Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sukirno dalam Umiyati (2014) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi

merupakan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan

ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

menyebabkan barang dan jasa yang di produksi dalam masyarakat bertambah dan

kemakmuran masyarakat menjadi meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi

mengukur prestasu dari perkembangan suatu perekonomian.

Kuznets dalam Alfredo (2021) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya.

Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian

kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai tiga

komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari

meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang: kedua, teknologi maju

merupakan faktor dalam pertumbuhan derajat pertumbuhan kemampuan: ketiga,

penggunaan teknologi memerlukan adanya penyesuaian umat manusia di bidang

kelembagaan dan ideologi sehingga mengshasilkan inovasi yang bermanfaat luas.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan produksi suatu

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional dan

kenaikan riil dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara

dalam satu tahun tertentu (Aulia, 2021; Shafira, 2018).


Pertumbuhan ekonomi merupakan dasar unt uk pembangunan

berkelanjutan. Pemerintah dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan memprioritaskan perbaikan

infrastruktur, peningkatan pendidikan, pelayanan kesehatan, membangun fasilitas

yang dapat mendorong investasi baik asing maupun lokal, menyediakan

perumahan dengan biaya rendah, melakukan restorasi lingkungan serta penguatan

di sektor pertanian (Mawarni dkk, 2013).

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan


pada Tahun 2011-2020

Tahun Laju Pertumbuhan


Ekonomi (%)
2011 8,13
2012 8,87
2013 7,62
2014 7,75
2015 7,19
2016 7,42
2017 7,21
2018 7,04
2019 6,91
2020 -0,70
Sumber: (BPS Provinsi Sulawesi Selatan, (2020).

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa periode 2011-2020 Produk laju

pertumbuhan ekonomi dari tahun ketahun cenderung mengalami fluktuatif. Tahun

2013 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami penurunan sebesar

7,62 persen. Selanjutnya laju pertumbuhan ekonomi terus menurun hingga tahun

2020 -0,70 persen di akibatkan adanya kendala terhadap pertumbuhan ekonomi

(BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020).

1
Suatu perekonomian yang berkembang dengan pesat belum tentu menjadi

jaminan yang paling baik terhadap ciri suatu daerah tersebut menjadi makmur,

bila tidak diikuti perluasan kesempatan kerja guna menampung tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan perluasaan kesempatan kerja karena

faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan

ekonomi selain dipengaruhi faktor alam dan teknologi. Untuk mengukur

pertumbuhan ekonomi, parekonomian menggunakan data Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) (BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2018).

Tujuan pembangunan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang

berkeadilan, berdaya asing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Pembangunan harus diarahkan sedemikian rupa sehingga

setiap tahap semakin mendekati tujuan. Hidup layak merupakan hak asasi manusia

yang diakui secara universal. Konstitusi Indonesia UUD 45, secara eksplisit

mengakui hal itu dengan mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah

Republik Indonesia adalah “memajukan kesejahteraan umum” mencerdaskan

kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia”. Hal itu berarti, hidup bebas dari kemiskinan atau menikmati

kehidupan yang layak merupakan hak asasi setiap warga negara adalah tugas

pemerintah untuk menjamin terwujudnya hal itu. Pembangunan nasional pada

dasarnya ialah meningkatkan kesejahteraan umum yang adil dan merata bagi

seluruh rakyat indonesia.

Paradigma pembangunan manusia yang dikembangkan oleh United

Nations Development Programme (UNDP) sebagai suatu proses memperluas

pilihan-pilihan bagi penduduk. Dengan demikian penduduk merupakan tujuan

2
akhir dan pembangunan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai

tujuan pembangunan manusia tersebut terdapat empat hal pokok yang harus

diperhatikan, yaitu produktivitas, pemerataan, keseimbangan dan pemberdayaan.

Namun pembangunan paradigma tersebut banyak menuai kritik karena hasil dari

pembangunan telah menciptakan pula ketimpangan dan kesenjangan, kerusakan

ekologi, serta membelenggu kebebasan asasi manusia.

Paradigma pembangunan yang bersifat materialistik ini mengukur

pencapaian hasil pembangunan hanya dari aspek fisik yang dikuantifikasi dalam

perhitungan matematik dan angka statistik, sehingga cenderung mengabaikan

dimensi manusia sebagai subyek utama pembangunan dan mengabaikan harkat

dan martabat kemanusiaan (Mahrany, 2012).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk

mengukur pembangunan kualitas dan kuantitas tenaga kerja dilihat dari kondisi

fisik (kesehatan dan kesejahteraan) maupun non-fisik (pendidikan) (BPS Sulsel,

2020; Melliana & Zain, 2013; Susanto & Rahmawati, 2002). Indeks

pembangunan manusia sebagai indikator untuk menilai aspek kualitas dari

pembangunan dan untuk mengklarifikasikan apakah sebuah negara termasuk

negara maju,negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk

mengukur pengaruh dan kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indikator

pembangunan manusia merupakan indikator penting untuk mengukur

keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia

(masyarakat/penduduk) (BPS Sulsel, 2020).

3
Tabel 1.2
Indeks Pembangunan Manusia Menurut Komponen (%)
Sulawesi Selatan 2016-2020

Tahun IPM (%)


2011 12,13
2012 12,22
2013 12,29
2014 12,36
2015 12,43
2016 12,50
2017 12,57
2018 12,64
2019 12,71
2020 12,75
2021 12,77
Sumber: (BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2020).

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia Provinsi

Sulawesi Selatan mengalami peningkatan tiap tahunnya dan tidak mengalami

penurunan sama sekali.

Pengeluaran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Kaharudin et al., 2019; Laili, 2018;

Shafira, 2018; Soleh & Anitasari, 2012).

Pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari kebujakan fiskal yaitu

suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara

menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya,

yang tercermin dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

untuk nasional dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah

atau regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan

4
harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong

pertumbuhan ekonomi (Anitasari & Soleh, 2015).

Pengeluaran pemerintah daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) yang

tercermin dalam APBD dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pengeluaran

rutin atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran pembangunan atau belanja

pelayanan publik. Dari dua jenis pengeluaran tersebut, pengeluaran rutin dan

belanja aparatur daerah merupakan jenis pengeluaran yang dominan dalam

pengeluaran pembangunan di sebagian besar di daerah baik Provinsi Sulawesi

Selatan maupun sebagian besar daerah di indonesia. Pengeluaran rutin atau

belanja aparatur daerah meliputi belanja pegawai, barang, pemeliharaan,

perjalanan dinas, pinjaman serta bunga dan subsidi. Semua jenis pengeluaran

tersebut sifatnya merupakan pengeluaran konsumsi. Sedangkan pengeluaran

pembangunan atau belanja pelayanan publik terbagi menurut sektor-sektor

pembangunan yang lebih bersifat sebagai akumulasi stok kapital (Anitasari &

Soleh, 2015).

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat.

Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran bahwa

pendapatan nasional terdiri dari konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran

pemerintah, ekspor, impor. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan

nasional. Variabel Y melambangkan pendapatan nasional sekaligus

mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan variabel-variabel di ruas kanan

disebut permintaan agregat. Variabel G melambangkan pengeluaran pemerintah.

Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu

dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam

5
pembentukan pendapatan nasional (Anitasari & Soleh, 2015).

Tabel 1.3 di bawah ini mengemukakan bahwa Pengeluaran Pemerintah

terus meningkat dari tahun 2011-2016 lalu terjadi penurunan pada tahun 2017,

kemudian tahun 2017-2020 kembali mengalami peningkatan.

Tabel 1.3
Pengeluaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2011-2020

Tahun Pengeluaran Pemerintah


(Juta)
2011 272.314,14
2012 284.808,33
2013 314.506,65
2014 324.716,65
2015 372.958,35
2016 377.108,91
2017 415.588,20
2018 416.774,74
2019 504.321,74
2020 504.478,54
2021 595.171,26
Sumber: (BPS Sulsel, 2020)

Pendapatan perkapita adalah besaran pendapatan rata-rata penduduk yang

menunjukkan kemampuan Purchasing Parity masyarakat di suatu daerah/negara

pada periode tertentu (Iswara & Indrajaya (2019), Pubra (2019). Pendapatan

perkapita dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah

penduduk, dengan kata lain pendapatan perkapita mencerminkan pendapatan rata-

rata yang diperoleh di suatu daerah, sehingga jika pendapatan tersebut besar

masyarakat cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk

6
kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.

Besarnya pendapatan perkapita sering digunakan sebagai pembanding

tingkat kemakmuran di berbagai daerah. Pendapatan perkapita dihasilkan

dari pembagian pendapatan asli daerah dengan jumlah penduduk daerah.

Sembilan belas tolak ukur kemakmuran serta tingkat pembangunan sebuah daerah

yang sering digunakan adalah pendapatan perkapita. Namun, tidak selamanya

demikian, pendapatan perkapita yang tinggi dalam suatu daerah tidak

menjamin kemakmuran penduduk suatu daerah tersebut. Karena, terkadang

tingginya pendapatan perkapita dari suatu daerah itu didapatkan dari

tingginya pendapatan perkapita masyarakat sebagian kecil saja. Jadi

pendapatan perkapita itu merupakan pendapatan rata-rata penduduk yang

dihasilkan dari pembagian pendapatan asli daerah sebuah daerah/negara yang

dijadikan tolak ukur kemakmuran serta tingkat pembangunan pada sebuah

wilayah tertentu (Iswara & Indrajaya, 2019).

Tabel 1.4
Pendapatan Perkapita Sulawesi Selatan Tahun 2015-2020

Kategori 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Penduduk 8.520,304 8.606,375 8.690,294 8.771,970 8.851,240 9.073,509


( Jiwa)
PDRB per
Kapita 39.95 44.11 47.82 52.64 56.98 55.68
(Juta
Rupiah)
Sumber: (BPS, 2020).

Tabel 1.4 menunjukkan bahwa pendapatan perkapita provinsi sulawesi

selatan pada tahun 2015-2020 pada kategori penduduk (jiwa) mengalami

kenaikan yang signifikan, seperti yang tertera pada tabel di atas bahwa pada tahun

2015 sebanyak 8.520,304 jiwa, tahun 2016 sebanyak 8.606,375 jiwa, tahun 2017

7
sebanyak 8.690,294 jiwa, tahun 2018 sebanyak 8.771,970, tahun 2019 sebanyak

8.851,240 dan pada tahun 2020 sebanyak 9.073,509. Sedangkan pada kategori

PDRB per kapita mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun 2015-2019 dan

pada tahun 2020 mengalami sedikit penurunan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan sebelumnya mengenai

hubungan antara pengeluaran pemerintah, pendapatan perkapita, Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dan Pertumbuhan Ekonomi, maka peneliti

memutuskan mengambil penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah dan Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks

Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Selatan”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita berpengaruh

langsung terhadap indeks pembangunan manusia Provinsi Sulawesi Selatan

2. Apakah pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita berpengaruh

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan

3. Apakah indeks pembangunan manusia berpengaruh langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan

4. Apakah pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita berpengaruh

tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui indeks

pembangunan manusia Provinsi Sulawesi Selatan

C. Tujuan Penelitian

8
1. Untuk menganalisis pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita

terhadap indeks pembangunan manusia secara langsung

2. Untuk menganalisis pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita

terhadap pertumbuhan ekonomi secara langsung

3. Untuk menganalisis indeks pembangunan manusia terhadap pertumbuhan

ekonomi secara langsung

4. Untuk menganalisis penngeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui indeks pembangunan manusia

secara tidak langsung

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah referensi untuk meningkatkan indeks

pembanguan manusia dan pertumbuhan ekonomi di sulawesi selatan

2. Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam

pengolahan sumber daya manusia khususnya indeks pembangunan

manusia dan pertumbuhan ekonomi

b. Bagi peneliti

Diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan untuk kita semua

dan dapat digunakan sebagai tambahan ataupun acuan untuk penelitian

berikutnya.

BAB II

9
TINJAUAN TEORI

A. Pertumbuhan Ekonomi

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan produksi suatu

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional dan

kenaikan riil dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara

dalam satu tahun tertentu (Aulia, 2021; Shafira, 2018). Pertumbuhan ekonomi

merupakan salah satu nilai tukar dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan,

khususnya dalam bidang ekonomi. Indikator ini dapat pula dipakai untuk

menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Karena pada

dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan, faktor-faktor

produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (output), maka pertumbuhan

ekonomi diharapkan dapat memberi dampak pada peningkatan pendapatan

masyarakat sebagai pemilik faktor produksi (Aulia, 2021).

Kuznets mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka

panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak

barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan

teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukan (Shafira,

2018).

Murni dalam Wendy (2020) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi

adalah suatu kondisi yang terjadi karena adanya perkembangan GNP potensial

yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatkan

standar hidup di masyarakat. Sedangkan Alvonsus et al. (2018) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah sebagai kenaikan

10
PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari

tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih

kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau mungkin perubahan struktur

ekonomi terjadi atau tidak.

2. Menghitung Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan PDB atau

pendapatan nasional. Perhitungan PDB maupun PDRB secara konseptual

menggunakan tiga macam pendekatan, yakni:

a. Pendekatan Produksi

Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi marupakan jumlah nilai

tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di

wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) (Arifin,

2009)

b. Pendekatan Pengeluaran

Arifin (2009) mengemukakan bahwa perhitungan PDRB berdasarkan

pendekatan pengeluaran/penggunaan dikelompokkan dalam enam komponen,

yaitu:

a). Pengeluaran konsumsi rumah tangga, mencakup semua pengeluaran untuk

konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan penjualan neto barang bekas dan

sisa yang dilakukan rumah tangga selama setahun.

b). Pengeluaran konsumen pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja

pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik pemerintah pusat dan daerah,

tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan.

Data yang digunakan adalah realisasi APBD.

11
c). Pembentukan modal tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan

pembelian barang-barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal

bekas atau baru dari luar negeri. Metode yang digunakan adalah pendekatan

arus barang.

d). Perubahan inventori, perubahan stok dihitung dari PDRB hasil penjumlahan

nilai tambah bruto sectoral dikurangi komponen permintaan akhir lainnya.

e). Ekspor barang dan jasa, ekspor barang dinilai menurut harga free on board

(fod).

f). Impor barang dan jasa, Impor barang dinilai menurut cost insurance freight

(cif).

c. Pendekatan Pendapatan

Perhitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas

jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses

produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas

jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan

keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung

lainnya. Dalam definisi ini. PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak

langsung neto (pajak tidak langsung dikurangi subsidi).

Produk Nasional Bruto (PNB) adalah PDB ditambah dengan pendapatan

neto dari luar negeri. Pendapatan neto luar negeri adalah pendapatan atas faktor

produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk Indonesia yang diterima dari

luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang

diperoleh di Indonesia.

Pendapatan Nasional adalah PDB dikurangi dengan pajak tidak langsung

12
(neto) dan penyusutan. Pajak tidak langsung neto adalah pajak tidak langsung

dikurangi dengan subsidi pemerintah. Indeks implisit PDB merupakan rasio antara

PDB harga berlaku dengan PDB harga konstan. Deflator PDB adalah laju

pertumbuhan indeks implisit PDB. Ekspor dan impor merupakan kegiatan

transaksi barang dan jasa antara penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain

(Arifin, 2009).

3. Mengukur Laju Pertumbuhan Ekonomi

Suatu negara kadang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dan

kadang kala juga mengalami pertumbuhan yang pesat. Cara menghitung tingkat

pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

GDP1−GDPo
g¿ X 100 %
GDPo

Keterangan:

g = tingkat (persentase) pertumbuhan ekonomi

GDP (gross domestic product atau produk domestik bruto atau dengan ringkas:

PDB) = pendapatan nasional riil (pendapatan nasional yang dihitung pada harga

tetap yang dicapai dalam satu tahun (tahun 1))

GDP = pendapatan nasional riil pada tahun sebenarnya tahun (0)

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi

a. Harrod Domar

Teori pertumbuhan Harrod Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes

mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis

Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah

ekonomi jangka Panjang. Teori Harrod Domar ini menganalisis syarat-syarat yang

diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka

13
panjang. Dengan kata lain, teori ini berusaha menunjukkan syarat yang

dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Model hubungan ekonomi fungsional yang menyatakan bahwa tingkat

pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) bergantung pada tingkat tabungan

nasional neto dan berbanding terbalik dengan rasio modal output nasional. Setiap

perekonomian harus menabung bagian tertentu dari pendapatannya, untuk sekedar

mengganti barang-barang modal yang habis atau rusak. Tetapi agar bisa tumbuh

diperlukan investasi yang merupakan tambahan netto ke dalam persediaan modal.

Misalkan hubungan ini, yang didalam ilmu ekonomi dikenal sebagai rasio modal

output (capital-output rasio), kira-kira tiga berbanding satu. Jika kita tetapkan

rasio modal output, k, dan selanjutnya kita andaikan juga bahwa rasio tabungan

neto, s, adalah bagian tetap output nasional dan tingkat investasi baru ditentukan

oleh tingkat tabungan total.

b. Teori Schumpeter

Schumpeter dengan adanya intermediasi perbankan merupakan salah satu

pendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pinjaman modal dari

perbankan maka akan meningkatkan produksi dari UMKM. Dengan demikian

ketika produktivitas UMKM meningkat maka pendapatan perkapita juga akan

meningkat, Ketika pendapatan perkapita naik maka akan meningkat pertumbuhan

ekonomi. Menurut Joseph Schumpeter pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada

inovasi dara para pengusaha (wiraswasta). Dalam hal ini, inovasi merupakan

penerapan pengetahuan dan teknologi yang baru di dunia usaha.

c. David Ricardo

14
Garis besar pertumbuhan ekonomi David Ricardo yaitu bahwa proses

pertumbuhan masih pada perpaduan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju

pertumbuhan output. Selain itu Ricardo juga menganggap bahwa faktor produksi

tanah (sumber daya alam) tidak bisa bertambah sehingga akhirnya menjadi faktor

pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat. Teori Ricardo ini

diungkapkan pertama kali dalam bukunya yang berjudul The Principles of

Political Ekonomy and Taxation (1917). Salah satu ciri perekonomian Ricardo

yaitu bahwa akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh

pemilik modal berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk

melakukan investasi (Aulia, 2021).

d. Teori Klasik

Teori Klasik, menurut pandangan para ahli ekonomi klasik ada empat

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1) jumlah penduduk,

(2) jumlah stok barang-barang modal, (3) luas tanah dan kekeayaan alam, (4)

tingkat teknologi yang digunakan. Menurut pandangan klasik, hukum hasil

tambahan yang semakin akan berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi (Sanitra, 2020).

d. Teori Neo-Klasik

Teori ini melihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari segi

penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovist dan Solow

pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi.

Teori ini mengatakan faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi

bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja, namun faktor yang

paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan

15
kepakaran tenaga kerja (Sanitra, 2020)

5. Pertumbuhan Ekonomi dalam Perspektif Islam

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan bagian terpenting

dalam kebijakan ekonomi di negara maupun sistem ekonomi manapun. Secara

menyeluruh, hal ini dapat diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan

membawa kepada peluang dan pemerataan ekonomi yang lebih besar. Satu fakta

yang tidak terbantahkan, pertumbuhan perekonomian dunia selama dua abad ini

telah menimbulkan dua efek yang sangat penting, yaitu: Pertama, semakin

meningkatnya kemakmuran atau taraf hidup yang dicapai oleh masyarakat dunia,

kedua, terbukanya kesempatan kerja baru bagi penduduk yang semakin bertambah

jumlahnya.

Tujuan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam tentu saja tidak

terlepas dari praktek-praktek ekonomi yang bertentangan dengan nilai-nilai islam,

seperti perilaku riba (dalam makna yang luas), monopoli, korupsi, dan tindakan

malpraktek lainnya. Bila perilaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntutan

ekonomi ilahiah, maka tidaklah berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita

adalah suatu malapetaka yang sengaja diundang kehadirannya akibat ulah tangan

manusia sendiri (Muttaqin, 2018).

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah Nuh ayat 10-12:

ٍ ‫ َويُ ْم ِد ْد ُك ْم بَِأ ْم َوا ٍل َوبَنِينَ َويَجْ َعلْ لَ ُك ْم َجنَّا‬ ‫يُرْ ِس ِل ال َّس َما َء َعلَ ْي ُك ْم ِم ْد َرارًا‬ ‫ت ا ْستَ ْغفِرُوا َربَّ ُك ْم ِإنَّهُ َكانَ َغفَّارًا‬
‫ت‬ ُ ‫فَقُ ْل‬
 ‫َويَجْ َعلْ لَ ُك ْم َأ ْنهَارًا‬
Terjemahan:

“10. Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, 11. Niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, 12. Dan membanyakkan
harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan
Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.

16
Dijelaskan pula dalam firman Allah SWT Qur’an Surah Al-Ar’raaf ayat 96:

ْ ‫ض َو ٰلَ ِك ْن َك َّذبُوا فََأ‬


‫خَذنَاهُ ْم بِ َما‬ ِ ْ‫ت ِمنَ ال َّس َما ِء َواَأْلر‬
ٍ ‫َولَوْ َأ َّن َأ ْه َل ْالقُ َر ٰى آ َمنُوا َواتَّقَوْ ا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َر َكا‬

َ‫َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬

Terjemahan:

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,


pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Dari uraian ayat tersebut dapat dipahami, kesejahteraan dan

kebahagiaan hidup akan kita raih selama kita rajin untuk melakukan

istighfar (minta ampun). Allah menjanjikan rizki yang berlimpah kepada

suatu kaum, jika kaum tersebut mau untuk bebas dari kemaksiatan dan

senantiasa berjalan pada nilai-nilai ketakwaan dan keimanan. Akan tetapi,

apabila kemaksiatan telah merajalela dan masyarakat tidak taat kepada

tuhannya, maka tidak akan diperoleh ketenangan dan stabilitas kehidupan

(Ikram, 2021)

B. Pengeluaran Pemerintah

1. Pengertian Pengeluaran Pemerintah

Mangkoesoebroto dalam (Ningrum et al., 2020) mendefiniskan bahwa

pengeluaran pemerintah adalah nilai yang digunakam untuk kepentingan

masyarakat. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah.

Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan

jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Sukirno dalam (Senewe et al., 2021) menyatakan bahwa pengeluaran

17
pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan dan angkatan

lainnya adalah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan. Beberapa

bidang penting yang akan dibiayai pemerintah adalah membayar gaji pegawai-

pegawai pemerintah, membiayai sistem Pendidikan dan kesehatan rakyat,

membiayai perbelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis

infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan. Pembelanjaan-

pembelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi

tingkat kegiatan ekonomi negara.

2. Teori Pengeluaran Pemerintah

a. Teori Wegner

Teori ini menekankan pada perkembangan persentase pengeluaran

pemerintah semakin besar terhadap GNP. Menurut Wagner apabila suatu

perekonomian pendapatan perkapita meiningkat, secara relative pengeluaran

pemerintah akan ikut meningkat, terutama karena pemerintah harus mengatur

hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan dan sebagainya.

(Kaharudin et al., 2019).

Wegner menyatakan hukum tentang pengeluaran pemerintah, dan ini bisa

diartikan sebagai perkembangan pengeluaran pemerintah baik secara absolut dan

secara relative. Wegner juga menyatakan adanya kemungkinan bahwa

perkembangan pengeluaran pemerintah mungkin berbeda-beda antara level

pemerintah pusat dan level pemerintah daerah. Perbedaan ini menyangkut fungsi

dasar dari pemerintah yaitu, pengeluaran untuk bidang pertanahan dan keamanan,

termasuk dalam tanggung jawab pemerintah dalam konsep welfare state seperti

akses pendidikan, jaminan, pension dan tunjangan pada pengangguran (Sukartini

18
& Saleh, 2012).

b. Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini memandang bahwa pemerintah selalu berusaha untuk

memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak

yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin

besar, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari pemungutan

suara (Laili, 2018).

Dalam teori Peacock dan Wiseman terdapat efek penggantian (displacement

effect) yaitu adanya penggunaan social yang menyebabkan aktivitas swasta

dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya cukup

dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana

dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan

membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya

karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat

lebih lanjut adalah pajak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan

telah berakhir.

Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah

terjadinya perang dan ini disebut efek inspirasi. Adanya gangguan sosial juga

akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang

sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek

konsentrasi. Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya

aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun

Kembali pada tingkat sebelum terjadi perang (Ferry, 2018).

Adanya dampak eksternal tersebut digambarkan dalam bentuk kurva

19
dibawah ini:

Gambar 2.1
Kurva Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran
Pemerintah/GDP

F
E
C D
D Pengeluaran Pemerintah
C
BB
G
A Pengeluaran Swasta
A

O t t+1 Tahun
Sumber: (Ferry, 2018)

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa dalam kondisi normal, porsi pengeluaran

pemerintah terhadap GDP akan menunjukkan tren yang meningkat seperti yang

dikemukakan oleh Wagner dalam teorinya. Kondisi ini ditunjukkan oleh garis

AG. Apabila dalam perekonomian tersebut terjadi gangguan sosial pada t, seperti

bencana alam, maka pemerintah akan merespon dengan meningkatkan belanjanya

sebesar AC. Kondisi ini akan tetap berjalan sampai dengan periode t+1 atau

sepanjang garis CD. Setelah proses penanganan gangguan sosial selesai pada

t+1tersebut, maka porsi belanja pemerintah terhadap GDP tidak langsung kembali

ke kondisi normal (G). Hal ini disebabkan karena setelah gangguan sosial teratasi

pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh pemerintah dalam proses rehabilitasi ekonomi (Jafar, 2021).

c. Teori Rostow dan Musgrave

Teori yang diperkenalkan oleh Rostow dan Musgrave pada dasarnya

merupakan pengembangan dari teori pembangunan ekonomi mereka. Teorinya ini

20
menggambarkan adanya hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan tahap-

tahap pembangunan ekonomi yang lalui. Adapun tahap-tahap pembangunan yang

mereka maksud terbagi menjadi tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.

Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, peran pemerintah

sangat dominan di dalam perekonomian dibandingkan dengan peran swasta.

Investasi yang dilakukan oleh pemerintah memiliki porsi yang sangat besar pada

tahap ini, karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan dasar bagi

masyarakat seperti infrastruktur, pendidikan, keamanan, kesehatan, dan berbagai

layanan publik lainnya. Adapun pihak swasta pada tahap awal ini belum atau

bahkan tidak memiliki kontribusi sama sekali dalam perekonomian. Alasannya

karena mereka belum memiliki fondasi yang kuat untuk berkontribusi di tahap ini.

Kemudian pada tahap menengah pihak swasta sudah tumbuh dan memiliki

modal yang kuat untuk ikut berinvestasi di dalam perekonomian. Namun

demikian, peran pemerintah juga masih sangat dibutuhkan dalam menyediakan

fasilitas publik yang tidak disediakan oleh sektor swasta. Selain itu, investasi

pemerintah juga digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar

semakin cepat menuju tahap lanjut.

Akhirnya, pada tahap lanjut peran pemerintah sebagian besar sudah

diambil alih oleh sektor swasta. Dikatakan oleh Rostow dan Musgrave, pada tahap

ini investasi swasta lebih dominan karena mereka sudah steady dan memiliki

kemampuan keuangan yang mapan. Sehingga mereka sudah dapat mengambil

beberapa peran pemerintah dalam penyediaan barang maupun jasa untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan peran pemerintah beralih dari

penyedia prasarana ekonomi ke pengeluaran yang berorientasi pada layanan-

21
layanan sosial seperti kesejahteraan hari tua, program kesehatan, anak-anak

terlantar, dan kegiatan sosial lainnya (Jafar, 2021)

3. Pengeluaran Pemerintah Menurut Kelompok

Nofiyani (2018) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah menurut

kelompok dibagi menjadi dua, yakni:

1. Belanja langsung

Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan

pelaksanaan program seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta

belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah

dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

2. Belanja tidak langsung

Belanja tidak langsung adalah bagian belanja yang dianggarkan tidak terkait

langsung dengan pelaksanaan program pelaksanaan program seperti belanja

pegawai berupa gaji dan tunjangan yang telah ditetapkan undang-undang,

belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil

kepada provinsi/kabupaten/kota.

C. Indeks Pembangunan Manusia

1. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) dibentuk berdasarkan empat angka melek huruf, rata-rata lama

sekolah dan kemampuan daya beliindikator angka harapan hidup

mempresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek

huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan

(Sujata, 2021).

22
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur

pembangunan kualitas dan kuantitas tenaga kerja dilihat dari kondisi fisik

(kesehatan dan kesejahteraan) maupun non-fisik (pendidikan). Pembangunan yang

terdampak pada kondisi fisik masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan

hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non fisik dapat

dilihat dari kualitas pendidikan masyarak (Melliana & Zain, 2013; Susanto &

Rahmawati, 2002). Sedangkan Vildzah Nurul (2016) mendefinisikan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

(enlarging people choice) melalui upaya-upaya pemberdayaan yang

mengutamakan peningkatan kemampuan dasar manusia agar dapat sepenuhnya

berpartisipasi di segala bidang pembangunan (United National Development

Programme, UNDP). Arti penting manusia dalam pembangunan adalah manusia

dipandang sebagai subjek pembangunan yang artinya pembangunan dilakukan

memang bertujuan untuk kepentingan manusia atau masyarakat (Vildzah Nurul,

2016).

2. Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia

Melliana & Zain, (2013) mengemukakan bahwa dalam indeks pembangunan

manusia terdapat tiga komposisi indikator yang digunakan untuk mengukur besar

indeks pembangunan manusia, yakni:

1). Tingkat Kesehatan diukur dari harapan hidup saat lahir (tingkat kematian

bayi).

2). Tingkat Pendidikan diukur dengan jumlah penduduk yang melek huruf

23
atau tingkat Pendidikan yang telah dicapai atau lamanya Pendidikan seorang

penduduk.

3). Standar kehidupan diukur dengan tingkat pengeluaran per tahun.

3. Komponen-Komponen Indeks Pembangunan Manusia

Melliana & Zain, 2013) menyatakan bahwa ukuran kualitas hidup IPM

dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup

umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi

tersebut memiliki pengertian dangat luas karena terkait banyak faktor di

dalamnya. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai

ukuran kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator

penentuan Dana Alokasi Umum (DAU), diuraikan sebagai berikut:

a. Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH)

Angka harapan hidup saat lahir didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan

banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir, AHH

mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari hasil

sensus dan survei kependudukan.

Besarnya nilai maksimum dan nilai minimum untuk masing-masing

komponen ini merupakan nilai besaran yang mengacu pada UNDP. Pada

komponen angka harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas untuk

perhitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah 20 tahun.

b. Tingkat Pendidikan

Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator

yaitu rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) dan angka harapan lama

24
sekolah (expected years of schooling). Rata-rata lama sekolah didefinisikan

sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan

formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu

wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitung

rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.

Angka harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam

tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa

mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada

umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per

jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka harapan lama sekolah

dihitung untuk penduduk berusia tujuh tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk

mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang

ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan

dapat dicapai oleh setiap anak.

c. Standar Hidup Layak

Selanjutnya dimensi ketiga dari ukuran kualitas hidup manusia adalah

standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak

menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai

dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak

menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) per-kapita, sedangkan BPS

menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai

pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity-PPP)

(Laili, 2018).

4. Indeks Pembangunan Manusia Dalam Perspektif Islam

25
Dalam islam manusia harus berperilaku dengan akhlak Islam, manusia

yang bebas dan merdeka, manusia dengan tauhid yang bersih. Semua hal ini dapat

dicapai tentu saja melalui tarbiayh insaniyah itu sendiri dengan pendidikan yang

menyeluruh (at-tanmiyah asysyumuliyah) dan bukan sebagaian saja.

Pembangunan manusia lebih lanjut menuntut seseorang untuk berperilaku

baik (akhlakul karimah). Standar moral suatu perilaku ekonomi didasarkan pada

ajaran Islam dan bukan semata-mata didasarkan pada ajaran Islam dan bukan

semata-mata didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh kesepakatan social.

Moralitas Islam tidak diposisikan sebagai suatu batas ilmu ekonomi, namun justru

dijadikan sebagai patokan dalam Menyusun ekonomi Islam. Dalam arti lain

moralitas menjadikan manusia sebagai unsur utama dalam pembangunan manusia.

Moral menempati posisi penting dalam ajaran Islam, sebab terbentuknya pribadi

(manusia) yang memiliki moral baik (akhlakul karimah) merupakan tujuan

puncak dari seluruh ajaran Islam. Islam memandang bahwa manusia memiliki dua

tugas utama, yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah) dan sebagai Khalifatullahu fil

ard yaitu wakil Allah di muka bumi yang bertugas untuk memakmurkannya

(Syahrani, 2018).

D. Pendapatan Perkapita

1. Pengertian Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita merupakan tingkat pendapatan rata-rata masyarakat

pada periode waktu tertentu (Azizah et al., 2018; Sihombing, 2021). Pendapatan

perkapita dan Gross Domestik Product (GDP) adalah alat ukur yang sesuai dan

tepat dalam melakukan pengukuran tersebut. Selain itu, GDP juga mengukur dua

hal yaitu: total pendapatan orang-orang dalam perekonomian dan total

26
pembelanjaan suatu negara untuk membeli barang dan jasa hasil perekonomian.

Sukiro dalam Ulaftur Roshidah, 2020, alasan GDP dapat mengukur total

prndapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara

keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran. Pengertian dari Gross

Domestik Bruto (GDP) adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang

diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode yang sama. Namun, terdapat

beberapa hal yang tidak disertakan di dalam pendapatan perkapita seperti nilai

dari semua kegiatan yang terjadi di luar pasar, kualitas lingkungan dan distribusi

pendapatan. Oleh sebab itu, pendapatan perkapita yang merupakan besarnya

pendapatan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di suatu negara

merupakan alat yang lebih baik untuk dapat memberitahukan kita apa yang terjadi

pada rata-rata penduduk, standar hidup dari warga (Roshidah, 2020).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Perkapita

Sihombing (2021) mengemukanan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan perkapita adalah:

a. Tingkat tabungan dan akumulasi modal, baik modal fifik maupun modal

manusia (Pendidikan) semakin meningkat.

b. Terjadinya perubahan dalam komposisi permintaan dalam pengelola

masyarakat untuk pangan relatif menurun, pengeluaran untuk konsumsi

bukan pangan naik, pengeluaran untuk investasi dan untuk sektor pemerintah

meningkat. Biasanya baik impor maupun ekspor naik dan komposisi ekspor

berubah dari bahan-bahan mentah menjadi lebih banyak barang industri.

c. Perubahan social terjadinya urbanisasi, tingkat kelahiran dan tingkat kematian

menurun, sekaligus distribusi pendapatan makin timpang (perbedaan kaya

27
dan miskin semakin menyolok).

Selain itu Sihombing (2021) juga memaparkan dampak dari pendapatan

perkapita yang rendah, yaitu masalah besar yang dihadapi negara berkembang

adalah sebagai berikut:

1. Masalah kekurangan gizi dan taraf kesehatan yang rendah ini antara lain dapat

dilihat dan jumlah kalori makanan yang belum mebncapai tahap minimum, life

expectancy yang rendah, tingkat kematian pertahun dan tingkat kematian bayi

yang tinggi.

2. Kemiskinan yang masih meluas, bagian yang cukup besar dari penduduk

negara berkembang memperoleh pendapatan di bawah garis kemiskinan.

3. Taraf pendidikan masih rendah, cukup banyak keluarga di negara berkembang

yang tidak dapat membiayai sekolah anak-anaknya.

E. Hubungan Antarvariabel

1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah meningkat maka pertumbuhan ekonomi secara

otomatis akan meningkat. Argument ini memperkuat bahwa pengeluaran

pemerintah memberikan kontribusi yang mayakinkan terhadap kinerja

perekonomian (Kaharudin et al., 2019). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Anitasari & Soleh, 2015; Kawung3, 2018; Wahana, 2020) bahwa

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Begitupun dengan (Harnita, Hastuti, 2019) yang menyatakan bahwa

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indeks Pembangunan

28
Manusia

Secara garis besar kaitan pengeluaran pemerintah mutlak dibutuhkan, baik

pada sektor pendidikan, kesehatan, pembangunan dan lain sebagainya. Alokasi

anggaran pengeluaran pemerintah pada sektor apapun merupakan wujud nyata

dari investasi untuk meningkatkan prodiktivitas manusia (Wahana, 2020).

APBN yang disalurkan pada sektor manapun merupakan wujud realisasi

pemerintah dalam meningkatkan mutu manusia baik dari sektor pendidikan,

Kesehatan dan lain sebagianya. Dengan kata lain realisasi pemerintah sangat

berpengaruh pada pembangunan manusia (Kawung, 2018). Seperti yang

dikemukanan oleh (Prasetio, n.d.; Senewe et al., 2021; Wahana, 2020) bahwa

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

3. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran bagi kemakmuran

suatu negara maupun dari pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong

naiknya tingkat konsumsi perkapita yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi

diubahnya struktur produksi (Alfredo, 2021) .

Meningkatnya pendapatan perkapita secara langsung meningkatkan daya

beli masyarakat dan berdampak terhadap tingginya akan permintaan suatu barang.

Perilaku masyarakat dalam membelanjakan pendapatannya dapat meningkatkan

permintaan akan suatu barang dan jasa dan berdampak terhadap pertumbuhan

ekonomi. Hal tersebut diperkuat oleh (Hasym, 2019; Nurhayati, 2015) dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif

dan sifnifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

29
4. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Pendapatan perkapita merupakan pencerminan daya beli masyarakat,

namun tidak berpengaruh pada indeks pembangunan manusia (Sasana, 2012). Hal

ini diperkuat oleh peneliti terdahulu (Yulianti, 2020) memeperlihatkan bahwa

pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks

pembangunan manusia. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suparyati (2014)

memperlihatkan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan

terhadap indeks pembangunan manusia pada kelompok negara yang memiliki

IPM sangat tinggi, pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan

terhadap indeks pembangunan manusia pada kelompok negara yang memiliki

IPM tinggi, menengah maupun rendah. Sehingga peningkatan pendapatan

masyarakat dan IPM pada akhirnya dapat memperbesar peran masyarakat dan

swasta dalam peningkatan prodktivitas masyarakat (Sasana, 2012).

F. Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, di

mana secara sistematis menjadi acuan dalam penyusunan penelitian ini, yakni:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Metode Hasil


Peneliti Penelitian Penelitian
1 Ikram, (2021) Variabel Penelitian Hasil penelitian ini

30
Independen: Kuantitatif menunjukkan
- Indeks bahwa Indeks
Pembangunan Pembangunan
Manusia (X1) Manusia
Variabel berpengaruh positif
Dependen: dan signifikan
- Pertumbuhan terhadap
Ekonomi (Y1) pertumbuhan
ekonomi di
Provinsi Sulawesi
Selatan. Ini
dibuktikan dari
hasil olah data
dimana nilai Indeks
Pembangunan
Manusia nilai
signifikan 0,000
lebih besar dari
0,05 (0,000>0,05)
dibuktikan pula
dari nilai t hitung
lebih kecil dari t
table
(42,073>1,860).
2 Senewe et al., Variabel Analisis Regresi Hasil analisis
(2021) Independen: Berganda secara parsial
-Tingkat menunjukkan
Kemiskinan bahwa tingkat
(X1), kemiskinan, dan
-Pengeluaran pertumbuhan
Pemerintah ekonomi tidak
(X2) berpengaruh
-Pertumbuhan terhadap Indeks
Ekonomi (X3) Pembangunan
Variabel Manusia dan
Dependen: pengeluaran
-Indeks pemerintah
Pembangunan berpengaruh
Manusia (Y1) terhadap Indeks
Pembangunan
Manusia. Hasil
secara simultan
menunjukkan
bahwa tingkat
kemiskinan,
pengeluaran
pemerintah, dan
pertumbuhan

31
ekonomi
berpengaruh
terhadap indeks
pembangunan
manusia.
3 Kawung, Variabel Meode regresi Hasil penelitian
(2018) Independen: linear menunjukan bahwa
-Pengeluaran berganda. pengeluaran
Pemerintah pemerintah
(X1) berpengaruh positif
-Belanja Modal dan signifikan
(X2) terhadap
Variabel pertumbuhan
Dependen: ekonomi,
- Indeks
Pembangunan
Manusia (Y1)

4 Murib, (2018) Variabel Metode Hasil penelitian ini


Independen: Regresi menunjukkan
-Jumlah Berganda bahwa secara
Penduduk parsial jumlah
-Pendapatan penduduk memiliki
Perkapita (X2) pengaruh yang
-PDRB (X3) bersifat negatif
Variabel terhadap PAD
Dependen: artinya jika jumlah
PAD (Y1) penduduk
meningkat maka
PAD akan
mengalami
penurunan
demikian
sebaliknya,
sedangkan PDRB
ADHB tidak
memiliki pengaruh
terhadap PAD.

5 Roshidah, Variabel Analisis Berdasarkan hasil


(2020) Independen: Regresi analisis tersebut,
- Pendapatan Berganda maka diperoleh
Perkapita (X1) hasil bahwa
- Inflasi (X2) penelitian ini yang
Variabel memberikan
Dependen: pengaruh terhadap

32
- Indeks Indeks
Pembangunan Pembangunan
Manusia (Y1) Manusia. Untuk
mendapatkan hasil
tersebut maka akan
embutuhkan
materi.
6 Laili, (2018) Variabel Metode regresi Hasil penelitian
Independen: data panel. menunjukkan
-Tingkat bahwa Indeks
Kemiskinan Pembangunan
(X1) Manusia mampu
- Pendapatan dijelaskan oleh
Perkapita (X2) Tingkat
- Pengeluaran Kemiskinan,
Pemerintah Pengeluaran
(X3) Pemerintah dan
Variabel Pendapatan
Dependen: Perkapita sebesar
- Indeks 91.12% (Adj R 2 ),
Pembangunan sedangkan sisanya
Manusia (Y1) yaitu sbesar 8,88%
dijelaskan oleh
variabel lain diluar
model penelitian.
Selanjutnya secara
parsial, probabilitas
dari masing-
masing variabel
independen
menunjukkan,
tingkat kemiskinan
tidak berpengaruh
terhadap IPM.
Pengeluaran
pemerintah sektor
pendidikan tidak
berpengaruh
terhadap IPM.

7 Shafira, (2018) Variabel Metode Fixed Hasil penelitian ini


Independen: Effect Model menunjukkan
-Pengeluaran (FEM) bahwa variabel
Pemerintah belanja langsung
(X1) dan pajak daerah
- Pajak Daerah memiliki pengaruh
(X2) positif dan

33
Variabel signifikan terhadap
Dependen: pertumbuhan
- Pertumbuhan ekonomi pada
Ekonomi (Y1) kabupaten/kota di
Privinsi Sumatera
Utara. Sedangkan
belanja tidak
langsung
menunjukkan
pengaruh yang
negative dan
signifikan terhadap
pertumbuhan
ekonomi pada
kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera
Utara.

8 Anitasari & Variabel Metode Hasil penelitian ini


Soleh, (2015) Independen: Regresi menunjukkan
(Anitasari & Pengeluaran Berganda bahwa pengeluaran
Soleh, 2015) Pemerintah pemerintah
(X1) berpengaruh positif
Variabel dan signifikan
Dependen: terhadap
Pertumbuhan pertumbuhan
Ekonomi (Y1) ekonomi di
Provinsi Bengkulu.
9 Kaharudin et Variabel Metode Penelitian ini
al., (2019) Independen: Regresi Linear bertujuan untuk
Pengeluaran mengetahui
pemerintah (X1) pengaruh
pengeluaran
Variabel pemerintah
Dependen: terhadap
- Pertumbuhan pertumbuhan
ekonomi (Y1) ekonomi,
-Pengangguran pengangguran dan
(Y2) kemiskinan.
- Kemiskinan
(Y3)
10 Harnita, Sri Variabel Metode Hasil penelitian
Hastuti, (2019) Independen: Regresi Linear menunjukkan
- Pengeluaran Berganda bahwa variabel
Pemerintah pengeluaran
(X1) pemerintah
Variabel berpengaruh
Dependen: signifikan terhadap

34
- Pertumbuhan pertumbuhan
Ekonomi (Y1) ekonomi di
Provinsi Sulawesi
Selatan dengan
nilai koefisien
sebesar 1,585 dan
signifikan sebesar
0,022 < 0,05.
Sumber:diolah (2021)

G. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan gambaran dari arah teori dalam memberikan

solusi dari permaslahan secara sistematis. Kerangka pikir ini menjelaskan

pertautan antara variabel dalam penelitian ini yaitu, pengeluaran pemerintah dan

pendapatan perkapita yang berpengaruh langsung terhadap indeks pembangunan

manusia dan pertumbuhan ekonomi dan variabel yang tidak berpengaruh langsung

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui indeks pembangunan manusia.

Berdasarkan studi kepustakaan dari peneliti maka dapat digambarkan skema

penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2
Kerangka Pikir

H3
Pengeluaran Pemerintah
(X1) H1

H6
Indeks H5 Pertumbuhan
35
Pembangunan Ekonomi
Manusia (Y2)
(Y1)
Pendapatan Perkapita
Keterangan;
: Berpengaruh langsung
: Berpangaruh tidak langsung
Sumber:diolah (2021)

H. Hipotesis

Berdasarkan teori dan hubungan antara tujuan penelitian dan kerangka

pikir terhadap rumusan masalah, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita diduga berpengaruh

langsung terhadap indeks pembangunan manusia

2. Pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita diduga berpengaruh

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi

3. Indeks pembangunan manusia diduga berpengaruh langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi

4. Pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita diduga berpengaruh tidak

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui indeks pembangunan

manusia.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

36
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif yaitu

memaparkan fenomena yang ada di tengah masyarakat di Provinsi Sulawesi

Selatan menggunakan angka-angka untuk menggambarkan karakteristik

permasalahan dan penelitian yang akan dipaparkan, penelitian ini bermaksud

untuk mencari pengaruh pengeluaran pemerintah dan pendapatan perkapita

terhadap pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia di Provinsi

Sulawesi Selatan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Sulawesi

Selatan dengan mengambil laporan statistik dari Badan Pusat Statistik yang di

akses melalui website www.bps.go.id periode 2000-2021.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data

kuantitatif adalah jenis data yang diukur atau dihitung secara langsung sebagai

variabel dalam bentuk angka atau bilangan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder, di mana data

sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan

dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder yang digunakan

pada penelitian ini adalah data laporan statistik di Bada Pusat Statistik (BPS) yang

diperoleh melalui website www.bps.go.id periode 2000-2021.

C. Metode Pengumpulan Data

37
Penelitian ini menggunakan data yang tidak secara langsung dikumpulkan

sendiri tetapi memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak

berwenang yang digunakan untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran

pelengkap, ataupun untuk diproses lebih lanjut.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur dikembangkan sebagai

metode untuk mempengaruhi pengaruh langsung dan tidak langsung variabel

dependen terhadap variabel independen.

1. Persamaan Regresi

a. Reduced Form

Berdasarkan model konseptual pada Gambar 2.2 (kerangka pikir), maka

dapat dibentuk persamaan fungsional daam model reduced form sebgai berikut:

Y1: f (X1,X2)

Y2: f (X1,X2,Y1)

Keterangan:

X1 = Pengeluaran Pemerintah

X2 = Pendapatan Perkapita

Y1 = Pertumbuhan

Y2 = Indeks Pembangunan Manusia

Persamaan di atas dapat ditulis lagi menjadi:

Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + µ1

Y2 = α0 + α1X1 + α2X2 + α3Y1 + µ2

38
Sehingga diperoleh Reduced form sebagai berikut:

Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + µ1

Y2 = α0 + α1X1 + α2X2 + α3Y1 + µ2 + (β0 + β1X1 + β2X2 + µ2)

Y2 = α0 + (α1 + α3β1) X1 + (α2 + α3β2) X2 + (α3 + α3β5) Y1 + α5β0 + α5β1 + µ2

Keterangan:

1. Konstanta

β0 = Konstanta untuk Y1

α0 = Konstanta Y2

2. Pengaruh Langsung (Direct Effect)

β1 = Pengaruh langsung Pengeluaran Pemerintah (X1) Indeks Pembangunan

Manusia (Y1)

β2 = Pengaruh langsung Pendapatan Perkapita (X2) terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (Y1)

α1 = Pengaruh langsung Pengeluaran Pemerintah (X1) terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (Y2)

α2 = Pengaruh langsung Pendapatan Perkapita (X 2) terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (Y2)

α3 = Pengaruh langsung Indeks Pembangunan Manusia (Y1) terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (Y2)

3. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)

α3β1 = Pengaruh tidak langsung Pengeluaran Pemerintah (X1) terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (X2) melalui Indeks Pembangunan Manusia

(Y1)

α5β2 = Pengaruh tidak langsung Pengeluaran Perkapita (X 2) terhadap

39
Pertumbuhan Ekonomi (Y2) melalui Indeks Pembangunan Manusia

(Y1)

4. Total Pengaruh (Total Effect)

(α1 + α5β1) = Total pengaruh Pengeluaran Pemerintah (X1) terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (Y1)

(α2 + α5β2) = Total pengaruh Pendapatan Perkapita (X 2) terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (Y1)

5. Error Term

µ1 = Error Term Y1

α3µ1 + µ2 = Error Term Y2

b. Uji Asumsi Klasik

Uji hipotesis klasik bertujuan untuk mendapatkan model yang benar yang

diperoleh dari asumsi dasar analisis regresi linier. Dengan kata lain, model yang

diwujudkan harus menghindari penyimpangan hipotesis klasik. Pengujian

hipotesis klasik meliputi hipotesis normalitas, multikolinearitas,

heteroskedastisitas dan hipotesis linieritas.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan

untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah

sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Normalitas data dapat

dinyatakan dengan distribusi normal atau kurva normal. Dsitribusi normal

merupakan salah satu fungsi yang begitu penting dalam meramal peristiwa-

peristiwa yang lengkap dan luas (Setyawan, 2020).

2. Uji Heterokedastisitas

40
Ghozali dalam (Astuti et al., 2015) mengemukakan bahwa uji

heterokedastisitas memiliki tujuan dalam hal ini menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas namun apabila berbeda disebut

heterokedastisitas.

3. Auto Korelasi

Auto korelasi adalah nilai pada sampel atau observasi tertentu yang sangat

dipengaruhi oleh nilai observasi sebelumnya, oleh karena itu harus dilakukan pada

data time series atau runtun waktu (Pratama, 2019). Uji auto korelasi bertujuan

untuk menguji dan melihat apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode

t-1 (sebelumnya) (Ninla Elmawati Falabiba et al., 2014; Pratama, 2019).

4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi

yang tinggi atau sempurna antara variabel bebas atau tidak dalam model regresi.

Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya korelasi yang tinggi antara variabel

independen salah satunya dengan menggunakan Tolerance dan Variance Inflation

Faktor (VIF) (Ririn Arifah, 2014). Ghazali dalam Ririn Arifah (2014) menyatakan

bahwa tolerance mengukur variabel independen. yang tidak dijelaskan variabel-

variabel independent lainnya. Jadi, tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF

yang tinggi. Asumsi dari Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIP) dapat

dinyatakan sebagai berikut:

a). Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0.10 maka terjadi multikolinearitas.

41
b). Jika VIF < 10 dan nilai tolerance > 0.10 maka tidak terjadi multikolinearitas.

c. Uji Hipotesis

1. Analisis Statistik R2 (Koefisien Determinasi)

Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai R2 kecil 52

atau mendekati nol, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variansi variabel dependen amat terbatas. Tetapi jika nilainya

mendekati satu itu berarti, variabel independen mampu memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Perhitungan ini dilakukan untuk mengukur tingkat proporsi atau pun persentase

dari variabel total yang mampu dijelaskan model regresi.

2. Uji Simultan (Uji F)

Pada dasarnya uji F statistik menunjukkan apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersamasama terhadap variabel dependen. Uji F statistik dilakukan dengan cara

membandingkan nilai Prob (F-Statistik) dengan nilai α = 5% (F tabel). Jika nilai

Prob (F-Statistik) lebih kecil dari α = 5% (F tabel) maka dikatakan secara

bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Namun jika sebaliknya nilai Prob (F-Statistik) lebih besar dari α = 5% (F tabel),

maka artinya seluruh variabel independen yang digunakan tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

3. Uji Parsial (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

42
Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen

dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen secara nyata.

Kriteria pengukuran uji t adalah dengan melihat perbandingan besarnya nilai

probabilitas t (t statistik) dengan nilai α atau (t tabel). Jika nilai probabilitas t pada

variabel independen lebih kecil dari α = 5% maka dikatakan bahwa variabel

tersebut berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel dependen. Untuk

mengkaji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara

individu dapat dilihat pada hipotesis yaitu, H0:β1 = 0 tidak berpengaruh, H1:β1 >

0 berpengaruh positif, H1:β1 < 0 berpengaruh negatif. Di mana, β1 merupakan

koefisien variabel independen ke-1 yaitu nilai parameter hipotesis. Biasanya nilai

β dianggap 0 artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y bila, t statistik > t

tabel maka H0 diterima (signifikan) dan jika F statistik < F tabel maka H0 ditolak

(tidak signifikan).

f. Definisi Operasional Variabel

Defenisi operasional dari variabel yang dikemukakan oleh penulis antara

lain:

1. Pengeluaran Pemerintah (X1)

Pengeluaran pemerintah ialah realisasi total pengeluaran yang dilakukan oleh

pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang bersumber dari belanja APBD

setiap tahunnya yang diukur dalam satuan rupiah periode 2000-2020.

2. Pendapatan Perkapita (X2)

Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan Provinsi Sulawesi Selatan

pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk yang diterbitkan oleh

43
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan periode waktu 2000-

2020 yang dihitung dalam jutaan rupiah.

3. Indeks Pembangunan Manusia (Y1)

Indeks pembangunan manusia merupakan indeks yang mengukur pencapaian

pembangunan sosio-ekonomi Sulawese Selatan dalam satuan persen periode

2000-2020.

4. Pertumbuhan Ekonomi (Y2)

Pertumbuhan Ekonomi adalah laju PDRB Provinsi Sulawesi Selatan

berdasarkan ADHK 2000-2020 yang dihitung dalam satuan persen.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

44
Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Kota Makassar terletak

antara 0º12 - 8º Lintang Selatan dan 116º48’ - 122º36’ Bujur Timur, dengan batas-

batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Provinsi Sulawesi Barat

Sebelah Timur: Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara

Sebelah Selatan: Laut Flores

Sebelah Barat: Selat Makassar Luas wilayah

Provinsi Sulawesi Selatan setelah pemekaran dengan Provinsi Sulawesi

Barat adalah 45.519.24 km² yang meliputi 20 kabupaten dan 3 kota, 20 kabupaten

yaitu maliputi: Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai,

Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu,

Tanatoraja, Luwu Utara, Luwu Timur. Sedangkan untuk tiga kota meliputi:

Makassar, Pare-Pare, Palopo. Kota Pare-Pare merupakan kota yang terkacil yakni

luasnya hanya sekitar 99.33 km² atau sekitar 0.22% sedangkan daerah yang

terluas adalah Kabupaten Luwu yaitu sekitar 14. 788.96 km² atau sekitar 32.45 %

dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Jumlah sungai yang mengaliri wilayah Sulawesi Selatan tercatat sekitar 67

aliran sungai, dengan jumlah aliran terbesar di Kabupaten Luwu, yakni 25 34 35

aliran sungai. Sungai terpanjang adalah Sungai Saddang yaitu mengalir meliputi

Kabupaten Tanatoraja, Enrekang, dan Pinrang. Panjang sungai tersebut masing-

masing 150 km.

Di Sulawesi Selatan terdapat empat danau yakni Danau Tempe dan Danau

Sidenreng yang barada di Kabupaten Wajo, serta Danau Matana dan Towuti, yang

berlokasi di Kabupaten Luwu Timur. Adapun jumlah gunung tercatat sebanyak

45
tujuh gunung, dengan gunung tertinggi adalah Gunung Rantemario dengan

ketinggian 3.470 m diatas permukaan air laut, gunung ini berdiri tegak

diperbatasan kabupaten enrekang dan luwu.

2. Statistik Deskriptif Karakteristik Variabel

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang diantaranya adalah

variabel bebas (independen), perantara (intervening), dan terikat (dependen).

Adapun yang menjadi variabel bebas pada penelitian ini adalaah Pengeluaran

Pemerintah dan Pendapatan Perkapita dan yang menjadi variabel perantara adalah

Pertumbuhan Ekonomi serta untuk variabel terikatnya adalah Indeks

Pembangunan Manusia.

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dimaknai sebagai suatu hal dalam

perekonomian yang menjadi penilaian terhadap kondisi ekonomi di suatu daerah

dengan adanya peningkatan dari produksi barang dan jasa di daerah tersebut. Laju

pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan pada tahun 2011-2021,dilihat pada

Tabel 4.1 bahwa laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan setiap

tahunnya. Pertumbuhan Ekonomi terendah pada tahun 2020 sebesar -0,70 persen

sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tertinggi pada tahun 2011 sebesar 8,13 persen.

Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan


pada Tahun 2011-2020

Tahun Laju Pertumbuhan


Ekonomi (%)

46
2011 8,13
2012 8,87
2013 7,62
2014 7,75
2015 7,19
2016 7,42
2017 7,21
2018 7,04
2019 6,91
2020 -0,70
2021 4,27
Sumber: (BPS Provinsi Sulawesi Selatan, (2021).

b. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk

mengukur pembangunan kualitas dan kuantitas tenaga kerja dilihat dari kondisi

fisik (kesehatan dan kesejahteraan) maupun non-fisik (pendidikan) Indeks

pembangunan manusia sebagai indikator untuk menilai aspek kualitas dari

pembangunan dan untuk mengklarifikasikan apakah sebuah negara termasuk

negara maju,negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk

mengukur pengaruh dan kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indikator

pembangunan manusia merupakan indikator penting untuk mengukur

keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia

(masyarakat/penduduk).

Dengan demikian penduduk merupakan tujuan akhir dan pembangunan

sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembangunan

manusia tersebut terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu

47
produktivitas, pemerataan, keseimbangan dan pemberdayaan. Namun

pembangunan paradigma tersebut banyak menuai kritik karena hasil dari

pembangunan telah menciptakan pula ketimpangan dan kesenjangan, kerusakan

ekologi, serta membelenggu kebebasan asasi manusia. Pada Tabel 4.2 menyatakan

bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011-

2021 mengalami peningkatan tiap tahunnya dan tidak mengalami penurunan sama

sekali.

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sulawesi Selatan


Tahun 2011-2020
Tahun IPM (%)
2011 12,13
2012 12,22
2013 12,29
2014 12,36
2015 12,43
2016 12,50
2017 12,57
2018 12,64
2019 12,71
2020 12,75
2021 12,77
Sumber: (BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2021).

c. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah besaran pendapatan rata-rata penduduk yang

menunjukkan kemampuan Purchasing Parity masyarakat di suatu daerah/negara

pada periode tertentu. Pendapatan perkapita dipengaruhi oleh Produk Domestik

48
Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk, dengan kata lain pendapatan

perkapita mencerminkan pendapatan rata-rata yang diperoleh di suatu daerah,

sehingga jika pendapatan tersebut besar masyarakat cenderung memiliki

pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi

kebutuhannya.

Besarnya pendapatan perkapita sering digunakan sebagai pembanding

tingkat kemakmuran di berbagai daerah. Pendapatan Perkapita dihasilkan dari

pembagian pendapatan asli daerah dengan jumlah penduduk daerah. Sembilan

belas tolak ukur kemakmuran serta tingkat pembangunan sebuah daerah yang

sering digunakan adalah pendapatan perkapita. Namun, tidak selamanya

demikian, pendapatan perkapita yang tinggi dalam suatu daerah tidak menjamin

kemakmuran penduduk suatu daerah tersebut. Karena, terkadang tingginya

pendapatan perkapita dari suatu daerah itu didapatkan dari tingginya pendapatan

perkapita masyarakat sebagian kecil saja. Jadi pendapatan perkapita itu

merupakan pendapatan rata-rata penduduk yang dihasilkan dari pembagian

pendapatan asli daerah sebuah daerah/negara yang dijadikan tolak ukur

kemakmuran serta tingkat pembangunan pada sebuah wilayah tertentu. Tabel 4.3

menunjukkan bahwa Pendapatan Perkapita di Sulawesi Selatan meningkat dari

tahun 2011-2019, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2020.

Tabel 4.3 Pendapatan Perkapita Provinsi Sulawesi Selatan


tahun 2011-2022
Tahun Pendapatan Perkapita
(Juta)
2011 24.31
2012 27.67

49
2013 31.03
2014 35.34
2015 39.95
2016 44.11
2017 47.82

2018 52.64

2019 56.98

2020 55.68

2021 59.66

Sumber: (BPS, 2021).

d. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan Provinsi Sulawesi Selatan bersumber

dari APBD yang merupakan salah satu bagian dari kebijakan fiskal.

Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga,

tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah daerah (provinsi maupun

kabupaten/kota) yang tercermin dalam APBD dibagi menjadi dua kelompok

utama yaitu pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran

pembangunan atau belanja pelayanan publik. Pengeluaran rutin atau belanja

aparatur daerah meliputi belanja pegawai, barang, pemeliharaan, perjalanan dinas,

pinjaman serta bunga dan subsidi. Semua jenis pengeluaran tersebut sifatnya

merupakan pengeluaran konsumsi. Tabel 4.4 mengemukakan bahwa Pengeluaran

Pemerintah di sulawesi Selatan terus meningkat dari tahun 2011-2016 lalu terjadi

penurunan pada tahun 2017, kemudian tahun 2017-2021 kembali mengalami

peningkatan.

50
Tabel 4.4 Pengeluaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2011-2020

Tahun Pengeluaran Pemerintah


(Juta)
2011 272.314,14
2012 284.808,33
2013 314.506,65
2014 324.716,65
2015 372.958,35
2016 377.108,91
2017 415.588,20
2018 416.774,74
2019 504.321,74
2020 504.478,54
2021 595.171,26
Sumber: (BPS Sulsel, 2021)

e. Hasil Pengolahan Data

a. Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari

penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat

yang harus dipenuhi diantaranya adalah data tersebut harus terdistribusikan secara

normal, tidak mengandung multikoloniaritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Oleh karena itu sebelum melakukan pengujian linier berganda perlu dilakukan 62

pengujian asumsi klasik terlebih dahulu yaitu:

1. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Jarque-Bera (JB).

Dasar pengembalian keputusan dalam uji JB adalah apabila nilai signifikansi atau

nilai probabilitas >0,05 atau 5 persen maka data terdistribusi secara normal.

51
sedangkan, apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 atau lima

persen maka data tidak terdistribusi normal.

Tabel 4.5
Uji Normalitas
Shapiro-Wilk normality test
data: reg1$residuals
W = 0.95644 p-value = 0.7446
Sumber : Hasil Olah Data Rstudio (2022)
Dapat dilihat dari hasil normalitas residual dari data yang digunakan dalam

penelitian ini dengan melalui uji normalitas, maka diperoleh nilai probability

sebesar 0.7446 (0.07) yang lebih besar dari 0.05. Sehingga data yang digunakan

dalam penelitian ini berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk meninjau terkait hubungan antar

variabel yang digunakan dalam suatu penelitian. Bila hasil yang didapatkan

kurang dari 0,5 maka disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel

pada data dalam penelitian yang dilakukan. Dan bila angkanya lebih dari 0,5,

maka diketahui bahwa adanya korelasi antar variabel tersebut.

Tabel 4.6
Uji Multikolinearitas
> vif(reg1)
X1 X2
13.127378 13.27378

52
Sumber : Hasil Olah Data Rstudio(2022)

Dengan melihat hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel pada data

dalam penelitian yang digunakan ini tidak terdapat multikolinearitas.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Tabel 4.7
Uji Heterokedastisitas
> bptest(reg1, studentize = FALSE)
Breusch-Pagan test
data: reg1
BP = 0.45122 df = 2 p-value = 0.798
Sumber : Hasil Olah Data Rstudio(2022)

Berdasarkan hasil uji Heteroskedastisitas, menunjukkan nilai signifikansi

probability Chi-Square > 0,05, maka hal ini menandakan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas dalam model regresi sehingga model tersebut layak digunakan.

4. Uji Autokorelasi

Dalam penelitian ini, uji autokorelasi menggunakan uji Bruesch Godfrey

atau biasa disebut juga dengan uji Lagrange Multiplier (LM test). Dasar

pengambilan keputusan uji autokorelasi adalah jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka

tidak terjadi autokorelasi. Sedangkan jika nilai signifikan < 0,05 maka terjadi

autokorelasi.

Tabel 4.8
Uji Autokorelasi
> dwtest(reg1)
Durbin-Watson test
data: reg1

53
DW = 2.3183 p-value = 0.4573
Sumber : Hasil Olah Data Rstudio(2022)

Berdasarkan hasil uji autokorelasi, menunjukkan nilai signifikansi

probability Chi-Square > 0,05, maka hal ini menandakan bahwa tidak terjadi

autokorelasi dalam model regresi.

b. Anlisis Jalur Path (Path Analysis)

Analisis jalur merupakan metode pengembangan regresi berganda yang

menggunakan teknik kausalitas untuk menganalisis pengaruh variabel bebas

dalam suatu model terhadap variabel terikat. Dalam analisis jalur, pengaruh

langsung dan tidak langsung dapat dibedakan dari variabel bebas ke variabel

terikat. Hubungan antara masing-masing dalam kerangka analisis di bawah ini:

Gambar 4.1
Model Struktur Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Pendapatan
Perkapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan
Ekonomi Sulawesi Selatan

Pengeluaran Pemerintah 0.6130


(X1)

54
Indeks
Pembangunan
Manusia
(Y1)
0.639032

Pertumbuhan
0,0251 Ekonomi
(Y2)

0.0534

0.0505
Sumber: diolah(2022)
Berdasarkan model, struktural di atas, dapat di interpretasikan sebagai berikut:

Model 1: Y = 0.005392 + 0.639032 X1 + 0,000534 X2

Hasil persamaan regresi dari penelitian ini dapat di interpretasikan sebagai

berikut:

1. Nilai koefisien β0 sebesar 0,005392, artinya variabel pengeluaran pemerintah

(X1), dan pendapatan perkapita (X2) tidak mengalami perubahan atau konstan,

maka akan terjadi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) sebesar

0,005392.

2. Nilai koefisien β1 sebesar 0,639032. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi

penambahan Pengeluaran Pemerintah (X1) maka akan meningkatkan Indeks

Pembangunan Manusia (Y1) sebesar 0,639032 dengan asumsi bahwa vaiabel

Pendapatan Perkapita (X2) dianggap kostan.

3. Nilai koefisien β2 sebesar 0,000534. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi

penambahan Pendapatan Perkapita (X2) maka akan meningkatkan Indeks

Pembangunan Manusia (Y1) sebesar 0,000534 dengan asumsi bahwa vaiabel

Pengeluaran Pemerintah (X1) dianggap kostan.

Model 2: Y = 0.0450 + 0.6130 X1 + 0.0505 X2 + 0.0251 Y1

Hasil persamaan regresi dari penelitian ini dapat di interpretasikan sebagai

55
berikut:

1. Nilai koefisien α0 sebesar 0.0450, artinya variabel Pengeluaran Pemerintah

(X1), Pendapatan Perkapita (X2), dan Indeks Pembangunan manusia (Y1)

tidak mengalami perubahan atau konstan, maka akan terjadi peningkatan pada

pertumbuhan ekonomi (Y2) sebesar 0.0450.

2. Nilai koefisien α1 sebesar 0.6130. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi

peningkatan Pengeluaran Pemerintah (X1) maka akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (Y2) sebesar 0.6130 dengan asumsi bahwa variable

Pendapatan Perkapita (X2), dan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) dianggap

konstan.

3. Nilai koefisien α2 sebesar 0.0505 Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi

peningkatan Pendapatan Perkapita (X2) maka akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (Y2) sebesar 0.0505 dengan asumsi bahwa variabel

Pengeluaran Pemerintah (X1), dan Indeks Pembangunan Manusia (Y1)

dianggap konstan.

4. Nilai koefisien α3 sebesar 0.0251. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi

peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) maka akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (Y2) sebesar 0.0251 dengan asumsi bahwa variabel

Pengeluaran Pemerintah (X1), dan Pendapatan Perkapita (X2) dianggap

konstan.

c. Uji Hipotesis

1. Model 1 (Y1)

Uji Simultan (Uji F)

Uji simultan atau uji F merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui

56
apakah variabel Pengeluaran pemerintah, Pendapatan Perkapita secara bersama-

sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika

nilai Sig. < 0,05, artinya hipotesis diterima. Namun jika nilai Sig > 0,05 maka

hipotesis ditolak.

Tabel 4.9
Hasil Uji(f) dan Uji(t)
Call:
lm(formula = Y1 ~ X1 + X2)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-0.036881 -0.015614 0.001061 0.019408 0.034337
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 10.384391 2.615668 3.970 0.05392
X1 0.055662 0.113566 0.490 0.05392
X2 0.016821 0.002796 6.016 0.00534
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Residual standard error: 0.02711 on 7 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9876, Adjusted R-squared: 0.9841
F-statistic: 279.4 on 2 and 7 DF, p-value: 2.10607
Sumber: Hasil Data diolah Rstudio(2022)

Berdasarkan Tabel 4.9 maka diperoleh nilai p-value sebesar 2.10607 yaitu

hasil yang diperoleh lebih kecil dari tingkat α sebesar 0,05 atau 5%. Berarti Ho

diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Pengeluaran Pemerintah

(X1), dan Pendapatan Perkapita (X2) secara bersama-sama memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia (Y1).

Uji Parsial (Uji T)

Uji T ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-

57
masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan

melihat tingkat signifikasi masing-masing variabel bebas. Jika tingkat

signifikasinya lebih besar dari 0,05 (>0,05), maka diartikan bahwa variabel bebas

tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Dan ketika tingkat signifikasinya

lebih kecil dari 0,05 (<0,05), maka diartikan bahwa variabel bebas memiliki

pengaruh terhadap variabel terikat.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.9 dengan menggunakan

pendekatan analisis regresi linear memperlihatkan bahwa variabel Pengeluara

Pemerintah (X1) diketahui bernilai sebesar 0.055662 dengan probilitas t-statistik

sebesar 0.639032 lebih besar dari α = 0,05%. Hal ini berarti bahwa antara variabel

Pengeluaran Pemerintah (X1) dan ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia

(Y1) mempunyai hubungan positif dan tidak berpengaruh signifikan. Selanjutnya

pada variabel Pendapatan Perkapita (X2) didapatkan nilai 0.000534 dengan nilai

probilitas lebih kecil dari α = 0,05 hal ini dapat disimpulkan bahwa Pendapatan

Perkapita (X2) dan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) mempunyai arah positif

dan pengaruhnya signifikan.

Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinan ini digunakan untuk melihat besaran dari variabel

bebas dalam menerangkan atau menjelaskan veriabel terikatnya.

Berdasarkan Tabel 4.9 dengan menggunakan Uji Regresi Linear dapat

dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) 0.9876, berdasarkan nilai tersebut

berarti bahwa secara bersamaan variabel Pengeluaran Pemerintah (X1), dan

Pendapatan Perkapita (X2), mampu memberikan penjelasan terhadap

ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) sebesar 98,76%, sisanya

58
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini.

2. Model 2 (Y2)

Uji Simultan (Uji F)

Uji F ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel

bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Ketika tingkat signifikasinya lebih

besar dari 0,05 (>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh

dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Dan apabila nilai

signifikasinya lebih kecil dari 0,05 (<0,05), maka diindikasikan bahwa terdapat

pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan.

Tabel 4.10
Hasil Uji(f) dan Uji(t)
Call:
lm(formula = Y2 ~ X1 + X2 + Y1)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max

59
-2.7321 -0.1205 0.4055 0.9251 1.3934
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 934.2931 370.1504 2.524 0.0450
X1 3.7946 7.1160 0.533 0.6130
X2 1.3118 0.5377 2.440 0.0505
Y1 -86.1302 29.0460 -2.965 0.0251
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Residual standard error: 1.697 on 6 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.7327,
F-statistic: 5.482 on 3 and 6 DF, p-value: 0.06733
Sumber: Hasil Data diolah Rstudio(2022)

Berdasarkan Tabel 4.10 maka diperoleh nilai p-value sebesar 0.06733

yaitu hasil yang diperoleh lebih besar dari tingkat signifikan α sebesar 0,05 atau

5%. Berarti Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Pengeluaran

Pemerintah (X1), Pendapatan Perkapita (X2), Indeks Pembangunan Manusia (Y1)

secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (Y2).

Uji Parsial (Uji T)

Uji T ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-

masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan

melihat tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas. Jika tingkat

signifikansinya lebih besar dari 0,05 (>0,05), maka diartikan bahwa variabel

bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Dan ketika tingkat

signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (<0,05), maka diartikan bahwa variabel bebas

memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.10 dengan menggunakan

60
pendekatan analsis regresi linier memperlihatkan bahwa Variabel Pengeluaran

Pemerintah (X1) diketahui bernilai sebesar 3.7946 dengan probilitas t-statistik

sebesar 0.6130 lebih besar dari α = 0,05%. Hal ini berarti bahwa antara variabel

Pengeluaran Pemerintah (X1) dan Pertumbuhan Ekonomi (Y2) mempunyai

hibungan negatif dan tidak berpengaruh signifikan. Selanjutnya pada Variabel

Pendapatan Perkapita (X2) didapatkan nilai 0.0505 dengan nilai probalitas lebih

besar dari α = 0,05 hal ini dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Perkapita (X2)

dan Pertumbuhan Ekonomi (Y2) mempunyai arah positif dan tidak signifikan.

Sedangkan Variabel ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia (Y1) didapatkan

nilai 0.06733 lebih besar dari α =0,05 hal ini dapat disimpulkan bahwa

ketimpangan distribusi pendapatan (Y1) dan tingkat kemiskinan (Y2) mempunya

arah positif dan pengaruh tidak signifikan.

Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinan ini digunakan untuk melihat besaran dari variabel

bebas dalam menerangkan atau menjelaskan variabel terikatnya.

Berdasarkan Tabel 4.9 denagan menggunakan Uji Regresi Linier dapat

dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) 0.7327, berdasarkan nilai tersebut

berarti bahwa secara bersamaan variabel Pengeluaran Pemerintah (X1), dan

Pendapatan Perkapita (X2), dan ketimpangan Indeks Pembangunan Manusia (Y1)

mampu memberikan penjalasan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y2) sebesar

73,27%. Sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam

penelitian ini.

B. Pembahasan

61
1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis menggunakan uji signifikan

parmeter individual (uji statistik t) menunjukan bahwa variabel pertumbuhan

ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hal ini dapat dilhat dari nilai

koefisien regresi X1 sebesar 0.055662 dengan probabilitas statistik sebesar

0,639032 menunjukan bahwa pr t>0,05 sehingga bisa disimpulkan bahwa

hipotesis satu (H1) yang menyatakan Pengeluaran Pemerintah (X1) berpengaruh

positif dan tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wahana,

2020). Secara garis besar kaitan pengeluaran pemerintah mutlak dibutuhkan, baik

pada sektor pendidikan, kesehatan, pembangunan dan lain sebagainya. Alokasi

anggaran pengeluaran pemerintah pada sektor apapun merupakan wujud nyata

dari investasi untuk meningkatkan prodiktivitas manusia. APBN yang disalurkan

pada sektor manapun merupakan wujud realisasi pemerintah dalam meningkatkan

mutu manusia baik dari sektor pendidikan, Kesehatan dan lain sebagianya.

Dengan kata lain realisasi pemerintah sangat berpengaruh pada pembangunan

manusia (Kawung, 2018).

2. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis menggunakan uji signifikan

parmeter individual (uji statistik t) menunjukan bahwa variabel Pendapatan

62
Perkapita berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini dapat dilhat dari nilai

koefisien regresi X2 sebesar 0,016821 dengan probabilitas statistik sebesar

0,00534 menunjukan bahwa pr t<0,05 sehingga bisa disimpulkan bahwa hipotesis

satu (H2) yang menyatakan Pendapatan Perkapita (X2) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Sasana, 2012),

Pendapatan perkapita merupakan pencerminan daya beli masyarakat, namun tidak

berpengaruh pada indeks pembangunan manusia. Hal ini diperkuat oleh peneliti

terdahulu (Yulianti, 2020) memeperlihatkan bahwa pendapatan perkapita

berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Suparyati (2014) memperlihatkan bahwa

pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks

pembangunan manusia pada kelompok negara yang memiliki IPM sangat tinggi,

pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks

pembangunan manusia pada kelompok negara yang memiliki IPM tinggi,

menengah maupun rendah. Sehingga peningkatan pendapatan masyarakat dan

IPM pada akhirnya dapat memperbesar peran masyarakat dan swasta dalam

peningkatan prodktivitas masyarakat (Sasana, 2012).

3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pada Tabel 4.10 menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki

tingkat signifikan sebesar 0, 6130 terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini

menandakan bahwa Pengeluaran Pemerintah berpengaruh signifikan terhadap

63
Pertumbuhan Ekonomi karena tingkat signifikansinya lebih besar daripada 0, 05.

Hal ini menunjukan bahwa peningkatan dari Pengeluaran Pemerintah memiliki

pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengeluaran pemerintah meningkat maka pertumbuhan ekonomi secara

otomatis akan meningkat. Argument ini memperkuat bahwa pengeluaran

pemerintah memberikan kontribusi yang mayakinkan terhadap kinerja

perekonomian (Kaharudin et al., 2019). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Anitasari & Soleh, 2015; Kawung3, 2018; Wahana, 2020) bahwa

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

4. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tingkat signifikan Pendapatan

Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi adalah sebesar 0, 0505. Dari tingkat

signifikan ini dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Perkapita berpengaruh

signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi karena tingkat signifikan lebih besar

daripada 0,05. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan dari Pendapatan Perkapita

memiliki pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Alfredo, 2021) yang menunjukan bahwa Pendapatan perkapita merupakan salah

satu ukuran bagi kemakmuran suatu negara maupun dari pendapatan perkapita

yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat konsumsi perkapita yang

selanjutnya menimbulkan insentif bagi diubahnya struktur produksi. Hal tersebut

diperkuat oleh (Hasym, 2019; Nurhayati, 2015) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif dan sifnifikan

64
terhadap pertumbuhan ekonomi.

5. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa tingkat signifikan dari

Indeks Pembangunan Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi adalah sebesar

0.0251. Hal ini menunjukan Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh

signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi karena tingkat signikansinya lebih

kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa Indeks Pembangunan Manusia berdampak

pada Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Muqorrobin & Soejoto, 2017) Dalam Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

manusia terdapat hubungan dua arah (dual causation), di mana pertumbuhan

ekonomi meningkatkan pembangunan manusia namun disisi lain peningkatan

pembangunan manusia memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi Selanjutnya, Constantini V. dan M. Salcatore mengemukakan bahwa

Pertumbuhan pembangunan manusia yang tinggi, secara tidak langsung

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ikram, (2021) dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi

Selatan. Ini dibuktikan dari hasil olah data dimana nilai Indeks Pembangunan

Manusia nilai signifikan 0,000 lebih besar dari 0,05 (0,000>0,05) dibuktikan pula

dari nilai t hitung lebih kecil dari t.

6. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Melalui Indeks Pembangunan Manusia

65
Besarnya pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan

Ekonomi melalui Indeks Pembangunan Manusia sebesar 0,6130, namun dalam

hasil analisis data ternyata ditemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan

antar Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Indeks

Pembangunan Manusia, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (tingkat

signifikansi).

7. Pengaruh Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi

melalui Indeks Pembangunan Manusia

Besarnya pengaruh tidak langsung Pendapatan Perkapita terhadap

Pertumbuhan Ekonomi melalui Indeks Pembangunan Manusia sebesar 2,106,

namun dalam hasil analisis data ternyata ditemukan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui

Indeks Pembangunan Manusia, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (tingkat

signifikansi).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Variabel Pengeluaran Pemerintah (X1) tidak signifikan terhadap Indeks

66
Pembangunan Manusia (Y1), sebab pada penelitian ini Indeks

Pembangunan Manusia yang di maksud adalah secara keseluruhan, seperti

harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup, sehingga

Pengeluaran Pemerintah tidak memberikan pengaruh pada Indeks

Pembangunan Manusia.

2. Variabel Pendapatan Perkapita (X2) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y1), sesuai dengan fakta yang

terjadi di lapangan di mana ketika pendapatan suatu daerah meningkat

maka secara tidak langsung menggambarkan bahwa Indeks Pembangunan

Manusia di daerah tersebut meningkat.

3. Variabel Pengeluaran Pemerintah (X1) memiliki tingkat signifikan

terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y2), artinya ketika Pengeluaran

pemerintah meningkat maka pertumbuhan ekonomi secara otomatis akan

meningkat, karena pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi

terhadap kinerja perekonomian.

4. Variabel Pendapatan Perkapita (X2) berpengaruh signifikan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (Y2). dikarenakan perilaku masyarakat dalam

membelanjakan pendapatannya dapat meningkatkan permintaan suatu

barang dan jasa dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

5. Variabel Indeks Pembangunan Manusia (Y1) berpengaruh signifikan

terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y2). Dengan meningkatnya Indeks

Pembangunan Manusia pertumbuhan ekonomi juga meningkat terbukti

dengan ekonomi mansyarakat yang mulai meningkat.

67
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan sebelumnya, maka saran yang

dapat diberikan, yaitu:

1. Kepada pemerintah, perlu ada kebijakan untuk mendorong perbaikan di

sektor human capital. Karena selama ini pemerintah Provinsi Sulawesi

selatan hanya memfokuskan perbaikan modal fisik di bandingkan dengan

perbaikan di sisi sumber daya manusia. Sehingga dengan hal ini perlu

adanya perbaikan di sektor tersebut dengan bentuk pelatihan keterampilan

maupun peningkatan mutu sumber daya sehingga dapat memberikan

dampak kepada kegiatan perekonomian.

2. Kepada peneliti selanjutnya, diperlukan adanya penelitian yang lebih lanjut

mengenai variabel lain yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

68

Anda mungkin juga menyukai