini (Susanti et al 2007) adalah
sebagai berikut:

 Lebih kecil dari 0. 4: tingkat ketimpangan rendah


 Antara 0.4-0.5: tingkat ketimpangan moderat
 Lebih tinggi dari 0.5: tingkat ketimpangan tinggi
Koefisien Gini merupakan salah satu ukuran ketimpangan pendapatan yang
memenuhi empat kriteria (Todaro dan Smith, 2006) yaitu:
1. Prinsip anonimitas (anonymity principle): ukuran ketimpangan seharusnya tidak
bergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan kata
lain, ukuran tersebut tidak bergantung pada apa yang kita yakini sebagai manusia yang
lebih baik, apakah itu orang kaya atau orang miskin
2. Prinsip independensi skala (scale independence principle): ukuran ketimpangan kita
seharusnya tidak tergantung pada ukuran suatu perekonomian atau negara, atau cara
kita mengukur pendapatannya. Dengan kata lain, ukuran ketimpangan tersebut tidak
bergantung pada apakah kita mengukur pendapatan dalam dolar atau dalam sen, dalam
rupee atau dalam rupiah, atau apakah perekonomian negara itu secara rata-rata kaya
atau miskin.
3. Prinsip independensi populasi (population independence principle): prinsip ini
menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah
penerima pendapatan (jumlah penduduk). Misalnya, perekonomian Cina tidak boleh
dikatakan lebih merata atau lebih timpang daripada perekonomian Vietnam hanya
karena penduduk Cina lebih banyak.
4. Prinsip transfer (transfer principle) : prinsip ini juga sering disebut sebagai prinsip
Pigou-Dalton. Prinsip ini menyatakan bahwa dengan mengasumsikan semua
pendapatan yang lain konstan, jika kita mentransfer sejumlah pendapatan dari orang
kaya ke orang miskin (namun tidak sangat banyak hingga mengakibatkan orang miskin
itu sekarang justru lebih kaya daripada orang yang awalnya kaya tadi), maka akan
dihasilkan distribusi pendapatan baru yang lebih merata.
2.5 Upaya Pemerataan Distribusi Pendapatan oleh pemerintah
Pemerintah saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan
yang terintegrasi. Beberapa di antaranya yaitu program penanggulangan kemiskinan
berbasis bantuan sosial, program penanggulangan kemiskinan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat, serta program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha kecil yang dijalankan oleh berbagai elemen pemerintah baik
pusat maupun daerah. Dalam RKP 2019, pemerintah mencanangkan lima prioritas
nasional dan 24 program prioritas yang direncanakan hingga tingkat proyek (satuan
tiga) di tingkat provinsi, kabupaten/kota. Lima prioritas nasional tersebut terdiri atas:
1) pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan
pelayanan dasar; 2) pengurangan kesenjangan antarwilayah melalui penguatan
konektivitas dan kemaritiman; 3) penguatan nilai tambah ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja melalui pertanian, industri, pariwisata, dan jasa produktif lainnya; 4)
pemantapan ketahanan energi, pangan, dan 16 Tabel 1. Statistik Kemiskinan dan
Ketidaksetaraan di Indonesia* 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan Relatif (% dari populasi) 16,6 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7 11,5 11,0 11,1
10,9¹ Kemiskinan Absolut (dalam jutaan) 37 35 33 31 30 29 29 28 29 28¹ Koefisien
Gini/ Rasio Gini 0,35 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,40 (*Maret 2016
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)). sumber daya air; dan 5)
stabilitas keamanan nasional dan kesuksesan pemilu.
Program lainnya adalah perluasan bantuan sosial nontunai yang harus
dipastikan berjalan tepat waktu, mengarahkan bantuan pangan nontunai untuk
memperbaiki pola konsumsi pangan masyarakat, dan program padat karya tunai (cash
for work) untuk masyarakat kurang mampu. Padat karya tunai bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja sementara, menurunkan angka
stunting, dan mengurangi kemiskinan. desa yang mengalami bencana, pascakonflik,
dan rawan pangan,  peningkatan anggaran perlindungan sosial, melakukan penguatan
ekonomi domestik dan tata kelola impor.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan adalah
peningkatan anggaran perlindungan sosial, melakukan penguatan ekonomi domestik
dan tata kelola impor, melakukan reformasi anggaran subsidi, memantapkan
kelompok menengah ke bawah juga melakukan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan di luar pulau Jawa untuk memperkuat infrastruktur konektivitas yang
menghubungkan antara pusat ekonomi dan wilayah penunjang sekaligus memperkuat
pengembangan produk, dan meningkatkan efektivitas penurunan kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi inklusif.
2.6 Efisiensi dan Keadilan dalam Distribusi Pendapatan
Distribusi merupakan suatu usaha penyaluran barang dan jasa dari
konsumen kepada produsen sehingga penggunaannya sesuai dengan yang dibutuhkan.
Dengan kata lain distribusi merupakan kegiatan ekonomi yang menjembatani antara
produsen dengan konsumen. Berkat distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan
konsumen.
Efisiensi adalah perbandingan antara input dan output, di mana input
digunakan setepat dan sebaik mungkin untuk memperoleh output yang terbaik.
Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan menjelaskan bahwa bila semua sumber
daya yang ada habis teralokasi, maka akan mencapai alokasi yang efisien. Tetapi tidak
dapat dikatakan bahwa alokasi tersebut adil. Para ekonom konvensional berbeda
pendapat tentang distribusi yang adil:
1. Konsep Egalitarian : setiap orang dalam kelompok masyarakat menerima barang
sejumlah yang sama
2. Konsep rawlsian : maksimal utility orang yang paling miskin
3. Konsep utilitarian :maksimalkan utility dari setiap orang dalam kelompok
masyarakat
4. Konsep market oriented: hasil pertukaran melalui mekanisme pasar adalah yang
paling adil.
Pengaruh dari ketidakmerataan pendapatan terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui ekonomi politik, yaitu dengan menggunakan indeks Gini pendapatan
dan kepemilikan tanah sebagai dua indikator ketidakmerataan. Hasilnya
ketidakmerataan pendapatan dan kepemilikan tanah mempunyai korelasi negatif
dengan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmerataan
pendapatan dan kepemilikan tanah yang semakin membesar akan mengurangi laju
pertumbuhan ekonomi selanjutnya (Alesina dan Rodrik, 1994). Pengaruh
ketidakmerataan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui ketidakstabilan
politik dan investasi. Hasilnya ketidakmerataan pendapatan meningkatkan
ketidakstabilan politik dan pada gilirannya menurunkan investasi. Konsekuensinya,
ketidakmerataan pendapatan dengan investasi mempunyai mempunyai hubungan
korelasi yang negatif. Karena investasi adalah pendorong utama dari pertumbuhan
ekonomi, maka peningkatan ketidakmerataan pendapatan akan menurunkan laju
pertumbuhan ekonomi.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2001. Data Informasi Kemiskinan. Jakarta: BPS


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Penduduk Fakir Miskin. Jakarta:
Bappenas.
Dumairy. 1999. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kuznets, S. 1995. Economic Growth and Income Inequality. American Economic Review.
Pages 45 (1) 1-28.
Musfidar, M. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Di Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Makasar.
Susanti, H., M. Ikhsan] dan Widayanti. 2007. Indikator-indikator Makroekonomi. LPEM FE-
UI. Jakarta.
Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ke 8.
Jakarta: Erlangga.
Todaro, M. P. dan S. C Smith. 2011. Economic Development (11th edition). New Jersey:
Prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai