Anda di halaman 1dari 36

Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jumlah

Pengangguran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan Laju


Pertumbuhan Jumlah Penduduk dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestic regional bruto
(PDRB) dan tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di daerah istimewa Yogyakarta
selama kurun waktu 2017-2021. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan Sleman dan Yogyakarta berpengaruh negatif
terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel pengangguran Kulonprogo, Bantul,
Gunung Kidul, Yogyakarta berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat
kemiskinan dan Sleman berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan.

Kata Kunci :Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pengangguran, kemiskinan daerah
istimewa Yogyakarta, tingkat pengangguran, dan tingkat kemiskinan

MASIH MENTAHAN YG INI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan Merupakan Masalah utama Yang dirasakan oleh seluruh negara di dunia,
terlebih lagi negara berkembang, tak terkecuali Indonesia, Tingkat kemiskinan di Indonesia
dalam 6 tahun terakhir (2017-2022) mengalami kencederungan menurun. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia
mengalami penurunan sebesar 9.54%. Faisal (2023) menilai penurunan jumlah orang miskin
lebih banyak disebabkan karena bansos. Bantuan tersebut menurutnya membantu masyarakat
tidak masuk dalam statistik jumlah orang yang di bawah garis kemiskinan, tapi masih miskin.
Di luar itu, Artinya, rata-rata pendapatan atau pengeluaran orang miskin makin jauh lebih
rendah dari garis kemiskinan. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan yang ada
di tingkat daerah yang ada di Indonesia seperti wilayah daerah istimewa Yogyakarta,
persoalan kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di daerah istimewa Yogyakarta.

Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri Dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota di antara nya
ialah kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten
Sleman, dan Kota Yogyakarta Jumlah penduduk miskin di daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 2017 yaitu sebanyak 68.52% dari seluruh wilayah daerah Istimewa Yogyakarta.
Apabila dibandingkan dengan total jumlah penduduk miskin pada tahun 2022 yaitu mencapai
58.88% dari seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam enam tahun terjadi
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9.64%.

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota yang ada di DIY Pada
Tahun 2017 – 2022

Regency/ Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota (Persen)


City 2017 2018 2019 2020 2021 2022
KulonProgo 20.03 18.03 17.39 18.01 18.38 16.39
Bantul 14.07 13.43 12.92 13.05 14.04 12.27
Gunungkidul 18.65 17.12 16.61 17.07 17.69 15.86
Sleman 8.13 7.65 7.41 7.27 8.64 7.74
Yogyakarta 7.64 6.98 6.84 7.27 7.64 6.62
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (BPS)

Berdasarkan Tabel 1.1 Total Penduduk miskin Yogyakarta cukup mengalami penurunann
dalam angka kemiskinan selama periode 2017 – 2022. Kecuali saat pandemic covid-19 yang
berlangsung selama 2 tahun di Dunia yang bukan hanya menjadi krisis global tapi sudah
menjadi krisis nasional hal tersebut yang memicu meningkatnya kemiskinan di tahun 2020 -
2021

hingga September 2021, hal yang dilakukan pemda dalam penanggulangan kemiskinan di
Yogyakarta: - Program Bantuan Sosial: Pemerintah Yogyakarta biasanya menyelenggarakan
program bantuan sosial seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Program Keluarga Harapan
(PKH), dan bantuan sembako kepada keluarga yang kurang mampu. Program ini bertujuan
untuk membantu keluarga miskin memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Miskin: Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan
memberdayakan ekonomi masyarakat miskin. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan
keterampilan, bantuan modal usaha kecil, dan program-program yang membantu masyarakat
miskin memperoleh pendapatan tambahan.

Salah satu cara mengatasi kemiskinan ialah dengan meningkatkan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting dalam
mengurangi tingkat kemiskinan karena memberikan pemahaman yang mendalam tentang
kesejahteraan ekonomi suatu daerah atau wilayah. Produk Domestik Regional Bruto
menunjukkan sejauh mana aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat pada periode
tertentu. Dengan adanya aktivitas ekonomi yang berjalan dengan baik hal tersebut diharapkan
dapat menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan masih
tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi DIY hal ini menunjukan PDRB yang belum
maksimal.

Tabel 1.2 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta

Regency/ Nilai dan Pertumbuhan PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta (Persen)


city 2017 2018 2019 2020 2021 2022
KulonProgo 5.97% 10.83% 13.49% -4.06% 4.33% 6.57%
Bantul 5.10% 5.47% 5.53% -1.65% 4.99% 5.20%
Gunungkidul 5.01% 5.16% 5.34% -0.68% 5.29% 5.37%
Sleman 6.42% 5.34% 6.49% -3.91% 5.56% 5.15%
Yogyakarta 5.24% 5.49% 5.96% -2.42% 5.16% 5.12%
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (BPS)

Berdasarkan Tabel 1.2 Nilai Dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
di Daerah Istimewa Yogyakarta Mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada periode
2017 – 2022 di angka 5 %. Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Daerah Istimewa
Yogyakarta. tetapi mengalami penurunan di tahun 2020 sebesar 0.68% - 4.06% yang hal itu
dikarenakan adanya krisis global yang disebabkan oleh pandemic covid-19 yang
mengakibatkan banyak nya sektor ekonomi yang terhenti.

Tingkat pengaruh kesempatan kerja dan kemiskinan merupakan hal yang sangat
mempengaruhi faktor kemiskinan di suatu wilayah.hal tersebut juga didorong oleh
pemanfaatan teknologi, sumber daya manusia dan lapangan kerja yang sudah ada dengan
lengkap nya factor-factor diatas tingkat pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta akan
berkurang dengan seiringnya pendapatan Masyarakat yang meningkat. Sukirno, (2004)2
adalah pendapatan masyarakat berkurang karena tidak memiliki pekerjaan yang pada
akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang.

Tabel 1.3 Jumlah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa)

Regency/ Jumlah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa)


city 2017 2018 2019 2020 2021 2022
KulonProgo 4,873 3,873 4,710 10,005 9,920 7,824
Bantul 17,466 16,188 18,080 24,783 24,075 24,875
Gunungkidul 7,085 9,606 8,972 8,591 10,315 9,623
Sleman 23,173 30,294 27,508 35,843 38,199 33,395
Yogyakarta 11,422 15,071 12,212 22,624 23,923 19,228
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (BPS)

Berdasarkan Tabel 1.3 Total jumlah Pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta


mengalami fase naik turun dalam angka Pengangguran selama periode 2017 – 2022, Jumlah
Pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta selama 6 tahun berada di angka 513.756 ribu
jiwa. Yang dimana Kabupaten Sleman Menyumbang angka paling tinggi dalam tingkat
pengangguran yaitu 188.412 dalam periode 2017-2022 lalu diikuti dengan kabupaten Sleman
dengan Tingkat pengangguran paling rendah yaitu 41.205 ribu jiwa pada periode 2017-2022.

Factor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan selanjutnya ialah Indeks Pembangunan


Manusia (IPM), berfungsi untuk mengukur capaian pembangunan manusia yang bertumpu
pada beberapa komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukurar kualitas hidup, IPM dibangun
melalui pendekatan tiga dlimensi dasar. Dimens tersebut menyangkut umur panjang dan
sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian
sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan
angka harapan hidup waktu lahir. kemudian untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan
gabungan indicator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur
dimensi hidup layak digunakan indikator daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhar
pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluan perkapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaiaan pembangunan untuk hidup layak.

Tabel 1.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Regency/ Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


city 2017 2018 2019 2020 2021 2022
KulonProgo 73.23 73.76 74.44 74.46 74.71 75.46
Bantul 78.67 79.45 80.01 80.01 80.28 80.69
Gunungkidul 68.73 69.24 69.96 69.98 70.16 70.96
Sleman 82.85 83.42 83.85 83.84 84 84.31
Yogyakarta 85.49 86.11 86.65 86.61 87.18 87.69
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (BPS)

Berdasarkan Tabel 1.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukan bahwa


peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) di tiap tahun di masing masing wilayah
Kabupaten/Kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta Hal ini dikarenakan beberapa
factor yang terus meningkat diantaranya dalam sektor pendidikan, PDRB, dan Garis
Kemiskinan.

yang dimaksud dengan penduduk adalah jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu
wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses- proses demografi yaitu
fertilitas, mortalitas, dan migrasi Said (2012). Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2018)
menjabarkan penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap, sementara menurut Penduduk adalah semua orang yang berdomisili
diwilayah geografis republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap (Kuncoro,2013:63)

Tabel 1.5 Population Growth Rate (PGR) Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta (persen)

Regency/ Population Growth Rate (PGR) Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta (Jiwa)


city 2017 2018 2019 2020 2021 2022
KulonProgo 1,11 1,06 1,05 0,99 2,11 1,22
Bantul 1,19 1,15 1,16 1,14 1,75 1,33
Gunungkidul 0,95 0,94 0,89 0,88 1,97 1,21
Sleman 1,10 1,11 1,07 1,06 1,27 1,37
Yogyakarta 1,19 1,13 1,04 0,93 0,98 1,26
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta (Bappeda)

berdasarkan tabel di atas dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta


(Bappeda) di atas Indonesia dari tahun 2017 sampai tahun 2022, Laju Pertumbuhan Jumlah
Penduduk di Yogyakarta mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini dikarenakan
bertambahnya angka kelahiran, angka kematian dan juga penduduk (migrasi) yang telah
menetap di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), dan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Judul penelitian yang akan diambil adalah “Analisis Pengaruh
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jumlah Pengangguran terbuka, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), dan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk dalam
mempengaruhi tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta."

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, inti dari pokok permasalahan adalah:

1) Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di


Daerah Istimewa Yogyakarta?

2) Apakah Pengangguran Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa


Yogyakarta?

3) Apakah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di


Daerah Istimewa Yogyakarta?

4) Apakah Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di


Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan dan manfaat penelitian ini menggambarkan tentang sesuatu yang ingin dicapai dan
manfaat yang akan diperoleh dengan adanya penelitian ini, sehingga dapat menjadi acuan
atau tolak ukur untuk penelitian selanjutnya.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian tentang Analisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),


Pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan Laju Pertumbuhan Jumlah
Penduduk terhadap tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta ini memiliki tujuan
sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Terhadap Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022.

2. Untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah pengangguran terhadap tingkat Kemiskinan


di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022.

3. Untuk menganalisis pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap


Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022.

4. Untuk menganalisis pengaruh variabel Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Terhadap


Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi pihak pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, hasil dari penelitian ini dapat di
jadikan sebagai bahan masukan untuk pengentasan kemiskinan di Daerah Istimewa
Yogyakarta.

2. Dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam rangka menerapkan teori yang diperoleh
sebelumnya.

3. Memberikan informasi bagi semua pihak yang terkait dan berkepentingan, dan hasil dari
penelitian ini dapat menjadi pandangan dan informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
4. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan Bagi Mahasiswa Fakultas Bisnis Dan
Ekonomi Universitas Islam Indonesia

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini terdapat berbagai penelitian terdahulu dan beberapa
permasalahan yang juga pernah diteliti oleh beberapa peneliti lain, penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad soleh, Prima Audia Daniel, Siswoyo (2019)
mengkaji tentang analisis pengangguran dan kemiskinan di provinsi Jambi, data yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait dengan
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata peningkatan pengangguran selama tahun
2000-2015 sebesar 8,53 persen, sedangkan rata-rata jumlah penduduk miskin mengalami
penurunan sebesar 2,64 persen dan terdapat korelasi negatif antara peningkatan jumlah
pengangguran dengan peningkatan pengangguran. jumlah penduduk miskin.

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Rahmah (2016) meneliti tentang angka kemiskinan
di DKI Jakarta, jenis penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Sedangkan jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder. Untuk mencapai tujuan penelitian dan
menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan model regresi data panel dengan
menggunakan Software EViews 8. Kesimpulan data yang diperoleh dari penelitian ini adalah
: PDRB berpengaruh negatif namun signifikan terhadap kemiskinan, sehingga pemerintah
DKI Jakarta meningkatkan produksi dan mengurangi konsumsi pemerintah yang tidak ada
hubungannya dengan kenaikan PDRB Kabupaten/Kota DKI Jakarta. Pendidikan (angka
melek huruf) berpengaruh positif dan tidak signifikan, sehingga diharapkan pemerintah DKI
Jakarta meningkatkan kualitas fasilitas fisik, meningkatkan kualitas guru, dan menurunkan
biaya pendidikan agar masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan. yang akan
berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota DKI Jakarta.
Pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, namun dari
hasil tersebut diharapkan pemerintah mendirikan pusat pelatihan kerja dan memperluas
lapangan kerja dengan mendirikan industri baru sehingga masalah pengangguran dapat
teratasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Salsabilla, Indri Arrafi Juliannisa, Nunuk
Triwahyuningtyas (2022) mengkaji Analisis Faktor Kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah
Khusus. Dalam penelitian ini jenis pengumpulan data dan informasi yang digunakan
menggunakan data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dan dipublikasikan oleh
pihak-pihak yang menjadi obyek lain. yang akan diteliti adalah dari badan pusat statistik.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah: Jumlah penduduk berpengaruh terhadap variabel
kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini disebabkan karena
tingginya pertumbuhan penduduk dimana angka kelahiran penduduk masih sangat tinggi.
Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan, namun
pertumbuhan penduduk melebihi perkiraan pemerintah. Indeks Pembangunan Manusia tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini
disebabkan karena sektor ketenagakerjaan yang mendominasi di Kabupaten/Kota Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah sektor pertanian yang tidak memerlukan tenaga kerja yang
berpendidikan tinggi, banyak lansia yang tidak produktif dan mempunyai taraf hidup yang
rendah sehingga menimbulkan kemiskinan. tidak selalu dipengaruhi oleh tingginya IPM di
DIY. Upah minimum berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi upah minimum maka kemiskinan di
kabupaten/kota DIY akan semakin berkurang. Penetapan kebijakan upah minimum ini
bertujuan untuk memberikan penghasilan yang layak bagi pekerja sehingga produktivitas
pekerja meningkat sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan melindungi pekerja dari
perangkap kemiskinan. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan di kabupaten/kota DIY akan semakin menurun.
Pekerjaan di DIY didominasi oleh sektor pertanian karena kemudahan dalam menyerap
tenaga kerja yang tidak memerlukan persyaratan tertentu.

Penelitian yang di lakukan oleh Nurine Syarafina Khawaja Chisti(2018) menganalisis


penyebab utama tingginya tingkat kemiskinan pada 6 Provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2007
- 2013. Adapun faktor-faktor yang menjadi bahan analisis adalah indeks pembangunan
manusia, tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum provinsi
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda pada data data panel
menggunakan Eviews 9 untuk menentukan pengaruh variabel independen dengan variabel
dependen. Karena menggunakan data panel, langkah pertama adalah dengan dengan
melakukan uji Chow dan uji Hausman untuk menentukan model yang digunakan serta
pengujian asumsi klasik. Hasil dari hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, empat
variabel yang berpengaruh signifikan, tetapi tiga variabel berpengaruh secara tidak langsung.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Fixed Effect Model (FEM), Tingkat
kemiskinan pada 6 Provinsi di Pulau Jawa dipengaruhi secara langsung oleh indeks
pembangunan manusia karena bernilai negatif, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi
oleh tingkat pengangguran terbuka yang bernilai negatif, pertumbuhan ekonomi yang bernilai
positif, dan upah minimum provinsi yang juga bernilai positif. Hal ini dikarenakan kurang
meratanya distribusi pendapatan dan juga penggunaan upah minimum yang hanya pada
sektor formal.

Penelitian yang dilakukan oleh Khurri Niswati (2014) tentang Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2011. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hasil penelitian sebagai berikut:
Pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di
lima kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini dikarenakan sektor yang mendominasi di Provinsi
DIY adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian yang keduanya
tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Kesehatan yang diukur
dengan angka harapan hidup berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di lima
kabupaten/kota Provinsi DIY. Sebab, angka harapan hidup di Provinsi DIY relatif tinggi.
Sarana dan prasarana yang memadai sangat menunjang kualitas kesehatan di Provinsi DIY.
Produktivitas tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di lima kabupaten/kota
Provinsi DIY. Sebab dengan tingginya produktivitas tenaga kerja maka akan menyebabkan
peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat, dan pendapatan negara juga akan
meningkat. Dengan pendapatan yang tinggi maka kebutuhan hidup akan tercukupi sehingga
kemiskinan dapat teratasi. Inflasi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di lima
kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini disebabkan karena kenaikan tingkat inflasi di Provinsi
DIY dari tahun 2003-2011 selalu lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kenaikan UMK
sehingga kenaikan inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan. UMK berpengaruh
positif terhadap kemiskinan di lima kabupaten/kota Provinsi DIY. Hal ini dikarenakan sektor
yang mendominasi Provinsi DIY adalah sektor pertanian di Kabupaten Gunungkidul dan
Kulon Progo. Sedangkan upah minimum kabupaten biasanya dijadikan sebagai upah
minimum sektor industri, sehingga meskipun UMK di Provinsi DIY meningkat tidak akan
berdampak pada kemiskinan di Provinsi DIY yang mendominasi sektor pertanian.

Penelitian yang dilakukan oleh Cokorda Gede Surya Putra Trisnu, dan I Ketut Sudiana
(2019) tentang Pengaruh Pertumbuhan Penduduk, Pengangguran, dan Pendidikan Terhadap
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Bali pada tahun 2011-2017. dengan
menggunakan data sekunder, metode pengumpulan data menggunakan teknik observasi non
perilaku. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil
analisis ditemukan bahwa pertumbuhan penduduk, pengangguran, dan pendidikan secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Pertumbuhan penduduk secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan
pendidikan secara parsia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Variabel bebas yang dominan mempengaruh kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali
adalah variabel pertumbuhan penduduk.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kemiskinan

Menurut Niemietz (2011) dalam Maipita (2014), kemiskinan adalah ketidakmampuan


membeli kebutuhan seperti pangan, sandang, papan, dan obat-obatan. Sedangkan menurut
Gilin, pengertian kemiskinan adalah keadaan ketika seseorang tidak mampu mempertahankan
taraf hidup yang tinggi untuk memberikan efisiensi fisik dan mental, suatu fungsi yang
memungkinkan dirinya atau keluarganya menjalankan fungsinya dengan baik dan sesuai.
dengan standar masyarakat baik karena pendapatan yang tidak memadai atau pengeluaran
yang tidak bijaksana.

Menurut Bappenas Pengukuran Kemiskinan mempunyai tiga indikator, yaitu:

Angka Kemiskinan (P0): proporsi penduduk yang mempunyai pengeluaran per kapita di
bawah garis kemiskinan.

Kedalaman Kemiskinan (P1): rata-rata selisih pengeluaran per kapita penduduk miskin
dengan garis kemiskinan. Semakin tinggi P1 menunjukkan semakin miskin penduduk miskin
karena semakin jauhnya pengeluaran per kapita dari garis kemiskinan.
Tingkat Kemiskinan (P2): rata-rata selisih kuadrat antara pengeluaran per kapita masyarakat
miskin dengan garis kemiskinan. Semakin tinggi P2 menunjukkan semakin miskin penduduk
termiskin, hal ini disebabkan semakin besarnya bobot yang diterapkan dengan
mengkuadratkan selisih pengeluaran per kapita.

2.2.2 penyebab kemiskinan

Larasati Prayoga dkk. (2021) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain upah minimum yang tidak memadai, taraf hidup masyarakat yang miskin,
dan meningkatnya angka pengangguran setiap tahunnya tanpa adanya tambahan kesempatan
kerja. sedangkan menurut Kuncoro (1997:131) karena bergantung pada subsistem sektor
pertanian, cara produksi yang masih tradisional, seringkali disertai sikap apatis terhadap
lingkungan.

2.2.3 Teori penyebab kemiskinan

teori lingkaran setan kemiskinan Menurut Nurkse (1971), kemiskinan berasal dari teori
lingkaran setan kemiskinan. Dalam teori lingkaran setan kemiskinan disebutkan bahwa
rendahnya produktivitas disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar, keterbelakangan dan
keterbelakangan, serta kurangnya modal. Pada prinsipnya, produktivitas yang rendah berarti
pendapatan yang rendah. Kemudian, rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya
tingkat tabungan. Kemudian, tabungan yang rendah mempengaruhi investasi yang rendah.
Karena investasi merupakan komponen modal yang penting, rendahnya investasi
menyebabkan kurangnya modal yang berimplikasi pada ketidaksempurnaan pasar, dan
keterbelakangan. Proses ini terus berputar sesuai teori pada Gambar Keterbelakangan
menurut teori pada Gambar 1.
Figure 1 Lingkaran Setan Kemiskinan

2.2.4 Jenis Kemiskinan


Menurut Ali Khomsan dan kawan-kawan dalam buku berjudul Indikator Kemiskinan dan
Kesalahan Klasifikasi Masyarakat Miskin, ada beberapa jenis kemiskinan yang perlu
diketahui, yaitu:

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang menggambarkan individu yang tingkat


pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh negara. Bisa juga
diartikan sebagai kondisi individu yang pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan primernya.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan


yang tidak merata sehingga tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat. Oleh karena itu, di
beberapa daerah masih terdapat warga yang mengalami ketimpangan pendapatan. Meski
kondisi seorang penduduk berada di atas garis kemiskinan, namun mereka tetap terlihat
miskin karena rata-rata pendapatan penduduk di wilayah tersebut lebih tinggi. Oleh karena
itu, kemiskinan jenis ini disebut kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif juga dapat diartikan
sebagai kemiskinan yang timbul dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan
lingkungannya. Dari kemiskinan relatif ini dapat terbentuk stigma bahwa pribadi A relatif
lebih miskin dibandingkan pribadi B karena pendapatan pribadi B lebih tinggi.

3. Kemiskinan Budaya

Kemiskinan budaya adalah kemiskinan yang terbentuk karena kebiasaan-kebiasaan


masyarakat yang sudah menjadi budaya, baik dari nilai-nilai yang diusung, pemikiran,
maupun cara bekerja. Contoh kemiskinan budaya yang sering terjadi di masyarakat adalah
sebagai berikut:

-Malas

-etos kerja rendah

-Mudah menyerah pada takdir

-Budaya masyarakat yang menyukai korupsi, kolusi, dan nepotisme

-Menolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

-Mengandalkan bantuan pihak lain, termasuk pemerintah

-konsumsi berlebihan

4. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang berasal dari struktur sosial yang melekat
pada kelompok masyarakat tertentu dan memungkinkan terjadinya kondisi dimana mereka
tidak dapat menggunakan sumber daya yang tersedia pada mereka.

2.2.5 kriteria kemiskinan


Kategori atau Kriteria Masyarakat Miskin Menurut Keputusan Menteri Sosial Nomor
146/HUK/2013

Dalam diktum KEDUA keputusan Menteri Sosial tersebut, yang terdaftar sebagai masyarakat
miskin dan penyandang disabilitas adalah rumah tangga yang mempunyai kriteria sebagai
berikut:

Tidak mempunyai sumber penghidupan dan/atau mempunyai sumber penghidupan namun


tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok.

2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur nilai ekonomi suatu wilayah atau daerah dalam suatu periode waktu tertentu.
PDRB mencerminkan nilai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit ekonomi
yang beroperasi di wilayah tersebut, tanpa mempertimbangkan kepemilikan dari unit-unit
tersebut.

PDRB adalah jumlah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor
ekonomi dalam suatu wilayah, termasuk konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.
(Jhingan, 2013).

Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengartikan Produk Domestik Bruto
(PDRB) Sebagai:

PDRB adalah nilai semua barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam batas wilayah
geografis suatu daerah dalam satu periode waktu tertentu, yang diukur dalam satuan harga
konstan.

PDRB merupakan sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor
atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa
memilih atas faktor produksi (Arsyad, 1992).

Menurut teori ekonomi makro, penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui tiga pendekatan,
yaitu:

1) pendekatan produksi/penyediaan (PDRB menurut Lapangan Usaha/industry),

2) pendekatan pengeluaran/permintaan akhir (PDRB menurut Pengeluaran/expenditure) serta

3) pendekatan pendapatan (PDRB menurut pendapatan/income). Ketiga pendekatan


penghitungan tersebut secara teori akan menghasilkan angka PDRB yang sama.

2.3.1 The Relationship between Gross Regional Domestic Product to Poverty Levels

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat kemiskinan yang dimana Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menjadi indicator
dalam pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut Ketika Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) meningkat dengan cepat hal tersebut mencerminkan aktivitas pertumbuhan ekonomi
yang cepat dan kuat, yang dimana hal tersebut akan menciptakan banyak nya peluang kerja
yang akan dapat dirasakan oleh Masyarakat dan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
pendapatan penduduk juga akan ikut meningkat, namun apabila Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) menurun secara berkala atau terus menerus hal tersebut akan menciptakan
peluang kerja yang menurun dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang tidak berjalan dengan
baik, yang dapat menciptakan PHK di berbagai Perusahaan dikarenakan bisnis akan
mengalami kesulitan, dengan terjadinya Penurunan di Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) angka pengangguran dan kemiskinan akan sulit untuk di hindari.

2.4 Unemployment

Menurut Nanga (2001:253) pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak
sedang mencari pekerjaan.

Sementara itu, pengertian pengangguran menurut Sukirno (2004:28) adalah jumlah tenaga
kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya.

Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
termasuk dalam angkatan kerja ingin memperoleh pekerjaan akan tetapi belum
mendapatkannya. Seseorang yang tidak bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan
tidak tergolong sebagai pengangguran.

Menurut (BPS, 2017) pengangguran dapat dikelompokkan atas empat yaitu:

1) Pengangguran penuh / terbuka

Orang yang termasuk angkatan kerja tapi tidak bekerja dan tidak mencari kerja.

2) Setengah menganggur terpaksa

Orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu karena sesuatu sebab di luar kemauannya
karena tidak / belum berhasil memperoleh pekerjaan meskipun mereka mencari dan bersedia
menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari yang diharapkan.

3) Setengah menganggur sukarela

Orang yang memilih lebih baik menganggur daripada menerima pekerjaan yang dirasa tidak
sesuai dengan pendidikannya atau upah yang lebih rendah dari yang diharapkan.
4) Orang yang bekerja kurang dari yang sebenarnya (seharusnya) dapat dikerjakan dengan
pendidikan/ keterampilan yang dimilikinya.

2.4.1 Hubungan Pengangguran Terhadap Kemiskinan

Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting penentu kesejahteraan suatu masyarakat
adalah pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum ketika tingkat kesempatan
kerja penuh dapat terwujud. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat; Hal ini dapat
menurunkan tingkat kesejahteraan yang mereka capai. Dampak negatif pengangguran
terhadap kemiskinan menurut Sukirno, (2004) adalah berkurangnya pendapatan masyarakat
karena tidak mempunyai pekerjaan yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesejahteraan
yang dicapai seseorang. Terpuruknya kesejahteraan masyarakat akibat pengangguran
tentunya akan memperbesar peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan karena tidak
mempunyai pendapatan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dimaknai bahwa
tingkat respon yang terus meningkat akan memberikan dampak yang merugikan bagi
masyarakat karena dengan banyaknya reaksi perekonomian di suatu daerah akan turun dan
memperbesar peluang masyarakat terjebak. dalam kemiskinan.

2.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pengertian Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) adalah untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen
dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan
kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu
lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak
digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok
yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan
yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Komponen Indeks Pembangunan Manusia ada 4 yaitu:

a. Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.
b. Angka Melek Huruf

Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat
membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.

c. Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk
usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.

d. Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan

UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil
yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-
rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.

2.5.1 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Kemiskinan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indicator apakah


wilayah/negara tersebut cukup Sejahtera, pasalnya IPM menggabungkan beberapa dimensi
factor yang mempengaruhi kesejahteraan wilayah seperti Kesehatan, Pendidikan, dan
pendapatan, yang dimana hal itu berfungsi untuk memberikan gambaran/data terhadap
kualitas hidup manusia Yang dimana apabila Indeks Pembangunan Manusia cukup tinggi
maka sudah di pastikan akses untuk Pendidikan yang berkualitas, angka harapan hidup dan
kematian anak anak, pendapatan nasional bruto per kapita akan dipastikan meningkat,
sebaliknya jika tingkat Indeks Pembangunan Manusia rendah dapat dipastikan Masyarakat
yang berada di wilayah tersebut akan kekurangan fasilitas fasilitas yang memadai seperti
Pendidikan yang kurang berkualitas, angka harapan hidup yang rendah, dan pendapatan
nasional bruto per kapita akan jauh lebih rendah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk)

2.6 Laju Petumbuhan Jumlah Penduduk

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pertumbuhan penduduk adalah


bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah. Oleh sebab itu, pertumbuhan
penduduk yang ada di wilayah A bisa saja berbeda dengan pertumbuhan penduduk yang ada
di wilayah B, sehingga perencanaan pembangunan antara wilayah A dan wilayah B juga
berbeda-beda.
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk menurut Mantra (2012) dalam
bukunya yang berjudul ‘Demografi Umum.’

1. Kelahiran (Fertilitas) Fertilitas adalah terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan
dengan adanya tanda-tanda kehidupan. Disebutkan juga bahwa apabila bayi yang lahir tidak
berhasil hidup, maka tidak dihitung sebagai kelahiran.

2. Kematian (Mortalitas) Mortalitas atau kematian ditandai dengan hilangnya tanda-tanda


kehidupan dalam diri seseorang. Mantra (2012) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya tingkat
mortalitas penduduk juga dapat menjadi indikator kualitas kesehatan.

3. Migrasi Penduduk Migrasi penduduk meliputi keluar dan masuknya penduduk. Dijelaskan
bahwa migrasi adalah tempat tinggal mobilitas penduduk secara geografis yang meliputi
semua gerakan penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu.

2.6.1 Hubungan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan

Dengan Meningkatnya pertumbuhan Jumlah Penduduk setiap tahun nya, hal tersebut
sangat mempengaruhi tingkat kemiskinan yang terjadi, dikarenakan dengan meningkatnya
jumlah penduduk akan mengakibatkan persaingan yang ketat dalam mencari pekerjaan dan
hal tersebut juga di dorong oleh lapangan pekerjaan yang masih sangat minim, terbukti dari
data yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik jumlah pengangguran masih belum stabil
di Daerah Istimewa Yogyakarta hal ini juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yang
dimana sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2003:16) menyatakan bahwa tingginya angka
pertumbuhan penduduk yang terjadi di negara sedang berkembang seperti Indonesia dapat
menghambat proses pembangunan.

2.7 Hypothesis

1.Gross Regional Domestic Product (GRDP) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Unemployment Memiliki Pengaruh Positif Terhadap Tingkat Kemiskinan di Daerah


Istimewa Yogyakarta.

3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Memiliki Pengaruh Positif Terhadap Tingkat


Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Memiliki Pengaruh Positif Terhadap Tingkat


Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
BAB III
METODOLOGI PENELETIAN
3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data data ekonomi yang berasal dari berbagai
sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Yogyakarta (Bappeda). Data data ekonomi tersebut merupakan jenis data sekunder, Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) (Nur Indrianto dan Bambang
Supomo, 2013:143). Dalam menganalisis data sekunder tersebut penulis menggunakan
analisis regresi data panel. Data Panel merupakan gabungan antara data runtut waktu (time
series) dengan data silang (cross section). Data time series merupakan data yang terdiri atas
satu atau lebih variabel yang akan diamati pada satu unit observasi dalam kurun waktu
tertentu (Basuki dan Prawoto, 2017:275)
Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan mengkaji buku - buku, jurnal,
dan sumber - sumber lain yang berkaitan dengan penelitian untuk memperoleh landasan
teoritis yang terkait dengan faktor -faktor yang mempengaruhi pengangguran terdidik lulusan
universitas di Pulau Jawa. Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jumlah Pengangguran (UNP), Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), dan Population Growth Rate (PGR), sedangkan untuk faktor
yang dipengaruhi adalah Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta
3.2 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menganalisis beberapa variabel - variabel yang saling terikat, variabel - variabel
tersbut terdiri dari dua jenis yaitu:
3.2.1 Variabel Dependen
Tingkat Kemsikinan
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen atau variabel
terikat. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel Y dalam Penelitian ini adalah
Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode 2017 – 2022 dengan
satuan yang digunakan adalah persen. Data Tersebut Diperoleh dari Sumber Badan Pusat
Statistik Yogyakarta (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta
(Bappeda). Tingkat Kemiskinan sendiri berarti “ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran”
(BPS).
3.2.2 Variabel Independent
Variabel Independen (X) Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
variable dependen atau variable terikat. Menurut Sugiyono (2019:61) Dalam penelitian ini
terdapat empat variable independen yang mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Daerah
Istimewa Yogyakarta pada periode 2017 - 2022, variabel independen tersebut antara lain:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) (BPS)
PDRB adalah jumlah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor
ekonomi dalam suatu wilayah, termasuk konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.
(Jhingan, 2013). Data Produk Domestik Regional Bruto diambil dari Badan Pusat Statistik
Yogyakarta tahun 2017 – 2022 dan dinyatakan dalam satuan Persen (%).

2. Pengangguran (UNP)

Menurut BPS, Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan. Mereka yang tak
punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak
mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Data
Pengangguran terbuka diambil dari Badan Pusat Statistik pada Tahun 2017 – 2022 pada
Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinyatakam dalam satuan persen (%).

3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses


hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya
(BPS). Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Diambil dari Badan Pusat Statistik
Yogyakarta pada periode 2017 – 2022 yang dinyatakan dalam bentuk persen (%).

4. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk (PGR)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di
wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Data Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk Diambil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Yogyakarta
(Bappeda)pada periode 2017 – 2022 yang dinyatakan dalam bentuk persen (%).

3.3 Metode Analisis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menganalisis tentang data ekonomi atau perilaku ekonomi
yaitu Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga perlu menggunakan
metode analisis regresi yang cocok karena tidak hanya melakukan observasi perilaku
ekonomi pada waktu yang bersamaan tetapi juga melakukan observasi perilaku ekonomi pada
berbagai periode waktu. Dengan demikian regresi yang cocok untuk analisis regresi data
tersebut adalah regresi dengan data panel sebab data panel pada waktu yang bersamaan dapat
“menjelaskan dua macam informasi sekaligus yaitu informasi antar unit (cross section) pada
perbedaan antar subjek dan informasi antar waktu (time series) yang mencerminkan
perubahan pada subjek waktu” (Sriyana, 2014).

Data Panel merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dengan data silang
(cross section) Basuki dan Prawoto (2017:275). Dalam pengolahan data panel tersebut
penulis menggunakan program STATA 16, data yang diolah tersebut berupa penggabungan
data time series selama enam tahun dari 2017 - 2022 dan menggunakan data cross section
pada Daerah Istimewa Yogyakarta

Model ekonomi yang digunakan untuk mengetahui Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat ditulis sebagai berikut:

LVL_POVERTY = f(PDRB, UNP, IPM, PGR)

Adapun untuk model regresinya dalam bentuk log linier sebagai berikut (Widarjono, 2017):

ƖnLVL_POVERTYit = β0 + β1ƖnGRDPit + β2ƖnUNPit + β3ƖnHDIit + β4PGRit + εit


Keterangan:

LVL_POVERTY = Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (Jiwa)

GRDP = Produk Domestik Regional Bruto (%)

UNP = Jumlah Pengangguran (%)

HDI = Indeks Pembangunan Manusia (%)

PGR = Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk (%)

β0 = Konstanta

Ɩn = Koefesien

i = Kabupaten/Kota

t = Tahun (periode 2017 – 2022)

Berdasarkan model regresi diatas maka dapat diketahui bahwa variabel dependen
(LVL_POVERTY) dipengaruhi beberapa variabel independen (GRDP, UNP, HDI, PGR).
Dalam melakukan analisis regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model
pendekatan estimasi yaitu model common effect, fixed effect dan random effect (Widarjono,
2017). Ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.3.1 Model Common effect

Model Common effect adalah model atau metode estimasi paling dasar dalam regresi data
panel, dimana tetap menggunakan prinsip ordinary least square atau kuadrat terkecil. Oleh
karena itulah, metode ini disebut juga dengan istilah pooled least square. Dalam pendekatan
model Common Effect, intersep dan slope tetap antar waktu maupun individu, artinya setiap
individu (n) yang diregresi untuk mengetahui bagaimana hubungan antara Tingkat
Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan variabel independen (GRDP, UNP, HDI,
PGR) akan memberikan nilai intersep dan slope yang sama besarnya. Begitupula dengan
waktu (t), nilai slope dan intersep dalam regresi yang menggambarkan hubungan antara
Tingkat Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan variabel independen (GRDP, UNP,
HDI, PGR) yaitu sama untuk setiap waktu. Adanya perbedaan intersep dan slope akan
dijelaskan oleh variabel gangguan (error atau residual) (Sriyana, 2014).

3.3.2 Fixed Effect Model

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Fixed Effect. Metode dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Metode ini
mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu,
namun intersepnya berbeda antar perusahaan namun sama antar waktu (time invariant).
Namun metode ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of
freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi paramete.

3.3.3 Random Effect Model


Tenik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah dengan menambahkan
variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu
dan antar kabupaten/kota. Teknik metode OLS tidak dapat digunakan untuk mendapatkan
estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk menggunakan Metode Generalized Least
Square (GLS).

3.4 Penentuan Metode Estimasi

Untuk memilih model penentuan estimasi terdapat beberapa pengujian yang dapat
dilakukan, yaitu uji chow dan uji hausman.
3.4.1 Uji Chow Test

Chow test merupakan uji untuk membandingkan model common effect dengan fixed
effect (Widarjono, 2009) Hipotesis yang digunakan dalam uji chow adalah:

● H0: Memilih model common effect atau pooled OLS jika nilai probabilitas F statistiknya
tidak signifikan pada α 5%.

● H1: Memilih model fixed effect jika nilai probabilitas F statistiknya signifikan pada α 5%.

Dasar penolakan yang dilakukan pada hipotesis tersebut adalah dengan membandingkan
perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan tersebutlah yang nantinya digunakan
apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak yang artinya model paling tepat
digunakan adalah fixed.

3.4.2 Uji Hausman Test

Uji hausman bertujuan untuk memilih apakah model yang digunakan Fixed Effect Model
(FEM) atau Random Effect Model (REM) Ghazali and Ratmono (2013:289) Uji hausman
dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

● H0: Memilih model random effect, apabila nilai chi-squarenya tidak signifikan pada α 5%.

● H1: Memilih model fixed effect, apabila nilai chi-squarenya signifikan pada α 5%.

Statistik pada uji hausman mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree off
freedom sebanyak K, dimana K adalah variabel independen. Jika saat kita menolak hipotesis
nol dan statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang paling tepat untuk
kita gunakan adalah model fixed effect, sedangkan apabila kita gagal dalam menolak
hipotesis nol yaitu pada saat nilai statistik Hausmannya lebih kecil dari nilai kritisnya maka
model paling tepat yang harus kita pilih adalah model random effect (Widarjono, 2013).

3.5 Uji Statistik

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Koefisien Determinasi (Uji
R²), Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F), dan Uji Koefisien Regresi Parsial
(Uji T)

3.5.1 Uji koefisien determinasi (R²)

Uji koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk menentukan dan memprediksi seberapa
besar atau penting kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel independen secara
bersama – sama terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Jika nilai R² kecil maka kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu maka
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu
bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap
penambahan satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan
nilai R² meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikatnya.

3.5.2 Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)

Uji statistik F digunakan untuk menguji apabila variabel bebas secara simultan mempunyai
pengaruh yang signifikan atau tidak signifikan dengan variabel terikat.

● H0: βᵢ = 0 (hipotesis nihil) berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
secara simultan dengan variabel terikat.

● H1: βᵢ ≠ 0 (hipotesis alternatif) berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
secara simultan dengan variabel terikat.

3.5.3 Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji T)

Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan sebarapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar
pengambilan keputusan adalah

1. Jika t-hitung < t-tabel, maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak).

2. Jika t-hitung > t-tabel, maka variabel independen secara individual

berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis diterima).

BAB IV

HASIL DAN PEMABAHASAN

Pada analisis dan pembahasan ini akan menguraikan hasil penelitian mengenai pengaruh
dari Produk Domestik Regional Bruto, Jumlah pengangguran, indeks pembangunan manusia,
dan Population Growth Rate terhadap tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2012 sampai 2022. Dalam penelitian ini analisis dilakukan menggunakan data panel
yaitu sebanyak 5 sampel dimana sejumlah kabupaten/kota yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada periode tahun 2017 sampai 2022. Analisis dilakukan dengan melakukan
pemilihan metode yang tepat yaitu Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect.
Diantara ketiga metode analisis data panel tersebut, akan dipilih salah satu metode yang
selanjutnya akan digunakan untuk tahap uji statistik. Dalam pengujian estimasi dilakukan
dengan bantuan dengan software STATA 16.0.

4.1 Definisi Operasional Variabel

Sub bab ini menjelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) &
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten dan Kota Daerah
Istimewa Yogyakarta. Data tersebut meliputi tingkat kemiskinan, Produk Domestik Regional
Bruto, Jumlah pengangguran, indeks pembangunan manusia (IPM), dan Population Growth
Rate. Berikut definisi operasional dari masing masing variable penelitian.

1. Dependen Variabel (Variabel Terikat)

Data yang digunakan yaitu data tingkat kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2017 - 2022. Dengan menggunakan data berbentuk persen (%)

2. Independen Variabel (Variabel Bebas)

Terdapat empat variabel independen didalam penelitian ini, diantaranya yaitu:

a. Produk Domestik Regional Bruto di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta


pada tahun 2017 - 2022 dan menggunakan data berbentuk persen (%).

b. Tingkat Pengangguran di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun


waktu 2017 - 2022 dan menggunakan data berbentuk persen (%).

c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta


dalam kurun waktu 2017 – 2022. Indeks Pembangunan Manusia menurut standar United
Nations Development Program (UNDP), terdiri dari 4 kriteria, yakni IPM >80 kategori
sangat tinggi, IPM 70-79 kategori tinggi. serta IPM 60-79 kategori sedang.

d. Population Growth Rate di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun


waktu 2017 - 2022 dan menggunakan data berbentuk persen (%).
Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif Variabel Penilitian

Variable Obs Mean Std. Dev. Min Max


Poverty 30 12.71867 4.698112 6.62 20.03
GRDP 30 4.562 3.732629 -4.06 13.49
Unemployment 30 3.899333 2.008987 1.49 9.16
HDI 30 78.87333 6.248018 68.73 87.69
PGR 30 1.187 0.2883024 0.88 2.11
Sumber: Data diolah STATA 16

Pada Table data di atas dapat dilihat dari hasil dari statistic deskriptif seluruh variable.
Dengan masing masing 30 data dari seluruh variable.

A. Mean

Berdasarkan Table diatas,

1) Variable Poverty (Y) memiliki nilai rata rata sebesar 12.719% di daerah di 5
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Variable (X1) Gross Regional Domestic Produk (GRDP) memiliki nilai rata rata
sebesar 4.563% di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3) Variable (X2) Unemployment (UNP) memiliki nilai rata rata sebesar 3.899% di 5
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Variable (X3) Human Development Index (HDI) memiliki nilai rata rata sebesar
78.873% di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
5) Variable (X4) Population Growth Rate (PGR) memiliki nilai rata rata sebesar 1.187%
di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Standard. Deviation

Selanjutnya terkait nilai standard deviation, Secara statistika dinyatakan bahwa ukuran rata
rata yang semakin besar dibandingkan dengan sampel std.deviation diharapkan akan
memberikan hasil yang semakin baik (BINUS University) berdasarkan table diatas nilai dari
seluruh standard variable dari masing masing variable mendeapatkan nilai yang lebih besar
dengan nilai mean di masing masing variable hal tersenut menunjukan hasil data yang
mendekati akurat.

C. Minimum/Maximum
Selanjutnya data terkait tentang min dan max dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
nilai

1) Nilai Variable poverty di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta pada


tahun 2017-2022 Minimal berada di angka 6.62% sementara nilai poverty Maximal di
tahun 2017-2022 berada diangka 20.03%,
2) Nilai Variable Gross Regional Domestic Product (GRDP) di 5 Kabupaten/Kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017-2022 memiliki nilai minimum di angka
-4.06% dan nilai Gross Regional Domestic Product Maximal pada tahun 2017-2022
berada di angka 13.49,
3) Nilai Variable Unemployment (UNP) di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2017-2022 minum berada di angka 1.49% sementara nilai
Unemployment Maximal di tahun 2017-2022 berada diangka 9.16%
4) Nilai Variable Unemployment (UNP) di 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2017-2022 minum berada di angka 1.49% sementara nilai
Unemployment Maximal di tahun 2017-2022 berada diangka 9.16%
5) Nilai Variable Population Growth Rate (PGR) di 5 Kabupaten/Kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta pada tahun 2017-2022 minum berada di angka 0.88% sementara
nilai Population Growth Rate (PGR) Maximal di tahun 2017-2022 berada diangka
9.16%.

4.2 Hasil Uji Model Regresi Panel

4.2.1 Model-Model Yang Digunakan Dalam Regresi Panel Data

Regresi data panel sendiri terdapat tiga model yaitu diantaranya adalah:

a. Common Effect Models merupakan pengujian menggunakan metode Ordinary Least


Square (OLS), yang mengasumsikan bahwa intersep dan slope tetap baik antar daerah dan
dalam kurun waktu.

b. Fixed Effect Models merupakan metode yang mempertimbangkan adanya perbedaan


intersep antar Kabupaten/Kota maupun antar waktu. Dalam Metode Mengasumsikan slope
tetap, tetapi intersep berbeda antar waktu dan Kabupaten/Kota.

c. Random Effect Models merupakan metode yang mengasumsikan adanya perbedaan


intersep dan konstanta yang disebabkan oleh residual error sebagai akibat dari perbedaan
antar waktu maupun Kabupaten/Kota.
Berikut ini hasil estimasi dari 3 model tersebut:

Hasil Estimasi Terpilih Common Effect Model

Tabel 4.2

Variable Coefficient Std.err. t-Statistic Prob


C 66.01007 6.81745 9.68 0.000
GRDP 0.0343522 0.098554 0.35 0.730
Unemployment 0.0415641 0.3248973 0.13 0.899
HDI -0.706473 0.0988732 -7.14 0.000
PGR 1.760473 1.130868 1.56 0132
Cross Section Common
R-square 0.8818
F-Statistic 46.62
Prob F 0.0000
Sumber: data diolah STATA 16

Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8818 yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 88,18% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.

Hasil estimasi Terpilih Fixed Effect Model

Tabel 4.3

Variable Coefficient Std.err. t-Statistic Prob


C 97.33818 13.01988 7.48 0.000
GRDP 0.173897 0.1347878 0.55 0.591
Unemployment 0.3462174 0.1347878 2.57 0.018
HDI -1.104438 0.1696117 -6.51 0.000
PGR 0.8945873 0.3585733 2.49 0.021
Cross Section Fixed
R-square 0.8731
F-Statistic 10.90
Prob F 0.0001
Sumber: data diolah STATA 16

Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8731, yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 87,31% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.

Random Effect

Tabel 4.4

Variable Coefficient Std.err. t-Statistic Prob


C 66.01007 6.81745 9.68 0.000
GRDP 0.0343522 0.098554 0.35 0.727
Unemployment 0.0415641 0.3248973 0.13 0.898
HDI -0.7061939 0,0988732 -7.14 0.000
PGR 1.760473 1.130868 1.56 0.120
Cross Section Fixed
R-square 0.8818
Prob > chi2 0.0001
Sumber: data diolah STATA 16

Dari hasil pengolahan regresi data panel diatas, dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinan (R-squqred) dari hasil estimasi sebesar 0.8818, yang menunjukkan varibel-
variabel independent mampu menjelaskan 88,18% terhadap variabel dependent, sedangkan
sisanya dijelaskan diluar model.

4.3 Pemilihan Model

Tiga model yang digunakan dalam penelitian ini: Random Effect Model, Fixed Effect
Model, dan Common Effect Model. Model yang dipilih untuk penelitian ini harus sesuai
untuk mencegah bias selama pengujian. Uji Chow adalah langkah pertama dalam memilih
antara Model Efek Umum dan Model Efek Tetap. Uji Hausman merupakan langkah kedua
dalam memilih antara model Fixed Effect dan Random Effect Model. uji breusch and pagan
lagrangian multiplier merupakan Langkah ketiga dalam memilih antara model Common
Effect Model dan Random Effect Model.

4.3.1 Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih antara Common effect ataukah model Fixed effect.

A. Jika nilai probabilitas Chi-kuadrat > alpha, maka 𝐻0 not rejected maka model yang
digunakan adalah Common Metode

Memengaruhi.

B. Jika nilai probabilitas Chi-kuadrat < alpha, maka 𝐻0 adalah reject dan model yang
digunakan adalah Fixed Effect Model.

Berikut Output Hasil Uji Chow:

Tabel 4.5

F-Statistic 69.91
Prob F 0.0000
Sumber: data diolah STATA 16

Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari
alpha 0.05 (0.0000 < 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Fixed Effect Model
(FEM). Dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang tepat untuk menganalisis
tingkat Kemiskinan di Yogyakarta.

Berdasarkan hasil pengujian uji Chow diperoleh nilai probabilitas = 0.0000 < 0.05, maka
model yang tepat adalah menggunakan Fixed Effect Model.

Dari hasil pengujian di atas, maka akan ditentukan apakah akan menggunakan model Fixed
Effect Model (FEM) ataukah Common Effect Model (CEM). Akan dilanjutkan dengan uji
hausman untuk membandingkan metode terbaik antara Random Effect Model (REM) &
Fixed Effect Model (FEM).

4.3.2 Uji Hausman

Selanjutnya, Uji Hausman digunakan untuk memilih model yang terbaik antara Fixed
Effect dan Random Effect.
H0: Memilih model Random Effect, jika nilai Chi-squarenya tidak signifikan pada α5%

Ha: Memilih model Fixed Effect, jika nilai Chi-squarenya signifikan pada α5%.

Tabel 4.6

Prob Chi 0.6554


Sumber: data diolah STATA 16

Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh nilai probabilitas chi sebesar 0.6554 yang lebih besar dari
alpha 0.05 (0.6554 > 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Random Effect.

4.3.3 Uji breusch and pagan lagrangian multiplier

Selanjutnya, Uji breusch and pagan lagrangian multiplier digunakan untuk memilih model
yang terbaik antara Random Effect Model dan Common Effect Model.

H0: Memilih Model Common Effect, jika nilai Prob chibar2 apabila alpha lebih dari 5%

H1: Memilih Model Random Effect, jika nilai prob chibar2 apabila alpha kurang dari 5%

Tabel 4.7

Chibar2(01) 0.00
Prob > Chibar2 1.0000
Sumber data dioleh STATA 16

Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh nilai prob chibar2 sebesar 1.0000 yang lebih besar dari
alpha 0.05 (1.0000 > 0.05), maka model yang tepat adalah menggunakan Common Effect.

4.4 Pengujian Hipotesis

4.4.1 Uji T

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menerangkan varaiasi-variabel terikat. Hasil uji t dapat ditunjukkan
pada tabel Model Fixed Effect diatas. Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel Gross Regional Domestic Product, Unemployment Rate, Human
Development Index, and Population Growth Rate secara parsial terhadap tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan membandingkan probabilitass t dengan nilai alpha
0.05 maka dapat diketahui apakah menolak atau menerima hipotesis.
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas
secara individual dalam menerangkan varaiasi-variabel terikat. Hasil uji t dapat ditunjukkan
pada tabel Model Fixed Effect diatas. Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel Gross Regional Domestic Product, Unemployment Rate, Human
Development Index, and Population Growth Rate secara parsial terhadap tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan membandingkan probabilitass t dengan nilai alpha
0.05 maka dapat diketahui apakah menolak atau menerima hipotesis.

1. Pengaruh Gross Regional Domestic Product terhadap Tingkat Kemiskinan

Nilai coefisien untuk tingkat pengangguran adalah 0.0173897 sedangkan probabilitasnya


0.591 > α 5% yang artinya secara statistik data Gross Regional Domestic Product tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Dan untuk nilai koefisien sebesar
0.0173897, artinya bahwa ketika terjadi kenaikan pada tingkat Gross Regional Domestic
Product 1% maka akan menaikan tingkat kemiskinan sebesar 0.017% dan berpengaruh
positive terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hasil dari GRDP yang diperoleh ini
memiliki kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Dwi Asmara Pandu
Putra, 2019), menunjukan bahwa Gross Regional Domestic Product (GRDP) berpengaruh
positive terhadap tingkat kemiskinan di daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini menurut analisis
saya dikarenakan adanya kesenjangan ekonomi yang begitu tinggi di daerah Istimewa
Yogyakarta. Seperti data yang diberikan oleh BPS yang dimana Daerah Istimewa Yogyakarta
menempati urutan pertama dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia yang dimana
menggunakan penghitungan gini ratio, tercatat selama periode 2017-2022 angka gini ratio di
Yogyakarta masih menyentuh angka di atas 0.400 poin. hal ini sesuai dengan yang diutarakan
oleh Tambunan (2011:67) bahwa ketimpangan yang terjadi pada suatu wilayah dapat
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak dapat mempengaruhi dalam mengurangi tingkat
kemiskinan.

2. Pengaruh Unemployment terhadap Tingkat Kemiskinan

Nilai coefisien untuk Unemployment adalah 0.3462174 sedangkan probabilitasnya 0.0018


< α 5% yang artinya secara statistik data Unemployment berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kemiskinan. Dan untuk nilai koefisien sebesar 0.3462174, artinya bahwa Ketika
terjadi kenaikan pada Unemployment 1 % maka akan menaikan tingkat kemiskinan sebesar
0.346% dan berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hasil dari
Unemployment yang diperoleh ini memiliki kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh (Rezki Mardiatillah, Maya Panorama, Rinol Sumantri, 2021) yang
menunjukan bahwa pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
kemiskinan di Sumatera Selatan. menurut Sukirno, (2004) adalah berkurangnya pendapatan
masyarakat karena tidak mempunyai pekerjaan yang pada akhirnya menurunkan tingkat
kesejahteraan yang dicapai seseorang. Terpuruknya kesejahteraan masyarakat akibat
pengangguran tentunya akan memperbesar peluang mereka untuk terjebak dalam kemiskinan
karena tidak mempunyai pendapatan. Maka dengan tinggi nya tingkat pengangguran hal
tersebut akan berdampak kedapa tinggi nya tingkat kemiskinan.

3. Pengaruh Human Development Index (HDI) terhadap Tingkat Kemiskinan

Nilai t-statistik untuk HDI adalah -1.104438 sedangkan probabilitasnya 0.000 < α 5%
yang artinya secara statistik data HDI berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Dan untuk nilai koefisien sebesar -1.104438, artinya bahwa ketika terjadi kenaikan pada HDI
1 % maka akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1.10% dan berpengaruh negatif
terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hasil dari Human Development Index (HDI) yang
diperoleh ini memiliki kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Sylvia
Yasmin Supraba, 2018). Yang menunjukan data Human Development Index (HDI)
berpengaruh signifikan dan berpengaruh negative terhadapat penurunan tingkat kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Human Development Index (HDI) merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk). Hal ini dikarenakan oleh 3 dimensi IPM (Kesehatan, hidup layak,
dan Pendidikan) memiliki pengaruh yang sangat penting dalam menentukan kualitas
manusia. Melalui pendidikan, pengetahuan seseorang akan bertambah yang sangat
bermanfaat untuk mempelajari keterampilan yang berguna di dunia kerja. pendidikan menjadi
salah satu bidang utama selain kesehatan dan ekonomi (BPS, 2013). Selain itu, kesehatan
merupakan syarat mewujudkan produktivitas. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan
penurunan produktivitas sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup dan
menciptakan kemiskinan (World bank, 2002).
4. Pengaruh Population Growth Rate (PGR) Terhadap Tingkat Kemiskinan

Nilai t-statistik untuk Population Growth Rate adalah 0.8945873 sedangkan


probabilitasnya 0.021 < α 5% yang artinya secara statistik data Population Growth Rate
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Dan untuk nilai koefisien sebesar
0.8945873, artinya bahwa ketika terjadi penambahan pada jumlah penduduk 1% jiwa maka
akan menaikan tingkat kemiskinan sebesar 0.89% jiwa dan berpengaruh positif terhadap
kenaikan tingkat kemiskinan. Hasil dari population growth rate (PGR) yang diperoleh dari
data ini memiliki hasil yang mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Kevin,
Aning Kesuma Putri, & Aja Nasrun, 2020), dan (dan Cokorda Gede Surya Putra Trisnu, I
Ketut Sudiana, 2019) Yang menunjukan data population growth rate (PGR) berpengaruh
signifikan dan berpengaruh positive terhadapat penurunan tingkat kemiskinan Selanjutnya
laju pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh terhadap kemiskinan. Menurut Suryani &
Putri (2020) semakin meningkat jumlah penduduk maka sumber daya alam akan semakin
berkurang sehingga menyebabkan kemiskinan.

Menurut (Solihin, 2018) Peningkatan jumlah penduduk dapat menghambat proses


pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah. Sehingga menyebabkan pendapat perkapita
daerah yang rendah yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk
miskin.

4.4.2 Uji F

Tabel 4.8

Hasil Uji F

R-square 0.8731
Dalam menentukan Hasil Uji f memerlukan data r square di dalam model fixed effect model,
dalam data di atas r square bernilaikan 0.8731 atau sekitar 87,31% yang merupakan
signifikan, selebih nya dijelaskan di luar model.

4.4.3 Analysis of the Determination Coefficient (R2)

Table 4.9
Variable Coefficient Std.err. t-Statistic Prob
C 97.33818 13.01988 7.48 0.000
GRDP 0.173897 0.1347878 0.55 0.591
Unemployment 0.3462174 0.1347878 2.57 0.018
HDI -1.104438 0.1696117 -6.51 0.000
PGR 0.8945873 0.3585733 2.49 0.021
Cross Section Fixed
R-square 0.8731
F-Statistic 10.90
Prob F 0.0001
Sumber: data diolah STATA 16

R2 (Koefisien Determinasi) menunjukan seberapa besar variabel-variabel independen


GRDP, Unemployment, HDI, dan PGR mempengaruhi variabel dependen tingkat kemiskinan
di Daerah Istimewa Yogyakarta, Hasil uji R2 dapat ditunjukkan pada tabel Model Fixed
Effect diatas. Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui R Square adalah 0.8731, hal ini
dapat di artikan bahwa 87.31% variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen.
Sedangkan sisanya 12.69% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang ikut mempengaruhi
tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai