Anda di halaman 1dari 22

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ekonomi Pembangunan

Dosen Pengampu : Aryanti Muhtar Kusuma, M.Si

Oleh :

Kelompok 4 / ES - 5F

1. Ery Indah Setyowati (1720210215)

2. Muhammad Riyanto (1720210232)

3. Ahmad Hilal Abiyat (1720210233)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari
pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi di Indonesia
secara resmi dimulai sejak tahun 1969 dan prosesnya berjalan dengan mulus
selama beberapa dekade 1970-an dan 1980-an. Pembangunan ekonomi yang
baik tercermin pada kenaikan pendapatan perkapita dan perbaikan tingkat
kesejahteraann masyarakat yang baik dalam jangka Panjang yang disertai
dengan perbaikan sistem kelembagaan suatu negara. Maka, pembangunan
ekonomi mempunyai kaitan dan pengaruh besar terhadap perkembangan
suatu negara. Selain itu, keberhasilan usaha suatu negara nantinya dapat
mendistribusikan pendapatan secara merata dan adil serta dapat mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada di Negara tersebut.
Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan
kemiskinan karena cakupanya tidak hanya menganalisa populasi yang berada
dibawah garis kemiskinan. Ukuran dan indikator yang mengukur tingkat
distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya
membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam
menggambarkan tingkat kesejahteraan. Kemiskinan merupakan suatu
fenomena yang harus di minimalisir bahkan harus diantisipasi oleh setiap
orang. Tetapi dalam kenyataanya kemiskinan masih sangat melekat dalam
kehidupan manusia sehingga diperlukan penanggulangan secara
berkelanjutan. Kemiskinan sangat erat hubungannya dengan ketimpangan
distribusi pendapatan di masyarakat. Karena jika distribusi pendapatan tidak
merata makan akan mengganggu jalannya perekonomian suatu negara bahkan
dapat menyebabkan kemiskinan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi distribusi pendapatan ?.
2. Apa saja jenis-jenis dari distribusi pendapatan ?.
3. Apa saja indikator dari distribusi pendapatan ?.
4. Bagaimana aspek pokok dalam distribusi pendapatan ?.
5. Apa definisi kemiskinan ?.
6. Apa penyebab serta macam-macam kemiskinan ?.
7. Apa saja indikator dari kemiskinan ?.
8. Bagaimana strategi pengentasan kemiskinan ?.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi distribusi pendapatan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari distribusi pendapatan.
3. Untuk mengetahui indikator dari distribusi pendapatan.
4. Untuk mengetahui aspek pokok dalam distribusi pendapatan.
5. Untuk mengetahui definisi kemiskinan.
6. Untuk mengetahui penyebab dan macam-macam kemiskinan.
7. Untuk mengetahui indikator dari kemiskinan.
8. Untuk mengetahui strategi pengentasan kemiskinan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Distribusi Pendapatan
1. Definisi Distribusi Pendapatan
Istilah ini terdiri atas 2 kata yaitu distribusi dan pendapatan. Menurut
KBBI, distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan pengiriman.
Sedangkan pendapatan artinya penerimaan seseorang selama periode tertentu
atau hasil kerja usaha.
Distribusi pendapatan adalah ketimpangan atau ketidak meratanya
pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya.
Apabila dalam suatu wilayah terjadi ketimpangan kekayaan, itu artinya
distribusi pendapatan di wilayah tersebut belum berjalan dengan efektif.
Ketimpangan kekayaan yang menciptakan jurang pemisah antara yang kaya
dan yang miskin tersebut, bisa jadi karena kesalahan sistem dalam distribusi.
Pendapatan atau bisa jadi karena sistem yang ada belum diaplikasikan secara
maksimal dalam kehidupan.1
Sebuah cara yang paling sederhana untuk menganalisis masalah
distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah dengan menggunakan analisis
kurva kemungkinan produksi (production possibility curve = PPC) atau batas
kemungkinan produksi (production possibility frontier = PPF). Untuk
menggambarkan analisis tersebut, produksi barang dalam sebuah
perekonomian dibagi menjadi dua jenis barang, masing-masing adalah
barang-barang kebutuhan pokok (necessity goods) seperti makanan pokok,
pakaian, perumahan dan barang-barang mewah seperti mobil mewah, video,
televisi, pakaian mewah, dan sebagainya.
Pada sumbu vertikal digambarkan semua barang mewah secara
keseluruhan, sedangkan sumbu horizontal melukiskan kelompok barang
kebutuhan pokok. Oleh karena itu, (production possibility curve = PPC)
tersebut menggambarkan kombinasi maksimum dari kedua macam barang

1
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), hlm. 65

3
yang dapat dihasilkan perekonomian tersebut dengan cara menggunakan
teknologi tertentu. Namun, keadaan tersebut tidak menunjukan secara jelas
kombinasi yang mana diantara banyak kemungkinan yang akan dipilih.2
Sebagai contoh, GNP riil yang sama ditunjukkan oleh titik A dan titik
B. Pada titik A, banyak barang mewah dan sedikit barang kebutuhan pokok
yang dihasilkan, sedangkan y pada titik B terjadi sebaliknya. Bagi negara
yang berpendapatan rendah, kombinasi yang diharapkan pada titik B. Namun,
faktor penentu utama bagi kombinasi output dalam perekonomian pasar dan
“campuran” adalah tingkat permintaan efektif secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan oleh posisi dan bentuk kurva permintaan masyarakat secara
keseluruhan, terutama ditentukan oleh tingkat distribusi pendapatan nasional.3

Pilihan Produksi antara Barang Mewah versus Barang Kebutuhan Pokok

Distribusi pendapatan atau kesenjangan dan tingkat kemiskinan


merupakan masalah besar yang dihadapi negara berkembang termasuk
Indonesia. Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Tidak
meratanya distribusi pendapatan akan memicu ketimpangan pendapatan yang
merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.

2
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), hlm. 282
3
Ibid, hlm. 283

4
Masalah kesenjangan tidak hanya di alami oleh negara berkembang,
tetapi juga oleh negara maju. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar
kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta
kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah
penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi
tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju mengalami tingkat kesenjangan
pendapatan yang relatif lebih kecil dibandingkan negara sedang berkembang,
dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit karena GNP dan GDP negara maju
relatif tinggi. (Amir Machmud, 2016:288-289).
Adelman & Morris (1973) mengemukakan delapan penyebab
ketidakmerataan distribusi pendapatan yaitu:
1. Pertambahan penduduk yang tinggi akan memicu penurunan
pendapatan per kapita.
2. Inflasi di mana pendapatan atas uang bertambah namun tidak diikuti
secara proporsional oleh pertambahan produksi barang-barang.
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal
(capital intensive), sehingga presentase pendapatan dari tambahan
modal lebih besar daripada presentase pendapatan yang berasal dari
kerja, sehingga angka pengangguran pun bertambah.
5. Rendahnya mobilitas sosial.
6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan
kenaikan pada harga barang-barang hasil industri guna melindungi
usaha-usaha golongan kapitalis.
7. Memburuknya nilai tukar bagi negara berkembang dalam perdagangan
dengan negara-negara maju, sebagai akibat adanya ketidakpastian
permintaan terhadap barang-barang ekspor negara berkembang.
8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan,
industri rumah tangga dan lain-lain.4

4
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), hlm. 283-284

5
2. Jenis-jenis Distribusi Pendapatan
Menurut Dumairy (1996), distribusi pendapatan dalam kaitannya dengan
pemerataan pembagian pendapatan, dapat dilihat dari tiga sisi yaitu:
a. Distribusi pendapatan antar lapisan pendapatan masyarakat.
b. Distribusi pendapatan antar daerah, dalam hal ini antar wilayah perkotaan
dan wilayah pedesaan.
c. Pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar provinsi dan
antar kawasan (barat, tengah, timur).

Sedangkan menurut Todaro (2004), pembagian pendapatan dapat dilihat


dari tiga segi yaitu:
a. Pembagian pendapatan antar golongan (size distribution income).
b. Pembangunan pendapatan antar daerah perkotaan dan pedesaan (urban
regional income disparities).
c. Pembangunan pendapatan antar daerah atau provinsi (regional income
disparities).5

Distribusi pendapatan menurut para ahli ekonomi dapat dibedakan antara


lain:
a. Distribusi Pendapatan Perorangan
Distribusi pendapatan perorangan ini menunjukkan hubungan antara
individu-individu dengan pendapatan total yang mereka terima. Fokus
dalam model distribusi ini yaitu seberapa besar pendapatan yang diterima
oleh seseorang tidak melihat teknik atau cara yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh pendapatannya, banyaknya anggota rumah
tangga yang mencari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya atau apakah penghasilan tersebut berasal dari pekerjaan atau
sumber lainnya seperti bunga, hadiah, royalti, keuntungan maupun
warisan. Lokasi dan sektor sumber pendapatan juga turut diabaikan.

5
https://www.academia.edu/24047216/Perekonomian_Indonesia, Diakses pada tanggal 18
September 2019, Pukul 13.15 WIB.

6
b. Distribusi Pendapatan Fungsional
Distribusi pendapatan fungsional ini menjelaskan pangsa pendapatan
nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Teori ini
pada dasarnya memfokuskan perhatiannya pada presentase penghasilan
tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai faktor produksi yang
terpisah, dan kemudian membandingkannya dengan presentase
pendapatan total yang berwujud sewa, bunga, dan laba (masing-masing
merupakan hasil perolehan atas faktor produksi tanah, modal dan
kewirausahaan).6

3. Indikator Distribusi Pendapatan


a) Kurva Lorenz
Cara lain untuk menganalisis distribusi pendapatan perorangan
adalah membuat kurva yang disebut dengan kurva Lorenz yang diambil
dari nama Conrad Lorenz, seorang ahli statistika dari Amerika serikat.
Pada tahun 1905, ia menggambarkan hubungan antara kelompok-
kelompok hidup dan pangsa (share) pendapatan mereka.

Dari contoh tersebut menunjukkan bagaimana cara menggambarkan


kurva Lorenz tersebut. Jumlah penerima pendapatan digambarkan pada
sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak namun dalam presentase

6
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), hlm. 284-286

7
kumulatif. Misalnya, titik 20 menunjukkan 20% penduduk termiskin
(paling rendah pendapatannya) dan pada titik 60 menunjukkan 60%
penduduk terbawah pendapatannya, dan pada ujung sumbu horizontal
menunjukkan jumlah 100% penduduk yang dihitung pendapatanya.
Sumbu vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh
masing-masing presentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif
sampai 100%, dengan demikian kedua sumbu itu sama panjangnya dan
akhirnya membentuk bujur sangkar.
Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik origin
menuju sudut kanan atas dari bujur sangkar tersebut. Setiap titik pada
garis diagonal tersebut menunjukkan bahwa persentase pendapatan yang
diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan tersebut.
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif antara persentase
penduduk dan persentase pendapatan yang mereka terima. Semakin jauh
kurva Lorenz tersebut dari garis diagonal (kemerataan sempurna), maka
semakin tinggi pula derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan.7
b) Koefisien Gini
Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidakmerataan
distribusi pendapatan dalam suatu negara dapat diperoleh dengan
menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna)
dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur
sangkar di mana kurva Lorenz tersebut berada.
Koefisien Gini ditunjukkan oleh perbandingan antara daerah A (luas
daerah yang dilingkupi garis kemerataan sempurna dan kurva Lorenz)
dengan luas segitiga BCD. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik
Italia yang bernama C. Gini yang pertama kali menemukan rumus
tersebut pada tahun 1912.8

7
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), hlm. 289
8
Ibid, hlm. 290

8
Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan
nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1
(ketidakmerataan sempurna). Koefisien Gini dari negara-negara yang
mengalami ketidakmerataan tinggi berkisar antara 0,50-0,70;
ketidakmerataan sedang berkisar antara 0,36-0,49; dan yang mengalami
ketidakmerataan rendah berkisar antara 0,20 -0,35.9
c) Hipotesis Kuznets
Analisi kutznets ini menggunakan pendekatan test cross-section
country, dimana analisis ini dilakukan di banyak negara pada suatu titik
waktu tertentu, bukan membahas suatu negara dalam kurun waktu
panjang.

9
Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hlm 159

9
Dalam analisinya kuznets menemukan relasi antara tingkat
kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang
berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada awal tahap
pertumbuhan, distribusi pendapatan dan kesejahteraan cenderung
memburuk. Namun pada tahap berikutnya, distribusi pendapatan tersebut
akan membaik seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita.10
d) Indeks Williamson
Salah satu indikator yang biasa dan dianggap cukup representatif
untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah (regional) adalah
indeks ketimpangan daerah yang dikemukakan Jefry G. Williamson
(1965). Wiliamson mengemukakan model vw (indeks tertimbang atau
weighted indek terhadap jumlah penduduk dan vuw (tidak tertimbang)
untuk mengukur ketimpangan pendapatan perkapita suatu negara pada
waktu tertentu. Karena jumlah penduduk masing-masing daerah biasanya
masih fariatif, maka model ketimpangan tertimbang menjadi lebih
relevan.
Dengan demikian, penjelasan tentang kecenderungan meningkat atau
menurunnya ketimpangan tersebut dapat dijelaskan dengan
memperhatikan pada besarnya penyebut atau pembagi dari penduduk
daerah tersebut.
Berikut ini adalah formulasi dari indeks ketimpangan daerah yang
dikemukakan oleh Jefry G. Williamson:

∑ 𝑖 (𝑌𝑖−𝑌)2 𝐹𝑖/𝑛
Vw = √ yaitu 0 < VW < 1
𝑌

Keterangan :
Vw : Indeks Williamson
Yi : Pendapatan per kapita di tingkat provinsi
Y : Pendapatan per kapita nasional
Fi : Jumlah penduduk di tingkat provinsi
n : Jumlah penduduk nasional

10
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), hlm. 292

10
Hal ini berarti bahwa pada dasarnya indeks Williamson merupakan
koefisien persebaran dari rata-rata nilai persebaran yang dihitung berdasarkan
estimasi dari nilai PDRB dan penduduk daerah-daerah yang berada pada
lingkup wilayah yang dikaji dan dianalisis.
Ada tiga kriteria dalam perhitungan indeks Williamson ini:
1. Angka 0,0 – 0,2 maka ketidakmerataannya rendah.
2. Angka 0,21 - 0,35 maka ketidakmerataannya sedang.
3. Angka > 0,35 maka ketidakmerataannya tinggi.11

Data Perhitungan Indeks Williamson di Negara XYZ


(Data Hipotetis)
Provinsi PDRB Fi Yi Y (𝑌𝑖 − 𝑌)2 (𝑌𝑖 − 𝑌)2 . 𝑓/𝑛

A 50 20 2,5 3,2 0,49 0,054


B 100 25 4 3,2 0,64 0,089
C 120 40 3 3,2 0,04 0,009
D 50 25 2 3,2 1,44 0,200
E 80 25 3,2 3,2 0 0
F 75 25 3 3,2 0,04 0,006
G 100 20 5 3,2 3,24 0,360
TOTAL 575 180 3,2 0,718

Penyelesaian:
Karena Y = 3,2 maka Indeks Williamson-nya adalah sebesar √0,718/3,2 =
0,473. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tingkat ketidakmerataan
pendapatan di negara XYZ sangatlah tinggi.

11
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 294-295

11
4. Aspek pokok dalam Distribusi Pendapatan
a) Distribusi Harta
Pada dasarnya, ketimpangan dalam distribusi pendapatan
mencerminkan kepincangan dalam distribusi harta (aset), baik harta fisik
(misalnya modal, mesin produksi, dan sebagainya) maupun harta non-
fisik (misalnya ketrampilan manusia). Kedua jenis "harta" ini dapat
menghasilkan pendapatan (income-earning assets), sehingga semakin
banyak "harta" yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula
pendapatannya. Dengan demikian, pola distribusi pendapatan yang
sangat timpang mengindikasikan adanya ketimpangan yang cukup parah
dalam distribusi harta-nya.
Jika distribusi harta sangat menentukan distribusi pendapatan, maka
hal ini berarti bahwa upaya pemerataan pendapatan hanya dapat
dikerjakan upaya pemerataan distribusi harta, baik harta fisik maupun
harta non-fisik. Pengalaman di negara-nagara lain telah menunjukkan
bahwa upaya pemerataan pendapatan melalui sistem pajak progresif dan
pembayaran transfer (subsidi) kepada golongan masyarakat miskin, atau
seringkali disebut dengan kebijakan lunak (soft policies) yang ternyata
dalam jangka panjang tidak banyak berhasil dalam membawa perubahan
yang berarti dalam distribusi pendapatan. Dengan demikian, upaya
memeratakan pendapatan memerlukan seperangkat kebijakan keras yang
direpresentasikan olen redistribusi harta, baik harta fisik maupun harta
non-fisik.12
b) Strategi Pembangunan
Strategi Pembangunan dewasa ini, banyak kritik yang dilontarkan
terhadap strategi pembangunan yang dianut oleh sebagian besar NSB
(negara sedang berkembang). Strategi pembangunan di berbagai negara
sedang berkembang lebih banyak mementingkan laju pertumbuhan
ekonomi dan kurang mementingkan pemecahan efektif mengenai
masalah pemerataan pendapatan dan kemiskinan. Di beberapa NSB,

12
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 296

12
termasuk Indonesia, tidak ada indikasi kuat yang menunjukkan bahwa
jumlah orang miskin telah berkurang, baik secara absolut maupun secara
relatif. Hal ini tidaklah terlalu mengherankan, karena strategi
pembangunan yang ditempuh di sebagian besar NSB secara sadar atau
tidak sadar cenderung bersifat diskriminatif terhadap golongan penduduk
yang berpendapatan rendah.
Berbagai kebijakan pembangunan yang ada, baik di bidang
pendidikan, kesehatan maupun pertanian seringkali cenderung malah
merugikan golongan yang berpendapatan rendah, meskipun hal ini tentu
saja tidak dilakukan dengan sengaja. Sehingga, perlu adanya perbaikan-
perbaikan dalam upaya perencanaan pembangunan agar efek-efek negatif
dari setiap program pembangunan dapat diminimalisasi. Sehingga,
dengan begitu diharapkan kebijakan pembangunan yang ada dapat
meningkatkan kesejahteraan golongan penduduk yang berpendapatan
rendah, dan bukan malah merugikan mereka.13
c) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh
pihak pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi
perekonomian ke arah yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara
mengubah atau memperbarui penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Di samping strategi pembangunan yang terkadang dapat bersifat
regresif kebijakan fiskal (termasuk kebijakan perpajakan) ternyata sering
bersifat regresif pula. Meskipun di atas kertas sistem perpajakannya
bersifat progresif. Di Indonesia, sistem perpajakan diatas kertas bersifat
progresif, namun dalam kenyataanya bersifat sangat regresif dimana
golongan yang berpendapatan tinggi karena berbagai hal, terutama
kekurang sadaran pada golongan ini maupun adanya inefisiensi-
inefisiensi dalam pemungutan pajak, sehingga mereka seringkali tidak
membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. Kiranya perlu adanya
mekanisme perpajakan yang lebih baik, dengan demikian instrumen

13
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 297

13
fiskal tersebut dapat sepenuhnya digunakan sebagai alat untuk mencapai
tahap keadilan sosial dalam bermasyarakat.14

B. Kemiskinan
1. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal,
pendidikan dan kesehatan yang layak.
Menurut BAPPENAS (2002), Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai
suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang
tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap
manusiawi (Bappenas, 2002).
Menurut Ravallion (2001), kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki
tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin
umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak
memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena
sakit. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki
rasa bebas.
Secara garis besar definisi miskin dapat dipilah menjadi dua aspek, yaitu:
1. Secara Kuantitatif, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana taraf
hidup manusia serba kekurangan atau tidak memiliki harta benda.
2. Secara Kualitatif, kemiskinan adalah keadaan hidup manusia yang tidak
layak.
Di sisi lain, Fernandez (2001) menambahkan tentang beberapa ciri
masyarakat miskin ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:
1. Aspek politik : tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan
yang menyangkut hidup mereka.
2. Aspek sosial : tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.
3. Aspek ekonomi : rendahnya kualitas SDM, termasuk kesehatan,
pendidikan, ketrampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan;

14
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 298

14
dan rendahnya kepemilikan atas aset fisik, termasuk aset lingkungan
hidup seperti air bersih dan penerangan.
4. Aspek budaya atau nilai: terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas
SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan mudah menyerah.

Oleh karena itu, masalah kemiskinan ini masih tetap relevan dan penting
untuk dikaji dan diupayakan penanggulangannya, kalau tujuan pembangunan
nasional yang adil dan merata serta terbentuknya manusia Indonesia
seutuhnya.15

2. Penyebab Dan Macam-macam Kemiskinan


Penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi yaitu kemiskinan
muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan tidak merata, penduduk miskin hanya
memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah, kualitas
sumber daya manusia rendah, serta perbedaan akses modal.16
Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun
keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Purba, 2012:77):
a. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu konsep yang pengukurannya tidak
didasarkan pada garis kemiskinan tetapi pada ketidakmampuan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan minimum agar bisa bertahan hidup.
Kebutuhan minimum dimaksud antara lain sandang, pangan, papan,
pendidikan dan kesehatan.
Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka untuk mengetahui
seberapa banyak orang yang penghasilannya berada di bawah garis
kemiskinan absolut. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu
konstan secara riil, sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang diperoleh

15
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 299-300
16
Yulianto Kadji, Kemiskinan Dan Konsep Teoritisnya, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis UNG,
hlm.2

15
dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu. Garis
Kemiskinan adalah persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis
kemiskinan, yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang
dikategorikan miskin. Untuk memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs
Appsroach). Konsep ini tidak hanya dilakukan oleh BPS, tetapi juga negara-
negara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra
Leone dan Gambia. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan non-makanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang
dikonseptualisasikan dengan Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan adalah
representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 1.200 kilo kalori per
kapita per hari, dan kebutuhan pokok non-makanan. GK yang digunakan oleh
BPS terdiri dari dua Nonmakanan (GKNM), sehingga GK merupakan
penjumlahan dari GKM dan GKNM (Amir Machmud, 2016:288).
b. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah suatu konsep yang mengacu pada gartis
kemiskinan (poverty line) yang sebenarnya merupakan suatu ukuran
mengenai ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Kondisi ini disebabkan
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh
masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan dalam pendapatan.
c. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah suatu konsep yang mengacu pada persoalan
sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti
tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, dan
tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah suatu konsep kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya. Kemiskinan ini terjadi dalam
satu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung
pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya

16
kemiskinan. Menurut sinaga dan White (1987) dalam purba (2012),
kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada membuat
sekelompok masyarakat yang tidak menguasai sarana ekonomi (produksi) dan
fasilitas secara merata. Dalam kemiskinan struktural sebagian anggota
masyarakat akan tetapi miskin walaupun total produksi yang dihasilkan
masyarakat secara ratarata dapat membebaskan semua anggota masyarakat
dari kemiskinan.17

3. Indikator Kemiskinan
a. Tingkat Konsumsi Beras.
b. Tingkat Pendapatan.
c. Indikator Kesejahteraan Rakyat.
d. Indeks Kemiskinan Manusia.18
Indikator kemiskinan di kemukakan oleh Bappenas berupa:
1. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak
2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif
3. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis
4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup
5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi
6. Ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah
7. Akses ke ilmu pengetahuan yang terbatas

17
Nurlaila Hanum, Analisis Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan, Jurnal
Samudera Ekonomika, Vol.2, NO.2 Oktober 2018. Hal. 160-161
18
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN), hlm. 303

17
4. Strategi Pengentasan Kemiskinan
a) Pembangunan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan
biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum, maka dari itu
peningkatan lembaga Pendidikan, kesehatan, dan gizi merupakan langkah
yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah
kemiskinan.
b) Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan
ekonomi karena sector tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar
bagi pendapatan masyarakat dipedesaan berarti akan mengurangi jumlah
masyarakat miskin disuatu negara.
c) Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
Mengingat LSM memiliki fleksibitas yang baik di lingkungan
masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam
menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan.19

19
Ibid, hlm. 307-309

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah ini terdiri atas 2 kata yaitu distribusi dan pendapatan. Menurut
KBBI, distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan pengiriman.
Sedangkan pendapatan artinya penerimaan seseorang selama periode tertentu
atau hasil kerja usaha.
Distribusi pendapatan adalah ketimpangan atau ketidak meratanya
pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya.
Menurut Dumairy (1996), distribusi pendapatan dalam kaitannya dengan
pemerataan pembagian pendapatan, dapat dilihat dari tiga sisi yaitu:
1. Distribusi pendapatan antar lapisan pendapatan masyarakat.
2. Distribusi pendapatan antar daerah, dalam hal ini antar wilayah perkotaan
dan wilayah pedesaan.
3. Pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini anta provinsi dan
antar Kawasan (barat, tengah, timur).
Menurut ahli ekonomi distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua
bagian yaitu distribusi pendapatan perorangan dan distribusi pendapatan
fungsional.
Indikator distribusi pendapatan terdiri dari Kurva Lorenz, Koefisien Gini,
Hipotesis Kuznets dan Indeks Williamson. Dan aspek pokok dalam distribusi
pendapatan yaitu distribusi harta, strategi pembangunan, kebijakan fiskal.
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu situasi atau kondisi yang
dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu
menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi
(Bappenas, 2002). Ada empat jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut,
relatif, kultural dan struktural.
Strategi dalam pengentasan kemiskinan dengan cara pembangunan sumber
daya manusia, pembangunan pertanian dan perdesaan, peranan lembaga
swadaya masyarakat.

19
B. Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dipertanggungjawabkan.

C. Penutup
Demikianlah makalah yang dapat penulis susun dan uraikan. Semoga
dapat menambah wawasan khazanah keilmuan bagi kita. Penulis sadar
makalah yang ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami nantikan demi
perbaikan makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Hanum, Nurlaila. 2018. Analisis Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi


Pendapatan. Jurnal Samudera Ekonomika. Vol.2, NO.2

Kadji, Yulianto. Kemiskinan Dan Konsep Teoritisnya. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
UNG

Sadono Sukirno.2009. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Prenadamedia Group

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

https://www.academia.edu/24047216/Perekonomian_Indonesia

21

Anda mungkin juga menyukai