Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT

PENGANGGURAN TERBUKA DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP


TINGKAT KEMISKINAN
DI JAWA TIMUR 2000-2022

JULIANSYAH DWI PURNAMA


201610180311043

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Salah satu target pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat

kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan adalah salah satu masalah yang selalu

dihadapi oleh manusia (Suliswanto, 2010). Kemiskinan merupakan masalah

penting bagi pembangunan ekonomi, karena masalah kemiskinan sangatlah

kompleks dan multidimensional, yang berkaitan erat dengan aspek sosial,

ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan telah mengurangi kesempatan

masyarakat untuk mendapatkan hak sebagai manusia yang layak untuk

mendaptkan semua kebutuhan hidup. Oleh sebab itu pengentasan kemiskinan

harus dilakukan secara komprehensif, mencakup aspek kehidupan masyarakat dan

dilaksanakan secara terpadu (Nsirdkk, 2008). Masalah kemiskinan selalu

mendapatkan perhatian utama di Indoensia. Hal ini disebabkan karena adanya

kesadaran pemerintah terhadap persoalan kemiskinan yang dapat mengakibatkan

munculnya berbagai persoalan social, politik dan ekonomi ditengah-tengah

masyarakat.

Menurut (Whisnu, 2011) salah satu sebab kemiskinan adalah karena

kurangnya pendapatan asset (lack of income and asset) untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan serta

pendidikan yang dapat diterima. Selain itu kemiskinan berkaitan erat dengan
keterbatasan lapangan pekerjaan yang ada dan juga biasanya mereka yang

digolongkan miskin tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) sedangkan jumlah

penduduk yang setiap tahun mengalami peningkatan.

Menurut (Waluyo, 2013) penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi dibedakan

menjadi tiga bagian yaitu :Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena

adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan

distribusi pendapatan yang timpang, artinya penduduk miskin hanya memiliki

sumber daya alam dengan jumlah yang terbatas dan kualitas rendah. Kedua,

kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas yang sumber daya manusia miliki,

artinya kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti tingkat

produktivitasnya juga rendah, yang pada akhirnya akan berdampak kepada upah

yang rendah. Kettiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal.

Istilah kemiskinan munucul ketika masyarakat tidak mampu memenuhi

kebutuhan sehari-harinya dan tidak dapat mencapai standar hidup tertentu.

Menurut Badan Pusat Statistik (2010), kemiskinan adalah ketidak mampuan dari

sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan. Ada beberapa jenis kemiskinan yaitu

kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan structural adalah

terjadi karena struktur yang membuat sebagian masyarakat tertentu mendominasi

sarana ekonomi, social, politik dan budaya (Sukirno, 2000). Sedangkan

kemiskinan cultural disebabkan oleh prilaku masyarakat itu sendiri seperti

perilaku hidup yang boros, kurangnya keterampilan bekerja dan tidak memliki

tabungan serta memiliki sikap pasrah kepada lingkungan.


Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa

Timur mengalami penurunan tetapi tingkat kemiskinan di provinsiJawa Timur

masih tetap tinggi Badan Pusat Statistik(2020).Kemiskinan menjadi masalah yang

penting di Indonesia dan menjadi focus perhatian bagi pemerintah Indonesia dan

terkhusus untuk ProvinsiJawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu

provinsi yang ada di pulau jawa dengan jumlah penduduk terbanyak kedua Badan

Pusat Statistik (2020). Kemiskinan dipicu oleh beberapa factor diantaranya ialah

pertumbuhan ekonomi jumlah penduduk dan masyarakat yang tidak memiliki

pekerjaan atau biasa disebut dengan pengangguran. Lantas pengangguran inilah

yang membuat masyarakat sulit dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengangguran memiliki hubungan erat dalam mempengaruhi tingkat

kemiskinan (Todaro, 2003). Kemiskinan akan berdampak terhadapstandar hidup

yang rendah di implemantasikan secara kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk

pendapatn yang rendah, kosnsumsi yang sangat rendah, hunian yang kurang

layak, kesehatan yang buruk, tingkat Pendidikan yang rendah dan angka harapan

hidup yang begitu singkat. Tingkat pengangguran di Jawa Timur terus mengalami

fluktuasi seiring dengan penekanan jumlah pengangguran untuk mencapai

kesejahteraan yang diinginkan.

Faktor lain yang menyebabkan kemiskinan adalah jumlah penduduk. Jumlah

penduduk adalah salah satu indicator penting dalam suatu negara. Jumlah

penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan masalah

mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat

mengakibatkan tidak tercapainya target pembangunan yaitu kesejahteraan rakyat


serta menekan angka kemiskinan. Provinsi Jawa Timur memiliki sumber daya

manusia (SDM) yang begitu banyak dengan jumlah penduduk pada tahun 2019

sebesar 39,6 juta jiwa.. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur

bertambah tergantung dari jumlah kelahirannya. Jumlah penduduk akan menjadi

sebuah masalah bagi pemerintah jika tidak bisa dikendalikan, itu dikarenakan jika

jumlah penduduk tiap tahun semakin bertambah maka akan berdampak pada

kenaikan angka kemiskinan juga. Pemerintah akan sulit untuk menyediakan

lapangan pekerjaan untuk masyarakat jika jumlah penduduk tinggi.

Keberhasilan pembangunan bisa diartikan sebagai upaya mencapai tingkat

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang berkelanjutan agar negara

tersebut dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibandingkan dengan laju

pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). Oleh karenaitu, setiap daerah menetapkan

target laju pertumbuhan yang tinggi dalam perencanaan dan pembangunan

daerahnya. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan

merupakan factor utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Untuk

mengetahui perkembangan ekonomi di suatu wilayah tertentu, ukuran yang sering

digunakan adalah pertumbuhan ekonomi.

Beberapa daerah memiliki pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah

lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Kemajuan yang terjadi di daerah-

daerah tersebut tidak sama karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki,

adanya peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah

memiliki fasilitas seperti sarana perhubungan, jarungan listrik, jaringan

telekomunikasi, perbankan, asuransi dan tenaga kerja yang terampil serta adanya
ketimpangan reditribusi pembagian pendapatan dari penerintah pusat kepada

daerah (Arifin, 2010).

Berdasaran permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian adalah untuk

meneliti tentang Pengaruh Jumlah Penduduk, Pengangguran, Dan Pertumbuhan

Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2000 – 2022.

Tabel 1.1 Persentase Angka Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Tikat


Pengangguran, dan Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur
Tahun 2000-2022

Tahu Pertumbuhan Pengangguran Jumlah


Kemiskinan
n Ekonomi Terbuka Penduduk
2000 3.42 4.39 34,455,226 22.77
2001 3.64 4.36 35,032,452 20.73
2002 3.8 4.52 35,301,796 20.34
2003 4.78 5.06 35,574,080 19.52
2004 5.83 5 35,849,345 19.1
2005 5.84 8.51 36,127,618 22.51
2006 5.8 7.72 36,408,960 19.89
2007 6.28 6.79 36,693,404 19.98
2008 5.94 6.42 36,981,001 18.51
2009 5.01 5.08 37,271,775 16.68
2010 6.68 4.25 37,565,706 15.26
2011 7.22 5.33 37,840,657 14.27
2012 7.27 4.09 38,106,590 13.4
2013 6.55 4.3 38,363,195 12.55
2014 5.86 4.19 38,610,202 12.42
2015 5.44 4.47 38,847,561 12.34
2016 5.55 4.21 39,075,152 12.05
2017 5.45 4 39,292,971 11.77
2018 5.5 3.99 39,500,851 10.98
2019 5.52 3.92 39,698,631 10.2
2020 2.33 5.84 40,665,696 11.46
2021 3.57 5.74 40,878,789 11.4
2022 5.34 5.49 41,149,974 10.38
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur Tahun 2023
Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan data Kemiskinan, Pertumbuhan

Ekonomi, Pengangguran Terbuka, dan Jumlah penduduk di provinsi jawa timur

tahun 2000-2022. Dengan data kemiskinan tertinggi pada tahun 2000 sebesar

22.77 persen dan turun pada tahun berikutnya. Untuk data pertumbuhan ekonomi

mengalami fluktuasi pada setiap tahunya dan pertumbuhan ekonomi tertinggi

pada tahun 2012 sebesar 7.27 persen setelah itu menurun dari tahun ke tahunya.

Pengangguran terbuka mengalami fluktuasi di setiap tahunya tertinggi terdapat di

tahun 2005 sebesar 8.51 persen dan menurun di tahun berikutnya. Dan jumlah

penduduk pada tahun 2000 sebanyak 34.455.226 jiwa. Kemudian pada tahun 2022

jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur mengalami kenaikan sehingga mencapai

angka 41,149,974 jiwa.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan penjelasan latar bekalang diatas maka rumusan masalah yang

dapat diambil dalam penelitian adalah :

1. Bagaimana tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan

jumlah penduduk dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun

2000 – 2022 ?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan jumlah

penduduk berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur tahun 2000 – 2022 ?

C. Batasan Masalah

Kemiskinan bisa diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi

satandar kebutuhan hidup dengan pendapatan yang dimiliki. Penelitian ini hanya
meneliti tentang pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan

tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur tahun 2000 – 2022.

D. TujuanPenelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan

jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022.

2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan

jumlah penduduk terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2000

– 2022.

E.ManfaatPenelitian

1. Sebagai bahan informasi, masukan dan pertimbangan bagi pemerintah

provinsi Jawa Timur dalam mengambil keputusan dan menetapkan

kebijakan tentang pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.


BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan berbagai daerah oleh sejumlah

peneliti diantaranya :

Penlitian (Rohani, 2016) yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Penduduk,

Pertumbuhan Ekonomi, pengangguran dan Inflasi terhadap tingkat kemsikinan di

Provinsi Sulawesi Selatan”. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah

Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, pengangguran dan Inflasiserta

tingkat kemiskinan. Metodologinya ialah peneliti menggunakan uji asumsi klasik

yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan

uji autokorelasi, serta Koefisien Determinasi ( R2) dan Metode regresi berganda

yang meliputi uji t parsial dan uji f. Hasil dalam penelitian yaitu menunjukkan

bahwa pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan tingkat

inflasi berpengaurh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi

Selatan.

Selanjtunya penelitian yang dilakukan oleh (Dwi, 2017) yang berjudul

“Analisi Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengangguan

terhadap Kemiskinan di DIY periode 2006-2013”. Variabel yang di pakai dalam

penelitian ini ialah jumlah penduduk, tingkat Pendidikan dan tingkat

pengangguran. Metodologinya ialah peneliti menggunakan uji chow, uji hausman,

regresi panel random effect,uji ( R2), dan uji f. Dengan hasil menunjukan bahwa
nilai koefisien determinasi diperoleh sebesar 82,10 persen, hal ini menandakan

bahwa variabel indepeden mampu menjelaskan variabel dependen

Penelitian (Kusuma, 2018) dengan judul “Pengaruh Pendidikan, Pendapatan

Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur”.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah Pendidikan,

pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Metodologi yang di gunakan yaitu uji

t, uji f dan ( R2) dan Hasil dari peneiltian menunjukan bahwa Pendidikan

berpengaruh negative dan signifikan terhadap kemiskinan Kabupaten dan Kota

Provinsi Jawa Timur.

Untuk Peneliti (Agustina, 2018) dengan judul penelitian “Pengaruh Jumlah

Penduduk, Tingkat Pengangguran dan Tingkat Pendidikan terhadap Kemiskinan

di Provinsi Aceh”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah

penduduk, tingkat pengangguran dan tingkat Pendidikan. Metodologi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi linear berganda

(Multiple Linear Regression) berdasarkan metode OLS (Ordinary Least Square).

Hasil untuk penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengangguran dan tingkat

Pendidikan terhadap kemiskinan berpengaruh positif dan signifikan.

Dan untuk peneliti (Rismawati, 2018) dengan judul penelitian “Pengaruh

Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan, dan Kesehatan Terhadap Angka

Kemiskinan di Kabupaten Gowa”. Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan, dan Kesehatan. Metodologi yang

di gunakan ialah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi, serta Koefisien


Determinasi ( R2) dan Metode regresi berganda yang meliputi uji t parsial dan uji f.

Dari hasil regresi diketahui bahwa jumlah penduduk memberikan pengaruh yang

negatif dan signifikan terhadap angka kemiskinan di Kabupaten Gowa.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini yaitu perbedaan

kurun waktu penelitian, dan variabel yang digunakan dalam penelitian.

B. Landasan Teori

1. Kemiskinan

Menurut Niemietz (2011) dalam Maipita (2014), kemiskinan adalah


ketidakmampuan untuk membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti
makanan, pakaian, papan, dan obat-obatan. Sedangkan Badan Pusat Statistik
(2016) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran.

Kemudian menurut Kuncoro (2000) dalam Tyas (2016) kemiskinan


adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan
dimana seseorang atau daerah tidak dapat meningkatkan kehidupan yang
lebih layak atau dapat dikatakan tidak dapat meningkatkan standar hidup
yang lebih baik.

Indikator Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik, indikator


kemiskinan terdiri dari (Badan Pusat Statistik, 2016):

a. Head Count Index, yaitu persentase penduduk yang berada di bawah


garis kemiskinan
b. Poverty Gap Index (Indeks kedalaman kemiskinan), merupakan ukuran
rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan.
c. Poverty Severity Indeks (Indeks keparahan kemiskinan), merupakan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Penyebab Kemiskinan Ada beberapa pandangan dari para ahli mengenai


penyebab kemiskinan, diantaranya adalah (Maipita, 2014: 60) :

Menurut Spicker, penyebab kemiskinan dibagi menjadi dalam 4 mazhab,


yaitu:

a. Individual explanation: Mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan


disebabkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang
dimaksud misalnya malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal,
termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih,
termasuk dalam memilih sekolah, memilih pekerjaan, jalan hidup, tempat
tinggal, dan lainnya.
b. Familiar explanation: Mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan
cenderung disebabkan oleh faktor keturunan. Dalam hal ini misalnya
tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa ke dalam
kemiskinan kaena kurangnya skill yang dimiliki untuk bekerja ditempat
yang layak. Akibatnya, sang orang tua juga tidak mampu memberikan
pendidikan yang layak kepada anaknya sehingga pada akhirnya si anak
juga jatuh kepada kemiskinan.
c. Subcultural explanation: Mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan
disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik
perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum
perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima
apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang
terhormat meski tidak diberi bayaran dan lainnya yang berakibat pada
kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin
karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang sudah demikian.
d. Structural explanation: Mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan
timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh
adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak
untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di
antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.

Menurut Isdjoyo, membedakan penyebab kemiskinan di desa dan di kota.


Pertama, kemiskinan di desa disebabkan oleh faktor-faktor, diantaranya:

a. Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja,


rendahnya harga produk yang dihasilkan, dan tingginya biaya
pendidikan.
b. Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya
transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka
terkucil dan menjadi miskin.
c. Kemiskinan materi. Kondisi ini diakibatkan kurangnya modal dan
minimnya lahan pertanian yang dimiliki menyebabkan penghasilan
mereka relatif rendah.
d. Kerentanan, sulitnya mendapat pekerjaan, pekerjaan musiman, dan
bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin.
e. Sikap. Sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk
bekerja keras membuat mereka menjadi miskin. Kedua, kemiskinan di
kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan
kemiskinan yang terjadi di desa. Perbedaannya terletak pada penyebab
dari faktor-faktor tersebut. Misalnya faktor ketidakberdayaan di kota
cenderung disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan, dan tingginya
biaya hidup.

Sharp, et.al (1996) dalam Kuncoro (2006) mencoba mengidentifikasi


penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro
kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua,
kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia.
Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga
penyebab kemiskinan tersebut bermuara pada teori lingkaran setan
kemiskinan (Vicious circle of poverty) menurut Nurkse (Kuncoro, 2006):
Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal
mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya
pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi.
Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya.

2. Jumlah Penduduk
Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2013) menjabarkan penduduk
adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Sedangkan menurut Said (2012)
yang dimaksud dengan penduduk adalah jumlah orang yang bertempat tinggal
di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari prosesproses
demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
Reverend Thomas Maltus pada tahun 1798 (Arsyad, 2014)
mengemukakan teorinya tentang hubungan pertumbuhan penduduk dengan
pembangunan ekonomi. Dalam tulisannya konsep hasil yang menurun
(concept of dimishing return). Maltus menjelaskan kecenderungan umum
penduduk suatu negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat
setiap 30-40 tahun. Sementara itu saat yang sama, karena hasil yang menurun
dari faktor produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret
hitung. Oleh karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan
perkapita (dalam masyarakat tani didefinisikan sebagai produksi pangan
perkapita) akan cenderung turun menjadi sangat rendah, yang menyebabkan
13 jumlah penduduk tidak pernah stabil, atau hanya sedikit diatas tingkat
subsisten yaitu pendapatan yang hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan
sekedar untuk hidup.
Menurut Maier (Kuncoro, 2012) di kalangan para pakar pembangunan
telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak
hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin
membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan
sumberdaya manusia.
Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
memperlambat pembangunan, yaitu:
a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan dibutuhkan untuk membuat
konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya
perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang
gilirannya membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit;
b. Banyak negara yang penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor
pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara
sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian Karena
pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor
pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan
pekerjaan modern lainnya;
c. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan
perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan
sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama
pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarannya di kota-kota membawa
masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat
kesejahteraan warga kota.
Telah lain menunjukkan bahwa penduduk memiliki dua peranan
dalam pembangunan ekonomi; satu dari segi permintaan dan yang lain dari
segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai
konsumen dan dari segi penawaran penduduk bertindak sebagai produsen.
Oleh karena itu, perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu
merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika
penduduk ini mempunyai kapasitas tinggi untuk menghasilkan dan
menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan
penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi
pula. Jadi pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan rendah tidak
ada gunanya bagi pembangunan ekonomi. Disisi lain, alasan penduduk
dipandang logis sebagai penghambat pembangunan, dikarenakan jumlah
penduduk yang besar dan dengan pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya
menambah beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan
memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah
ketenagakerjaan (Dumairy, 2016).
Bagi negara-negara berkembang keadaan perkembangan penduduk
yang cepat justru akan menghambat perkembangan ekonomi. Karena akan
selalu ada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tingkat
perkembangan penduduk, yang akhirnya akan dimenangkan oleh
perkembangan penduduk. Jadi, karena penduduk juga berfungsi sebagai
tenaga kerja, maka paling tidak terdapat kesulitan memperoleh kesempatan
kerja. Jika mereka tidak memperoleh pekerjaan atau menganggur, maka
justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah.
Penduduk yang selalu berkembang menuntut adanya perkembangan
ekonomi yang terus-menerus. Semua ini memerlukan lebih banyak
investasi. Bagi negara berkembang, cepatnya perkembangan penduduk
menjadi sebuah ganjalan dalam perkembangan ekonomi, karena negara-
negara ini memiliki sedikit kapital.
Todaro (2014), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian
setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah
satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan
kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif,
sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan
ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan
kerja yang digunakan dalam proses produksi maka output hasil produksi
akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu.
Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan
negatif yang ditimbulkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk,
namun selama beberapa dekade mulai muncul gagasan baru. Gagasan
tersebut dikemukakan oleh Robert Cassen dalam Todaro (2014) sebagai
berikut:
a. Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan
tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materi.
b. Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya
masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi
semakin jauh. Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat
meskipun memang bukan merupakan penyebab utama dari
keterbelakangan, harus disadari bahwa hal tersebut merupakan salah
satu faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak Negara.
c. Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai
konsekuensi ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan masalah
yang utama harus dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka
kemudian mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang terlalu
cepat mendorong timbulnya berbagai macam masalah ekonomi, sosial
dan psikologis yang melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang
menjerat negaranegara berkembang.

Melonjaknya beban pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut


jelas akan mengurangi kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk
meningkatkan taraf hidup generasi dan mendorong terjadinya transfer
kemiskinan kepada generasi mendatang yang berasal dari keluarga
berpenghasilan menengah ke bawah (Todaro, 2014).

Pertumbuhan penduduk juga menghalangi prospek tercapainya


kehidupan yang lebih baik karena mengurangi tabungan rumah tangga dan
juga negara. Di samping itu, jumlah penduduk yang terlampau besar akan
menguras kas pemerintah yang sudah sangat terbatas untuk menyediakan
berbagai pelayanan kesehatan, ekonomi dan sosial bagi generasi baru.

3. Pertumbuhan Ekonomi
Definisi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu perekonomian.
Kemajuan suatu perekonomian ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang
ditunjukan oleh perubahan output nasional. Adanya perubahan output dalam
perekonomian merupakan analisis ekonomi jangka pendek. Menurut Sukirno
(2016) pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun
tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pembangunan
Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan, artinya
ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara pada suatu tahun
tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku
dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lainnya yang
berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan
pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia.
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan
jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas. Salah satu
sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah.Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan
pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga
konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan
output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada ”proses”, karena
mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu
pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam
kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk
dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh
pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai
efektifitasnya.
Menurut Scumpeter (2014) pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan
jangka panjang secara perlahan dan mantap terjadi melalui kenaikan tabungan
dan penduduk. Sedangkan menurut Djojohadikusumo dalam Sanusi (2004)
pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses peningkatan produksi barang
dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan ekonomi
menurut mereka mengacu kepada permasalahan negara terbelakang,
sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada permasalahan negara
maju.
Indikator Pertumbuhan Ekonomi Indikator pertumbuhan ekonomi
sebagaimana teori yang dikemukakan Adisasmita (2014) ada beberapa
indikator yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk melihat pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah adalah sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan Pendapatan Dalam keadaan yang ideal, di mana
pendapatan dengan mutlak didistribusikan secara adil, 80 persen populasi
terbawah akan menerima 80 persen dari total pendapatan, sedangkan 20
persen populasi teratas menerima 20 persen total pendapatan. Indikator
ketidak seimbangan pendapatan dapat diterapkan untuk menilai
keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
b. Perubahan Struktur Perekonomian Dalam masyarakat yang maju,
pembangunan ekonomi yang dilaksanakan akan mengakibatkan perubahan
struktur perekonomian, dimana terjadi kecendrungan bahwa kontribusi
(peran) sektor pertanian terhadap nilai PDRB akan menurun, sedangkan
kontribusi sektor industri akan meningkat. Sektor industri memiliki
peranan sangat penting dalam pembangunan nasional dan regional, sektor
industri dapat menyediakan lapangan kerja yang luas, memberikan
peningkatan pendapatan kepada masyarakat, menghasilkan devisa yang
dihasilkan dari exspor.
c. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Masalah ketenagakerjaan dan kesempatan
kerja merupakan salah satu masalah yang stategis dan sangat mendesak
dalam pembangunan di Indonesia. Penduduk Indonesia yang berjumlah
lebih dari 240 jiwa, tingkat pengangguran cukup tinggi dan cenderung
bertambah luas akibat krisis financial Negara-negara di dunia. Untuk
mengatasi krisis ekonomi yang sangat luas tersebut, diperlukan peranan
pemerintah.
d. Tingkat dan Penyebaran Kemudahan Dalam hal ini “kemudahan” diartikan
sebagai kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, baik
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (seperti sandang, pangan, papan,
memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan, kesempatan melakukan
ibadah, rekreasi dan sebagainya), maupun pemenuhan kebutuhan untuk
dapat melakukan kegiatan usaha misalnya mendapatkan bahan baku,
bahan penolong, suku cadang, listrik, air bersih, dan jasa-jasa seperti jasa
angkutan, pemasaran, perbankan dan lainnya)
e. Produk Domestik Regional Bruto Salah satu konsep yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi regional (wilayah) adalah konsep Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan ukuran prestasi
(keberhasilan) ekonomi dari seluruh kegiatan ekonomi.
4. Tingkat Pengangguran
Teori Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum
dapat memperolehnya (Sukirno, 2016). Seseorang yang tidak bekerja, tetapi
tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.
Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh tidak seimbangan pada pasar
tenaga kerja. Hal ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan
melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) dalam indikator
ketenagakerjaan, pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru
atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja
tetapi belum mulai bekerja.
Pengangguran merupakan masalah makro ekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi kebanyakan
orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan
psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang
sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering
mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu
menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2003)
Tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai
penganggur. Penganggur adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan.
Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan
tetapi belum memperolehnya (Sukirno, 2016). Dalam standar pengertian yang
sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan pengangguran
adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara
aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak
dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya (Sukirno, 2016).
Pengangguran menunjukkan sumber daya yang terbuang. Para pengangguran
memiliki potensi untuk memberikan kontribusi pada pendapatan nasional,
tetapi mereka tidak dapat melakukannya. Pencarian pekerjaan yang cocok
dengan keahlian mereka adalah menggembirakan jika pencarian itu berakhir,
dan orang-orang yang menuggu pekerjaan di perusahaan yang membayar
upah di atas keseimbangan merasa senang ketika lowongan terbuka. (Sukirno,
2016).
Angkatan kerja meliputi populasi dewasa yang sedang bekerja atau sedang
mencari kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan
golongan yang menganggur. Golongan yang bekerja merupakan sebagian
masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan yang menghasilkan barang dan
jasa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya yang tergolong siap bekerja dan
mencari pekerjaan termasukdalam golongan menganggur. Golongan
penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang
berumur di antara 15 sampai 64 tahun. Bukan angkatan kerja adalah bagian
dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan, atau bisa
dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat
atau tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produksi (Sukirno, 2013:126).
Kelompok bukan angkatan kerja ini terdiri atas golongan yang bersekolah,
golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain yang menerima
pendapatan. Jika dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara
internasional, yang dimaksudkan pengangguran adalah seseorang yang sudah
digolongkan dalam angkatan kerja yang sedang aktif dalam mencari
pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh
pekerjaan yang diinginkannya.
Maka menurut sebab terjadinya, pengangguran menurut Sukirno (2016)
digolongkan kepada tiga jenis yaitu:
a. Pengangguran friksional Pengangguran friksional adalah pengangguran
yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari
kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat
berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan
seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi.
Pengangguran friksional tidak bisa dielakkan dari perekonomian yang
sedang berubah. Untuk beberapa alasan, jenis-jenis barang yang
dikonsumsi perusahaan dan rumah tangga bervariasi sepanjang waktu.
Ketika permintaan terhadap barang bergeser, begitu pula permintan
terhadap tenaga kerja yang memproduksi barang-barang tersebut.
b. Pengangguran struktural Pengangguran struktural terjadi karena ada
problema dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan
struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga
kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu
menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut.
c. Pengangguran konjungtur. Pengangguran konjungtur terjadi karena
kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengangguran
dalam permintaan agregat.

Sukirno (2016), mengklasifikasikan pengangguran berdasarkan cirinya,


dibagi menjadi empat kelompok:

1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak
mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena
memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara
maksimal dan sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih
rendah daripada pertambahan tenaga kerja. Efek dari keadaan ini di dalam
suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan suatu
pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan
oleh karena dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka
dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun,
dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau
sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri.
2) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara
optimal karena suatu alasan tertentu. Salah satunya adalah karena kecilnya
perusahaan dengan tenaga kerja yang terlalu banyak sehingga untuk
menjalakan kegiatannya tidak efisien. Kelebihan tenaga kerja yang
digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.
3) Setengah Menganggur
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara
optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja
setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari
35 jam selama seminggu. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua
hari dalam seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja
yang mempunyai masa kerja seperti ini digolongkan sebagai setengah
menganggur.
4) Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja karena
terikat pada musim tertentu. Pengangguran seperti ini terutama di sektor
pertanian dan perikanan. Pada umumnya petani tidak begitu aktif di antara
waktu sesudah menanam dan panen. Apabial dalam masa tersebut mereka
tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur.
Dalam membicarakan mengenai pengangguran yang selalu
diperhatikan bukanlah mengenai jumlah pengangguran, tetapi mengenai
tingkat pengangguran yang dinyatakan sebagai persentasi dari angkatan
kerja (Sukirno, 2016). Untuk melihat keterjangkauan pekerja (kesempatan
bekerja), maka digunakan rumus Tingkat Pengangguran Terbuka. Definisi
dari tingkat pengangguran terbuka ialah persentase penduduk yang
mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari
pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, yang
sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari sejumlah
angkatan kerja yang ada (BPS, 2010)
Tingkat pengangguran terbuka memberikan indikasi tentang
penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok penganggur. Tingkat
pengangguran kerja diukur sebagi persentase jumlah penganggur terhadap
jumlah angkatan kerja. Untuk mengukur tingkat pengangguran terbuka
pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja dan dinyatakan dalam persen.
Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak
mempunyai pekerjaan.Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum
mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal da nada juga
yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja. (Dharmayanti,
2011).
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah angka yang
menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap penduduk yang masuk
kategori angkatan kerja. Pengangguran terbuka (open unemployment)
didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan,
baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang bekerja
sebelumnya. Sedang pekerja yang digolongkan setengah penganguran
(underemployment) adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh
atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah (di
bawah sepertiga jam kerja normal, atau berarti bekerja kurang dari 35 jam
dalam seminggu). Namun masih mau menerima pekerjaan, serta mereka
yang tidak mencari pekerjaan namun mau menerima pekerjaan itu.
Pekerja digolongkan setengah pengangguran parah (severely
underemployment) bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam
kerja kurang dari 25 jam seminggu. Menurut BPS (2010), Pengangguran
terbuka terdiri atas:
a. Penduduk yang sedang mencari pekerjaan
b. Penduduk yang sedang mempersiapkan usaha
c. Penduduk yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan
d. Penduduk yang sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja.
Pengangguran terbuka biasanya terjadi pada geerasi muda yang baru
menyelesaikan pendidikan menengah dan tinggi. Ada kecenderung mereka
yang baru menyelesaikan pendidikan berusaha mencari kerja sesuai dengan
aspirasi mereka. Aspirasi mereka biasanya adalah bekerja disektor modern
atau di kantor. Untuk mendapatkan pekerjaan itu mereka bersedia
menunggu untuk beberapa lama. Tidak tertutup kemungkingan mereka
berusaha mencari pekerjaan itu di kota atau di provinsi atau daerah yang
kegiatan industry telah berkembang. Ini yang menyebabkan angka
pengangguran terbuka cenderung tinggi di kota atau daerah yang kegiatan
industry atau sektor modern telah berkembang (Kuncoro, 2006).
Sebaliknya angka pengangguran terbuka rendah di daerah atau provinsi
yang kegiatan ekonomi masih bertumpu pada sektor pertanian. Apalagi
tingkat pendidikan di daerah tersebut rendah. Pada umumnya, mereka yang
berpendidikan rendah bersedia bekerja apa saja untuk menopang kehidupan.
Bila sektor pertanian kurang dapat menjamin kelangsungan hidup, mereka
bersedia berusaha di kantor 32 informal. Mereka tidak memperdulikan
apakah jam kerja panjang atau penghasilan rendah. Bagi mereka yang
penting dapat bertahan hidup.
Beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua aspek
dimana dua aspek tersebut yaitu: (Sukirno, 2016)
1. Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian Tingkat pengangguran
yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai
pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini dapat dengan jelas dilihat
dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang
ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut
dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan
tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya. Hal ini terjadi
karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil
(nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada
pendapatan pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya).
Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun
akan lebih rendah.
b) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah
berkurang. Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan
ekonomi yang rendah, dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah
pendapatan pajak pemerintah semakin sedikit. Jika penerimaan
pajak rendah, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan
berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus
menurun.
c) Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.

Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan


sektor swasta. Yang pertama, pengangguran tenaga buruh diikuti pula
oleh kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Kedua,
pengangguran yang diakibatkan keuntungan kelesuan berkurang.
Kegiatan Keuntungan perusahaan yang rendah menyebabkan
mengurangi keinginan untuk melakukan investasi.

2. Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat Pengangguran akan


mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan sosial dalam
masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan oleh
pengangguran adalah:
a) Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencarian dan
pendapatan.
b) Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan.
Keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat
dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek.
c) Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat
menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah.
5. Hubungan Variabel- variabel Dependen dan Independen

1) Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator untuk melihat

keberhasilan suatu pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan

tingkat kemiskinan. Menurut (Wahyuniarti, 2010) sayaratnya adalah hasil

dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar secara merata disetiap

golongan masyarakat, termasuk digolongan penduduk miskin.

Sedangkan dalam penelitiannya (Yudha, 2013), ditemukan bahwa

terdapat hubungan yang negative antara pertumbuhan ekonomi dan

tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi membuat tingkat

kemiskinan menurun.

2) Hubungan pengangguran dan kemiskinan

Pengangguran dan kemiskinan memiliki hubungan yang sangat erat,

hal ini bisa dilihat ketika suatu masyarakat atau orang memiliki pekerjaan

makai ia akan mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sedangkan ketika suatu masyarakat atau orang tidak memiliki

pekerjaan (pengangguran) maka ia tidak akan memiliki penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hal itu akan berdampak pada

meningkatnya tingkat kemiskinan.


Menurut (Sukirno, 2010), efek buruk dari pengangguran adalah

mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi

tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang. Tentunya semakin turun

kesejahteraan suatu masyarakat karena menganggur maka akan

meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan dikarenakan

tidak memiliki pendapatan.

3) Hubungan jumlah penduduk terhadap kemisikinan

Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi disuatu daerah

merupakan permasalahan mendasar menurut (Kuncoro, 1997). Hal ini

disebabkam karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan

mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi.

Mengenai pengaruh jumlah penduduk terhadap pembangunan terdapat

dua pandangan yang berbeda. Pertama ialah pandangan pesimisitis, yang

artinya pendapat ini menunjukan bahwa penduduk (pertumbuhan

penduduk yang pesat) dapat mempengaruhi dan mendorong pengurasan

sumberdaya manusia, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan,

kehancuran ekologis, kemudian dapat memunculkan masalah-masalah

sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan (Erlich, 1981).

Sedangkan yang kedua ialah pandangan optimis, yang artinya

pendapat ini menunjukkan bahwa penduduk adalah asset yang

memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan inovasi

teknologi dan istitusional sehingga dapat mendorong perbaikkan kondisi

sosial.
Selain itu, besarnya jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap

kemiskinan (Todaro, 2000). Dimana saat jumlah penduduk bertambah

maka kemiskinan juga akan meningkat.


C. Kerangka Pemikiran

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Dan Jumlah


Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Timur 2000 - 2022

Parametrik:
Penelitian oleh Rohani tahun 2016 dengan judul “Pengaruh
Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Dan
Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Sulawesi Selatan”
Teoritik:
Penelitian oleh Kurnia Dwi Rahmawati tahun 2017 dengan judul Niemistz (2011) dalam
“Analisis Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan Dan Tingkat maipita, (2014) tentang
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di DIY Tahun 2006 – 2013”
Penelitian oleh Elda Wahyu Azizah, Sudarti, Dan Hendra Kusuma
Kemiskinan
tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Pendididakan, Pendapatan Reverend Thomas Maltus
Perkapita Dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Di Jawa 1978 (Arsyad), (2014)
Timur” tentang Jumlah Penduduk
Penelitian oleh Eka Agustina, Mohd. Nur Syechalad, Abubakar Scumpter (2014) tentang
Hamzah tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Jumlah Penduduk,
Tingkat Pengangguran Dan Tingkat Pendidikan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Kemiskinan Di Provinsi Aceh Mankiw (2003) tentang
Penelitian oleh Rismawati tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Pengangguran
Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan, Dan Kesehatan Terhadap
Angka Kemiskinan Di Kabupaten Gowa”

Rumusan masalah:
Bagaimana tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan jumlah
penduduk dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2000 – 2022 ?

Pertumbuhan Pengangguran Jumlah


Ekonomi Terbuka Penduduk

Hipotesis yang dihasilkan:


Diduga bahwa Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengagguran Terbuka, Dan Jumlah
Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Kemiskinan Di Provinsi Jawa Timur
tahun 2000 - 2022

Teknik analisis yang digunakan:


Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel yang menggunakan
regresi linier berganda, uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas, uji t, uji f, dan koefisien determinasi (R2).
Berdasarkan gambar kerangka pemikiran di atas dapat dijelaskan

bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran.

Kemudian variabel-variabel tersebut sebagai variabel bebas (indpenden)

dan bersama-sama dengan variabel terikat (dependen) yaitu kemiskinan

diukur menggunakan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat

signifikasinya. Dengan hasil regresi tersebut diharapkan mendapatkan

tingkat tingkat signifikasi dari setiap variabel independent dalam

mempengaruhi variabel dependen yaitu kemiskinan. Kemudian tingkat

signifikasi setiap variabel indpenden tersebut diharapkan dapat

memberikan gambaran kepada pemerintah dan pihak yang terkait

mengenai penyebab kemiskinan di Jawa Timur dalam rangka

merumuskan suatu kebijakan yang relevan dalam upaya pengentasan

kemiskinan.

D. Hipotesis

Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara atau kesimpulan yang

diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian

yang sebenarrnya masih harus di uji secara empiris. Hipotesis merupakan

pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun

berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan

dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih

(Supranto, 1997).
Mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan

penelitian sebelumnya yang pernah dilakukakn berkaitan dengan

penelitian dibidang ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut;

1. Diduga pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan jumlah

penduduk berpengaruh terhadap kemiskinan.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Penlitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur

dipilih sebagai tempat penilitian adalah dengan pertimbangan bahwa Provinsi

Jawa Timur memiliki luas terbesar diantara 6 provinsi di Pulau Jawa. Selain itu

Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah

jawa barat dan Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di pulau

jawa.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kuantitatif yaitu suatu metode penlitian menggunakan data angka yang diukur

dalam skala angka. Penelitian ini melakukan perhitungan-perhitungan terhadap

data determinan kemiskinan yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada

sesuai dengan tujuan penelitian.

C. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang

berupa data time series dari 2000-2022. Data yang diperoleh berupa informasi

yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi terkait, yaitu Badan Pusat

Statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang

pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan pengangguran serta kemiskinan di

Provinsi Jawa Timur.


D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data di penelitian ini adalah

teknik dokumentasi yang merupakan pengumpulan data tertulis atau dokumen

yang sudah ada melalu instansi terkait, yakni Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun

2000 – 2022.

E. Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Pengangguran Dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Di Jawa Timur

Tahun 2000-2022”. Dalam penelitian ini menggunakan 4 variabel yaitu memiliki

variable dependent (Y) dan 3 memiliki variable independent (X). sedangkan

varibael indenpent meliputi jumlah penduduk, pengangguran terbuka, dan

pertumbuhan ekonomi. Adapun variable dan definisi operasional variabel dalam

penelitian ini adalah sebabagai berikut:

1. Tingkat Kemiskinan (Y)

Sejumlah penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup

yang telah di terapkan oleh suatu badan atau orang tertentu dan

perhitungan yang dilakukan oleh badan atau organisasi tersebut digunakan

sebagai standart perhitungan untuk menentukan jumlah kemiskinan yang

ada di suatu daerah. Atau singkatnya, pendudukan yang hidup di bawah

garis kemiskinan yang di tetapkan Badan Pusat Statistik (BPS)

2. Pertumbuhan Ekonomi (X1)

Proses kenaikan perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang dan

salah satu indikator keberhasilan pembangunan, makin tingginya


pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan

masyarakat. Pertumbuhan ekonomi di proksi dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB)

3. Pengangguran Terbuka(X2)

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah meliputi penduduk yang

sedang mencari pekerjaan, penduduk yang sedang mempersiapkan suatu

usaha, penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan,

penduduk yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

4. Jumlah Penduduk (X3)

Penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS) semua orang yang

berdomisili di wilayah geografis provinsi jawa timur selama 6 bulan atau lebih

dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk

menetap

F. Teknik Analisis Data

1. Regresi Linier Berganda

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

ekonometrika yaitu Regresi Linier Berganda.

Y=a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e

Keterangan :

Y = Tingkat kemiskinan

a = konstanta atau bilangan tetap

b1 b2 b3 = koefisien Regresi Variabel independent


e = eror

X1-X3 = Variabel independent

X1 = Pertumbuhan Ekonomi

X2 = Pengangguran Terbuka

X3 = Jumlah Penduduk

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Menurut (Ghozali, 2002) uji normalitas bertujuan untuk

menguji apakah pada model regresi, varibael terikat dan variabel

bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Sedangkan

model regresi yang baik adalah model regresi yang mempunyai

distribusi normal atau mendekati normal (Ghozali, 2002).

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara

residual suatu observasi dengan residual lainnya (Winarno, 2009).

Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan peganggu pada

perode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) jika

terdapat korelasi maka dinamakan dengan problem autokorelasi.

Uji autokorelasi yang sederhana bisa dilakukan menggunakan uji

Durbin Watson (DW). Untuk mendeteksi autokorelasi dapat


dilakukan dengan cara membandingkan antara DW statistic dengan

DW tabel.

Ada beberapa kriteria dalam pengujiannya, diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Jika nilai DW statistik terletak antara 0 < d < dl, maka H0 yang

menyatakan tidak ada autokorelasi positif ditolak.

2. Jika nilai DW statistkc antara 4 – dl < d < 4, maka H0 yang

menyatakan tidak ada autokorelasi negative ditolak.

3. Jika nilai DW statistik terletak antara du < d < 4 – du, maka H0

yang menyatakan tudak ada autokorelasi negative diterima.

4. Jika nilai DW statistik terletak antara dl ≤ d ≤ du, maka

dinyatakan ragu-ragu tidak ada autokerlasi positif.

5. Jika nilai DW statistik terletak antara du ≤ d ≤ 4 - dl, maka

dinyatakan ragu-ragu tidak ada autokerlasi negatif.

c. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas yaitu adanya hubungan yang kuat

antara variabel-variabel indpenden dalam persamaan regresi.

Menurut (Ghazali, 2002) multikolinieritas memiliki arti bahwa

terdapat hubungan linear yang “sempurna” atau pasti diantara

beberapa atau semua variable independent (variabel yang

menjelaskan( dari model regresi. Adanya multikolinieritas dalam

persamaan regresi memiliki konsekuensi yang mengakibatkan

ketidakpastian estimasi, sehingga mengarahkan kesimpulan untuk


menerima hipotesis nol. Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk

mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan ada tidaknya

hubungan antar variabel bebas dengan melihat nilai tolerance dan

variance inflation factor (VIF).

d. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu

pengamatan ke pengamatang yang lain. Heteroskedastisitas terjadi

jika variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk

semua observasi. Jika nilai sig. > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa

tidak terjadi heteroskedastisitas dan sebaliknya.

1. Pengujian Hipotesis

Uji signifikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji

kebenaran atau kesalahan hasil dari hipotesis nol dari sampel (Gujarati,

1995). Alat uji yang digunakan dalam penelitian adalah alat uji statistika,

yaitu pengujian koefisien regresi parsial (uji t) dan pengujian koefisien

regresi secara Bersama-sama (uji F) serta pengujian koefisien determinasi

(uji-R2) dengan derajat signifikan atau derajat kepercayaan 0,05 (5%).

a. Uji t

Uji t dilakukan untuk menguji signifikasi variabel independen

terhadap variabel dependen secara individual dan menganggap variabel

lain konstan.

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:


a) H0 : b1 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel pertumbuhan

ekonomi dengan kemiskinan

H1 :b1< 0 ada pengaurh negative antara variabel pertumbuhan

ekonomi dengan kemiskinan

b) H0 : b2 = 0 tidak ada pengaruh antara variabel jumlah penduduk

dengan kemiskinan

H1 : b2 < 0 ada pengaruh negative antara variabel jumlah

penduduk dengan kemiskinan

c) H0 : b3 = 0 tidak ada pengaurh antar variabel pengangguran

terbuka terhadap kemiskinan

H1 : b3 = 0 ada pengaruh positif antara variabel pengangguran

terbuka terhadap kemiskinan

Nilai t hitung dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bi∗¿
t = Bi− ¿
SE(Bi)

Keterangan:

Βi = parameter yang diestimasi

Βi* = nilai hipotesis dari Bi (H0 :Bi = Bi*)

SE(Bi) = simpangan baku Bi

Pada saat tingkat signifikasi 5 persen dengan pengujian yang

digunakan adalah sebagai berikut:


a) Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak, artinya salah satu variabel

independent mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

b) Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima, artinya salah satu variabel

independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara

signifikan.

b. Uji F

Uji statistik F merupakan pengujian yang pada dasarnya

menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam

model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

terikat. Hipotesis yang digunakan yaitu:

1) H0 : b1, b2, b3 = 0 artinya semua variabel independen tidak

mampu mempengaruhi variabel dependen

secara bersama-sama.

2) H1 : b1, b2, b3 artinya semua variabel independent

mampu mempengaruhi variabel dependen

secara bersama-sama.

Nilai F hitung dapat dirumuskan sebagai berikut: R2

R 2 /(k −1)
F=
1−R2 /( N −1)

Keterangan:

k = jumlah parameter yang diestimesi termasuk konstanta

N= jumlah observasi
Pada tingkat signifikasi 5 persen, kriteria pengujian yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1) H0 diterima dan H1 ditolak jika F hitung < F tabel, yang artinya

variabel penjelas secara bersama-sama tidak mempengaruhi

variabel yang dijelaskan secara signifikan

2) H0 ditolak dan H1 diterima jika F hitung > F tabel, artinya

variabel penjelas secara bersama-sama mempengaruhi variabel

yang dijelaskan secara signifikan.

c. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Menurut (Ghazali: 2002), ia menyatakan bahwa koefisien

determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

suatu model dalam menerangkan variasi variabel terkait. Nilai (R2)

adalah nilai antara nol dan satu. Nilai (R2) yang kecil (mendekati nol)

memiliki arti bahwa kemampuan satu variabel dalam menjelaskan

variabel dependen amat terbatas. Sedangkan nilai yang mendekati satu

berarti variabel independent memberikan hamper seluruh informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Kelemahan mendasar dalam penggunaan determinasi adalah bias

yang terjadi terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke

dalam model. Setiap tambahan satu variabel pasti mengalami kenaikan

meskipun variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen.
BAB IV

A. Gambaran Umum

1. Kondisi Geografis

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki letak di

pulau jawa selain beberapa provinsi lainnya seperti Provinsi Daerah Khusus

Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta), Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat,

Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Isitimewa Yogyakarta. Lokasi

Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,00 hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,120

hingga 8,480 lintang Selatan. Karena letaknya berada di sekitar garis

khatulistiwa, Provinsi Jawa Timur memiliki 2 musim yaitu musim penghujan

dan musim kemarau. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di Utara. Di

sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali dan di sebelah Selatan berbatsaan

dengan Samudera Hindia. Sedangkan di Barat berbatasan dengan Provinsi

Jawa Tengah.

Wilayah Provinsi Jawa Timur secara umum dapat menjadi 2 bagian

besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Secara administratif

Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota, dengan Ibu Kota

Provinsi yaitu Kota Surabaya. Ini membuat Jawa Timur sebagai Provinsi

dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.

2. Keadaan Demografis

Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua

setelah Jawa Barat di pulau jawa. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Jawa

Timur mencapai 38,106,590 jiwa dan pada tahun 2022 penduduk di Provinsi
Jawa Timur mencapai 41,149,974 jiwa. Adapun perkembangan penduduk di

Provinsi Jawa Timur pada 10 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2022

Tahun Jumlah Penduduk


2012 38,106,590
2013 38,363,195
2014 38,610,202
2015 38,847,561
2016 39,075,152
2017 39,292,971
2018 39,500,851
2019 39,698,631
2020 40,665,696
2021 40,878,789
2022 41,149,974
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2022

Berdasarkan tabel 4.1 jumlah penduduk di Jawa Timur mengalami

kenaikkan pada tiap tahunnya. Mayoritas penduduk Jawa Timur merupakan

Suku Jawa, kendati demikian, identitias di Jawa Timur lebih heterogen. Suku

jawa menyebar hamper diseluruh dataran wilayah Jawa Timur.

B. Deskripsi Data

1. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan diepangaruhi oleh

berbagai faktor yang salin berkaitan, oleh karena itu upaya pengentasan

kemiksinan harus dilakukan dengan cara komprehensif, mencakup berbagai

aspek kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu.


Kemiksinan dalam penilitian ini mengambil data dari publikasi Badan

Pusat Statistik Indonesia dan Jawa Timur. Data kemiskinan di Jawa Timur

dari Tahun 2000-2022 pada penlitian ini merupakan data sekunder dalam

satuan juta jiwa. Secara umum, kemiskinan di Jawa Timur mengalami

flluktuasi. Berikut disajikan data tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

tahun 2000-2022.

Tabel 4.2 Angka kemiskinan Provinsi Jawa Timur


Tahun 2000-2022 (dalam persen)

Kemiskina
Tahun n
2000 22.77
2001 20.73
2002 20.34
2003 19.52
2004 19.1
2005 22.51
2006 19.89
2007 19.98
2008 18.51
2009 16.68
2010 15.26
2011 14.27
2012 13.4
2013 12.55
2014 12.42
2015 12.34
2016 12.05
2017 11.77
2018 10.98
2019 10.2
2020 11.46
2021 11.4
2022 10.38
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022
Tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa angka kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur mengalami fluktuaktif setiap tahunnya. Selama kurun waktu 23 tahun

terakhir paling tinggi berada pada tahun 2000 dengan nilai 22,77 %,

sebaliknya yang paling kecil berada pada tahun 2022 dengan nilai 10,38 %.

2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting dalam mengentaskan

masyarakat dari kemiskinan. Perutmbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas

dalam jangka panjang dari negara bersangkutan dalam menyediakan berbagai

barang ekonomi kepada masyarakat yang ditentukan oleh adanya kemajuan

teknologi. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah

pusat dan pemerintah daerah bekerjasama untuk meningkatkan PDRB (Produk

Domestik Bruto). PDRB merupakan suatu indikator pertumbuhan ekonomi

dengan memperhatikan pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun. Berikut

diasjikan data Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022.

Tabel 4.3 Presentase Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur


Tahun 2000-2022 (dalam presentase)

Pertumbuhan
Tahun
Ekonomi
2000 3.42
2001 3.64
2002 3.8
2003 4.78
2004 5.83
2005 5.84
2006 5.8
2007 6.28
2008 5.94
2009 5.01
2010 6.68
2011 7.22
2012 7.27
2013 6.55
2014 5.86
2015 5.44
2016 5.55
2017 5.45
2018 5.5
2019 5.52
2020 -2.33
2021 3.57
2022 5.34
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022

Tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa angka Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Jawa Timur cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Tahun 2012

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur mampu mencapai angka 7,27%

namun kembali turun pada tahun-tahun berikutnya

3. Pengangguran Terbuka

Pengangguran adalah seseorang yang termasuk angkatan kerja akan tetapi

tidak bekerja, atau sedang mencari perkerjaan ataupun sedang mempersiapkan

suatu usaha. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah angka yang

menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap 100 orang penduduk yang

masuk kategori angkatan kerja (BPS, 2008). Pengangguran erat kaitannya

dengan dengan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk

yang tinggi akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Meningkatnya jumlah

angkatan kerja berdampak terhadap ketersediaan lapangan kerja di pasar kerja.

Data pengangguran terbuka dalam penelitian ini diambil dari publikasi

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data jumlah pengangguran


terbuka Provinsi Jawa Timur dari tahun 2000-2022 dalam penelitian ini

merupakan data sekunder dalam satuan persen. Berikut adalah data tentang

pengangguran terbuka Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022.

Tabel 4.4 Presentase Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Timur


Tahun 2000-2022 (dalam persen)

Pengangguran
Tahun
Terbuka
2000 4.39
2001 4.36
2002 4.52
2003 5.06
2004 5
2005 8.51
2006 7.72
2007 6.79
2008 6.42
2009 5.08
2010 4.25
2011 5.33
2012 4.09
2013 4.3
2014 4.19
2015 4.47
2016 4.21
2017 4
2018 3.91
2019 3.82
2020 5.84
2021 5.74
2022 5.49
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pengangguran

dalam kurun waktu 20 tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 tingkat
pengenagguran terbuka mampu mencapai angka 8.51% dan dari tahun ke

tahun berikutnya pengangguran kembali menurun.

4. Jumlah Penduduk

Data jumlah penduduk yang digunakan dalam penelitian adalah jumlah

penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022 dalam satuan jiwa. Dari hal

ini maka variabel jumlah penduduk di Log kan menggunakan Log Natural

atau (ln) pada eviews9.

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk

terbesar ke dua di pulau Jawa setelah Jawa Barat. Setiap tahunnya jumlah

penduduk Jawa Timur mengalami Kenaikan. Berikut data jumlah penduduk

Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022.

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur


Tahun 2000-2022 (dalam satuan jiwa)

Jumlah
Tahun
Penduduk
2000 34,455,226
2001 35,032,452
2002 35,301,796
2003 35,574,080
2004 35,849,345
2005 36,127,618
2006 36,408,960
2007 36,693,404
2008 36,981,001
2009 37,271,775
2010 37,565,706
2011 37,840,657
2012 38,106,590
2013 38,363,195
2014 38,610,202
2015 38,847,561
2016 39,075,152
2017 39,292,971
2018 39,500,851
2019 39,698,631
2020 40,665,696
2021 40,878,789
2022 41,149,974
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022

Terlihat pada tabel 4.5 jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak

34.455.226 jiwa. Kemudian pada tahun 2022 jumlah penduduk di Provinsi

Jawa Timur mengalami kenaikan sehingga mencapai angka 41.149.947 jiwa.

Dengan demikian Provinsi Jawa Timur menempati posisi ke 2 dengan jumlah

penduduk terbanyak di Pulau Jawa.

A. Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi klasik perlu dilakukan dalam model regresi karena dalam

model rgresi perlu memperhatikan adanya penyimpangan-penyimpangan atas

asumsi klasik. Selain itu jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-

variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien.


Tabel 4.6 Hasil Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk
dan Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan Provinsi Jawa Timur

Dependent Variable: KEMISKINAN


Method: Least Squares
Date: 05/17/23 Time: 08:16
Sample: 2000 2022
Included observations: 23

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 37.14837 1.078979 34.42917 0.0000


PERTUMBUHAN_EKO
NOMI -0.050710 0.026107 -1.942382 0.0671
PENGANGGURAN_TE
RBUKA 0.371732 0.033201 11.19648 0.0000
JUMLAH_PENDUDUK -4.776961 0.141821 -33.68313 0.0000

R-squared 0.986951    Mean dependent var 1.177280


Adjusted R-squared 0.984890    S.D. dependent var 0.118520
S.E. of regression 0.014569    Akaike info criterion -5.463120
Sum squared resid 0.004033    Schwarz criterion -5.265642
Log likelihood 66.82588    Hannan-Quinn criter. -5.413455
F-statistic 479.0047    Durbin-Watson stat 2.137849
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Eviews 9 (diolah)

1. Normalitas

Salah satu asumsi dalam model regresi linier adalah error/residual harus

berdistribusi normal atau distribusi probabilitas gangguan memiliki rata-rata

yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkolerasi dan mempunyai varians

yang konstan. Tujusn uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam

regresi variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.

Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak, maka

dilakukan Uji Jarque-Bera. Hasil Uji J-B dapat dilihat pada Gambar 4.1

berikut.
Sumber : Eviews 9 (diolah)

Gambar 4.1 Hasil Uji Jarque-Bera

Berdasarkan gambar 4.1 diatas, diperoleh hasil p-value statistik Uji

Jarque-Bera sebesar 0.332147. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05% sehingga

diputuskan untuk gagal tolak Ho. Dengan deikian dapat disimpulkan bahwa

asumsi normalitas error/residual dapat terpenuhi.

2. Multikolinieritas

Multikolineritas merupakan keaadan yang terjadi apabila terdapat

hubungan linier antar variabel independent. Uji multikolinierias bertujuan

untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat hubungan antar variabel

bebas (independent). Model regrsi yang baik seharusnya tidak terdapat

korelasi antara variabel independent. Untuk mengetahui adanya

multikolinieritas atau tidak, maka telah disajikan tabel 4.7 yaitu tabel Variance

Inflation Factors.
Tabel 4.7
Variance Inflation Factors
Date: 05/17/23 Time: 08:17
Sample: 2000 2022
Included observations: 23

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C  1.164197  126158.4  NA


PERTUMBUHAN_
EKONOMI  0.000682  38.53770  1.000817
PENGANGGURAN
_TERBUKA  0.001102  59.28116  1.031129
JUMLAH_PENDU
DUK  0.020113  125127.9  1.030302

Sumber : Eviews 9 (diolah)

Tabel 4.7 menunjukan bahwa nilai Centered VIF variabel pertumbuhan

ekonomi sebesar  1.000817, Centered variabel pengangguran terbuka sebesar

1.031129 dan Centerned VIF variabel jumlah penduduk sebesar  1.030302.

Dapat diketahui bahwa semua variabel mempunyai nilai yang kurang dari 10,

maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dalam

model perdiksi.

3. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi apabila kesalahan residual dari model yang

diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi

yang lain. Setiap kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam

sepesifikasi model (Ghazali, 2002).


Dalam penelitian ini digunakan Uji Breush-Pagan-Godfray dan Uji Glesjer

untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas yang dapat dilihat

pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Regresi Heteroskedastisitas


Test Glesjer
Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 1.489172    Prob. F(3,19) 0.2494


Obs*R-squared 4.378515    Prob. Chi-Square(3) 0.2234
Scaled explained SS 3.593783    Prob. Chi-Square(3) 0.3088

Test Equation:
Dependent Variable: ARESID
Method: Least Squares
Date: 05/17/23 Time: 08:23
Sample: 2000 2022
Included observations: 23

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.532488 0.583360 -0.912796 0.3728


PERTUMBUHAN_EKO
NOMI 0.026916 0.014115 1.906888 0.0718
PENGANGGURAN_TE
RBUKA 0.007183 0.017950 0.400149 0.6935
JUMLAH_PENDUDUK 0.068480 0.076677 0.893107 0.3830

R-squared 0.190370    Mean dependent var 0.010584


Adjusted R-squared 0.062534    S.D. dependent var 0.008135
S.E. of regression 0.007877    Akaike info criterion -6.693053
Sum squared resid 0.001179    Schwarz criterion -6.495575
Log likelihood 80.97010    Hannan-Quinn criter. -6.643388
F-statistic 1.489172    Durbin-Watson stat 1.874835
Prob(F-statistic) 0.249428

Sumber : Eviews 9 (diolah)

Berdasarkan hasil uji White diperoleh nilai Prob.Chi Square=0.2234 yang

artinya nilai Prob.Chi-square lebih besar dari 0.05, sehingga diptutuskan untuk
menolak Ho. Dengan demikian asumsi dari non heteroskedastisitas tidak

dilanggar.

4. Autokorelasi

Uji Durbin Watson merupakan salah satu uji formal yang paling banyak

digunakan untuk mendeteksiadanya autokorelasi. Dasar pengambilan

keputusan ialah jika Durbin Watson terletak diantara DU dan 4-DU artinya

tidak terjadi autokorelasi. Uji ini pada hakekatnya berlandaskan oleh model

error yang mempunyai korelasi sebagaimana telah ditunjukan dibawah ini.

Tolak Ho
Inconclusive Inconclusive Tolak Ho
Korelasi Positif
Korelasi
Gagal tolak Ho
Negatif

dl=1,0778 du=1,6597 DW=2,1378 4-du=2,3403 4-dl=2,9222


Gambar 4.2 Uji Durbin-Watson

Berdasarkan gambar 4.2 diperoleh bahwa nilai d-hitung atau DW sebesar

2,1378. Hasil dari Durbin-Watson statistic adalah dl=1,0778 dan du=1,6597.

Sehingga d-hitung atau DW terletak pada du < d < 4-du atau 1,6597 < 2,1378

< 2,3403. Kesimpulannya yang dapat diambil adalah tidak adanya

autokorelasi didalam model.


A. Pengujian Analisis Regresi

1. Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji t)

Uji statistic t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh dari

masing-masing variabel independent secara individual dalam menerangkan

varian tiap variabel dependen. Dalam regresi Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi, Pengangguran Terbuka dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan

Provinsi Jawa Timur, dengan α= 5% dan degree of freedom (df)= 20 (n-k =

23-3), maka diperoleh nilai t-tabel sebesar

Tabel 4.9 Hasil Uji Statistik t

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 37.14837 1.078979 34.42917 0.0000


PERTUMBUHAN_
EKONOMI -0.050710 0.026107 -1.942382 0.0671
PENGANGGURAN
_TERBUKA 0.371732 0.033201 11.19648 0.0000
JUMLAH_PENDU
DUK -4.776961 0.141821 -33.68313 0.0000
Sumber : Eviews 9 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa t-hitung sebagai berikut:

a. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, diperoleh nilai t-hitung sebesar -

1.942382 dan nilai probabilitas sebesar 0.0671 dengan α=5 persen maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi negatif

dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur.

b. Variabel Pengangguran Terbuka, diperoleh nilai t-hitung sebesar 11.19648

dan nilai probablitas sebesar 0.0000 dengan α=5 persen, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa berhubungan positif dan signifikan terhadap

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

c. Variabel Jumlah Penduduk, diperoleh nilai t-hitung sebesar -33.68313 dan

nilai probablitas sebesar 0.0000 dengan α=5 persen maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa variabel jumlah penduduk negative dan berpengaruh

signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

2. Uji Signifikasi Simultan (Uji F)


Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel independen (pertumbuhan

ekonomi (X1), Pengangguran Terbuka (X2) dan Jumlah Penduduk (X3))

memiliki pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap variabel

dependen (kemiskinan (Y)).

Tabel 4.10 Hasil Uji F

F Statistik Prob.F-statistik
Model 479.0047 0.000000
Sumber : Eviews 9 (diolah)

Dari regresi pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Terbuka dan

Jumlah Penduduk terhadap kemiskinan yang menggunakan taraf keyakin 95%

(α = 5%), dengan degree of freedom for numerator (dfn) =3 atau (k-1 = 4-1)

dan degree of feeedom denominator (dfd) = 19 atau (n-k = 23-4), maka

diperoleh F-tabel sebesar 3,24.

Dari regresi diatas diperoleh F-statistik sebesar 479.00 dan nilai

probablitas f-statistik 0.000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel


independent secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen

479.00> 3,12 (F-hitung > F-tabel)

3. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2

yang kecil artinya kemampuan variabel-variabel independent dalam

menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati

satu memiliki arti bahwa variabel-variabel independent memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Tabel 4.11 Koefisien Determinasi (R2)

Variabel Koefisien
R-squared 0.986951
Adjusted R-
0.984890
squared
F-statistic 479.0047
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Eviews 9 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.11 pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran

terbuka dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

dieperoleh nilai R2 sebesar 0.986. Hal ini menunjukan bahwa 98,6% variasi

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dapat dijelaskan oleh variasi tida variabel

independennya yakni pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan

pengangguran. Sedangkan sisanya sebesar 1,4 % dijelaskan oleh variabel lain

diluar model.
A. Hasil dan Pembahasan

1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Terbuka dan Jumlah

Penduduk terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Dalam Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran

Terbuka dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur, diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dalam

penelitian ini dengan persamaan berikut:

Y= 37,14837 – 0,050x1 + 0,371x2 – 4,776x3

Interpretasi hasil regresi variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah

penduduk dan pengangguran terbuka terhadap kemiskinan di Provinsi

Jawa Timur adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa variabel

pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kemiskinan di provinsi jawa timur.

Diperoleh koefisien yang bertanda negatif sebesar 0,050 dengan nilai

probabilitas 0,0671 yang lebih besar dari taraf siginifikan α=0,05.

Koefisien yang bertanda negatif berarti bahwa pengaruh pertumbuhan

ekonomi provinsi jawa timur terhadap kemiskinan adalah dua arah, hal

ini bermakna apabila terjadi kenaikan pada laju pertumbuhan ekonomi

maka akan berpotensi untuk menurunkan kemiskinan.

Ada beberapa argumentasi yang terkait dengan tidak ditemukannya

pengaruh signifikan variabel pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah


penduduk miskin di provinsi jawa timur. Pertumbuhan yang terjadi di

Jawa Timur. Pertumbuhan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur belum

merata dan belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi yang relatif berpusat dikota-kota besar ini

menyebabkan tidak meratanya pembangunan. Pertumbuhan yang

berada di daerah pedesaan relative lambat karena kinerja disektor

pertanian masih kurang maksimal. Oleh sebab itu pembangunan yang

hanya terkonsentrasi di titik-titik tertentu membuat kesenjangan

terjadi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Barika,

2013).

b. Pengaruh Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan

Hasil pengujian regresi dalam penelitian ini menunjukan bahwa

variabel pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Diperoleh nilai koefisien

sebesar 0,371 dan nilai probabilitas sebesar 0,000. Hal ini menandakan

bahwa setiap kenaikan satu persen pengangguran maka akan

meningkatkan kemiskinan sebesar 0,371. Hal ini sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa pengangguran akan mengurangi

kesejahteraan suatu masyarakat yang secara otomatis akan

mempengaruhi tingkat kemiskinan (Sukirno dalam yudha, 2013). Efek

buruk dari pengangguran ialah pengangguran mampu mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat

kesejahetraan dan kemakmuran. Semakin turun kesejahteraan


masyarakat karena menganggur, maka akan meningkatkan mereka

terjebak dalam kemiskinan karena tidak mampu memenuhi

kebutuhannya sendiri.

c. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan

Hasil pengujian regresi menunjukan bahwa variabel jumlah

penduduk berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Hal ini menandakan bahwa

semakin besar jumlah penduduk maka akan memberikan pengaruh

negatif yaitu menurunkan tingkat kemiskinan. Diperoleh koefisien

variabel jumlah penduduk sebesar -4,776 dengan nilai probabilitas

0,000.

Ada beberapa argument yang yang dikemukakan terkait dengan

pengaruh negatif dan signifikan variabel jumlah penduduk terhadap

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk Jawa Timur

yang besar berpengaruh negative dan signifikan. Hal ini dikarenakan

keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) yang mulai tampak

dari hasil SP2000. Sehingga ditribusi jumlah penduduk lebih

didominasi oleh usia-usia produktif atau piramida penduduk berbentuk

seperti gentong terbalik. Saat ini, struktur gentong dinilai ideal oleh

kebanyakan pengamat ekonomi sosial, karena usia produktif sangat

mendominasi, sehingga banyak tersedua tenaga kerja yang dapat

mendorong pembangunan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penelitian

(Durrotul, 2013).
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang

pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk

terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negative dan tidak siginfikan

terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Varibel jumlah penduduk

mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap terhadap kemiskinan

di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan variabel pengangguran terbuka

mempunya pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di

Provinsi Jawa Timur

2. Hasil koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai R2 sebesar 0,986. Hal ini

menunjukan bahwa 98,6% variasi kemiskinan dapat dijelaskan oleh tiga

variabel independennya. Sedangkan sisanya sebesar 1,4% dijelaskan oleh

variabel lain diluar model.

3. Berdasarkan perhitungan dengan Uji F diketahui bahwa nilai F-statistik

sebesar 479.0047. Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H 1

diterima. Sehingga ini menunjukan bahwa variabel independen

berpengaruh terhadap variabel dependen.


B. SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan penelitian yang telah dijelaskan

di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Provinsi Jawa Timur diharapkan membuat kebijakan yang

tepat dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa

Timur. Pemerintah harus melihat semua aspek yang mencakup seluruh

lapisan masyarakat dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah harus lebih fokus dalam meningkatkan kualitas industrialisi

pertanian di pedesaan yang ada di Provinsi jawa Timur.

2. Diharapkan pemerintah Provinsi Jawa Timur mampu menyediakan jumlah

lapangan pekerjaan yang lebih banyak agar mampu menekan angka

pengangguran. Karena dengan banyaknya masyarakat yang bekerja

tentunya jumlah kemiskinan akan berkurang.

3. Dalam penlitian ini perlu penggunaan data yang lebih panjang atau lama

untuk mengetahui pengaruh kebijakan yang dilakukan pemerintah untul

menekan angka kemiskinan.

4. Diharapkan pemerintah dapat mengkaji kembali mengenai implikasi

kebijakan berdasarkan pengaruh negatife dari pertumbuhan ekonomi

terhadap kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai