ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan, pengangguran dan
pembangunan manusia terhadap kemiskinan di Indonesia, periode 2017-2021. Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari Laporan Badan Pusat Statistik dan Transparency
International. Pada penelitian ini terdapat 24 Provinsi di Indonesia yang menjadi obyek penelitian dengan periode
pengamatan yakni selama 5 Tahun (2017-2021). Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi data
panel menggunakan Stata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ketimpangan pendapatan berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia; (2) pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan provinsi di
Indonesia; (3) indek pembangunan manusia berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia.
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of income distribution inequality, unemployment and human development on
poverty in Indonesia, for the period 2017-2021. This research is a quantitative study using secondary data sourced from
the Report of the Central Statistics Agency and Transparency International. In this study, there were 24 provinces in
Indonesia that were the object of research with an observation period of 5 years (2017-2021). The analysis method used
is panel data regression analysis using Stata. The results showed that (1) income inequality has a significant effect on
provincial poverty in Indonesia; (2) unemployment has a significant effect on provincial poverty in Indonesia; (3)
human development affects provincial poverty in Indonesia.
1. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh hampir keseluruhan
negara-negara berkembang tanpa terkecuali di Indonesia. Bahkan perdebatan tentang kemiskinan dan
penangulangannya hingga saat ini masih menjadi tantangan terbesar untuk diselesaikan (Ayu et al., 2010).
Kompleksitas dalam tinjauan permasalahan kemiskinan tersebut, tidak terlepas atas banyaknya faktor-faktor
yang mempengaruhi kemiskinan.
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang dinilai cukup kompleks dan hal ini tidak terlepas
atas banyaknya variabel yang menentukan kemiskinan, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada
kemiskinan yang timbul disebabkan adanya faktor tunggal (Ginting & Rasbin, 2010). Uraian senada
dikemukakan pula oleh Asrol & Ahmad (2018) bahwa kompleksitas dan multidimensi atas kemiskinan
disebabkan atas beragamnya definisi tentang kemiskinan. Dimana kemiskinan tidak hanya terkait dengan
dimensi ekonomi, tetapi juga telah secara meluas terkait dengan berbagai dimensi, seperti sosial, kesehatan,
pendidikan dan politik. Ayu et al (2010) menambahkan bahwa definsi kemiskinan yang bersifat
multidimensi dan sulit diukur, mengakibatkan sering kali kebijakan yang diturunkan dalam mengetaskan
kemiskinan menjadi inkonsistensi.
Pangestuty & Prasetiya (2012) menegaskan bahwa tidak sedikit dari para ekonom pembangunan telah
merumuskan kebijakan dan program dalam pengentasan kemiskinan, meski demikian solusi nyata atas
pengetasan kemiskinan tersebut tetap sulit untuk dipahami. Seperti halnya pandangan ekonom klasik yang
berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, dimana dalam perkembangannya dinilai belum tepat
dalam pengetasan kemiskinan.
Pengetasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan merupakan dua tujuan yang
dapat saling bertentangan (Pangestuty & Prasetiya, 2012); (Omari & Muturi, 2019); (Gwijangge et al, 2018).
Pertumbuhan yang cepat akan berdampak buruk bagi masyarakat miskin karena mereka akan semakin
tertinggal dan terpinggirkan oleh perubahan struktural yang ada. Uraian berbeda dikemukakan oleh Todaro
& Smith (2014) bahwa dalam upaya penanggulangan kemiskinan, kontribusi pertumbuhan ekonomi tidak
dapat diabaikan terlepas dari efektivitasnya dalam mengurangi angka kemiskinan itu sendiri. Dimana laju
pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama atas kemampuan kapasitas produksi ekonomi yang akan
mempengaruhi beberapa variabel ekonomi makro lainnya.
Hubungan positif antara pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan cukup sangat jelas (Rodrik, 2007),
namum dampak atas hubungan tersebut yakni pada ketimpangan yang lebih tinggi masih belum dapat
dipastikan. Tingkat awal ketimpangan pendapatan penting dalam menentukan seberapa kuat
efeknyapertumbuhan telah mengurangi kemiskinan, hampir sebagian besar studi menemukan bahwa
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengurangi ketimpangan pendapatan, namun memiliki efektivitas
yang rendah dalam menanggulangi kemiskinan.
Dampak atas pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan pada dasarnya harus berjalan beriringan
dengan ketimpangan dan angka pengangguran. Dimana permasalahan penangguran ini secara langsung
mempengaruhi taraf hidup dan tekanan psikologis masyarakat. Dampak buruk dari pengangguran adalah
menurunnya pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kemakmuran yang
dicapai seseorang. Menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat pengangguran tentunya akan memperbesar
peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Muhammad & David (2019) mengilustrasikan keeratan hubungan antara penangguran dengan
kemiskinan bahwa dalam kondisi bekerja, seseorang tersebut masih memiliki kemungkinan untuk tergolong
dalam kategori miskin. Seran (2015), pergerakan kemiskinan mengikuti pengangguran. Desmawan et al
(2021); Aprillia et al (2021); Ebunoluwa & Yusuf (2018) menemukan bahwa terdapat pengaruh positif
signifikan antar pengangguran terhadap kemiskinan.
Berdasarkan laporan BPS Indonesia (2022) terkait persentase penduduk miskin di Indonesia selama
periode 2007-2021 menunjukkan kondisi kemiskinan di Indonesia cenderung untuk menurun, terkecuali
pada periode 2020 yang mengalami peningkatan sebesar 10.521 persen dari tahun sebelumnya. Meski
demikian, penurunan yang terjadi pada persentase penduduk miskin di Indonesia tersebut ditemukan tidak
sejalan dengan kondisi persentase penduduk miskin provinsi di Indonesia yang menunjukkan adanya
kecenderungan untuk mengalami peningkatan khususnya pada periode 2019-2021.
Dari 24 Provinsi di Indonesia penduduk miskin didominasi pada beberapa provinsi yakni: Nusa
Tenggara Timur, Gorontalo, Papua Barat dan Papu yang memiliki tingkat persentase > 15 persen. Sedangkan
lain halnya untuk beberapa provinsi, seperti Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara yang memiliki tingkat persentase penduduk miskin
lebih rendah yakni < 10 persen (BPS, 2022)
Tingginya tingkat persentase jumlah penduduk miskin provinsi di Indonesia ini pada dasarnya tidak
terlepas atas sejumlah variabel yang mempengaruhinya, seperti ketimpangan pendapatan, pengangguran
terbuka, pengeluaran pemerintah dan indeks pembangunan manusia. Hal ini sejalan, temuan peneliti
terdahulu bahwa penanggulangan kemiskinan sangat ditentukan atas adanya pengaruh ketimpangan
pendapatan (Badriah, 2019); (Suparman et al, 2021); (Nisa et al., 2020); (Wali et al., 2022), pengangguran
(Desmawan et al., 2021); (Aprillia et al (2021), pengeluaran pemerintah (Taruno, 2019); (Fadhillah et al.,
2021); indeks pembangunan manusia (Fiskal & Wardani., 2020); (Lilik Andrietya et al., 2020); (Ayu et al.,
2021).
Sementara itu dalam penelitian berbeda ditemukan bahwa ketimpangan pendapatan (Wira Hendri
&Iswandi, 2022); (Desmawan et al., 2021), pengangguran (Rizki & Solihati., 2022) dan pengeluaran
pemerintah (Aprillia et al., 2021); (Alamanda.,2020) tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
Khairudin et al (2021). Berdasarkan uraian pada latar belakang maka tujuan penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis (1) pengaruh ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia periode
2007-2021; (2) pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia periode 2007-2021; (3)
pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia periode 2007-2021.
Sejalan dengan uraian tersebut, Suparman et al (2021) mengemukakan bahwa elastisitas ketimpangan
selalu positif, dimana penurunan ketimpangan akan mengurangi kemiskinan. Afandi et al (2017), distribusi
yang tidak merata akan menghasilkan efek negative pada masyarakat, seperti perlambatan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang dan peningkatan angka kemiskinan.
Hasil temuan ini sejalan pula dengan temuan beberapa peneliti terdahulu Badriah(2019); Suparman et al
(2021) bahwa ketimpangan pendapatan (distribusi pendapatan) berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
Nisa et al (2020), penyebab utama kemiskinan adalah rendahnya pendapatan yang diterima dan sebagian
besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak, sehingga kondisi perekonomian
mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk, seiring dengan memburuknya ketimpangan
pendapatan atau kesejahteraan.
sumber daya manusia yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja penduduk yang akan
menyebabkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya dan dapat mengurangi kemiskinan.
Hipotesis
Ketimpangan pendapatan, pengangguran dan indeks pembangunan manusia merupakan salah satu dari
beberapa variabel makro yang dinilai berpengaruh secara langsung terhadap pengurangan atau
penanggulangan kemiskinan.
Rizki & Solihati (2022), dampak buruk dari pengangguran adalah menurunnya pendapatan masyarakat
yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang. Peningkatan
kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran erat kaitannya dengan pendapatan nasional dan tingkat
kemakmuran rakyat (Sukirno, 2013). Menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat pengangguran tentunya
akan memperbesar peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Alamanda (2020), banyak ahli mengklaim bahwa salah satu alat penting untuk mengurangi ketimpangan
pendapatan dan tingkat kemiskinan adalah melalui pengeluaran pemerintah. Rizki & Solihati (2022),
keberhasilan pengeluaran pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan sangat bergantung atas
efektivitasnya. Namun dalam perkembangannya, efektivitas pengeluaran ini sangat terhambat disebabkan
adanya korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara, merusak sumber daya manusia, serta sumber
daya sosial dan alam.
Yunan & Andini (2018), keberhasilan pembangunan adalah bagaimana pemerintah dapat mengentaskan
kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pemerintah seharusnya memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Kemiskinan terjadi karena dampak dari kebijakan pemerintah. Kebijakan
pemerintah yang berpihak pada masyarakat miskin akan meningkatkan kesehatan dan pendidikan
masyarakat.
Berdasarkan fenomen keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan indeks
pembangunan manusia terhadap kemiskinan, maka kerangka konsep penelitian ini disajikan pada gambar 1.
IPM (X3)
3. METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Pada penelitian terdapat dua model yang akan dilakukan pengujian. Adapun variabel dependent dan
independent atas kedua model ini yakni sebagai berikut:
a. Variabel dependent, dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang diukur menggunakan perstase
penduduk miskin provinsi di Indonesia selama periode 2017-2021.
b. Variabel independent, dalam penelitian ini adalah ketimpangan distribusi pendapatan, pengangguran
dan indeks pembangunan manusiaprovinsi di Indonesia selama periode 2017-2021.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan Badan
Pusat Statistik (BPS) Indonesia dan laporan website Transparency International. Adapun menurut waktu
pengumpulannya, jenis data yang digunakan yakni data panel.
Data panel digunakan untuk mengetahui pengaruh ketimpangan pendapatan, pengangguran,
pengeluaran pemerintah dan indeks pembangunan manusia (IPM) pada 24 Provinsi di Indonesia selama
periode 2017-2021. Data panel pada penelitian bersifat balance, oleh karenya beberapa data provinsi yang
dalam temuannya tidak tersedia, dikeluarkan dalam penelitian ini. Adapun untuk jenis data berdasarkan skala
pengukurannya, pada penelitian ini menggunakan data rasio.
Metode Analisis Data
Regresi data panel memberikan alternatif model. Terdapat tiga pendekatan estimasi dalam data panel
yaknicommon effect, fixed effect dan random effect. Model common effect dan fixed effect menggunakan
pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) dalam teknik estimasinya, sedangkan Random Effect
menggunakan Generalized Least Squares (GLS) sebagai teknik estimasinya.
a. Model Common Effect
Model common effect diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan nilai intersep dan slope padahasil regresi
baik atas dasar perbedaan antar individu maupun antar waktu. Metode pendugaan parameter pada model
common effect menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Secara umum, persamaan model
common effect ditulis sebagai berikut:
K
Slope konstan tetapi intersep bervariasi antar individu dan antar periode waktu:
K
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa nilai probility cross-section F adalah sebesar 0.000 > 0.05 yang
berarti bahwa model regresi Fix effect terpilih dari hasil chow test.
Hausman Test
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil uji Hausman sebagai berikut:
Tabel 4
Hasil Uji Hausman Test
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 40.993509 3 0.0000
Sumber: Data Sekeunder Diolah, 2022.
Berdasarkan hasil test ditemukan bahwa nilai probability cross-section random adalah sebesar 0.0000 >
0.05. Hal ini berarti bahwa model terbaik yang harus digunakan adalah adalah fixed effect.
Pengujian Hipotesis
1. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 2 nilai koefesien regresi sebesar 63.85032 dan singifikansi sebesar 0.000 < α = 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan
provinsi di Indoensia.
2. Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 2 nilai koefesien regresi -0.464801 dan signifikansi sebesar 0.0149 < α = 0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa pengangguran berpengaruh negative signifikan terhadap kemiskinan provinsi di
Indonesia.
3. Pengaruh Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 2 nilai koefesien regresi yakni sebesar -0.861935 dan signifikansi yakni sebesar 0.000
< α = 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan manusia berpengaruh negative signifikan terhadap
kemiskinan provinsi di Indonesia.
Pembahasan
Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian terkait ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan provinsi di Indonesia
ditemukan nilai koefesien regresi yakni sebesar 62.18699 dengan tingkat signifikansi 0.000 < α = 0.05. Hal
ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan.
Dimana semakin tinggi ketimpangan pendapatan yang terjadi antar penduduk, berimplikasi terhadap
peningkatan persentase jumlah penduduk miskin provinsi di Indonesia.
Distribusi pendapatan merupakan cerminan atas merata atau timpangnya tingkat pendapatan dan hal ini
merupakan penentu utama kemiskinan. Dimana kemiskinan itu sendiri sangat ditentukan atas rata-rata
pengeluaran perkapita penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
peningkatan ketimpangan pendapatan yang disebabkan atas menurunnya tingkat pendapatan tenaga kerja,
secara tidak langsung menarik kelompok penduduk yang diawalnya memiliki pengeluaran rata-rata diatas
garis kemiskinan menuju pada pengeluaran rata-rata dibawah garis kemiskinan.
Hal ini sejalan dengan uraian yang dikemukakan oleh Abdillah & Mursinto(2016) dalam risetnya bahwa
secara umum, kemiskinan ditandai dengan pendapatan yang diperoleh seseorang dibawah ambang batas atau
standar kemiskinan tertentu. Dimana seseorang dikategorikan miskin, jika rata-rata pendapatan per kapita per
bulannya berada dibawah garis kemiskinan. Sementara itu ketimpangan didefinisikan sebagai kesenjangan
antara penduduk yang berpendapatan tinggi dengan penduduk yang berpendapatan rendah. Dalam beberapa
kasus, ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka pendapatan per kapita masyarakat juga akan
mengalami peningkatan dan hal ini tentunya akan berdampak terhadap pendapatan masyarakat yang berada
dibawah garis kemiskinan untuk ikut mengalami peningkatan. Meski demikian, dalam faktanya, dampak
pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan tersebut hanya dirasakan oleh sebagian kelompok masyarakat
terkhusus pada 20 persen penduduk teratas.
Sejalan dengan uraian tersebut, Suparman et al (2021) mengemukakan bahwa elastisitas ketimpangan
selalu positif, dimana penurunan ketimpangan akan mengurangi kemiskinan. Afandi et al (2017), distribusi
yang tidak merata akan menghasilkan efek negative pada masyarakat, seperti perlambatan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang dan peningkatan angka kemiskinan.
Hasil temuan ini sejalan pula dengan temuan beberapa peneliti terdahulu Hindun et al (2019) Badriah
(2019); Suparman et al (2021) bahwa ketimpangan pendapatan (distribusi pendapatan) berpengaruh
signifikan terhadap kemiskinan. Diuraikan pula dalam temuan Y. Sari et a (2021) bahwa adanya pengaruh
positif antara ketimpangan pendapatan dan kemiskinan di Provinsi Jambi
Nisa et al (2020), penyebab utama kemiskinan adalah rendahnya pendapatan yang diterima dan
sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak, sehingga kondisi
perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk, seiring dengan memburuknya
ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.
Sementara itu, dalam temuan berbeda diuraikan oleh beberapa peneliti yakni Oktaviani et al (2022)
bahwa pada kasus di Jawa Tengah, ketimpangan pendapatan tidak signifiakn terhadap kemiskinan. Sejalan
dengan temuan tersebut, Wira Hendri & Iswandi (2022) bahwa ketimpangan negative tidak signifikan
terhadap kemiskinan di Nusa Tenggara Barat. Adapun lain halnya temuan yang dilakukan oleh Wijayanto
(2016) bwah ketimpangan pendapatan berpengaruh negative signifikan Sulawesi Utara.
Sugiyarto et al (2016) menambahkan bahwa hubungan antara kesenjangan dan kemiskinan sebagai
hubungan yang pragmatis yaitu bahwa kesenjangan menyebabkan kemiskinan semakin buruk atau
kesenjangan adalah bentuk dari kemiskinan. Hal ini sejalan dengan kondisi dari beberapa provinsi di
Indonesia, yang memiliki tingkat ketimpangan cenderung lebih tinggi diatas ketimpangan rata-rata nasional
dan pada periode 2020 dan 2021 cenderung mengalami peningkatan ketimpangan, seperti DI Yogyakarta dan
Gorontalo (gini index> 0.4). Dimana ketimpangan tersebut sejalan dengan kondisi tingkat persetase
penduduk miskin yang cenderung lebih tinggi dan meningkat pada periode 2020 dan 2021.
Lebih lanjut tingginya tingkat ketimpangan pada beberapa provinsi di Indonesia ini menjadi cerminan
pula atas adanya kesenjangan antar daerah, seperti halnya pada pendapatan per kapita, pembangunan maupun
pertumbuhan ekonomi dari setiap daerah.Perbedaan ini membuat kemampuan suatu daerah dalam
mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Arsyad(2016) mengemukakan bahwa ketimpangan
antar wilayah ini disebabkan karena setiap wilayah memiliki perbedaan sumber daya, tenaga kerja dan
teknologi.
Hasil temuan ini sekaligus memperlemah hasil temuan beberapa peneliti yakni Desmawan et al (2021);
Aprillia et al (2021); Ebunoluwa & Yusuf (2018); Muhammad & David (2019); Rohmah et al (2021) yang
menemukan bahwa pengangguran berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan. Meski demikian,
hasil temuan ini dimungkinkan terjadi didasarkan adanya argumen bahwa tingkat pengangguran terbuka
yang merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja, tidak secara langsung
berpengaruh terhadap kemiskinan.
Sehingga besaran tingkat pengangguran yang terjadi tidak berjalan seiring dengan peningkatan
persentase penduduk miskin. Terlebih dalam periode penelitian terkhusus pada periode 2019-2020,
umumnya tingkat pengangguran mengalami peningkatan diakibatkan adanya covid-19. Meski demikian,
kondisi ini tidak berlangsung dalam jangka panjang, dimana pada periode 2021 tingkat pengangguran secara
agregat mengalami penurunan.
Hal ini sejalan dengan uraian yang dikemukakan oleh Rizki & Solihati (2022) bahwa pengangguran
terjadi karena jumlah tenaga kerja atau angka ketersediaan tenaga kerja melebihi tingkat kesempatan kerja
yang tersedia. Pengangguran merupakan masalah ekonomi makro yang secara langsung mempengaruhi taraf
hidup yakni berkurangnya pendapatan dan memperbesar peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan,
dikarenakan tidak memiliki penghasilan.
Meski demikian kondisi ini diasumsikan jika tidak adanya tabungan yang dimiliki dari setiap individu
ketika berada dalam kondisi menganggur, selain itu dimungkinkan adanya faktor tingginya tingkat
pendapatan keluarga yang mampu menopang biaya hidup keluar yang masih menganggur. Sebagaimana
dikemukakan oleh Lilik Andrietya et al (2020) bahwa pengangguran berpengaruh negative terhadap
kemiskinan dimungkinkan atas adanya kondisi tingkat pendapatan keluarga yang mampu menopang biaya
hidup keluarga yang masih menganggur, sehingga mereka yang menanggur hanya akan mencari pekerjaan
yang benar-benar sesuai dengan bidang dan tingkat penghasilan yang diinginkan dan tidak mau mencari
pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang dan tingkat upah yang diharapkan.
Ristika et al (2021) menegaskan bahwa adanya ketidaksesuaian pengaruh antara pengangguran terhadap
kemiskinan membuktikan bahwa penduduk yang menganggur belum tentu tergolong sebagai penduduk yang
tidak memiliki pendapatan atau berpendapatan rendah. Hal ini dimungkinkan juga jika diasumsikan bahwa
setiap penduduk memiliki tersebut masuk dalam kategori setengah penganggur. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa, tidak semua pengangguran sementara itu berdampak terhadap kemiskinan.
Hasil temuan ini sejalan pula dengan laporan BPS Indonesia terkait tingkat pengangguran terbuka dan
persentase penduduk miskin provinsi di Indonesia pada periode 2020 yang menunjukkan adanya hubungan
tidak searah antara peningkatan tingkat penangguran terbuka dengan penurunan persentase penduduk miskin
di beberapa provinsi.
Pengaruh Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian terkait pembangunan manusia terhadapkemiskinan provinsi di Indonesia
ditemukan nilai koefesien regresi yakni sebesar -8.792908 dengan tingkat signifikansi 0.000 < α = 0.05. Hal
ini mengindikasikan bahwa indeks pembangunan manusia berpengaruh negative signifikan terhadap
kemiskinan provinsi di Indonesia. Dimana peningkatan yang terjadi pada kualitas sumber daya manusia
akanberdampak terhadap penurunan jumlah persetase penduduk miskin provinsi di Indonesia.
Temuan ini sejalan dengan temuan dari beberapa peneliti terdahulu yakni Fiskal & Wardani(2020);
Lilik Andrietya et al(2020); Desmawan et al(2021); Rifkah & Nabila(2021); Ayu et al (2021) bahwa IPM
berpengaruh negative signifikan terhadap kemiskinan. Dimana tingginya kualitas sumber daya manusia yang
tercermin atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berimplikasi terhadap penurunan jumlah penduduk
miskin.
R. Maulana et al (2022), secara umum IPM berhubungan negative dengan tingkat kemiskinan. Artinya
semakin tinggi IPM penduduk maka semakin rendah tingkat kemiskinan. Sedangkan hubungan IPM dengan
kondisi ekonomi pada umumnya juga berhubungan positif. Artinya semakin tinggi tingkat ekonomimaka
semakin tinggi IPM.
Pembangunan manusia identik dengan pengentasan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan akan lebih berarti bagi masyarakat miskin dibandingkan bagi masyarakat tidak miskin. Penurunan
angka kemiskinan ketika IPM meningkat merupakan indikasi bahwa kualitas sumber daya manusia yang
tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja penduduk yang akan menyebabkan masyarakat
mampu memenuhi kebutuhannya dan dapat mengurangi kemiskinan.
Prasetyoningrum (2018) menguraikan bahwa berkurangnya tingkat kemiskinan akibat peningkatan IPM
menunjukkan bahwa IPM dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia, yang akan meningkatkan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Kondisi ini sejalan pula dengan perkembangan
IPM provinsi di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan, dimana peningkatan ini
mengindikasikan atas adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Peningkatan kualitas hidup penduduk
tersebut mengandung makna yaitu sebagai peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan
memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Dipertegas pula dalam uraian yang dikemukakan oleh Todaro & Smith (2014) bahwa pembangunan
manusia memainkan peran dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern
untuk mengurangi jumlah pengangguran, meningkatkan pendapatan dan mengurangi tingkat kemiskinan.R.
Maulana et al(2022), indeks pembangunan manusia merupakan ukuran kesejahteraan masyarakat dalam
suatu wilayah, sehingga peningkatan IPM menjadi cerminan pula atas peningkatan kesejahteraan yang secara
langsung berdampak terhadap angka kemiskinan.
Berdasarkan laporan BPS Indonesia terkait IPM dan kemiskinan menunjukkan bahwa peningkatan yang
terjadi atas IPM berjalan searah dengan tingkat persentase kemiskinan di Indonesia yang cenderung
mengalami penurunan setiap tahunnya. Pembangunan manusia identik dengan pengentasan kemiskinan.
Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi masyarakat miskin dibandingkan bagi
masyarakat tidak miskin. Penurunan angka kemiskinan ketika IPM meningkat merupakan indikasi bahwa
kualitas sumber daya manusia yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja penduduk
yang akan menyebabkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya dan dapat mengurangi kemiskinan.
Prasetyoningrum (2018) menguraikan bahwa berkurangnya tingkat kemiskinan akibat peningkatan IPM
menunjukkan bahwa IPM dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia, yang akan meningkatkan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Kondisi ini sejalan pula dengan perkembangan
IPM provinsi di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan, dimana peningkatan ini
mengindikasikan atas adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Peningkatan kualitas hidup penduduk
tersebut mengandung makna yaitu sebagai peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan
memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
2. Pengangguran, salah satu upaya dalam mengurangi tingkat pengangguran adalah terciptanya lapangan
kerja dan hal ini dapat didorong dengan meningkatnya investasi domestik yang pada akhirnya akan
berdampak terhadap pertumbuhan industry-industri baru, serta pertumbuhan UMKM yang secara
dampaknya mampu menyerap lapangan kerja.
3. Pembangunan manusia, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia saat ini telah menjadi cerminan atas
seberapa baiknya kualitas hidup penduduk di Indonesia, meski demikian peningkatan ini setidaknya
dapat diiringi dengan peningkatan pertumbuhan investasi, ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan
upah minimum. Hal ini mengingatnya semakin tingginya angka pengangguran terdidik yang dalam
faktanya menjadi cerminan atas meningkatkan kualitas hidup masyarakat namun tidak dapat produktif
dalam aktivitas ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Addae-Korankye, A. (2019). Theories of Poverty: A Critical Review. Journal of Poverty, Investment and
Development, 2012, 55–62. https://doi.org/10.7176/jpid/48-08
Afandi, A., Rantung, V. P., & Marashdeh, H. (2017). Determinant of income inequality in Indonesia.
Economic Journal of Emerging Markets, 9(2), 159–171. https://doi.org/10.20885/ejem.vol9.iss2.art5
Alamanda. (2020). the Effect of Government Expenditure on Income Inequality and Poverty in Indonesia.
Info Artha, 4(1), 1–11. https://doi.org/10.31092/jia.v4i1.614
Aprillia, A., Wardhani, R. S., & Akbar, M. F. (2021). Analysis of Factors Affecting Poverty in the Province
of the Bangka Belitung Islands. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan, 6(2), 188.
https://doi.org/10.20473/jiet.v6i2.29184
Arsyad, L. (2016). Ekonomi Pembangunan. UPP STIM YKPN.
Asrol, A., & Ahmad, H. (2018). Analysis of factors that affect poverty in Indonesia. Espacios, 39(45).
Ayu, D., Candra, F., Viphindrartin, S., & Diartho, H. C. (2021). Impact of Government Expenditure on
Poverty Rate Reduction in East Java Province. WIGA JPIE, 11(2), 120–127.
Badriah, L. S. (2019). Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kaitannya dengan Pertumbuhan Ekonomi dan
Kemiskinan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Sustainable Competitive Advantage (SCA-9)
FEB UNSOED, 9, 232–248.
Davis, E. P., & Sanchez-martinez, M. (2014). A review of the economic theories of poverty. National
Institute of Economic and Social Research, 435, 1–65.
Desmawan, D., Syaifudin, R., Mamola, R. M., Haya, H., & Indriyani, D. (2021). Determinant Factors
Poverty of Relativity in Banten Province: A Panel Data Analysis. Ecoplan, 4(2), 131–141.
https://doi.org/10.20527/ecoplan.v4i2.387
Ebunoluwa, O. O., & Yusuf, W. A. (2018). Effects of economic growth on poverty reduction in Nigeria.
American Journal of Economics, 9(5.1), 25–29. https://doi.org/10.9790/5933-0905012529
Fiskal, M. Y., & Wardani, D. T. K. (2020). Determinants of Poverty in West Java Province After the
Regional Expansion of Pangandaran District. Journal of Economics Research and Social Sciences,
4(1), 65–81. https://doi.org/10.18196/jerss.040120
Garnella, R., MA, N. A. W., & Yulindawati. (2020). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Aceh. JIMEBIS,
1(1), 21–35.
Ginting, A. M., & Rasbin. (2010). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 2(1), 279–312.
Gwijangge, L., Kawung, G. M. V, & Siwu, H. (2018). Pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi provinsi papua. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(06), 45–55.
Hindun, Soejoto, A., & Hariyati, H. (2019). Pengaruh Pendidikan, Pengangguran, dan Kemiskinan terhadap
Ketimpangan Pendapatan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(3), 250.
https://doi.org/10.26418/jebik.v8i3.34721
Ibrahim Hasballah. (2021). Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan Provinsi Aceh
Di Kabupaten/Kota. Jurnal Al-Fikrah, 10(1), 38–48. https://doi.org/10.54621/jiaf.v10i1.70
Khairudin, Marliani, S., Aminah, Amna, L. S., & Soedarsa, H. G. (2021). Apakah Korupsi Berdampak
Yunan, Z. Y., & Andini, A. (2018). Corruption, Poverty, and Economic Growth (Causality Studies among
Asean Countries). Journal of Economic and Policy, 11(95), 416–431.