Nina Nurmila
2010101150
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh secara maksimal akan mempengaruhi peningkatan pada
pembangunan dan juga hasil-hasilnya. Sedangkan distribusi pemerataan pada pembangunan dan
hasil-hasilnya yang cukup memuaskan hanya dapat diraih dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang cenderung melambat. Sehingga peraturan kebijakan yang memprioritaskan pertumbuhan
ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan
adalah suatu kondisi yang menggambarkan adanya perbedaan pendapatan antar wilayah yang
sangat mencolok. Hasil dari output yang dimonopoli dan hanya dinikmati oleh beberapa orang
mengakibatkan adanya polaritas antar wilayah.
Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan merujuk pada standar hidup masyarakat yang relatif,
karena ketimpangan yang terjadi antar wilayah disebabkan adanya perbedaan faktor anugrah
awal. Pembangunan ekonomi yaitu tahapan terjadinya kenaikan pada tingkat pendapatan
perkapita masyarakat yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan teori
pembangunan terdapat tiga unsur pokok yang harus ada yaitu proses, peningkatan pendapatan
perkapita, dan berlangsungnya secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang.
Ketimpangan merupakan fenomena alami yang pasti akan terjadi. Oleh sebab itu, ketimpangan
tidak dapat dihilangkan, tetapi hanya bisa diredamkan ke tingkat yang bisa ditoleransikan oleh
sistem sosial tertentu agar dalam sistem harmoni tetap terpelihara dalam proses pertumbuhannya.
Selain tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan daerah juga harus bisa
mengurangi tingkat kemiskinan agar jumlah ketimpangan pendapatan dapat berkurang. Hal ini
karena jika tingkat kemiskinan semakin tinggi, maka akan menimbulkan ketimpangan
pendapatan yang semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Kemiskinan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ketimpangan pendapatan. Menurut Arsyad (2017)
pemerataan distribusi pendapatan berkaitan dengan upaya untuk mengatasi kemiskinan, sehingga
perlu adanya upaya untuk mengurangi kemiskinan agar tingkat ketimpangan pendapatan semakin
berkurang.
Grafik diatas adalah data kemiskinan di Provinsi DIY pada tahun 20176-2021. Dapat dilihat
bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi DIY cenderung menurun, namun di beberapa tahun
terakhir menjuju tahun 2021 jumlah kemiskinan kembali meningkat. Hal ini disebabkan adanya
pandemi covid-19 yang melanda Negara Indonesia. Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan
tertinggi di Provinsi DIY berada di daerah Kulon Progo yaitu sebesar 18,38% atau sebanyak
81.140 jiwa. Tingginya tingkat kemiskinan di Kulon Progo ini, mengakibatkan kerawanan
pangan yakni mencapai 10,62%. Tidak hanya Kulon Progo, namun semua daerah di Provinsi
DIY pada tanun 2021 tingkat kemiskinan juga kembali meningkat. Masa pandemi menyebabkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi rendah, apa lagi di Provinsi DIY yang dominan
sektor wisata terjadi kontraksi yang turun secara tajam. Pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo
pada tahun 2020 sebesar -4,06% jauh lebih rendah dibanding realisasi tahun 2019 sebesar
13,49%. Perkembangan ini sejalan dengan perekonomian nasional yang juga terkontraksi sebesar
2,07% pada tahun 2020 dan pertumbuhan ekonomi DIY sebesar -2,69%, sehingga tergololong
status miskin. Kemiskinan mempengaruhi ketimpangan pendapatan, dimana semakin tinggi
tingkat kemiskinan maka semakin tinggi pula ketuimpangan pendapatan. Untuk itu perlu adanya
pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan sehingga dapat
membantu mereka memperolah pendapatan guna memenuhi kebutuhan dan mengejar
ketertinggalan kita sebagai negara sedang berkembang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kemiskinan akan meningkat jika jumlah pengangguran juga meningkat. Rata-rata pendapatan
yang diterima oleh golongan bawah pun juga sedikit sehingga pertumbuhan ekonomi tidak
meningkat. Pada pernyataan hukum okun menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Dimana 1 persen kenaikan yang terjadi pada
tingkat pengangguran akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan ekonomi sebesar 2
persen atau lebih. Sehingga peningkatan kualitas dari sumber daya manusia melalui peningkatan
pada pendidikan, latihan kerja dan standar kehidupan perlu dilakukan sebagai upaya dalam
mengatasi pengangguran.
Dari data diatas dapat dilihat nilai IPM di Provinsi DIY dari tahun 2016-2021 secara umum
mengalami peningkatan. Ini artinya bahwa kualitas dari pembangunan manusia di Provinsi DIY
yang semakin membaik. Laju pertumbuhan IPM bergantung pada kualitas pembangunan
manusia, dimana peningkatan kualitas pembangunan manusia dapat dicapai melalui berbagai
program kesehatan, pendidikan dan angka harapan hidup. Semakin tinggi tingkat IPM maka akan
semakin tinggi tingkat produktivitas penduduk yang kemudian akan mendorong tingkat
pendapatan menjadi semakin tinggi dan pengangguran akan menurun.
Apabila tingkat upah menjadi tolak ukur dari tingkat produktivitas, maka semakin banyak orang
yang berpendidikan tinggi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang tinggi dan hasil dari
ekonomi akan bertambah lebih tinggi. Teori ini sesuai dengan teori human capital, yaitu
menjelaskan apabila pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan akan
mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan, maka peran pendidikan dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sangat penting.
Isu mengenai ketimpangan pendapatan menjadi salah satu target Indeks Kinerja Utama Kepala
Daerah D.I. Yogyakarta yang diamanatkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah) tahun 2017 – 2022. Pada tahun 2022 ketimpangan pendapatan yang diukur
dengan Indeks Gini ditargetkan mencapai 0,3635. Perbandingan RPJMD 2017–2022
menunjukkan bahwa capaian Indeks Gini tidak mencapai target seperti yang ditunjukkan pada
Gambar berikut.
0.475
0.425
0.375
0.325
0.275
0.225
Indeks Gini
0.175
0.125
0.075
0.025
2017 2018 2019 2020 2021
Target 0.287 0.3917 0.3846 0.385 0.3705
Capaian 0.432 0.441 0.423 0.434 0.441
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat juga dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan
antar kelompok sosial (kaya dan miskin) dan antar daerah (maju dan terbelakang). Meningkatnya
ketimpangan pendapatan antar kelompok dan wilayah dapat menimbulkan permasalah seperti
kecemburuan sosial, kerentanan terhadap fragmentasi wilayah, dan ketimpangan ekonomi yang
lebih luas dan curam. Ketimpangan ekonomi dalam dimensi distribusi pendapatan merupakan
realita yang terjadi pada masyarakat arus utama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berdasarkan hasil evaluasi, diharapkan pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) yang cukup pesat pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya perbedaan
pembangunan dan konsekuensinya, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat diselaraskan ketika
kesejahteraan masyarakat membaik.
Tinjauan Pustaka
a) Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan merupakan suatu keadaan dimana terdapat perbedan
penghasilan antar wilayah yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi
demografi wilayah dan perbedaan sumber kekayaan alam yang dimiliki. Ketimpangan
pendapatan menjadi hal umum dalam perekonomian suatu daerah (Juliana & Soelistyo,
2019). Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dipengaruhi oleh ketimpangan
pendapatan yang terjadi disuatu wilayah. Adanya ketimpangan pendapatan dapat
memberikan kontribusi terhadap yang daerah tertinggal agar dapat berupaya untuk
mengoptimalkan kualitas daerah tersebut. Akan tetapi ketimpangan pendapatan juga
dapat memicu adanya prioritas antar wilayah yang disebabkan karena akibat dari output
yang di dominasi dan hanya dapat dinikmati oleh orang-orang tertentu. Selain itu dampak
dari ketimpangan pendapatan dapat berupa inefisiensi ekonomi, ketimpangan yang tinggi
dinilai tidak adil serta melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. Untuk menurunkan
ketimpangan pendapatan masyarakat sehingga dapat mendorong tercapainya
pembangunan yang baik, dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut:
Menekan laju pertumbuhan penduduk.
Merangsang keinginan berwirausaha masyarakat.
Mengiatkan usaha industrialisasi.
Memajukan GNP dengan cara menaikkan barang dan jasa.
Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
lebih kecil dari 12 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan tinggi.
Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
berada pada antara 12-17 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan sedang.
Jika presentase pembiayaan taraf hidup pada golongan 40 persen penduduk terendah
lebih besar dari 17 persen, maka diperoleh keadaan ketimpangan rendah.
Lebih dari 0 , 5 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi yang buruk.
0 , 35−0 ,5 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi sedang.
Kurang dari 0 , 35 berarti ketimpangan pendapatan mengarah pada kondisi yang baik.
b) Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2016), pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan
dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah yang mengakibatkan barang dan
jasa yang diproduksi meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga ikut naik. Menurut
Woestho & Sulistyowati (2021), pertumbuhan ekonomi menjadi tolah ukur pencapaian
perkembangan kondisi perekonomian suatu wilayah melalui output yang dilakukan
secara berkelanjutan sehingga berpengaruh pada ketentraman dan kedamaian masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peningkatan kapabilitas jangka panjang
dari suatu wilayah sebagai penyedia beragam barang dan jasa ekonomi yang dibutuhkan
oleh masyarakat di wilayah tersebut. Penyediaan barang ekonomi di suatu wilayah sesuai
dengan keadaan, seperti pada penyesuaian teknologi, penyesuaian kelembagaan dan
ideologi sesuai dengan kedaan wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi berefek pada
proses perbaikan di berbagai aspek sebagai peningkatan aktivitas perekonomian suatu
wilayah (Tsamara & Suman, 2015). Menurut Sukirno (2016), sumber-sumber penting
yang dapat menentuakan pertumbuhan ekonomi yaitu:
Tanah dan potensi alam lainnya yang dapat dikembangkan.
Jumlah dari kualitas dan mutu dari masyarakat dan tenaga kerja.
Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Sistem sosial dan sikap masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dapat diperkirakan dengan cara membandingkan
komponen yang menggambarkan keadaan ekonomi di suatu wilayah dengan periode saat
ini dengan periode sebelumnya. Komponen yang dapat diterapkan untuk memperkirakan
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yaitu dengan menggunakan produk domestik
regional bruto (PDRB).
c) Kemiskinan
Berdasarkan World Bank (2015), seseorang dapat dikatakan miskin bila
kemampuan dari orang tersebut terhadap pengeluaran sehari-harinya di bawah angka
garis kemiskinan yang sudah ditetapkan. Garis kemiskinan menggambarkan jumlah mata
uang sebagai pembiayaan minimum yang dibelanjakan seseorang dalam mencukupi
suatu kebutuhan pokok hidupnya.
Kemiskinan tidak hanya didefinisikan untuk melihat ketidakmampuan dari sector
ekonomi saja, tetapi perlu periksa dari aspek yang lebih luas. Yang dikatakan sebagai
aspek yang lebih luas yaitu seperti tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan primer,
tidak mempunyai pemasukan, keadaan kesehatan yang menurun, minimnya akses
pendidikan yang mencukupi, kurangnya rasa aman, kurangnya kepercayaan diri, hak
kebebasan tidak dimiliki dan sebagainya (Putra & Lisna, 2020). Setiap Negara memiliki
garis kemiskinan yang beragam. Beragamnya garis kemiskinan ini diakibatkan karena
beberapa hal seperti nilai mata uang Negara tersebut, perekonomian, geopolitik dan
sebagainya. Kemiskinan di suatu daerah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal:
Kurang tersedianya kesempatan kerja.
Minimnya pendidikan, dan pengetahuan yang dimiliki.
Terjadinya kericuhan.
Terjadinya fenomena alam alam yang berdampak buruk.
Adanya ketidak adilan sosial.
Sumber daya yang dimiliki tidak memadai.
Kurangnya infrastruktur penunjang.
Dukungan dari pemerintah kecil.
Keadaan kesehatan yang kurang baik.
Tingginya harga pemenuhan kebutuhan.
Dilihat dari penyebab kemiskinan sendiri akan memiliki dampak yang dapat
merugikan suatu wilayah seperti tingginya tingkat kriminalitas, sulitnya akses
pendidikan, tingginya pengangguran, pelayanan kesehatan yang buruk dan sebagainya.
Upaya menghindari hal tersebut diperlukan peran pemerintah dan masyarakat yang saling
bersinambungan dalam mengatasi kemiskinan di suatu wilayah.
Metode
Jenis Penelitian
Penelitian ini memakai metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah
suatu metode yang dipergunakan untuk menjawab persoalan penelitian yang menekankan pada
pengujian teori dengan variabel penelitian menggunakan angka yang selanjutnya data tersebut
dianalisis dengan menggunakan metode statistik.
Ketimpangan pendapatan kota/kabupaten di Provinsi DIY selama tahun penelitian 2016 hingga
2021
a. PDRB. Data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu nilai PDRB pada
tahun 2016-2021 atas dasar harga konstan (ADHK) yang menunjukan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu,
dimana harga tersebut sebagai dasarnya.
b. Kemiskinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kemiskinan yang
tercatat dalam BPS di DIY pada tahun 2016-2021.
c. IPM. Variabel indeks pengembangan manusia dalam penelitian ini menggunakan data
IPM di DIY pada tahun 2016-2021 dalam satuan persen.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang menggunakan data sekunder
dan data diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang diperoleh lalu diolah
serta dianalisis dengan memakai metode analisis data panel.
Penelitian ini memakai metode analisis kuantitatif dengan metode analisis data panel.
Data panel adalah gabungan antara data time series dan data cross section. Keuntungan dari data
panel yaitu mampu menyediakan lebih banyak data serta menggabungkan informasi antara data
time series dan data cross section. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Indeks Pembangunan manusia terhadap ketimpangan
pendapatan di kabupaten/kota di provinsi DIY. Pada penelitian ini penulis memakai alat bantu
olah data ekonometrika (software) yaitu eviews 12.
Data panel merupakan sebuah set data yang berisi data sampel individu (rumah tangga,
perusahaan, kabupaten/kota, dan lain-lain) pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, data
panel merupakan gabungan antara data time-series dan data cross-section.
Data panel adalah kumpulan data yang berisi data sampel individu (rumah tangga, perusahaan,
kabupaten/kota, dan lain-lain) pada suatu periode. Dengan kata lain, data panel merupakan
metode yang menggabungkan dau data yang terdiri dari data time series dan data cross-section.
a. Metode Pooled Least Square (PLS): Metode ini sering disebut dengan estimasi Common
Effect (CEM). Common effect artinya suatu estimasi data panel yang sederhana sebab
hanya menggabungkan data time series serta data cross section memakai metode ordinary
least square (OLS). Teknik estimasi ini tidak memperhitungkan aspek antar individu atau
antar waktu karena hanya terdapat satu asumsi bahwa koefisien intersep dan regresi
mempunyai nilai yang tetap antara individu pada interval waktu yang berbeda.
b. Metode Fixed Effect Model (FEM): Teknik model fixed effect artinya metode yang
menduga bahwa setiap objek mempunyai intersep yang berbeda tetapi koefisiennya sama.
Variabel dummy atau variabel semu dipergunakan untuk membedakan objek yang satu
dengan yang lain sehingga metode ini bisa disebut pula dengan teknik Least Square
Dummy Variabel (LSDV).
c. Metode Random Effect Model (REM): Metode random effect memakai residual yang
dikatakan mempunyai korelasi antar waktu serta antar objek. Model ini mengasumsikan
bahawa setiap variabel mempunyai intersip yang tidak sama namun intersip tersebut
mempunyai sifat acak atau stokastik.
Pada pengolahan data panel prosedur uji untuk menentukan pemilihan metode data panel yang
tepat.
a. Chow Test: Uji Chow adalah uji untuk memilih model common effect model (CEM) atau
fixed effect model (FEM) mana yang paling baik dipergunakan untuk mengestimasi data
panel.
b. Hausmant Test: Uji Hausmant adalah uji yang digunakan untuk memilih model random
effect model (REM) atau fixed effect model (FEM).
c. Uji Lagrange Multiplier (LM): Uji Lagrange Multiplier adalah uji yang dipergunakan
untuk mengetahui apakah random effect model (REM) lebih baik daripada metode
common effect model (CEM). Uji ini dilakukan ketikaa pengujian uji chow yang terpilih
adalah model common effect. Melakukan uji lagrange multiplier test data juga diregresi
menggunakan model random effect dan model common effect Uji Kriteria Statistik.
Setelah model terbaik yang terpilih common effect, fixed effect atau random effect pada
data panel, selanjutnya model dianalisis dengan uji statistik. Tujuan dari uji statistik
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel variabel independen terhadap variabel
dependen
Pengujian Statistik
a. Uji Signifikan Individu (Uji t): Uji t ini digunakan untuk mengetahui apakah pada model
regresi variabel bebas (X1,X2,X3) secara parsial berpengaruh terhadap variabel tetap (Y).
b. Uji Signifikan Simultan (Uji F): Uji F dipergunakan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
c. Analisis Determinasi (R2): Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel bebas (X1,X2,X3) terhadap variabel terikat (Y).
a. Uji Multikolinieritas: Untuk menguji apakah model regresi memiliki hubungan atau
korelasi antar variabel independen. Model regresi seharusnya tidak memiliki korelasi
diantara variabel independen. Apabila nilai korelasi antar variabel relatif tinggi, yaitu.
>0,9 hal ini dapat mengindikasikan adanya multikolinearitas. Sebaliknya apabila nilai
korelasi <0,9 maka tidak terjadi multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas: Uji untuk mengetahui apakah model regresi memiliki perbedaan
varians dari satu observasi residual ke observasi lainnya. Pada penelitian ini uji
heteroskedastisitas dilakukan memakai program Eviews melalui uji homoskedastisitas,
sedangkan pada saat nilai probabilitas lebih kecil dari nilai alpha (p<α), menunjukkan
sifat varian errornya adalah heteroskedastisitas.
c. Uji Normalitas: Uji normalitas menguji apakah dalam data penelitian terdapat variabel
pengganggu yang berdistribusi normal atau tidak. Seperti diketahui, uji-t dan uji-f
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Penelitian ini
menggunakan uji statistik Jarque-Bera dari program Eviews. Ketika nilai probabilitas
Jarque-Bera lebih besar dari nilai alpha (p>α), data berdistribusi normal, sedangkan
ketika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai alpha (p<α), data tidak terdistribusi normal.
Estimasi Data
Dari regresi diatas, diperoleh dua variabel independen yang signifikan dengan derajat kesalahan
sebesar 0,05, variable tersebut yaitu variabel IPM dan variabel kemiskinan. Satu variable
independen lain yang tidak signifikan dengan derajat kesalahan sebesar 0,05, variable tersebut
yaitu variabel PDRB.
a) Uji Multikolinearitas
Tabel 2: Uji Multikolinearitas
GINI_RAT
IO 1.000000 0.841729 -0.692597 -0.129208
IPM 0.841729 1.000000 -0.932010 -0.096172
KEMISKIN
AN -0.692597 -0.932010 1.000000 0.106377
PDRB -0.129208 -0.096172 0.106377 1.000000
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui jika hasil regresi memiliki hubungan pada
setiap variabel. Apabila koefisien hubungan antar variabel lebih dari 0,8 maka dapat dikatakan
bahwa memiliki masalah multikolinearitas. Dari hasil uji multikolinearitas di atas dapat dilihat
bahwa terdapat masalah multikolinearitas.
b) Uji Heteroskedastisitas
Tabel 3 : Uji Heterokedastisitas
Periods included: 6
Cross-sections included: 7
Total panel (unbalanced) observations: 30
Gambar diatas merupakan hasil dari uji heteroskedatisitas. Tujuan dilakukannya uji ini yaitu
untuk menguji dari modal regresi apakah terdapat ketidak cocokan varian dari residual observasi
satu ke observasi lainnya. Dalam menemukan terjadinya masalah heteroskedastisitas atau tidak
dalam uji ini dapat dilakukan menggunakan uji glejser.
Derajat nilai signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 dimana nilai probabilitas dari
variabel independen membuktikan bahwa nilai yang lebih besar dari derajad signifikansi sebesar
0,05 maka akan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Dari hasil uji heteroskedastisitas di
atas, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas dari variabel independen di atas lebih besar dari
derajadt signifikansi 0,05 atau 5%, dimana nilai PDRB sebesar 0,8355, IPM sebesar 0,4794, dan
kemiskinan sebesar 0,9394. Ini disimpulkan bahwa hasil regresi pada seluruh variabel
independen tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
c) Uji Normalitas
Tabel 4 : Uji Normalitas
Gambar diatas adalah hasil dari uji normalitas. Tujuan dari diujinya normalitas yaitu sebagai upaya untuk
mengetahui apakah regresi variabel independen dan variabel dependen saling berdistribusi atau tidak.
Dapat dilihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 12.64161 dan nilai probabilitas sebesar 0,001798. Jadi
dapat disimpulkan bahwa variable dependen dan independen pada data ini berdistribusi normal. Hal ini
karena nilai sginifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.
Kesimpulan
Distribusi pendapatan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena
itu, terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Distribusi pendapatan yang
tidak merata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih buruk. Terdapat hubungan
erat antara pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan mempengaruhi ketimpangan
Daftar Pustaka