PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
masyarakat.
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan serta
pendidikan yang dapat diterima. Selain itu kemiskinan berkaitan erat dengan
keterbatasan lapangan pekerjaan yang ada dan juga biasanya mereka yang
menjadi tiga bagian yaitu :Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena
sumber daya alam dengan jumlah yang terbatas dan kualitas rendah. Kedua,
kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas yang sumber daya manusia miliki,
produktivitasnya juga rendah, yang pada akhirnya akan berdampak kepada upah
yang rendah. Kettiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal.
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), kemiskinan adalah ketidak mampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan. Ada beberapa jenis kemiskinan yaitu
perilaku hidup yang boros, kurangnya keterampilan bekerja dan tidak memliki
penting di Indonesia dan menjadi focus perhatian bagi pemerintah Indonesia dan
terkhusus untuk ProvinsiJawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu
provinsi yang ada di pulau jawa dengan jumlah penduduk terbanyak kedua Badan
Pusat Statistik (2020). Kemiskinan dipicu oleh beberapa factor diantaranya ialah
pendapatn yang rendah, kosnsumsi yang sangat rendah, hunian yang kurang
layak, kesehatan yang buruk, tingkat Pendidikan yang rendah dan angka harapan
hidup yang begitu singkat. Tingkat pengangguran di Jawa Timur terus mengalami
penduduk adalah salah satu indicator penting dalam suatu negara. Jumlah
manusia (SDM) yang begitu banyak dengan jumlah penduduk pada tahun 2019
sebesar 39,6 juta jiwa.. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur
sebuah masalah bagi pemerintah jika tidak bisa dikendalikan, itu dikarenakan jika
jumlah penduduk tiap tahun semakin bertambah maka akan berdampak pada
tersebut dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibandingkan dengan laju
adanya peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah
telekomunikasi, perbankan, asuransi dan tenaga kerja yang terampil serta adanya
ketimpangan reditribusi pembagian pendapatan dari penerintah pusat kepada
Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2000 – 2022.
tahun 2000-2022. Dengan data kemiskinan tertinggi pada tahun 2000 sebesar
22.77 persen dan turun pada tahun berikutnya. Untuk data pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2012 sebesar 7.27 persen setelah itu menurun dari tahun ke tahunya.
tahun 2005 sebesar 8.51 persen dan menurun di tahun berikutnya. Dan jumlah
penduduk pada tahun 2000 sebanyak 34.455.226 jiwa. Kemudian pada tahun 2022
B. RumusanMasalah
2000 – 2022 ?
C. Batasan Masalah
satandar kebutuhan hidup dengan pendapatan yang dimiliki. Penelitian ini hanya
meneliti tentang pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan
D. TujuanPenelitian
– 2022.
E.ManfaatPenelitian
A. Penelitian Terdahulu
peneliti diantaranya :
yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan
uji autokorelasi, serta Koefisien Determinasi ( R2) dan Metode regresi berganda
yang meliputi uji t parsial dan uji f. Hasil dalam penelitian yaitu menunjukkan
Selatan.
regresi panel random effect,uji ( R2), dan uji f. Dengan hasil menunjukan bahwa
nilai koefisien determinasi diperoleh sebesar 82,10 persen, hal ini menandakan
pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Metodologi yang di gunakan yaitu uji
t, uji f dan ( R2) dan Hasil dari peneiltian menunjukan bahwa Pendidikan
di Provinsi Aceh”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi linear berganda
Hasil untuk penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengangguran dan tingkat
di gunakan ialah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji
Dari hasil regresi diketahui bahwa jumlah penduduk memberikan pengaruh yang
B. Landasan Teori
1. Kemiskinan
2. Jumlah Penduduk
Lembaga BPS dalam Statistik Indonesia (2013) menjabarkan penduduk
adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Sedangkan menurut Said (2012)
yang dimaksud dengan penduduk adalah jumlah orang yang bertempat tinggal
di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari prosesproses
demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
Reverend Thomas Maltus pada tahun 1798 (Arsyad, 2014)
mengemukakan teorinya tentang hubungan pertumbuhan penduduk dengan
pembangunan ekonomi. Dalam tulisannya konsep hasil yang menurun
(concept of dimishing return). Maltus menjelaskan kecenderungan umum
penduduk suatu negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat
setiap 30-40 tahun. Sementara itu saat yang sama, karena hasil yang menurun
dari faktor produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret
hitung. Oleh karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan
perkapita (dalam masyarakat tani didefinisikan sebagai produksi pangan
perkapita) akan cenderung turun menjadi sangat rendah, yang menyebabkan
13 jumlah penduduk tidak pernah stabil, atau hanya sedikit diatas tingkat
subsisten yaitu pendapatan yang hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan
sekedar untuk hidup.
Menurut Maier (Kuncoro, 2012) di kalangan para pakar pembangunan
telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak
hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin
membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan
sumberdaya manusia.
Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
memperlambat pembangunan, yaitu:
a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan dibutuhkan untuk membuat
konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya
perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang
gilirannya membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit;
b. Banyak negara yang penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor
pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara
sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian Karena
pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor
pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan
pekerjaan modern lainnya;
c. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan
perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan
sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama
pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarannya di kota-kota membawa
masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat
kesejahteraan warga kota.
Telah lain menunjukkan bahwa penduduk memiliki dua peranan
dalam pembangunan ekonomi; satu dari segi permintaan dan yang lain dari
segi penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai
konsumen dan dari segi penawaran penduduk bertindak sebagai produsen.
Oleh karena itu, perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu
merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika
penduduk ini mempunyai kapasitas tinggi untuk menghasilkan dan
menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan
penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi
pula. Jadi pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan rendah tidak
ada gunanya bagi pembangunan ekonomi. Disisi lain, alasan penduduk
dipandang logis sebagai penghambat pembangunan, dikarenakan jumlah
penduduk yang besar dan dengan pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya
menambah beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan
memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah
ketenagakerjaan (Dumairy, 2016).
Bagi negara-negara berkembang keadaan perkembangan penduduk
yang cepat justru akan menghambat perkembangan ekonomi. Karena akan
selalu ada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tingkat
perkembangan penduduk, yang akhirnya akan dimenangkan oleh
perkembangan penduduk. Jadi, karena penduduk juga berfungsi sebagai
tenaga kerja, maka paling tidak terdapat kesulitan memperoleh kesempatan
kerja. Jika mereka tidak memperoleh pekerjaan atau menganggur, maka
justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah.
Penduduk yang selalu berkembang menuntut adanya perkembangan
ekonomi yang terus-menerus. Semua ini memerlukan lebih banyak
investasi. Bagi negara berkembang, cepatnya perkembangan penduduk
menjadi sebuah ganjalan dalam perkembangan ekonomi, karena negara-
negara ini memiliki sedikit kapital.
Todaro (2014), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian
setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah
satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan
kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif,
sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan
ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan
kerja yang digunakan dalam proses produksi maka output hasil produksi
akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu.
Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan
negatif yang ditimbulkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk,
namun selama beberapa dekade mulai muncul gagasan baru. Gagasan
tersebut dikemukakan oleh Robert Cassen dalam Todaro (2014) sebagai
berikut:
a. Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan
tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materi.
b. Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya
masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi
semakin jauh. Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat
meskipun memang bukan merupakan penyebab utama dari
keterbelakangan, harus disadari bahwa hal tersebut merupakan salah
satu faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak Negara.
c. Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai
konsekuensi ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan masalah
yang utama harus dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka
kemudian mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang terlalu
cepat mendorong timbulnya berbagai macam masalah ekonomi, sosial
dan psikologis yang melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang
menjerat negaranegara berkembang.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Definisi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu perekonomian.
Kemajuan suatu perekonomian ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang
ditunjukan oleh perubahan output nasional. Adanya perubahan output dalam
perekonomian merupakan analisis ekonomi jangka pendek. Menurut Sukirno
(2016) pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun
tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pembangunan
Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan, artinya
ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara pada suatu tahun
tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku
dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lainnya yang
berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan
pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia.
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan
jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas. Salah satu
sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah.Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan
pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga
konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan
output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada ”proses”, karena
mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu
pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam
kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk
dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh
pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai
efektifitasnya.
Menurut Scumpeter (2014) pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan
jangka panjang secara perlahan dan mantap terjadi melalui kenaikan tabungan
dan penduduk. Sedangkan menurut Djojohadikusumo dalam Sanusi (2004)
pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses peningkatan produksi barang
dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan ekonomi
menurut mereka mengacu kepada permasalahan negara terbelakang,
sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada permasalahan negara
maju.
Indikator Pertumbuhan Ekonomi Indikator pertumbuhan ekonomi
sebagaimana teori yang dikemukakan Adisasmita (2014) ada beberapa
indikator yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk melihat pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah adalah sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan Pendapatan Dalam keadaan yang ideal, di mana
pendapatan dengan mutlak didistribusikan secara adil, 80 persen populasi
terbawah akan menerima 80 persen dari total pendapatan, sedangkan 20
persen populasi teratas menerima 20 persen total pendapatan. Indikator
ketidak seimbangan pendapatan dapat diterapkan untuk menilai
keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
b. Perubahan Struktur Perekonomian Dalam masyarakat yang maju,
pembangunan ekonomi yang dilaksanakan akan mengakibatkan perubahan
struktur perekonomian, dimana terjadi kecendrungan bahwa kontribusi
(peran) sektor pertanian terhadap nilai PDRB akan menurun, sedangkan
kontribusi sektor industri akan meningkat. Sektor industri memiliki
peranan sangat penting dalam pembangunan nasional dan regional, sektor
industri dapat menyediakan lapangan kerja yang luas, memberikan
peningkatan pendapatan kepada masyarakat, menghasilkan devisa yang
dihasilkan dari exspor.
c. Pertumbuhan Kesempatan Kerja Masalah ketenagakerjaan dan kesempatan
kerja merupakan salah satu masalah yang stategis dan sangat mendesak
dalam pembangunan di Indonesia. Penduduk Indonesia yang berjumlah
lebih dari 240 jiwa, tingkat pengangguran cukup tinggi dan cenderung
bertambah luas akibat krisis financial Negara-negara di dunia. Untuk
mengatasi krisis ekonomi yang sangat luas tersebut, diperlukan peranan
pemerintah.
d. Tingkat dan Penyebaran Kemudahan Dalam hal ini “kemudahan” diartikan
sebagai kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, baik
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (seperti sandang, pangan, papan,
memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan, kesempatan melakukan
ibadah, rekreasi dan sebagainya), maupun pemenuhan kebutuhan untuk
dapat melakukan kegiatan usaha misalnya mendapatkan bahan baku,
bahan penolong, suku cadang, listrik, air bersih, dan jasa-jasa seperti jasa
angkutan, pemasaran, perbankan dan lainnya)
e. Produk Domestik Regional Bruto Salah satu konsep yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi regional (wilayah) adalah konsep Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan ukuran prestasi
(keberhasilan) ekonomi dari seluruh kegiatan ekonomi.
4. Tingkat Pengangguran
Teori Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum
dapat memperolehnya (Sukirno, 2016). Seseorang yang tidak bekerja, tetapi
tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.
Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh tidak seimbangan pada pasar
tenaga kerja. Hal ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan
melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) dalam indikator
ketenagakerjaan, pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru
atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja
tetapi belum mulai bekerja.
Pengangguran merupakan masalah makro ekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi kebanyakan
orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan
psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang
sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering
mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu
menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2003)
Tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai
penganggur. Penganggur adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan.
Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan
tetapi belum memperolehnya (Sukirno, 2016). Dalam standar pengertian yang
sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan pengangguran
adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara
aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak
dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya (Sukirno, 2016).
Pengangguran menunjukkan sumber daya yang terbuang. Para pengangguran
memiliki potensi untuk memberikan kontribusi pada pendapatan nasional,
tetapi mereka tidak dapat melakukannya. Pencarian pekerjaan yang cocok
dengan keahlian mereka adalah menggembirakan jika pencarian itu berakhir,
dan orang-orang yang menuggu pekerjaan di perusahaan yang membayar
upah di atas keseimbangan merasa senang ketika lowongan terbuka. (Sukirno,
2016).
Angkatan kerja meliputi populasi dewasa yang sedang bekerja atau sedang
mencari kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan
golongan yang menganggur. Golongan yang bekerja merupakan sebagian
masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan yang menghasilkan barang dan
jasa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya yang tergolong siap bekerja dan
mencari pekerjaan termasukdalam golongan menganggur. Golongan
penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang
berumur di antara 15 sampai 64 tahun. Bukan angkatan kerja adalah bagian
dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan, atau bisa
dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat
atau tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produksi (Sukirno, 2013:126).
Kelompok bukan angkatan kerja ini terdiri atas golongan yang bersekolah,
golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain yang menerima
pendapatan. Jika dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara
internasional, yang dimaksudkan pengangguran adalah seseorang yang sudah
digolongkan dalam angkatan kerja yang sedang aktif dalam mencari
pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh
pekerjaan yang diinginkannya.
Maka menurut sebab terjadinya, pengangguran menurut Sukirno (2016)
digolongkan kepada tiga jenis yaitu:
a. Pengangguran friksional Pengangguran friksional adalah pengangguran
yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari
kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat
berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan
seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi.
Pengangguran friksional tidak bisa dielakkan dari perekonomian yang
sedang berubah. Untuk beberapa alasan, jenis-jenis barang yang
dikonsumsi perusahaan dan rumah tangga bervariasi sepanjang waktu.
Ketika permintaan terhadap barang bergeser, begitu pula permintan
terhadap tenaga kerja yang memproduksi barang-barang tersebut.
b. Pengangguran struktural Pengangguran struktural terjadi karena ada
problema dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan
struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga
kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu
menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut.
c. Pengangguran konjungtur. Pengangguran konjungtur terjadi karena
kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengangguran
dalam permintaan agregat.
1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak
mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena
memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara
maksimal dan sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih
rendah daripada pertambahan tenaga kerja. Efek dari keadaan ini di dalam
suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan suatu
pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan
oleh karena dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka
dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun,
dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau
sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri.
2) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara
optimal karena suatu alasan tertentu. Salah satunya adalah karena kecilnya
perusahaan dengan tenaga kerja yang terlalu banyak sehingga untuk
menjalakan kegiatannya tidak efisien. Kelebihan tenaga kerja yang
digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.
3) Setengah Menganggur
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara
optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja
setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari
35 jam selama seminggu. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua
hari dalam seminggu, atau satu hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja
yang mempunyai masa kerja seperti ini digolongkan sebagai setengah
menganggur.
4) Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini adalah tenaga kerja yang tidak bekerja karena
terikat pada musim tertentu. Pengangguran seperti ini terutama di sektor
pertanian dan perikanan. Pada umumnya petani tidak begitu aktif di antara
waktu sesudah menanam dan panen. Apabial dalam masa tersebut mereka
tidak melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur.
Dalam membicarakan mengenai pengangguran yang selalu
diperhatikan bukanlah mengenai jumlah pengangguran, tetapi mengenai
tingkat pengangguran yang dinyatakan sebagai persentasi dari angkatan
kerja (Sukirno, 2016). Untuk melihat keterjangkauan pekerja (kesempatan
bekerja), maka digunakan rumus Tingkat Pengangguran Terbuka. Definisi
dari tingkat pengangguran terbuka ialah persentase penduduk yang
mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari
pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, yang
sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari sejumlah
angkatan kerja yang ada (BPS, 2010)
Tingkat pengangguran terbuka memberikan indikasi tentang
penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok penganggur. Tingkat
pengangguran kerja diukur sebagi persentase jumlah penganggur terhadap
jumlah angkatan kerja. Untuk mengukur tingkat pengangguran terbuka
pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja dan dinyatakan dalam persen.
Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak
mempunyai pekerjaan.Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum
mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal da nada juga
yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja. (Dharmayanti,
2011).
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah angka yang
menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap penduduk yang masuk
kategori angkatan kerja. Pengangguran terbuka (open unemployment)
didasarkan pada konsep seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan,
baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang sedang bekerja
sebelumnya. Sedang pekerja yang digolongkan setengah penganguran
(underemployment) adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh
atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah (di
bawah sepertiga jam kerja normal, atau berarti bekerja kurang dari 35 jam
dalam seminggu). Namun masih mau menerima pekerjaan, serta mereka
yang tidak mencari pekerjaan namun mau menerima pekerjaan itu.
Pekerja digolongkan setengah pengangguran parah (severely
underemployment) bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam
kerja kurang dari 25 jam seminggu. Menurut BPS (2010), Pengangguran
terbuka terdiri atas:
a. Penduduk yang sedang mencari pekerjaan
b. Penduduk yang sedang mempersiapkan usaha
c. Penduduk yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan
d. Penduduk yang sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja.
Pengangguran terbuka biasanya terjadi pada geerasi muda yang baru
menyelesaikan pendidikan menengah dan tinggi. Ada kecenderung mereka
yang baru menyelesaikan pendidikan berusaha mencari kerja sesuai dengan
aspirasi mereka. Aspirasi mereka biasanya adalah bekerja disektor modern
atau di kantor. Untuk mendapatkan pekerjaan itu mereka bersedia
menunggu untuk beberapa lama. Tidak tertutup kemungkingan mereka
berusaha mencari pekerjaan itu di kota atau di provinsi atau daerah yang
kegiatan industry telah berkembang. Ini yang menyebabkan angka
pengangguran terbuka cenderung tinggi di kota atau daerah yang kegiatan
industry atau sektor modern telah berkembang (Kuncoro, 2006).
Sebaliknya angka pengangguran terbuka rendah di daerah atau provinsi
yang kegiatan ekonomi masih bertumpu pada sektor pertanian. Apalagi
tingkat pendidikan di daerah tersebut rendah. Pada umumnya, mereka yang
berpendidikan rendah bersedia bekerja apa saja untuk menopang kehidupan.
Bila sektor pertanian kurang dapat menjamin kelangsungan hidup, mereka
bersedia berusaha di kantor 32 informal. Mereka tidak memperdulikan
apakah jam kerja panjang atau penghasilan rendah. Bagi mereka yang
penting dapat bertahan hidup.
Beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua aspek
dimana dua aspek tersebut yaitu: (Sukirno, 2016)
1. Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian Tingkat pengangguran
yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai
pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini dapat dengan jelas dilihat
dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang
ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut
dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan
tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya. Hal ini terjadi
karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil
(nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada
pendapatan pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya).
Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun
akan lebih rendah.
b) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah
berkurang. Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan
ekonomi yang rendah, dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah
pendapatan pajak pemerintah semakin sedikit. Jika penerimaan
pajak rendah, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan
berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus
menurun.
c) Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
kemiskinan menurun.
hal ini bisa dilihat ketika suatu masyarakat atau orang memiliki pekerjaan
sosial.
Selain itu, besarnya jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap
Parametrik:
Penelitian oleh Rohani tahun 2016 dengan judul “Pengaruh
Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Dan
Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Sulawesi Selatan”
Teoritik:
Penelitian oleh Kurnia Dwi Rahmawati tahun 2017 dengan judul Niemistz (2011) dalam
“Analisis Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan Dan Tingkat maipita, (2014) tentang
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di DIY Tahun 2006 – 2013”
Penelitian oleh Elda Wahyu Azizah, Sudarti, Dan Hendra Kusuma
Kemiskinan
tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Pendididakan, Pendapatan Reverend Thomas Maltus
Perkapita Dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Di Jawa 1978 (Arsyad), (2014)
Timur” tentang Jumlah Penduduk
Penelitian oleh Eka Agustina, Mohd. Nur Syechalad, Abubakar Scumpter (2014) tentang
Hamzah tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Jumlah Penduduk,
Tingkat Pengangguran Dan Tingkat Pendidikan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Kemiskinan Di Provinsi Aceh Mankiw (2003) tentang
Penelitian oleh Rismawati tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Pengangguran
Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan, Dan Kesehatan Terhadap
Angka Kemiskinan Di Kabupaten Gowa”
Rumusan masalah:
Bagaimana tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan jumlah
penduduk dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2000 – 2022 ?
kemiskinan.
D. Hipotesis
pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun
berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan
(Supranto, 1997).
Mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Jawa Timur memiliki luas terbesar diantara 6 provinsi di Pulau Jawa. Selain itu
Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah
jawa barat dan Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di pulau
jawa.
B. Jenis Penelitian
kuantitatif yaitu suatu metode penlitian menggunakan data angka yang diukur
data determinan kemiskinan yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
berupa data time series dari 2000-2022. Data yang diperoleh berupa informasi
yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi terkait, yaitu Badan Pusat
Statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang
yang sudah ada melalu instansi terkait, yakni Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun
2000 – 2022.
yang telah di terapkan oleh suatu badan atau orang tertentu dan
Proses kenaikan perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang dan
3. Pengangguran Terbuka(X2)
berdomisili di wilayah geografis provinsi jawa timur selama 6 bulan atau lebih
dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk
menetap
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Y=a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e
Keterangan :
Y = Tingkat kemiskinan
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Pengangguran Terbuka
X3 = Jumlah Penduduk
a. Uji Normalitas
b. Uji Autokorelasi
DW tabel.
1. Jika nilai DW statistik terletak antara 0 < d < dl, maka H0 yang
c. Uji Multikolinieritas
d. Uji Heteroskedastisitas
semua observasi. Jika nilai sig. > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
1. Pengujian Hipotesis
kebenaran atau kesalahan hasil dari hipotesis nol dari sampel (Gujarati,
1995). Alat uji yang digunakan dalam penelitian adalah alat uji statistika,
a. Uji t
lain konstan.
dengan kemiskinan
Bi∗¿
t = Bi− ¿
SE(Bi)
Keterangan:
b) Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima, artinya salah satu variabel
signifikan.
b. Uji F
secara bersama-sama.
secara bersama-sama.
R 2 /(k −1)
F=
1−R2 /( N −1)
Keterangan:
N= jumlah observasi
Pada tingkat signifikasi 5 persen, kriteria pengujian yang
adalah nilai antara nol dan satu. Nilai (R2) yang kecil (mendekati nol)
variabel dependen.
BAB IV
A. Gambaran Umum
1. Kondisi Geografis
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki letak di
pulau jawa selain beberapa provinsi lainnya seperti Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta), Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,00 hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,120
dan musim kemarau. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di Utara. Di
sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali dan di sebelah Selatan berbatsaan
Jawa Tengah.
besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Secara administratif
Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota, dengan Ibu Kota
Provinsi yaitu Kota Surabaya. Ini membuat Jawa Timur sebagai Provinsi
2. Keadaan Demografis
setelah Jawa Barat di pulau jawa. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Jawa
Timur mencapai 38,106,590 jiwa dan pada tahun 2022 penduduk di Provinsi
Jawa Timur mencapai 41,149,974 jiwa. Adapun perkembangan penduduk di
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2022
Suku Jawa, kendati demikian, identitias di Jawa Timur lebih heterogen. Suku
B. Deskripsi Data
1. Kemiskinan
berbagai faktor yang salin berkaitan, oleh karena itu upaya pengentasan
Pusat Statistik Indonesia dan Jawa Timur. Data kemiskinan di Jawa Timur
dari Tahun 2000-2022 pada penlitian ini merupakan data sekunder dalam
tahun 2000-2022.
Kemiskina
Tahun n
2000 22.77
2001 20.73
2002 20.34
2003 19.52
2004 19.1
2005 22.51
2006 19.89
2007 19.98
2008 18.51
2009 16.68
2010 15.26
2011 14.27
2012 13.4
2013 12.55
2014 12.42
2015 12.34
2016 12.05
2017 11.77
2018 10.98
2019 10.2
2020 11.46
2021 11.4
2022 10.38
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022
Tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa angka kemiskinan di Provinsi Jawa
terakhir paling tinggi berada pada tahun 2000 dengan nilai 22,77 %,
sebaliknya yang paling kecil berada pada tahun 2022 dengan nilai 10,38 %.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
Tahun
Ekonomi
2000 3.42
2001 3.64
2002 3.8
2003 4.78
2004 5.83
2005 5.84
2006 5.8
2007 6.28
2008 5.94
2009 5.01
2010 6.68
2011 7.22
2012 7.27
2013 6.55
2014 5.86
2015 5.44
2016 5.55
2017 5.45
2018 5.5
2019 5.52
2020 -2.33
2021 3.57
2022 5.34
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022
3. Pengangguran Terbuka
merupakan data sekunder dalam satuan persen. Berikut adalah data tentang
Pengangguran
Tahun
Terbuka
2000 4.39
2001 4.36
2002 4.52
2003 5.06
2004 5
2005 8.51
2006 7.72
2007 6.79
2008 6.42
2009 5.08
2010 4.25
2011 5.33
2012 4.09
2013 4.3
2014 4.19
2015 4.47
2016 4.21
2017 4
2018 3.91
2019 3.82
2020 5.84
2021 5.74
2022 5.49
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022
dalam kurun waktu 20 tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 tingkat
pengenagguran terbuka mampu mencapai angka 8.51% dan dari tahun ke
4. Jumlah Penduduk
penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2000-2022 dalam satuan jiwa. Dari hal
ini maka variabel jumlah penduduk di Log kan menggunakan Log Natural
terbesar ke dua di pulau Jawa setelah Jawa Barat. Setiap tahunnya jumlah
Jumlah
Tahun
Penduduk
2000 34,455,226
2001 35,032,452
2002 35,301,796
2003 35,574,080
2004 35,849,345
2005 36,127,618
2006 36,408,960
2007 36,693,404
2008 36,981,001
2009 37,271,775
2010 37,565,706
2011 37,840,657
2012 38,106,590
2013 38,363,195
2014 38,610,202
2015 38,847,561
2016 39,075,152
2017 39,292,971
2018 39,500,851
2019 39,698,631
2020 40,665,696
2021 40,878,789
2022 41,149,974
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2022
Terlihat pada tabel 4.5 jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak
Uji Asumsi klasik perlu dilakukan dalam model regresi karena dalam
asumsi klasik. Selain itu jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-
1. Normalitas
Salah satu asumsi dalam model regresi linier adalah error/residual harus
yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkolerasi dan mempunyai varians
yang konstan. Tujusn uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam
regresi variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.
dilakukan Uji Jarque-Bera. Hasil Uji J-B dapat dilihat pada Gambar 4.1
berikut.
Sumber : Eviews 9 (diolah)
Jarque-Bera sebesar 0.332147. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05% sehingga
diputuskan untuk gagal tolak Ho. Dengan deikian dapat disimpulkan bahwa
2. Multikolinieritas
untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat hubungan antar variabel
multikolinieritas atau tidak, maka telah disajikan tabel 4.7 yaitu tabel Variance
Inflation Factors.
Tabel 4.7
Variance Inflation Factors
Date: 05/17/23 Time: 08:17
Sample: 2000 2022
Included observations: 23
Dapat diketahui bahwa semua variabel mempunyai nilai yang kurang dari 10,
model perdiksi.
3. Heteroskedastisitas
diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi
Test Equation:
Dependent Variable: ARESID
Method: Least Squares
Date: 05/17/23 Time: 08:23
Sample: 2000 2022
Included observations: 23
artinya nilai Prob.Chi-square lebih besar dari 0.05, sehingga diptutuskan untuk
menolak Ho. Dengan demikian asumsi dari non heteroskedastisitas tidak
dilanggar.
4. Autokorelasi
Uji Durbin Watson merupakan salah satu uji formal yang paling banyak
keputusan ialah jika Durbin Watson terletak diantara DU dan 4-DU artinya
tidak terjadi autokorelasi. Uji ini pada hakekatnya berlandaskan oleh model
Tolak Ho
Inconclusive Inconclusive Tolak Ho
Korelasi Positif
Korelasi
Gagal tolak Ho
Negatif
Sehingga d-hitung atau DW terletak pada du < d < 4-du atau 1,6597 < 2,1378
1.942382 dan nilai probabilitas sebesar 0.0671 dengan α=5 persen maka
Timur.
dan nilai probablitas sebesar 0.0000 dengan α=5 persen, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa berhubungan positif dan signifikan terhadap
nilai probablitas sebesar 0.0000 dengan α=5 persen maka dapat ditarik
F Statistik Prob.F-statistik
Model 479.0047 0.000000
Sumber : Eviews 9 (diolah)
(α = 5%), dengan degree of freedom for numerator (dfn) =3 atau (k-1 = 4-1)
Variabel Koefisien
R-squared 0.986951
Adjusted R-
0.984890
squared
F-statistic 479.0047
Prob(F-statistic) 0.000000
dieperoleh nilai R2 sebesar 0.986. Hal ini menunjukan bahwa 98,6% variasi
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dapat dijelaskan oleh variasi tida variabel
diluar model.
A. Hasil dan Pembahasan
ekonomi provinsi jawa timur terhadap kemiskinan adalah dua arah, hal
2013).
sebesar 0,371 dan nilai probabilitas sebesar 0,000. Hal ini menandakan
kebutuhannya sendiri.
0,000.
seperti gentong terbalik. Saat ini, struktur gentong dinilai ideal oleh
(Durrotul, 2013).
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
2. Hasil koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai R2 sebesar 0,986. Hal ini
di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi saran sebagai berikut:
3. Dalam penlitian ini perlu penggunaan data yang lebih panjang atau lama
terhadap kemiskinan.