Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestic regional bruto
(PDRB) dan tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di daerah istimewa Yogyakarta
selama kurun waktu 2017-2021. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan Sleman dan Yogyakarta berpengaruh negatif
terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel pengangguran Kulonprogo, Bantul,
Gunung Kidul, Yogyakarta berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat
kemiskinan dan Sleman berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.
Kata Kunci :Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pengangguran, kemiskinan daerah
istimewa Yogyakarta, tingkat pengangguran, dan tingkat kemiskinan
BAB 1
PENDAHULUAN
Kemiskinan Merupakan Masalah utama Yang dirasakan oleh seluruh negara di dunia,
terlebih lagi negara berkembang, tak terkecuali Indonesia, Tingkat kemiskinan di Indonesia
dalam 6 tahun terakhir (2017-2022) mengalami kencederungan menurun. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia
mengalami penurunan sebesar 9.54%. Faisal (2023) menilai penurunan jumlah orang miskin
lebih banyak disebabkan karena bansos. Bantuan tersebut menurutnya membantu masyarakat
tidak masuk dalam statistik jumlah orang yang di bawah garis kemiskinan, tapi masih miskin.
Di luar itu, Artinya, rata-rata pendapatan atau pengeluaran orang miskin makin jauh lebih
rendah dari garis kemiskinan. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan yang ada
di tingkat daerah yang ada di Indonesia seperti wilayah daerah istimewa Yogyakarta,
persoalan kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di daerah istimewa Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri Dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota di antara nya
ialah kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten
Sleman, dan Kota Yogyakarta Jumlah penduduk miskin di daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 2017 yaitu sebanyak 68.52% dari seluruh wilayah daerah Istimewa Yogyakarta.
Apabila dibandingkan dengan total jumlah penduduk miskin pada tahun 2022 yaitu mencapai
58.88% dari seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam enam tahun terjadi
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9.64%.
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota yang ada di DIY Pada
Tahun 2017 – 2022
Berdasarkan Tabel 1.1 Total Penduduk miskin Yogyakarta cukup mengalami penurunann
dalam angka kemiskinan selama periode 2017 – 2022. Kecuali saat pandemic covid-19 yang
berlangsung selama 2 tahun di Dunia yang bukan hanya menjadi krisis global tapi sudah
menjadi krisis nasional hal tersebut yang memicu meningkatnya kemiskinan di tahun 2020 -
2021
hingga September 2021, hal yang dilakukan pemda dalam penanggulangan kemiskinan di
Yogyakarta: - Program Bantuan Sosial: Pemerintah Yogyakarta biasanya menyelenggarakan
program bantuan sosial seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Program Keluarga Harapan
(PKH), dan bantuan sembako kepada keluarga yang kurang mampu. Program ini bertujuan
untuk membantu keluarga miskin memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Miskin: Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan
memberdayakan ekonomi masyarakat miskin. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan
keterampilan, bantuan modal usaha kecil, dan program-program yang membantu masyarakat
miskin memperoleh pendapatan tambahan.
Salah satu cara mengatasi kemiskinan ialah dengan meningkatkan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting dalam
mengurangi tingkat kemiskinan karena memberikan pemahaman yang mendalam tentang
kesejahteraan ekonomi suatu daerah atau wilayah. Produk Domestik Regional Bruto
menunjukkan sejauh mana aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat pada periode
tertentu. Dengan adanya aktivitas ekonomi yang berjalan dengan baik hal tersebut diharapkan
dapat menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan masih
tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi DIY hal ini menunjukan PDRB yang belum
maksimal.
Berdasarkan Tabel 1.2 Nilai Dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
di Daerah Istimewa Yogyakarta Mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada periode
2017 – 2022 di angka 5 %. Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Daerah Istimewa
Yogyakarta. tetapi mengalami penurunan di tahun 2020 sebesar 0.68% - 4.06% yang hal itu
dikarenakan adanya krisis global yang disebabkan oleh pandemic covid-19 yang
mengakibatkan banyak nya sektor ekonomi yang terhenti.
Tingkat pengaruh kesempatan kerja dan kemiskinan merupakan hal yang sangat
mempengaruhi faktor kemiskinan di suatu wilayah.hal tersebut juga didorong oleh
pemanfaatan teknologi, sumber daya manusia dan lapangan kerja yang sudah ada dengan
lengkap nya factor-factor diatas tingkat pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta akan
berkurang dengan seiringnya pendapatan Masyarakat yang meningkat. Sukirno, (2004)2
adalah pendapatan masyarakat berkurang karena tidak memiliki pekerjaan yang pada
akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang.
yang dimaksud dengan penduduk adalah jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu
wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses- proses demografi yaitu
fertilitas, mortalitas, dan migrasi Said (2012). Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2018)
menjabarkan penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap, sementara menurut Penduduk adalah semua orang yang berdomisili
diwilayah geografis republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap (Kuncoro,2013:63)
Tabel 1.5 Population Growth Rate (PGR) Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta (persen)
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, inti dari pokok permasalahan adalah:
1. Bagi pihak pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, hasil dari penelitian ini dapat di
jadikan sebagai bahan masukan untuk pengentasan kemiskinan di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
2. Dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam rangka menerapkan teori yang diperoleh
sebelumnya.
3. Memberikan informasi bagi semua pihak yang terkait dan berkepentingan, dan hasil dari
penelitian ini dapat menjadi pandangan dan informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
4. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan Bagi Mahasiswa Fakultas Bisnis Dan
Ekonomi Universitas Islam Indonesia
BAB II
Dalam tinjauan pustaka ini terdapat berbagai penelitian terdahulu dan beberapa
permasalahan yang juga pernah diteliti oleh beberapa peneliti lain, penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad soleh, Prima Audia Daniel, Siswoyo (2019)
mengkaji tentang analisis pengangguran dan kemiskinan di provinsi Jambi, data yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait dengan
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata peningkatan pengangguran selama tahun
2000-2015 sebesar 8,53 persen, sedangkan rata-rata jumlah penduduk miskin mengalami
penurunan sebesar 2,64 persen dan terdapat korelasi negatif antara peningkatan jumlah
pengangguran dengan peningkatan pengangguran. jumlah penduduk miskin.
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Rahmah (2016) meneliti tentang angka kemiskinan
di DKI Jakarta, jenis penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Sedangkan jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder. Untuk mencapai tujuan penelitian dan
menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan model regresi data panel dengan
menggunakan Software EViews 8. Kesimpulan data yang diperoleh dari penelitian ini adalah
: PDRB berpengaruh negatif namun signifikan terhadap kemiskinan, sehingga pemerintah
DKI Jakarta meningkatkan produksi dan mengurangi konsumsi pemerintah yang tidak ada
hubungannya dengan kenaikan PDRB Kabupaten/Kota DKI Jakarta. Pendidikan (angka
melek huruf) berpengaruh positif dan tidak signifikan, sehingga diharapkan pemerintah DKI
Jakarta meningkatkan kualitas fasilitas fisik, meningkatkan kualitas guru, dan menurunkan
biaya pendidikan agar masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan. yang akan
berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota DKI Jakarta.
Pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, namun dari
hasil tersebut diharapkan pemerintah mendirikan pusat pelatihan kerja dan memperluas
lapangan kerja dengan mendirikan industri baru sehingga masalah pengangguran dapat
teratasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Salsabilla, Indri Arrafi Juliannisa, Nunuk
Triwahyuningtyas (2022) mengkaji Analisis Faktor Kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah
Khusus. Dalam penelitian ini jenis pengumpulan data dan informasi yang digunakan
menggunakan data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dan dipublikasikan oleh
pihak-pihak yang menjadi obyek lain. yang akan diteliti adalah dari badan pusat statistik.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah: Jumlah penduduk berpengaruh terhadap variabel
kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini disebabkan karena
tingginya pertumbuhan penduduk dimana angka kelahiran penduduk masih sangat tinggi.
Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan, namun
pertumbuhan penduduk melebihi perkiraan pemerintah. Indeks Pembangunan Manusia tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini
disebabkan karena sektor ketenagakerjaan yang mendominasi di Kabupaten/Kota Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah sektor pertanian yang tidak memerlukan tenaga kerja yang
berpendidikan tinggi, banyak lansia yang tidak produktif dan mempunyai taraf hidup yang
rendah sehingga menimbulkan kemiskinan. tidak selalu dipengaruhi oleh tingginya IPM di
DIY. Upah minimum berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi upah minimum maka kemiskinan di
kabupaten/kota DIY akan semakin berkurang. Penetapan kebijakan upah minimum ini
bertujuan untuk memberikan penghasilan yang layak bagi pekerja sehingga produktivitas
pekerja meningkat sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan melindungi pekerja dari
perangkap kemiskinan. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan di kabupaten/kota DIY akan semakin menurun.
Pekerjaan di DIY didominasi oleh sektor pertanian karena kemudahan dalam menyerap
tenaga kerja yang tidak memerlukan persyaratan tertentu.
Penelitian yang dilakukan oleh Khurri Niswati (2014) tentang Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2011. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hasil penelitian sebagai berikut:
Pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di
lima kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini dikarenakan sektor yang mendominasi di Provinsi
DIY adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian yang keduanya
tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Kesehatan yang diukur
dengan angka harapan hidup berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di lima
kabupaten/kota Provinsi DIY. Sebab, angka harapan hidup di Provinsi DIY relatif tinggi.
Sarana dan prasarana yang memadai sangat menunjang kualitas kesehatan di Provinsi DIY.
Produktivitas tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di lima kabupaten/kota
Provinsi DIY. Sebab dengan tingginya produktivitas tenaga kerja maka akan menyebabkan
peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat, dan pendapatan negara juga akan
meningkat. Dengan pendapatan yang tinggi maka kebutuhan hidup akan tercukupi sehingga
kemiskinan dapat teratasi. Inflasi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di lima
kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini disebabkan karena kenaikan tingkat inflasi di Provinsi
DIY dari tahun 2003-2011 selalu lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kenaikan UMK
sehingga kenaikan inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan. UMK berpengaruh
positif terhadap kemiskinan di lima kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini dikarenakan sektor
yang mendominasi Provinsi DIY adalah sektor pertanian di Kabupaten Gunungkidul dan
Kulon Progo. Sedangkan upah minimum kabupaten biasanya dijadikan sebagai upah
minimum sektor industri, sehingga meskipun UMK di Provinsi DIY meningkat tidak akan
berdampak pada kemiskinan di Provinsi DIY yang mendominasi sektor pertanian.
Penelitian yang dilakukan oleh Cokorda Gede Surya Putra Trisnu, dan I Ketut Sudiana
(2019) tentang Pengaruh Pertumbuhan Penduduk, Pengangguran, dan Pendidikan Terhadap
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Bali pada tahun 2011-2017. dengan
menggunakan data sekunder, metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi non
perilaku. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil
analisis ditemukan bahwa pertumbuhan penduduk, pengangguran, dan pendidikan secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Pertumbuhan penduduk secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan
pendidikan secara parsia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Variabel bebas yang dominan mempengaruh kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali
adalah variabel pertumbuhan penduduk.
2.2.1 Kemiskinan
Angka Kemiskinan (P0): proporsi penduduk yang mempunyai pengeluaran per kapita di
bawah garis kemiskinan.
Kedalaman Kemiskinan (P1): rata-rata selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin
dengan garis kemiskinan. Semakin tinggi P1 menunjukkan semakin miskin penduduk miskin
karena semakin jauhnya pengeluaran per kapita dari garis kemiskinan.
Tingkat Kemiskinan (P2): rata-rata selisih kuadrat antara pengeluaran per kapita masyarakat
miskin dengan garis kemiskinan. Semakin tinggi P2 menunjukkan semakin miskin penduduk
termiskin, hal ini disebabkan semakin besarnya bobot yang diterapkan dengan
mengkuadratkan selisih pengeluaran per kapita.
Larasati Prayoga dkk. (2021) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain upah minimum yang tidak memadai, taraf hidup masyarakat yang miskin,
dan meningkatnya angka pengangguran setiap tahunnya tanpa adanya tambahan kesempatan
kerja. sedangkan menurut Kuncoro (1997:131) karena bergantung pada subsistem sektor
pertanian, cara produksi yang masih tradisional, seringkali disertai sikap apatis terhadap
lingkungan.
teori lingkaran setan kemiskinan Menurut Nurkse (1971), kemiskinan berasal dari teori
lingkaran setan kemiskinan. Dalam teori lingkaran setan kemiskinan disebutkan bahwa
rendahnya produktivitas disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar, keterbelakangan dan
keterbelakangan, serta kurangnya modal. Pada prinsipnya, produktivitas yang rendah berarti
pendapatan yang rendah. Kemudian, rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya
tingkat tabungan. Kemudian, tabungan yang rendah mempengaruhi investasi yang rendah.
Karena investasi merupakan komponen modal yang penting, rendahnya investasi
menyebabkan kurangnya modal yang berimplikasi pada ketidaksempurnaan pasar, dan
keterbelakangan. Proses ini terus berputar sesuai teori pada Gambar Keterbelakangan
menurut teori pada Gambar 1.
Figure 1 Lingkaran Setan Kemiskinan
1. Kemiskinan Absolut
2. Kemiskinan Relatif
3. Kemiskinan Budaya
-Malas
-konsumsi berlebihan
4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang berasal dari struktur sosial yang melekat
pada kelompok masyarakat tertentu dan memungkinkan terjadinya kondisi dimana mereka
tidak dapat menggunakan sumber daya yang tersedia pada mereka.
Dalam diktum KEDUA keputusan Menteri Sosial tersebut, yang terdaftar sebagai masyarakat
miskin dan penyandang disabilitas adalah rumah tangga yang mempunyai kriteria sebagai
berikut:
PDRB adalah jumlah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor
ekonomi dalam suatu wilayah, termasuk konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.
(Jhingan, 2013).
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengartikan Produk Domestik Bruto
(PDRB) Sebagai:
PDRB adalah nilai semua barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam batas wilayah
geografis suatu daerah dalam satu periode waktu tertentu, yang diukur dalam satuan harga
konstan.
PDRB merupakan sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor
atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa
memilih atas faktor produksi (Arsyad, 1992).
Menurut teori ekonomi makro, penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui tiga pendekatan,
yaitu:
2.3.1 The Relationship between Gross Regional Domestic Product to Poverty Levels
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat kemiskinan yang dimana Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menjadi indicator
dalam pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut Ketika Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) meningkat dengan cepat hal tersebut mencerminkan aktivitas pertumbuhan ekonomi
yang cepat dan kuat, yang dimana hal tersebut akan menciptakan banyak nya peluang kerja
yang akan dapat dirasakan oleh Masyarakat dan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
pendapatan penduduk juga akan ikut meningkat, namun apabila Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) menurun secara berkala atau terus menerus hal tersebut akan menciptakan
peluang kerja yang menurun dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang tidak berjalan dengan
baik, yang dapat menciptakan PHK di berbagai Perusahaan dikarenakan bisnis akan
mengalami kesulitan, dengan terjadinya Penurunan di Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) angka pengangguran dan kemiskinan akan sulit untuk di hindari.
2.4 Unemployment
Menurut Nanga (2001:253) pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak
sedang mencari pekerjaan.
Sementara itu, pengertian pengangguran menurut Sukirno (2004:28) adalah jumlah tenaga
kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya.
Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
termasuk dalam angkatan kerja ingin memperoleh pekerjaan akan tetapi belum
mendapatkannya. Seseorang yang tidak bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan
tidak tergolong sebagai pengangguran.
Orang yang termasuk angkatan kerja tapi tidak bekerja dan tidak mencari kerja.
Orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu karena sesuatu sebab di luar kemauannya
karena tidak / belum berhasil memperoleh pekerjaan meskipun mereka mencari dan bersedia
menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari yang diharapkan.
Orang yang memilih lebih baik menganggur daripada menerima pekerjaan yang dirasa tidak
sesuai dengan pendidikannya atau upah yang lebih rendah dari yang diharapkan.
4) Orang yang bekerja kurang dari yang sebenarnya (seharusnya) dapat dikerjakan dengan
pendidikan/ keterampilan yang dimilikinya.
Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting penentu kesejahteraan suatu masyarakat
adalah pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum ketika tingkat kesempatan
kerja penuh dapat terwujud. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat; Hal ini dapat
menurunkan tingkat kesejahteraan yang mereka capai. Dampak negatif pengangguran
terhadap kemiskinan menurut Sukirno, (2004) adalah berkurangnya pendapatan masyarakat
karena tidak mempunyai pekerjaan yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesejahteraan
yang dicapai seseorang. Terpuruknya kesejahteraan masyarakat akibat pengangguran
tentunya akan memperbesar peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan karena tidak
mempunyai pendapatan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dimaknai bahwa
tingkat respon yang terus meningkat akan memberikan dampak yang merugikan bagi
masyarakat karena dengan banyaknya reaksi perekonomian di suatu daerah akan turun dan
memperbesar peluang masyarakat terjebak. dalam kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pengertian Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) adalah untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen
dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan
kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu
lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak
digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok
yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan
yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Komponen Indeks Pembangunan Manusia ada 4 yaitu:
Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.
b. Angka Melek Huruf
Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat
membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk
usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.
UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil
yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-
rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.
1. Kelahiran (Fertilitas) Fertilitas adalah terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan
dengan adanya tanda-tanda kehidupan. Disebutkan juga bahwa apabila bayi yang lahir tidak
berhasil hidup, maka tidak dihitung sebagai kelahiran.
3. Migrasi Penduduk Migrasi penduduk meliputi keluar dan masuknya penduduk. Dijelaskan
bahwa migrasi adalah tempat tinggal mobilitas penduduk secara geografis yang meliputi
semua gerakan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu.
Dengan Meningkatnya pertumbuhan Jumlah Penduduk setiap tahun nya, hal tersebut
sangat mempengaruhi tingkat kemiskinan yang terjadi, dikarenakan dengan meningkatnya
jumlah penduduk akan mengakibatkan persaingan yang ketat dalam mencari pekerjaan dan
hal tersebut juga di dorong oleh lapangan pekerjaan yang masih sangat minim, terbukti dari
data yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik jumlah pengangguran masih belum stabil
di Daerah Istimewa Yogyakarta hal ini juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yang
dimana sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2003:16) menyatakan bahwa tingginya angka
pertumbuhan penduduk yang terjadi di negara sedang berkembang seperti Indonesia dapat
menghambat proses pembangunan.
2.7 Hypothesis
1.Gross Regional Domestic Product (GRDP) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Pengangguran (UNP)
Menurut BPS, Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan. Mereka yang tak
punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak
mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Data
Pengangguran terbuka diambil dari Badan Pusat Statistik pada Tahun 2017 – 2022 pada
Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinyatakam dalam satuan persen (%).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di
wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Data Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk Diambil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta
(Bappeda)pada periode 2017 – 2022 yang dinyatakan dalam bentuk persen (%).
Dalam penelitian ini penulis menganalisis tentang data ekonomi atau perilaku ekonomi
yaitu Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga perlu menggunakan
metode analisis regresi yang cocok karena tidak hanya melakukan observasi perilaku
ekonomi pada waktu yang bersamaan tetapi juga melakukan observasi perilaku ekonomi pada
berbagai periode waktu. Dengan demikian regresi yang cocok untuk analisis regresi data
tersebut adalah regresi dengan data panel sebab data panel pada waktu yang bersamaan dapat
“menjelaskan dua macam informasi sekaligus yaitu informasi antar unit (cross section) pada
perbedaan antar subjek dan informasi antar waktu (time series) yang mencerminkan
perubahan pada subjek waktu” (Sriyana, 2014).
Data Panel merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dengan data silang
(cross section) Basuki dan Prawoto (2017:275). Dalam pengolahan data panel tersebut
penulis menggunakan program STATA 16, data yang diolah tersebut berupa penggabungan
data time series selama enam tahun dari 2017 - 2022 dan menggunakan data cross section
pada Daerah Istimewa Yogyakarta
Model ekonomi yang digunakan untuk mengetahui Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat ditulis sebagai berikut:
Adapun untuk model regresinya dalam bentuk log linier sebagai berikut (Widarjono, 2017):
β0 = Konstanta
Ɩn = Koefesien
i = Kabupaten/Kota
Berdasarkan model regresi diatas maka dapat diketahui bahwa variabel dependen
(LVL_POVERTY) dipengaruhi beberapa variabel independen (GRDP, UNP, HDI, PGR).
Dalam melakukan analisis regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model
pendekatan estimasi yaitu model common effect, fixed effect dan random effect (Widarjono,
2017). Ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Model Common effect adalah model atau metode estimasi paling dasar dalam regresi data
panel, dimana tetap menggunakan prinsip ordinary least square atau kuadrat terkecil. Oleh
karena itulah, metode ini disebut juga dengan istilah pooled least square. Dalam pendekatan
model Common Effect, intersep dan slope tetap antar waktu maupun individu, artinya setiap
individu (n) yang diregresi untuk mengetahui bagaimana hubungan antara Tingkat
Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan variabel independen (GRDP, UNP, HDI,
PGR) akan memberikan nilai intersep dan slope yang sama besarnya. Begitupula dengan
waktu (t), nilai slope dan intersep dalam regresi yang menggambarkan hubungan antara
Tingkat Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan variabel independen (GRDP, UNP,
HDI, PGR) yaitu sama untuk setiap waktu. Adanya perbedaan intersep dan slope akan
dijelaskan oleh variabel gangguan (error atau residual) (Sriyana, 2014).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Fixed Effect. Metode dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Metode ini
mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu,
namun intersepnya berbeda antar perusahaan namun sama antar waktu (time invariant).
Namun metode ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of
freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi paramete.
Untuk memilih model penentuan estimasi terdapat beberapa pengujian yang dapat
dilakukan, yaitu uji chow dan uji hausman.
3.4.1 Uji Chow Test
Chow test merupakan uji untuk membandingkan model common effect dengan fixed
effect (Widarjono, 2009) Hipotesis yang digunakan dalam uji chow adalah:
● H0: Memilih model common effect atau pooled OLS jika nilai probabilitas F statistiknya
tidak signifikan pada α 5%.
● H1: Memilih model fixed effect jika nilai probabilitas F statistiknya signifikan pada α 5%.
Dasar penolakan yang dilakukan pada hipotesis tersebut adalah dengan membandingkan
perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan tersebutlah yang nantinya digunakan
apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak yang artinya model paling tepat
digunakan adalah fixed.
Uji hausman bertujuan untuk memilih apakah model yang digunakan Fixed Effect Model
(FEM) atau Random Effect Model (REM) Ghazali and Ratmono (2013:289) Uji hausman
dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
● H0: Memilih model random effect, apabila nilai chi-squarenya tidak signifikan pada α 5%.
● H1: Memilih model fixed effect, apabila nilai chi-squarenya signifikan pada α 5%.
Statistik pada uji hausman mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree off
freedom sebanyak K, dimana K adalah variabel independen. Jika saat kita menolak hipotesis
nol dan statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang paling tepat untuk
kita gunakan adalah model fixed effect, sedangkan apabila kita gagal dalam menolak
hipotesis nol yaitu pada saat nilai statistik Hausmannya lebih kecil dari nilai kritisnya maka
model paling tepat yang harus kita pilih adalah model random effect (Widarjono, 2013).
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Koefisien Determinasi (Uji
R²), Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F), dan Uji Koefisien Regresi Parsial
(Uji T)
Uji koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk menentukan dan memprediksi seberapa
besar atau penting kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel independen secara
bersama – sama terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Jika nilai R² kecil maka kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu maka
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu
bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap
penambahan satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan
nilai R² meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikatnya.
Uji statistik F digunakan untuk menguji apabila variabel bebas secara simultan mempunyai
pengaruh yang signifikan atau tidak signifikan dengan variabel terikat.
● H0: βᵢ = 0 (hipotesis nihil) berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
secara simultan dengan variabel terikat.
● H1: βᵢ ≠ 0 (hipotesis alternatif) berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
secara simultan dengan variabel terikat.
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan sebarapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar
pengambilan keputusan adalah
1. Jika t-hitung < t-tabel, maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak).
BAB IV
Pada analisis dan pembahasan ini akan menguraikan hasil penelitian mengenai pengaruh
dari Produk Domestik Regional Bruto, Jumlah pengangguran, indeks pembangunan manusia,
dan Population Growth Rate terhadap tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012 sampai 2022. Dalam penelitian ini analisis dilakukan menggunakan data panel
yaitu sebanyak 5 sampel dimana sejumlah kabupaten/kota yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada periode tahun 2017 sampai 2022. Analisis dilakukan dengan melakukan
pemilihan metode yang tepat yaitu Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect.
Diantara ketiga metode analisis data panel tersebut, akan dipilih salah satu metode yang
selanjutnya akan digunakan untuk tahap uji statistik. Dalam pengujian estimasi dilakukan
dengan bantuan dengan software STATA 16.0.
Sub bab ini menjelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) &
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten dan Kota Daerah
Istimewa Yogyakarta. Data tersebut meliputi tingkat kemiskinan, Produk Domestik Regional
Bruto, Jumlah pengangguran, indeks pembangunan manusia (IPM), dan Population Growth
Rate. Berikut definisi operasional dari masing masing variable penelitian.
Data yang digunakan yaitu data tingkat kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022. Dengan menggunakan data berbentuk persen (%)
Pada Table data di atas dapat dilihat dari hasil dari statistic deskriptif seluruh variable.
Dengan masing masing 30 data dari seluruh variable.
A. Mean
1) Variable Poverty (Y) memiliki nilai rata rata sebesar 12.719% di daerah di 5
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Variable (X1) Gross Regional Domestic Produk (GRDP) memiliki nilai rata rata
sebesar 4.563% di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3) Variable (X2) Unemployment (UNP) memiliki nilai rata rata sebesar 3.899% di 5
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Variable (X3) Human Development Index (HDI) memiliki nilai rata rata sebesar
78.873% di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
5) Variable (X4) Population Growth Rate (PGR) memiliki nilai rata rata sebesar 1.187%
di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Standard. Deviation
Selanjutnya terkait nilai standard deviation, Secara statistika dinyatakan bahwa ukuran rata
rata yang semakin besar dibandingkan dengan sampel std.deviation diharapkan akan
memberikan hasil yang semakin baik (BINUS University) berdasarkan table diatas nilai dari
seluruh standard variable dari masing masing variable mendeapatkan nilai yang lebih besar
dengan nilai mean di masing masing variable hal tersenut menunjukan hasil data yang
mendekati akurat.
C. Minimum/Maximum
Selanjutnya data terkait tentang min dan max dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
nilai
Regresi data panel sendiri terdapat tiga model yaitu diantaranya adalah:
Tabel 4.2
Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8818 yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 88,18% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.
Tabel 4.3
Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8731, yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 87,31% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.
Random Effect
Tabel 4.4
Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8818, yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 88,18% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.
Tiga model yang digunakan dalam penelitian ini: Random Effect Model, Fixed Effect
Model, dan Common Effect Model. Model yang dipilih untuk penelitian ini harus sesuai
untuk mencegah bias selama pengujian. Uji Chow adalah langkah pertama dalam memilih
antara Model Efek Umum dan Model Efek Tetap. Uji Hausman merupakan langkah kedua
dalam memilih antara model Fixed Effect dan Random Effect Model. uji breusch and pagan
lagrangian multiplier merupakan Langkah ketiga dalam memilih antara model Common
Effect Model dan Random Effect Model.
Uji Chow digunakan untuk memilih antara Common effect ataukah model Fixed effect.
A. Jika nilai probabilitas Chi-kuadrat > alpha, maka 𝐻0 not rejected maka model yang
digunakan adalah Common Metode
Memengaruhi.
B. Jika nilai probabilitas Chi-kuadrat < alpha, maka 𝐻0 adalah reject dan model yang
digunakan adalah Fixed Effect Model.
Tabel 4.5
F-Statistic 69.91
Prob F 0.0000
Sumber: data diolah STATA 16
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari
alpha 0.05 (0.0000 < 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Fixed Effect Model
(FEM). Dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang tepat untuk menganalisis
tingkat Kemiskinan di Yogyakarta.
Berdasarkan hasil pengujian uji Chow diperoleh nilai probabilitas = 0.0000 < 0.05, maka
model yang tepat adalah menggunakan Fixed Effect Model.
Dari hasil pengujian di atas, maka akan ditentukan apakah akan menggunakan model Fixed
Effect Model (FEM) ataukah Common Effect Model (CEM). Akan dilanjutkan dengan uji
hausman untuk membandingkan metode terbaik antara Random Effect Model (REM) &
Fixed Effect Model (FEM).
Selanjutnya, Uji Hausman digunakan untuk memilih model yang terbaik antara Fixed
Effect dan Random Effect.
H0: Memilih model Random Effect, jika nilai Chi-squarenya tidak signifikan pada α5%
Ha: Memilih model Fixed Effect, jika nilai Chi-squarenya signifikan pada α5%.
Tabel 4.6
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh nilai probabilitas chi sebesar 0.6554 yang lebih besar dari
alpha 0.05 (0.6554 > 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Random Effect.
Selanjutnya, Uji breusch and pagan lagrangian multiplier digunakan untuk memilih model
yang terbaik antara Random Effect Model dan Common Effect Model.
H0: Memilih Model Common Effect, jika nilai Prob chibar2 apabila alpha lebih dari 5%
H1: Memilih Model Random Effect, jika nilai prob chibar2 apabila alpha kurang dari 5%
Tabel 4.7
Chibar2(01) 0.00
Prob > Chibar2 1.0000
Sumber data dioleh STATA 16
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh nilai prob chibar2 sebesar 1.0000 yang lebih besar dari
alpha 0.05 (1.0000 > 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Common Effect.
4.4.1 Uji T
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menerangkan varaiasi-variabel terikat. Hasil uji t dapat ditunjukkan
pada tabel Model Fixed Effect diatas. Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel Gross Regional Domestic Product, Unemployment Rate, Human
Development Index, and Population Growth Rate secara parsial terhadap tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan membandingkan probabilitass t dengan nilai alpha
0.05 maka dapat diketahui apakah menolak atau menerima hipotesis.
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menerangkan varaiasi-variabel terikat. Hasil uji t dapat ditunjukkan
pada tabel Model Fixed Effect diatas. Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel Gross Regional Domestic Product, Unemployment Rate, Human
Development Index, and Population Growth Rate secara parsial terhadap tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan membandingkan probabilitass t dengan nilai alpha
0.05 maka dapat diketahui apakah menolak atau menerima hipotesis.
Nilai t-statistik untuk HDI adalah -1.104438 sedangkan probabilitasnya 0.000 < α 5%
yang artinya secara statistik data HDI berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Dan untuk nilai koefisien sebesar -1.104438, artinya bahwa ketika terjadi kenaikan pada HDI
1 % maka akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1.10% dan berpengaruh negatif
terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hasil dari Human Development Index (HDI) yang
diperoleh ini memiliki kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Sylvia
Yasmin Supraba, 2018). Yang menunjukan data Human Development Index (HDI)
berpengaruh signifikan dan berpengaruh negative terhadapat penurunan tingkat kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Human Development Index (HDI) merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk). Hal ini dikarenakan oleh 3 dimensi IPM (Kesehatan, hidup layak,
dan Pendidikan) memiliki pengaruh yang sangat penting dalam menentukan kualitas
manusia. Melalui pendidikan, pengetahuan seseorang akan bertambah yang sangat
bermanfaat untuk mempelajari keterampilan yang berguna di dunia kerja. pendidikan menjadi
salah satu bidang utama selain kesehatan dan ekonomi (BPS, 2013). Selain itu, kesehatan
merupakan syarat mewujudkan produktivitas. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan
penurunan produktivitas sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup dan
menciptakan kemiskinan (World bank, 2002).
4. Pengaruh Population Growth Rate (PGR) Terhadap Tingkat Kemiskinan
4.4.2 Uji F
Tabel 4.8
Hasil Uji F
R-square 0.8731
Dalam menentukan Hasil Uji f memerlukan data r square di dalam model fixed effect model,
dalam data di atas r square bernilaikan 0.8731 atau sekitar 87,31% yang merupakan
signifikan, selebih nya dijelaskan di luar model.
Table 4.9
Variable Coefficient Std.err. t-Statistic Prob
C 97.33818 13.01988 7.48 0.000
GRDP 0.173897 0.1347878 0.55 0.591
Unemployment 0.3462174 0.1347878 2.57 0.018
HDI -1.104438 0.1696117 -6.51 0.000
PGR 0.8945873 0.3585733 2.49 0.021
Cross Section Fixed
R-square 0.8731
F-Statistic 10.90
Prob F 0.0001
Sumber: data diolah STATA 16