Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Dan IPM Terhadap

Ketimpangan Pendapatan Di DIY 2016-2021


Disusun oleh:
Mira Fatmawati
2010101070

Nina Nurmila
2010101150

Alfinda Urmita Diah Ayu


2010101118

Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh secara maksimal akan mempengaruhi peningkatan pada
pembangunan dan juga hasil-hasilnya. Sedangkan distribusi pemerataan pada pembangunan dan
hasil-hasilnya yang cukup memuaskan hanya dapat diraih dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang cenderung melambat. Sehingga peraturan kebijakan yang memprioritaskan pertumbuhan
ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan
adalah suatu kondisi yang menggambarkan adanya perbedaan pendapatan antar wilayah yang
sangat mencolok. Hasil dari output yang dimonopoli dan hanya dinikmati oleh beberapa orang
mengakibatkan adanya polaritas antar wilayah.

Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan merujuk pada standar hidup masyarakat yang relatif,
karena ketimpangan yang terjadi antar wilayah disebabkan adanya perbedaan faktor anugrah
awal. Pembangunan ekonomi yaitu tahapan terjadinya kenaikan pada tingkat pendapatan
perkapita masyarakat yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan teori
pembangunan terdapat tiga unsur pokok yang harus ada yaitu proses, peningkatan pendapatan
perkapita, dan berlangsungnya secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang.
Ketimpangan merupakan fenomena alami yang pasti akan terjadi. Oleh sebab itu, ketimpangan
tidak dapat dihilangkan, tetapi hanya bisa diredamkan ke tingkat yang bisa ditoleransikan oleh
sistem sosial tertentu agar dalam sistem harmoni tetap terpelihara dalam proses pertumbuhannya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan yaitu pertumbuhan ekonomi,


kemiskinan, dan indeks pembangunan manusia (IPM). Pertumbuhan ekonomi memiliki peran
yang cukup penting dalam mempengaruhi ketimpangan pendapatan, dimana ketimpangan
pendapatan dapat diturunkan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang
diharapkan dapat menjadi jembatan terwujudnya pemerataan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi
adalah kenaikan kemampuan suatu negara dalam jangka panjang untuk menyediakan jenis
barang-barang ekonomi yang semakin banyak kepada penduduknya, kemampuan ini akan
tumbuh sesuai dengan tingkat kemajuan tekonologi, dan penyesuaian kelembagaan serta
ideologis yang diperlukannya (Nursahid et al., 2018). Pembangunan ekonomi pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi
pendapatan yang lebih merata. Oleh karena itu pemerintah membuat penetapan pada target laju
pertumbuhan di dalam perencanaan dan tujuan pembangunannya.

Selain tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan daerah juga harus bisa
mengurangi tingkat kemiskinan agar jumlah ketimpangan pendapatan dapat berkurang. Hal ini
karena jika tingkat kemiskinan semakin tinggi, maka akan menimbulkan ketimpangan
pendapatan yang semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Kemiskinan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ketimpangan pendapatan. Menurut Arsyad (2017)
pemerataan distribusi pendapatan berkaitan dengan upaya untuk mengatasi kemiskinan, sehingga
perlu adanya upaya untuk mengurangi kemiskinan agar tingkat ketimpangan pendapatan semakin
berkurang.

Data Kemiskinan DIY tahun 2016-2021


80
70
60
50
40
30
20
10
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021

Kulon Progo Bantul Gunung Kidul


Sleman Yogyakarta

Gambar 1 : Data Kemiskinan DIY Tahun 2016-2021


Sumber: (Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2022b)

Grafik diatas adalah data kemiskinan di Provinsi DIY pada tahun 20176-2021. Dapat dilihat
bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi DIY cenderung menurun, namun di beberapa tahun
terakhir menjuju tahun 2021 jumlah kemiskinan kembali meningkat. Hal ini disebabkan adanya
pandemi covid-19 yang melanda Negara Indonesia. Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan
tertinggi di Provinsi DIY berada di daerah Kulon Progo yaitu sebesar 18,38% atau sebanyak
81.140 jiwa. Tingginya tingkat kemiskinan di Kulon Progo ini, mengakibatkan kerawanan
pangan yakni mencapai 10,62%. Tidak hanya Kulon Progo, namun semua daerah di Provinsi
DIY pada tanun 2021 tingkat kemiskinan juga kembali meningkat. Masa pandemi menyebabkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi rendah, apa lagi di Provinsi DIY yang dominan
sektor wisata terjadi kontraksi yang turun secara tajam. Pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo
pada tahun 2020 sebesar -4,06% jauh lebih rendah dibanding realisasi tahun 2019 sebesar
13,49%. Perkembangan ini sejalan dengan perekonomian nasional yang juga terkontraksi sebesar
2,07% pada tahun 2020 dan pertumbuhan ekonomi DIY sebesar -2,69%, sehingga tergololong
status miskin. Kemiskinan mempengaruhi ketimpangan pendapatan, dimana semakin tinggi
tingkat kemiskinan maka semakin tinggi pula ketuimpangan pendapatan. Untuk itu perlu adanya
pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan sehingga dapat
membantu mereka memperolah pendapatan guna memenuhi kebutuhan dan mengejar
ketertinggalan kita sebagai negara sedang berkembang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kemiskinan akan meningkat jika jumlah pengangguran juga meningkat. Rata-rata pendapatan
yang diterima oleh golongan bawah pun juga sedikit sehingga pertumbuhan ekonomi tidak
meningkat. Pada pernyataan hukum okun menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Dimana 1 persen kenaikan yang terjadi pada
tingkat pengangguran akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan ekonomi sebesar 2
persen atau lebih. Sehingga peningkatan kualitas dari sumber daya manusia melalui peningkatan
pada pendidikan, latihan kerja dan standar kehidupan perlu dilakukan sebagai upaya dalam
mengatasi pengangguran.

Data IPM DIY Tahun 2016-2021


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021

Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

Gambar 2 : Data IPM DIY Tahun 2016-2021


Sumber: (Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2022a)

Dari data diatas dapat dilihat nilai IPM di Provinsi DIY dari tahun 2016-2021 secara umum
mengalami peningkatan. Ini artinya bahwa kualitas dari pembangunan manusia di Provinsi DIY
yang semakin membaik. Laju pertumbuhan IPM bergantung pada kualitas pembangunan
manusia, dimana peningkatan kualitas pembangunan manusia dapat dicapai melalui berbagai
program kesehatan, pendidikan dan angka harapan hidup. Semakin tinggi tingkat IPM maka akan
semakin tinggi tingkat produktivitas penduduk yang kemudian akan mendorong tingkat
pendapatan menjadi semakin tinggi dan pengangguran akan menurun.
Apabila tingkat upah menjadi tolak ukur dari tingkat produktivitas, maka semakin banyak orang
yang berpendidikan tinggi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang tinggi dan hasil dari
ekonomi akan bertambah lebih tinggi. Teori ini sesuai dengan teori human capital, yaitu
menjelaskan apabila pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan akan
mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan, maka peran pendidikan dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sangat penting.

Isu mengenai ketimpangan pendapatan menjadi salah satu target Indeks Kinerja Utama Kepala
Daerah D.I. Yogyakarta yang diamanatkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah) tahun 2017 – 2022. Pada tahun 2022 ketimpangan pendapatan yang diukur
dengan Indeks Gini ditargetkan mencapai 0,3635. Perbandingan RPJMD 2017–2022
menunjukkan bahwa capaian Indeks Gini tidak mencapai target seperti yang ditunjukkan pada
Gambar berikut.

Gambar grafik perbandingan capaian target ketimpangan pendaptan tahun 2018-2019

0.475
0.425
0.375
0.325
0.275
0.225
Indeks Gini

0.175
0.125
0.075
0.025
2017 2018 2019 2020 2021
Target 0.287 0.3917 0.3846 0.385 0.3705
Capaian 0.432 0.441 0.423 0.434 0.441

Gambar 3 : Target dan Capaian Gini Ratio di DIY 2017-2021


Sumber:(BPS & BPPD D.I. Yogyakarta, 2020)

Ketidaktercapaian target ketimpangan pendapatan RPJMD menjadi bahan pertimbangan untuk


melaksanakan intervensi yang lebih tepat agar indikator tersebut di akhir RPJMD dapat
mencapai target yang telah ditentukan.

Ketimpangan pendapatan dapat menimbulkan dampak positif bagi pembangunan ekonomi


diantaranya yaitu mampu mendorong kinerja, termasuk dalam memberikan dukungan pada
investasi sumber daya manusia, mendorong dalam pengambilan keputusan yang berisiko, serta
keputusan untuk melakukan investasi. Namun, ketimpangan pendapatan juga menimbulkan
dampak negatif seperti memunculkan demotivasi, ketegangan sosial, dan gangguan keamanan,
serta penurunan permintaan yang bisa mengendalikan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per
kapita. Meskipun perekonomian yang terjadi D.I. Yogyakarta terus berkembang, akan tetapi
adanya distribusi pendapatan yang belum merata dapat menimbulkan masalah pada saat ini
maupun di masa yang akan datang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat juga dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan
antar kelompok sosial (kaya dan miskin) dan antar daerah (maju dan terbelakang). Meningkatnya
ketimpangan pendapatan antar kelompok dan wilayah dapat menimbulkan permasalah seperti
kecemburuan sosial, kerentanan terhadap fragmentasi wilayah, dan ketimpangan ekonomi yang
lebih luas dan curam. Ketimpangan ekonomi dalam dimensi distribusi pendapatan merupakan
realita yang terjadi pada masyarakat arus utama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berdasarkan hasil evaluasi, diharapkan pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) yang cukup pesat pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya perbedaan
pembangunan dan konsekuensinya, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat diselaraskan ketika
kesejahteraan masyarakat membaik.

Tinjauan Pustaka

a) Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan merupakan suatu keadaan dimana terdapat perbedan
penghasilan antar wilayah yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi
demografi wilayah dan perbedaan sumber kekayaan alam yang dimiliki. Ketimpangan
pendapatan menjadi hal umum dalam perekonomian suatu daerah (Juliana & Soelistyo,
2019). Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dipengaruhi oleh ketimpangan
pendapatan yang terjadi disuatu wilayah. Adanya ketimpangan pendapatan dapat
memberikan kontribusi terhadap yang daerah tertinggal agar dapat berupaya untuk
mengoptimalkan kualitas daerah tersebut. Akan tetapi ketimpangan pendapatan juga
dapat memicu adanya prioritas antar wilayah yang disebabkan karena akibat dari output
yang di dominasi dan hanya dapat dinikmati oleh orang-orang tertentu. Selain itu dampak
dari ketimpangan pendapatan dapat berupa inefisiensi ekonomi, ketimpangan yang tinggi
dinilai tidak adil serta melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. Untuk menurunkan
ketimpangan pendapatan masyarakat sehingga dapat mendorong tercapainya
pembangunan yang baik, dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut:
 Menekan laju pertumbuhan penduduk.
 Merangsang keinginan berwirausaha masyarakat.
 Mengiatkan usaha industrialisasi.
 Memajukan GNP dengan cara menaikkan barang dan jasa.

Bank Dunia mengukur ketimpangan pendapatan penduduk dengan skala ketimpangan


yang mengarah pada presentase pembiayaan dengan golongan 40 persen populasi
penduduk terbawah. Patokan taraf ketimpangan menurut ukuran Bank Dunia sebagai
berikut:

 Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
lebih kecil dari 12 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan tinggi.
 Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
berada pada antara 12-17 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan sedang.
 Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
lebih besar dari 17 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan rendah.

Ketimpangan pendapatan dapat diukur menggunakan beberapa cara salah satunya


yaitu dengan proses pengukuran menggunakan indeks gini atau gini ratio. Indeks gini
digunakan untuk memperkirakan ketimpangan pendapatan di suatu daerah dengan
kisaran 0 sampai 1. Apabila koefisien gini 0 maka pemerataan pendapatan dapat
dikatakan sempurna sedangkan pada koefisien gini 1 maka pemerataan dapat dikatakan
tidak sempurna. Dengan kata lain nilai gini ratio yang mengarah pada 1 menunjukkan
jenjang ketimpangan yang semakin memburuk. Kriteria ketimpangan koefisien gini yaitu:

 Lebih dari 0 , 5 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi yang buruk.
 0 , 35−0 ,5 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi sedang.
 Kurang dari 0 , 35 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi yang baik.

b) Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2016), pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan
dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah yang mengakibatkan barang dan
jasa yang diproduksi meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga ikut naik. Menurut
Woestho & Sulistyowati (2021), pertumbuhan ekonomi menjadi tolah ukur pencapaian
perkembangan kondisi perekonomian suatu wilayah melalui output yang dilakukan
secara berkelanjutan sehingga berpengaruh pada ketentraman dan kedamaian masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peningkatan kapabilitas jangka panjang
dari suatu wilayah sebagai penyedia beragam barang dan jasa ekonomi yang dibutuhkan
oleh masyarakat di wilayah tersebut. Penyediaan barang ekonomi di suatu wilayah sesuai
dengan keadaan, seperti pada penyesuaian teknologi, penyesuaian kelembagaan dan
ideologi sesuai dengan kedaan wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi berefek pada
proses perbaikan di berbagai aspek sebagai peningkatan aktivitas perekonomian suatu
wilayah (Tsamara & Suman, 2015). Menurut Sukirno (2016), sumber-sumber penting
yang dapat menentuakan pertumbuhan ekonomi yaitu:
 Tanah dan potensi alam lainnya yang dapat dikembangkan.
 Jumlah dari kualitas dan mutu dari masyarakat dan tenaga kerja.
 Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
 Sistem sosial dan sikap masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dapat diperkirakan dengan cara membandingkan
komponen yang menggambarkan keadaan ekonomi di suatu wilayah dengan periode saat
ini dengan periode sebelumnya. Komponen yang dapat diterapkan untuk memperkirakan
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yaitu dengan menggunakan produk domestik
regional bruto (PDRB).

c) Kemiskinan
Berdasarkan World Bank (2015), seseorang dapat dikatakan miskin bila
kemampuan dari orang tersebut terhadap pengeluaran sehari-harinya di bawah angka
garis kemiskinan yang sudah ditetapkan. Garis kemiskinan menggambarkan jumlah mata
uang sebagai pembiayaan minimum yang dibelanjakan seseorang dalam mencukupi
suatu kebutuhan pokok hidupnya.
Kemiskinan tidak hanya didefinisikan untuk melihat ketidakmampuan dari sector
ekonomi saja, tetapi perlu periksa dari aspek yang lebih luas. Yang dikatakan sebagai
aspek yang lebih luas yaitu seperti tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan primer,
tidak mempunyai pemasukan, keadaan kesehatan yang menurun, minimnya akses
pendidikan yang mencukupi, kurangnya rasa aman, kurangnya kepercayaan diri, hak
kebebasan tidak dimiliki dan sebagainya (Putra & Lisna, 2020). Setiap Negara memiliki
garis kemiskinan yang beragam. Beragamnya garis kemiskinan ini diakibatkan karena
beberapa hal seperti nilai mata uang Negara tersebut, perekonomian, geopolitik dan
sebagainya. Kemiskinan di suatu daerah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal:
 Kurang tersedianya kesempatan kerja.
 Minimnya pendidikan, dan pengetahuan yang dimiliki.
 Terjadinya kericuhan.
 Terjadinya fenomena alam alam yang berdampak buruk.
 Adanya ketidak adilan sosial.
 Sumber daya yang dimiliki tidak memadai.
 Kurangnya infrastruktur penunjang.
 Dukungan dari pemerintah kecil.
 Keadaan kesehatan yang kurang baik.
Tingginya harga pemenuhan kebutuhan.

Dilihat dari penyebab kemiskinan sendiri akan memiliki dampak yang dapat
merugikan suatu wilayah seperti tingginya tingkat kriminalitas, sulitnya akses
pendidikan, tingginya pengangguran, pelayanan kesehatan yang buruk dan sebagainya.
Upaya menghindari hal tersebut diperlukan peran pemerintah dan masyarakat yang saling
bersinambungan dalam mengatasi kemiskinan di suatu wilayah.

d) Indeks Pengembangan Manusia (IPM)


Sumber daya manusia merupakan aset bagi kekayaan bangsa, dimana dengan
adanya manusia akan membantu menciptakan tujuan bangsa dalam pembangunan yang
maju. Pembangunan bangsa yang maju mmebutuhan suatu sumber daya manusia yang
berkualitas, baik adari sisi keterampilan, pengetahuan dan kompetensi di segala bidang
keahlian. Maka dari itu United Nation Development Programme (UNDP) menetapkan
alat untuk tolak ukur dari kualitas pembangunan manusia dalam teori Indeks
Pengembangan Manusia (IPM). IPM adalah ukuran dalam perbandingan dari angka
harapan hidup, tingkat melek huruf, tingkat pendidikan dan standar hidup masyarakat.
Menurut Badan Pusat Statistik (2015). IPM terdiri dari empat indikator yang dapat
mencerminkan umur panjang dan hidup yang sehat, pengetahuan dan taraf hidup yang
layak. Keempat indikator tersebut adalah angka harapan hidup saat lahir, angka melek
huruf, angka melek huruf gabungan dan produk domestik bruto per kapita (PDB). Pada
tahun 2010 UNDP secara resmi dan sah memutuskan bahwa terdapat perubahan
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang akan dilakukan dengan
menggunakan metode baru. Perubahan yang terjadi adalah indikator untuk angka melek
huruf dan gabungan angka partisipasi kasar diubah menjadi indikator harapan lama
sekolah dan rata-rata sekolah. Kemudian untuk indikator PDB per kapita juga diubah
dengan indikator baru yaitu Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita.
Indeks Pembangunan Manusia digunakan untuk memprediksi pengaruh yang akan
ditimbulkan dari adanya peningkatan kemampuan modal dasar manusia. Karena
pembangunan manusia sendiri merupakan suatu komponen yang penting dalam
pembangunan melalui pemberdayaan penduduk. Pembangunan ini yang diukur adalah
angka penddidikan, kesehatan, dan baya beli dari penduduk. Dimana semakin tingginya
angka yang didapat maka pembangunan itu akan semakin tercapai. Menurut Abdul
(2017) dalam mencapai tujuan dari pembangunan terdapat empat komponen penting yang
harus di perhatikan yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan.
1. Produktivitas
Produktifitas manusia perlu ditingkatkan sebab dengan tingkat produktivitas yang
tinggi akan menambah jumlah input produksi. Sehingga manusia dapat
berpartisipasi secara penuh dalam menghasilkan pendapatan dan memenuhi
kehidupan. Maka pembangunan manusia akan semakin tercapai.
2. Pemerataan
Sumber daya ekonomi dan sosial politik dapat dimanfaatkan oleh setiap manusia
untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Semua manusia berhak untuk
mendapatkan peluang dalam mengakses sumber daya tersebut tanpa adanya
hambatan. Sehingga semua manusia dapat merasakan adanya manfaat dari sumber
daya ekonomi dan social politik yang ada tanpa terkecuali.
3. Kesinambungan
Sumber daya sangtlah berperan penting dalam pembangunan ekonomi, karena
dapat menaikan produk domestik bruto dan menyediakan lapangan pekerjaan.
Sehingga jika dalam pemanfaatkan sumber daya tidak memperhatikan
ketersediaan sumber daya untuk dimanfaatkan generasi yang akan datang maka
pembangunan ekonomi akan terhambat. Maka dari itu segala sumber daya
haruslah dapat diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Proses dalam berpartisipasi secara penuh untuk mengembangan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan
agar mencapai pembangunan ekonomi yang baik.

e) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan


Dalam teorinya solow tentang pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan meningkat bila terjadi peningkatan pada jumlah produksi.
Sedangkan pertumbuhan jumlah produksi akan meningkat apabila terjadi peningkatan
pada pertumbuhan produk (tenaga kerja), pertumbuhan modal dan pengembangan
teknologi. Menurut Subrata (2018) dalam Teori Robert Solow menjelaskan produksi
merupakan penggabungan antara modal dan tenaga kerja, pertumbuhan jumlah
penduduk, akumulasi kapital, kemajuan system teknologi dan output yang saling
berpengaruh dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan pendapatan akan menghambat aktivitas ekonomi, dimana
ketimpangan ini akan menurunkan minat dari para masyarakat untuk membeli barang
atau jasa dari hasil output aktivitas ekonomi. Sebab dengan rendahnya pendapatan yang
akan diterima masyarakat akan menjadikan mereka lebih selektif dalam menentukan
konsumsinya. Karena rendahnya minat masyarakat terhadap suatu barang tersebut, maka
proses produksinya akan lebih sedikit dan akhirnya menyebabkan tingkat ouput pada
barang yang dihasilkan juga menurun. Penurunan tingkat output inilah yang akan
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di suaru daerah akan terhambat.
Penelitian terdahulu oleh Gunadi (2021) dengan judul “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Tahun 2016 Sampai Tahun 2020 Dalam Perspektif Ekonomi Syariah.” Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi sederhana dengan menggunakan
pengumpulan data pada data primer dan data sekunder berupa Laporan Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kota/Provinsi Lampung Tahun 2016 sampai
2020 di Lampung oleh BPS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pada saat yang
sama, perubahan pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi peningkatan ketimpangan
pendapatan di Kota/Kabupaten Lampung. Skor-T statistik atau nilai probabilitas sig >
alpha ditentukan. Artinya variabel X tidak berpengaruh terhadap ketimpangan
pendapatan daerah wilayah/kota administratif Provinsi Lampung (Y). Kajian ini juga
mengkaji bagaimana perspektif ekonomi Islam terhadap perbedaan pendapatan antar
wilayah Islam memiliki pandangan tersendiri yang tidak hanya terkait dengan barang dan
jasa, tetapi juga moralitas dan kualitas moral, serta keseimbangan antara tujuan sekuler
dan Ukhrawi Islam. sudut pandang, yaitu sistem distribusi.
f) Pengaruh Kemiskinan Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapat salah satunya dapat dipengaruhi oleh kemiskinan.
Ketimpangan pendapatan yang terjadi diantara masyarakat yang kaya dengan yang
miskin akan semakin terlihat timpang ketika tingkat kemiskinan mengalami peningkatan.
Penurunan tingkat kemiskinan sangat diperlukan agar ketimpangan pendapatan dapat
teratasi. Menurut Lincolin (2017) usaha untuk menurunkan kemiskinan yang tidak
tergapai akan mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang tidak
merata di Negara berkembang semakin meningkat.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hindun (2019) dengan judul “Pengaruh
Pendidikan, Pengangguran, dan Kemiskinan terhadap Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia.” Metode yang digunakan dengan analisi data panel. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel kemiskinan terkadang memiliki pengaruh yang penting
terhadap perbedaan tingkat pendapatan. Menurut hasil pengujian, hubungan antara
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adalah positif. Artinya, apabila kemiskinan
semakin tinggi, maka semakin besar tingkat ketimpangan pendapatan, atau sebaliknya.
Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan
pendapatan. Kemiskinan muncul karena kebutuhan dasar tidak terpenuhi.

g) Pengaruh IPM terhadap ketimpangan pendapatan


Indeks pembangunan manusia (IPM) digunakan sebagai indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan dan kualitas masyarakat. Dimana IPM ini terdiri dari tiga
dimensi dasar, yaitu standar hidup layak, bidang pendidikan, dan bidang kesehatan. Jika
produktivitas semakin tinggi, maka pendapatan semakin tinggi dan dengan hal tersebut
dapat membuat semakin tingginya tingkat IPM. Sebaliknya jika produktivitas rendah,
maka meyebabkan rendahnya pendapatan dan juga rendahnya IPM.
Terjadinya penduduk miskin dan kesenjangan penduduk bisa disebabkan oleh
faktor kualitas sumber daya manusia yang buruk. Pada dasarnya, IPM dengan
ketimpangan ekonomi adalah hal yang saling berkaitan dan saling berhubungan. Baik
IPM rendah maupun tinggi berdampak pada tingkat produktivitas penduduk,
produktivitas penduduk akan semakin rendah jika IPM semakin rendah dan juga
sebaliknya. Permasalahannya adalah setiap daerah memiliki IPM yang berbeda, sehingga
IPM menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketimpangan.
Penelitian (Yoertiara & Feriyanto, 2022) yang dilakukan di enam provinsi pulau
jawa periode 2012-2021 menunjukkan hasil bahwa IPM berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Pulau Jawa. Kualitas sumber
daya manusia sendiri dapat meningkat jika akses serta meratanya kesehatan dan
pendidikan diperoleh dengan mudah. Ketika pendidikan dengan mudah dicapai seluruh
masyarakat, maka peluang mendapat pekerjaan lebih terbuka karena tedapat
penegetahuan serta kualitas yang kemudian mendapat penghasilan tinggi.
(Fabiana Meijon Fadul, 2019) melakukan penelitian di Indonesia dengan periode
penelitian pada tahun 2010-2016. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan regresi data
panel yang menunjukkan bahwa IPM tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada
ketimpangan pendapatan di Indonesia.

h) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, IPM Terhadap Ketimpangan Pendapatan


Pengaaruh korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan
yaitu bisa digambarkan seperti bentuk huruf U yang terbalik. Hal ini dikarenakan ketiak
proses awal pembangunan, ketimpangan distribusi mengalami peningkatan yang
disebabkan oleh adany industrialisasi urbanisasi, kemudian ketika diakhir proses
pembangunan ketimpangan pendapatan mulai semakin menurun yakni ketika sektor-
sektor di wilayah perkotaan telah dapat menyerap tenaga kerja yang sebagian besar
berasal dari wilayah pedesaan.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan ketimpangan pendapatan dengan
signifikan Bila efek pertumbuhan ekonomi negatif serta pemerataan pendapatan bisa
dilakukan dengan menyeluruh.
Ketimpangan pendapatan dapat diturunkan oleh pertumbuhan ekonomi secara
signifikan jika pengaruh pertumbuhan ekonomi negatif dan pemerataan pendapatan dapat
dilakukan dengan menyeluruh. Jika pengaruh pertumbuhan ekonomi positif berarti
kemampuan pemerataan pendapatan belum merata dan memperbesar ketimpangan
pendapatan.
Pengaruh hubungan antara kemiskinan terhadap ketimpangan pendapatan yaitu
kemiskinan berpengaruh signifikan terhdapa ketimpangan pendapatan. Terdapat dua
hubungan positif dan negatif. Hubungan positif mengatakan apabila kemiskinan semakin
meningkat maka ketimpanagn pendapatan juga semakin meningkat. Sedangkan hubungan
negatif mengatakan bahwa kemiskinan ini tidak mempengaruhi ketimpangan pendapatan.
Pengaruh hubungan antara IPM terhadap ketimpangan pendapatan. IPM
digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan dan kualitas
masyarakat, dimana IPM ini terdiri dari tiga dimensi dimensi dasar, yaitu standar hidup
layak, bidang pendidikan, dan bidang kesehatan. Jika produktivitas semakin tinggi, maka
pendapatan semakin tinggi dan dengan hal tersebut dapat membuat semakin tingginya
tingkat IPM. Sebaliknya jika produktivitas rendah, maka meyebabkan rendahnya
pendapatan dan juga rendahnya IPM.
Faktor kausalitas sumber daya manusia yang buruk dapat menyebabkan adanya
penduduk miskin dan kesenjangan penduduk. IPM dan ketimpangan ekonomi pada
dasarnya hal yang saling berkaitan dan saling berhubungan. Baik IPM rendah maupun
tinggi berdampak pada tingkat produktivitas penduduk, produktivitas penduduk akan
semakin rendah jika IPM semakin rendah dan juga sebaliknya. Permasalahannya adalah
setiap daerah memiliki IPM yang berbeda, sehingga IPM menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi ketimpangan.

Metode

Jenis Penelitian

Penelitian ini memakai metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah
suatu metode yang dipergunakan untuk menjawab persoalan penelitian yang menekankan pada
pengujian teori dengan variabel penelitian menggunakan angka yang selanjutnya data tersebut
dianalisis dengan menggunakan metode statistik.

Definisi Operasional Penelitian

Variabel dependen (Y):

Ketimpangan pendapatan kota/kabupaten di Provinsi DIY selama tahun penelitian 2016 hingga
2021

Variabel Independen (X):

a. PDRB. Data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu nilai PDRB pada
tahun 2016-2021 atas dasar harga konstan (ADHK) yang menunjukan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu,
dimana harga tersebut sebagai dasarnya.
b. Kemiskinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kemiskinan yang
tercatat dalam BPS di DIY pada tahun 2016-2021.
c. IPM. Variabel indeks pengembangan manusia dalam penelitian ini menggunakan data
IPM di DIY pada tahun 2016-2021 dalam satuan persen.

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang menggunakan data sekunder
dan data diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang diperoleh lalu diolah
serta dianalisis dengan memakai metode analisis data panel.

Metode Analisis Data

Penelitian ini memakai metode analisis kuantitatif dengan metode analisis data panel.
Data panel adalah gabungan antara data time series dan data cross section. Keuntungan dari data
panel yaitu mampu menyediakan lebih banyak data serta menggabungkan informasi antara data
time series dan data cross section. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Indeks Pembangunan manusia terhadap ketimpangan
pendapatan di kabupaten/kota di provinsi DIY. Pada penelitian ini penulis memakai alat bantu
olah data ekonometrika (software) yaitu eviews 12.

Analisis Data Panel

Data panel merupakan sebuah set data yang berisi data sampel individu (rumah tangga,
perusahaan, kabupaten/kota, dan lain-lain) pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, data
panel merupakan gabungan antara data time-series dan data cross-section.

Data panel adalah kumpulan data yang berisi data sampel individu (rumah tangga, perusahaan,
kabupaten/kota, dan lain-lain) pada suatu periode. Dengan kata lain, data panel merupakan
metode yang menggabungkan dau data yang terdiri dari data time series dan data cross-section.

a. Metode Pooled Least Square (PLS): Metode ini sering disebut dengan estimasi Common
Effect (CEM). Common effect artinya suatu estimasi data panel yang sederhana sebab
hanya menggabungkan data time series serta data cross section memakai metode ordinary
least square (OLS). Teknik estimasi ini tidak memperhitungkan aspek antar individu atau
antar waktu karena hanya terdapat satu asumsi bahwa koefisien intersep dan regresi
mempunyai nilai yang tetap antara individu pada interval waktu yang berbeda.
b. Metode Fixed Effect Model (FEM): Teknik model fixed effect artinya metode yang
menduga bahwa setiap objek mempunyai intersep yang berbeda tetapi koefisiennya sama.
Variabel dummy atau variabel semu dipergunakan untuk membedakan objek yang satu
dengan yang lain sehingga metode ini bisa disebut pula dengan teknik Least Square
Dummy Variabel (LSDV).
c. Metode Random Effect Model (REM): Metode random effect memakai residual yang
dikatakan mempunyai korelasi antar waktu serta antar objek. Model ini mengasumsikan
bahawa setiap variabel mempunyai intersip yang tidak sama namun intersip tersebut
mempunyai sifat acak atau stokastik.

Uji Kesesuaian Model

Pada pengolahan data panel prosedur uji untuk menentukan pemilihan metode data panel yang
tepat.

a. Chow Test: Uji Chow adalah uji untuk memilih model common effect model (CEM) atau
fixed effect model (FEM) mana yang paling baik dipergunakan untuk mengestimasi data
panel.
b. Hausmant Test: Uji Hausmant adalah uji yang digunakan untuk memilih model random
effect model (REM) atau fixed effect model (FEM).
c. Uji Lagrange Multiplier (LM): Uji Lagrange Multiplier adalah uji yang dipergunakan
untuk mengetahui apakah random effect model (REM) lebih baik daripada metode
common effect model (CEM). Uji ini dilakukan ketikaa pengujian uji chow yang terpilih
adalah model common effect. Melakukan uji lagrange multiplier test data juga diregresi
menggunakan model random effect dan model common effect Uji Kriteria Statistik.
Setelah model terbaik yang terpilih common effect, fixed effect atau random effect pada
data panel, selanjutnya model dianalisis dengan uji statistik. Tujuan dari uji statistik
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel variabel independen terhadap variabel
dependen

Pengujian Statistik

a. Uji Signifikan Individu (Uji t): Uji t ini digunakan untuk mengetahui apakah pada model
regresi variabel bebas (X1,X2,X3) secara parsial berpengaruh terhadap variabel tetap (Y).
b. Uji Signifikan Simultan (Uji F): Uji F dipergunakan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
c. Analisis Determinasi (R2): Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel bebas (X1,X2,X3) terhadap variabel terikat (Y).

Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinieritas: Untuk menguji apakah model regresi memiliki hubungan atau
korelasi antar variabel independen. Model regresi seharusnya tidak memiliki korelasi
diantara variabel independen. Apabila nilai korelasi antar variabel relatif tinggi, yaitu.
>0,9 hal ini dapat mengindikasikan adanya multikolinearitas. Sebaliknya apabila nilai
korelasi <0,9 maka tidak terjadi multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas: Uji untuk mengetahui apakah model regresi memiliki perbedaan
varians dari satu observasi residual ke observasi lainnya. Pada penelitian ini uji
heteroskedastisitas dilakukan memakai program Eviews melalui uji homoskedastisitas,
sedangkan pada saat nilai probabilitas lebih kecil dari nilai alpha (p<α), menunjukkan
sifat varian errornya adalah heteroskedastisitas.
c. Uji Normalitas: Uji normalitas menguji apakah dalam data penelitian terdapat variabel
pengganggu yang berdistribusi normal atau tidak. Seperti diketahui, uji-t dan uji-f
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Penelitian ini
menggunakan uji statistik Jarque-Bera dari program Eviews. Ketika nilai probabilitas
Jarque-Bera lebih besar dari nilai alpha (p>α), data berdistribusi normal, sedangkan
ketika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai alpha (p<α), data tidak terdistribusi normal.

Hasil dan Pembahasan

Estimasi Data

Model Terpilih Regresi Data Panel


Tabel 1 : Hasil Regresi Data
Dependent Variable: GINI_RATIO
Method: Panel Least Squares
Date: 12/22/22 Time: 10:42
Sample: 2016 2021
Periods included: 6
Cross-sections included: 7
Total panel (unbalanced) observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.417079 0.152190 -2.740509 0.0109


IPM 0.009409 0.001610 5.843843 0.0000
KEMISKINAN 0.005765 0.002087 2.761866 0.0104
PDRB -0.000651 0.001000 -0.650463 0.5211

Root MSE 0.018498 R-squared 0.776445


Mean dependent var 0.393813 Adjusted R-squared 0.750650
S.D. dependent var 0.039791 S.E. of regression 0.019870
Akaike info criterion -4.875678 Sum squared resid 0.010265
Schwarz criterion -4.688851 Log likelihood 77.13516
Hannan-Quinn criter. -4.815910 F-statistic 30.10083
Durbin-Watson stat 1.557900 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: hasil olahan Eviews 12

Dari regresi diatas, diperoleh dua variabel independen yang signifikan dengan derajat kesalahan
sebesar 0,05, variable tersebut yaitu variabel IPM dan variabel kemiskinan. Satu variable
independen lain yang tidak signifikan dengan derajat kesalahan sebesar 0,05, variable tersebut
yaitu variabel PDRB.

Hasil Uji Signifikansi

 Uji Signifikansi Individu (Uji t)


Dari hasil regresi diatas menunjukkan bahwa variabel IPM dan variabel kemiskinan
signifikan sedangkan variabel PDRB tidak signifikan.
a. Ketimpangan pendapatan memiliki pengaruh terhadap IPM yang dapat dilihat
pada hasil regresi diatas. Hasi regresi tersebut menunjukkan bahwa variabel IPM
memiliki t-statistik 5,843843 dengan probabilitasnya 0.0000. Dengan derajat
kesalahan yang digunakan 5% maka variabel IPM secara individu signifikan
berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pendapatan pada hasil regresi diatas
menunjukkan bahwa variabel PDRB mempunyai t-statistik -0,650463 dengan
probabilitasnya 0,5211. Dengan derajat kesalahan yang digunakan 5% maka
variabel IPM secara individu tidak signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan
pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
c. Pengaruh kemiskinan terhadap ketimpangan pendapatan pada hasil regresi diatas
memperlihatkan bahwa variabel kemiskinan memiliki t-statistik 2,761866 dengan
probabilitasnya 0.0104. Dengan derajat kesalahan yang digunakan 5% maka
variabel IPM secara individu signifikan memiliki pengaruh pada ketimpangan
pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

 Uji Simultan (Uji F)


Dari regresi diatas memperoleh F-hitung sebesar 30,10083 dengan
probabilitasnya 0,000000 dengan menggunakan derajat kesalahan sebesar 0,05maka
dapat diambil simpulan bahwa uji F signifikan.

 Uji determinasi ( R2)


Koefisien determinasi yang dihasilkan dari hasil regresi di atas yaitu sebesar
0,776445 sehingga dapat dikatakan bahwa 77,64% variabel independen mempengruhi
variabel dependen dan 22,36% variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain.

Hasil Uji Asumsi Klasik

a) Uji Multikolinearitas
Tabel 2: Uji Multikolinearitas

Tabel 2 : Uji Multikolineritas


GINI_RATIO IPM KEMISKINAN PDRB

GINI_RAT
IO 1.000000 0.841729 -0.692597 -0.129208
IPM 0.841729 1.000000 -0.932010 -0.096172
KEMISKIN
AN -0.692597 -0.932010 1.000000 0.106377
PDRB -0.129208 -0.096172 0.106377 1.000000

Sumber: hasil olahan Eviews 12

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui jika hasil regresi memiliki hubungan pada
setiap variabel. Apabila koefisien hubungan antar variabel lebih dari 0,8 maka dapat dikatakan
bahwa memiliki masalah multikolinearitas. Dari hasil uji multikolinearitas di atas dapat dilihat
bahwa terdapat masalah multikolinearitas.

b) Uji Heteroskedastisitas
Tabel 3 : Uji Heterokedastisitas
Periods included: 6
Cross-sections included: 7
Total panel (unbalanced) observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.033348 0.066718 -0.499829 0.6214


IPM 0.000506 0.000706 0.717619 0.4794
KEMISKINAN 7.03E-05 0.000915 0.076802 0.9394
PDRB 9.20E-05 0.000438 0.209720 0.8355

Root MSE 0.008109 R-squared 0.108258


Mean dependent var 0.007724 Adjusted R-squared 0.005365
S.D. dependent var 0.008734 S.E. of regression 0.008711
Akaike info criterion -6.524994 Sum squared resid 0.001973
Schwarz criterion -6.338168 Log likelihood 101.8749
Hannan-Quinn criter. -6.465227 F-statistic 1.052137
Durbin-Watson stat 2.844327 Prob(F-statistic) 0.386279

Sumber: olahan data Eviews 12

Gambar diatas merupakan hasil dari uji heteroskedatisitas. Tujuan dilakukannya uji ini yaitu
untuk menguji dari modal regresi apakah terdapat ketidak cocokan varian dari residual observasi
satu ke observasi lainnya. Dalam menemukan terjadinya masalah heteroskedastisitas atau tidak
dalam uji ini dapat dilakukan menggunakan uji glejser.

Derajat nilai signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 dimana nilai probabilitas dari
variabel independen membuktikan bahwa nilai yang lebih besar dari derajad signifikansi sebesar
0,05 maka akan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Dari hasil uji heteroskedastisitas di
atas, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas dari variabel independen di atas lebih besar dari
derajadt signifikansi 0,05 atau 5%, dimana nilai PDRB sebesar 0,8355, IPM sebesar 0,4794, dan
kemiskinan sebesar 0,9394. Ini disimpulkan bahwa hasil regresi pada seluruh variabel
independen tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.

c) Uji Normalitas
Tabel 4 : Uji Normalitas

Sumber: olahan data Eviews 12

Gambar diatas adalah hasil dari uji normalitas. Tujuan dari diujinya normalitas yaitu sebagai upaya untuk
mengetahui apakah regresi variabel independen dan variabel dependen saling berdistribusi atau tidak.
Dapat dilihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 12.64161 dan nilai probabilitas sebesar 0,001798. Jadi
dapat disimpulkan bahwa variable dependen dan independen pada data ini berdistribusi normal. Hal ini
karena nilai sginifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.

Kesimpulan
Distribusi pendapatan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena
itu, terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Distribusi pendapatan yang
tidak merata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih buruk. Terdapat hubungan
erat antara pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan mempengaruhi ketimpangan
Daftar Pustaka

Abdul, M. B. S. &. (2017). Indeks Pembangunan Manusia. https://www.google.com/url?


sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAMQw7AJahcKEw
jItoOU9fX7AhUAAAAAHQAAAAAQAw&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com
%2Fmedia%2Fpublications%2F19711-ID-indeks-pembangunan-manusia-
indonesia.pdf&psig=AOvVaw3m2in4nA
Arsyad, L. (2017). Ekonomi Pembangunan (5th ed.). UPP STIM YKPN.
Badan Pusat Statistik. (2015). Indeks Pengembangan Manusia 2014 Metode Baru.
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. (2022a). [Metode Baru] Indeks Pembangunan
Manusia 2019-2021. https://yogyakarta.bps.go.id/indicator/26/316/1/-metode-baru-indeks-
pembangunan-manusia.html
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. (2022b). Jumlah Penduduk Miskin Menurut
Kabupaten/Kota (Ribuan), 2019-2021.
https://yogyakarta.bps.go.id/indicator/23/134/1/jumlah-penduduk-miskin-menurut-
kabupaten-kota.html
BPS, & BPPD D.I. Yogyakarta. (2020). Analisis ketimpangan pendapatan daerah istimewa
yogyakarta 2020.
Fabiana Meijon Fadul. (2019). 済無 No Title No Title No Title. 1–24.
Gunadi, A. (2021). ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN
PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016-
2020 DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM. http://repository.radenintan.ac.id/19328/
Hindun, dkk. (2019). Pengaruh Pendidikan, Pengangguran, dan Kemiskinan terhadap
Ketimpangan Pendapatan di Indonesia. Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(3), 250–
265. https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAQQw7AJahcKEwj
Q7-H_yv37AhUAAAAAHQAAAAAQAw&url=https%3A%2F%2Fjurnal.untan.ac.id
%2Findex.php%2FJJ%2Farticle%2Fdownload
%2F34721%2Fpdf&psig=AOvVaw3AKuBdOT9FDeaNvua4RC6Z&ust=16
Juliana, R., & Soelistyo, A. (2019). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah
Penduduk, PAD, IPM, dan UMK Terhadap Ketimpangan di Provinsi Banten. Jurnal Ilmu
Ekonomi (JIE), 3(2), 293–300.
Kuncoro, M. (2006). Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif? Erlangga.
Lincolin, A. (2017). Ekonomi Pembangunan (5th ed.). UPP STIM YKPN.
Nursahid, E., Priyagus, & Mintarti, S. (2018). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Ketimpangan Pendapatan di Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi Mulawarman (JIEM), 3(1).
Putra, R. F. I., & Lisna, V. (2020). SEGITIGA KEMISKINAN-PERTUMBUHAN-
KETIMPANGAN (PGI TRIANGLE): PEMBANGUNAN KEUANGAN,
PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI ASIA. Jurnal
Ekonomi Dan Pembangunan, 28, 77–90.
Subrata, B. A. Y. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR [Universitas
Brawijaya]. In Jurnal Ilmiah. https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAQQw7AJahcKEwi
IqtbC-_X7AhUAAAAAHQAAAAAQAw&url=https%3A%2F%2Fjimfeb.ub.ac.id
%2Findex.php%2Fjimfeb%2Farticle%2Fdownload
%2F4611%2F4046&psig=AOvVaw35IKh387KxIkBDvm03ZkFp&ust=1
Sukirno, S. (2016). Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers.
Tsamara, A. N., & Suman, A. (2015). Analisis Pengaruh Aglomerasi , Infrastruktur , Upah
Minimum , Jumlah Orang Bekerja , dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar Kabupaten / Kota Jawa Timur. X(X).
Woestho, C., & Sulistyowati, A. (2021). Prioritas Pembangunan Daerah dan Pertumbuhan
Ekonomi pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal STEI Ekonomi, 30(01), 20–32.
https://doi.org/10.36406/jemi.v30i01.357
World Bank. (2015). Indonesia’s Rising Divide. World Bank.
Yoertiara, R. F., & Feriyanto, N. (2022). Pengaruh pertumbuhan ekonomi, IPM, dan tingkat
pengangguran terbuka terhadap ketimpangan pendapatan provinsi-provinsi di pulau Jawa.
Jurnal Kebijakan Ekonomi Dan Keuanganfile:///C:/Users/Hp/Downloads/NASKAH
PUBLIKASI.Pdf, 1(1), 92–100. https://doi.org/10.20885/jkek.vol1.iss1.art9

Anda mungkin juga menyukai