Nama :
Addin Khaerunnisa Juswil 20150520012
Fitria Ulfah 20150520023
Wahyu Wasono Jati 20150520091
Ratih Permatasari 20150520215
Siti Maharani Chumairah 20150520242
Rahma Zayyinil Addina 20150520257
Riski Wulandari 20150520277
Daftar Isi...................................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan.....................................................................................................2
BAB II Pembahasan....................................................................................................12
III.1 Kesimpulan...........................................................................................18
III.2 Saran.....................................................................................................18
Daftar Pustaka........................................................................................................................19
Lampiran Dokumentasi.........................................................................................................21
1
BAB I
PENDAHULUAN
DIY sebagai salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi bahkan
pernah menempati posisi paling atas di Jawa, pada tahun 2010. Pemerintah Kota
Yogyakarta melakukan upaya antisipasi meluasnya kemiskinan melalui program Segoro
Amarto yang merupakan singkatan dari Semangat Gotong Royong Agawe Majune
Ngayogyokarto. Program ini menekankan pada perubahan nilai yang tercermin pada
sikap, perilaku, gaya hidup, dan wujud kebersamaan untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik mencakup semua aspek, baik fisik dan non fisik (Suroatmojo, 2015). Pada
2015, Setiap kelurahan akan memperoleh stimulan sebesar Rp1,1 juta dari APBD Kota
Yogyakarta yang bisa digunakan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan sesuai
kebutuhan atau usulan masyarakat (Ratna, 2015). Namun apakah gerakan Segoro Amarto
ini sudah efektif atau belum masih dibutuhkan kajian lebih lanjut.
2
Tabel 1
Dinamika Kemiskinan di Kota Yogyakarta 2008-2015
HM M FM
Sumber : Laporan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Yogyakarta Tahun 2016
Berdasarkan data dinamika kemiskinan di Kota Yogyakarta dari tahun 2008 hingga
2015. Jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta mengalami penurunan dari tahun ke
tahun setelah diterapkannya gerakan Segoro Amarto pada tahun 2010, walaupun sempat
mengalami kenaikan sekali ditahun 2011. Tetapi penurunan angka kemiskinan yang tidak
signifikan masih membuat jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta tergolong besar,
di tahun 2015 sebanyak 60.195 jiwa. Sehingga gerakan Segoro Amarto masih perlu dikaji
efektivitasnya.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
4
I.4 Kerangka Teori
1. Teori Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang memiliki arti tercapainya tujuan atau
hasil guna. Efektivitas menurut Richard M. Steers dalam (Ardila, 2015) adalah
kemampuan organisasi untuk dapat melaksankana tugas-tugasnya dan mencapai
sasaran yang dituju. Sedangkan efektivitas menurut Siagian (2001) adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana, dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara
sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan
yang dijalankannya.
Efektivitas dalam progam pembangunan kesejahteraan masyarakat dapat
dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukan sejauh mana
sasaran progam yang telah di tetapkan. Mutiarin dan Zaenuri (2014 :15) mengatakan
bahwa efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan
operasional.
Dalam mengukur dimensi efektivitas perlu dipertimbangkan kriteria yang
mendukung, menurut Gibson Ivancevich Donnelly (1984) dalam (Kania
Suryaningrum, 2014) beberapa kriteria dari efektivitas yaitu:
a. Produksi, kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output
sesuai dengan permintaan lingkungan.
b. Efisiensi adalah merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan input.
c. Kepuasan adalah merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Adaptasi tingkat dimana organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap
perubahan internal dan eksternal.
e. Pengembangan kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam
menghadapi tuntutan dari masyarakat
Efektivitas program dapat diukur menggunakan beberapa teori, Cambel J.P dalam
(Nuzulah, 2017) melakukan pengukuran terhadap efektivitas menggunakan bebrapa
kriteria:
a. Keberhasilan program
b. Keberhasilan sasaran
5
c. Kepuasan terhadap program
d. Tingkat input dan output
e. Pencapaian tujuan secara menyeluruh
Berdasarkan pengertian di atas efektifitas bertujuan untuk melihat sejauh mana
setiap program dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Untuk
menilai apakah sebuah program efektif atau tidak dapat dilakukan dengan
membandingkan tujuan awal dengan tujuan yang telah berhasil dicapai.
3. Teori Kemiskinan
Menurut Hendra yang dikutip dalam (Juli P Saragih, 2015) dalam Kebijakan
Pengentasan Kemiskinan di DIY. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai
ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi standar hidup minimal. Konsep
kemiskinan secara umum dibagi menjadi tiga :
a. Kemiskinan Absolut
b. Kemsikinan Relatif
Kemiskinan relatif tidak memiliki indikator dan standar kemiskinan yang jelas.
Kemiskinan relatif lebih ditentukan oleh lingkungan di sekitarnya. Misal dalam
sebuah lingkungan pemukiman elit, terdapat sebuah keluarga yang mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi apabila dibandingkan dengan penghasilan
7
yang diperoleh orang-orang dilingkungannya keluarga tersebut merasa miskin.
Jadi kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat penghasilan
penduduk.
c. Kemiskinan Subjektif
(1) luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang, (2) jenis
lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, (3)
jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rimbia/kayu berkualitas
rendah/dinding tembok tidak diplester, (4) tidak memiliki fasilitas buang air
besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, (5) sumber penerangan rumah
tangga tidak menggunakan listrik, (6) sumber air minum berasal dari
sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, (7) kayu bakar/arang/minyak
tanah sebagai bahan bakar memasak sehari-hari, (8) mengonsumsi
daging/susu/ayam satu kali dalam 1 minggu, (9) hanya membeli satu setel
pakaian baru dalam setahun, (10) hanya sanggup makan satu kali/dua kali
dalam 1 hari, (11) tidak sanggup membayar pengobatan di
puskesmas/poliklinik, (12) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah
petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
perkebunan, atau pekerjaan lain dengan pendapatan di bawah Rp600.000 per
bulan, (13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga:Luas bangunan tempat
tinggal kurang dari 8 m2 tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD, dan
(14) tidak memiliki tabungan/barang mudah dijual dengan nilai Rp500.000
seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
I.5 Definisi Konseptual
1. Efektivitas adalah sejauh mana program telah berhasil mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Segoro Amarto adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menurunkan angka
kemiskinan degan nilai-nilai kesadaran, kemandirian, dan kebersamaan di
masyarakat.
8
I.6 Definisi Operasional
Penelitian ini merujuk kepada teori Gibson Ivancevich Donnelly (1984) tentang
efektivitas. Dalam teori Gibson terdapat lima kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur efektif tidaknya gerakan segoro amarto, yaitu :
1) Produksi
2) Efisiensi
3) Kepuasan
4) Adaptasi
5) Pengembangan
Indikator pengukuran kemiskinan dalam penelitian ini mengacu pada kriteria Badan
Pusat Statistik, yaitu :
1) Luas lantai
2) Jenis lantai
3) Jenis dinding
6) Sumber penerangan
8) Pembelian daging/ayam/susu
9) Frekuensi makan
9
I.7 Metodologi Penelitian
10
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung, yaitu melalui dokumentasi dalam bentuk jurnal, peraturan daerah, dan sumber
tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Tabel 3
Data Sekunder Penelitian
Nama Data Sumber Data
Dinamika Kemiskinan di Kota Laporan TKPK Kota Tahun 2015
Yogyakarta 2008-2015
a. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang menghasilkan sumber
data primer. Wawancara sangat penting dilakukan terutama dalam penelitian kualitatif.
Wawancara dilakukan dengan cara peneliti mengajukan pertanyaan secara lisan kepada
responden. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara tak terstruktur.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan. Peneliti
mengumpulkan data dari berbagai sumber yaitu buku, jurnal, catatan media, dan sumber
lainnya yang berhubungan dengan kasus yang diteliti.
11
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis efektivitas gerakan segoro amarto
dalam upaya mengurangi kemiskinan di Kelurahan Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo, Kota
Yogyakarta Tahun 2016. Analisis ini kami tulis berdasarkan hasil studi literatur dan
wawancara yang dilakukan bersama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK)
Keluarahan Pandeyan pada Kamis, 9 November 2017 di Balai Desa Pandeyan.
Tabel 4
Jumlah Pemegang KMS di Keluarahan Pandeyan Tahun 2016
No RW KMS 1 KMS 2 KMS 3 Total
1. 1 - 2 9 11
2 2 - 3 13 16
3. 3 - - 13 13
4. 4 - 3 18 21
5. 5 - 2 3 5
6. 6 - 2 27 29
7. 7 - 2 18 20
8. 8 - - 7 7
9. 9 - 4 23 27
10. 10 - 1 36 37
11. 11 - 4 11 15
12. 12 - 1 3 4
13. 13 - 4 36 40
Total 0 29 217 245
Sumber : Diolah dari data TKPK Kelurahan Pandeya
12
Kelurahan Pandeyan terdiri dari 13 RW dan 52 RT. Jumlah keluarga miskin yang ada di
Pandeyan pada tahun 2016 adalah 245 Kepala Keluarga, yang terdiri dari 29 KK pemegang
KMS 2, dan 217 KK pemegang KMS 3. Pada tahun 2016 di Keluarahan Pandeyan tidak ada
masyarakat yang terdaftar sebagai pemegang KMS 1.
Jumlah tersebut naik dibanding jumlah pemegang KMS di Keluarahan Pandeyan tahun
2015 yaitu sejumlah 243 KK. Tetapi pada tahun 2015 KK pemegang KMS 3 berjumlah 204,
lebih sedikit dibanding tahun 2016 dan KK pemegang KMS 2 berjumlah 39, lebih banyak
dibanding tahun 2016 (TKPK Jogja, 2016).
Salah satu upaya pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengatasi kemiskinan adalah
dengan meluncurkan gerakan Segoro Amarto. Segoro Amarto adalah Semangat Gotong
Royong Agawe Majune Ngayokyokarto yaitu gerakan yang bertujuan untuk mengurangi
kemiskinan dengan didasari semangat kemandirian, kedisiplinan, kepedulian, dan
kebersamaan. Perbedaan program segoro amarto dengan program pengentasan kemiskinan
lain adalah program pengentasan kemiskinan biasanya dilakukan secara top down tanpa
melibatkan masyarakat. Sedangakan program segoro amarto dilakukan secara bottom up,
yaitu sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
13
Gambar 1
Rapor Segoro Amarto
Terdapat 7 aspek yang digunakan dalam penilaian rapor keluarga. Ketujuh aspek tersebut
disesuaikan dengan indikator kemiskinan milik Badan Pusat Statistik, yaitu :
Pertama, Pendapatan dan aset, terdapat 5 parameter yang digunakan untuk mengukur
pendapatan dan aset, yaitu : pekerjaan suami dan istri, pendapatan rata-rata anggota keluarga
setiap bulan, status kepemilikan tempat tinggal, aset milik keluarga, dan tagihan listrik
Kedua, Papan. Untuk mengukur papan digunakan dua parameter yaitu luas tempat tinggal
dan jenis bahan dinding rumah. Ketiga, Pangan. Parameter untuk mengukur aspek pangan
adalah mampu tidaknya anggoat keluarga makan 3 kali dalam sehari serta mampu tidaknya
membeli lauk daging/teluar/ayam/ikan/susu 2 kali dalam seminggu. Keempat, Sandang
diukur dari apakah keluarga mampu membeli pakaian baru maksimal 1 kali dalam setahun.
Kelima, Kesehatan. Parameter untuk mengukur aspek kesehatan adalah kemampuan untuk
membayar biaya puskesmas, sumber air minum dan masak bukan dari PAM, serta tempat
untuk buang air besar adalah MCK. Keenam, Pendidikan. Pendidikan diukur melalui
parameter pendidikan kepala keluarga, terdapat tanggungan anggota keluarga yang sedang
bersekolah SLTA ke bawah, dan terdapat anak usia sekolah yang tidak melanjutkan
pendidikan sampai dengan SLTA/SMK. Ketujuh, Sosial. Parameter yang digunakan untuk
14
mengukur aspek sosial adalah ketidakmampuan keluarga untuk mengikuti aktivitas kegiatan
di lingkungan tempat tinggal karena alasan ekonomi.
Masyarakat pemegang KMS mengisi rapor keluarga dengan cara menulis kondisi
keluarga pada ketujuh aspek tersebut, rencana yang akan dilakukan untuk memperbaiki
kondisi yang ada, bagimana upaya dan sumber dukungan untuk mencapai rencana tersebut,
dan kemudian bagaimana realisasinya apakah tercapai atau belum. Setiap aspek dalam rapor
tersebut memiliki bobot nilai. Pengisian rapor keluarga tersebut dinilai oleh petugas TKPK di
tingkat kelurahan. Bagi keluarga yang jumlah total 7 aspek memiliki bobot 76-100 maka
masuk kategori KMS 1, total bobot 21-75 masuk kategori KMS 2, dan bobot 31-50 masuk
kategori KMS 3. Bagi warga yang mendapatkan total bobot di bawah 50 maka sudah tidak
lagi mendapat KMS karena dinilai sudah mampu secara ekonomi. Manfaat dari rapor
keluarga bagi masyarakat adalah sebagi bentuk evaluasi dan perencanaan, bagi pemerintah
merupakan sebuah pendataan.
Rapor keluarga yang sudah di isi akan diolah datanya oleh TKPK Kota Yogyakarta, tetapi
TKPK Pandeyan berinisiatif merekap data sebelum diberikan kepada TKPK Kota
Yogyakarta. Sehingga TKPK Pandeyan memiliki data untuk mendukung rencana masyarakat
yang ditulis pada rapor keluarga. Misalnya ada masyarakat yang tertarik pada pelatihan
pembuatan kripik singkong, roti, sablon dan berbagai usaha lainnya maka TKPK bertugas
menyampaikan kepada organisasi masyarakat maupun SKPD Pemerintah Kota Yogyakarta
yang akan melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan di Keluarahan Pandeyan
supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jadi melalui rapor keluarga pemerintah
mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, rencana apa yang diinginkan oleh
masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Rencana tersebut didukung oleh
pemerintah dengan membentuk kelompok-kelompok usaha sesuai bidang yang mereka
inginkan kemudian diadakan pelatihan.
Penelitian kami bertujuan untuk mengukur efektivitas gerakan segoro amarto, yaitu
sejauh mana gerakan segoro amarto dapat mengurangi kemiskinan di Kelurahan Pandeyan.
Berdasarkan teori Gibson terdapat lima kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektif
tidaknya gerakan segoro amarto, yaitu :
15
1. Produksivitas Gerakan Segoro Amarto
Indikator produksi digunakan untuk melihat sejauh mana organisasi mampu
membuat program dengan kualitas dan intensitas pelaksanaan yang baik. Gerakan segoro
amarto di Pandeyan diwujudkan dengan pelaksanaan rapor keluarga. Kepala keluarga
pemegang KMS diwajibkan untuk mengisi rapor keluarga yang merupakan bentuk
pendataan bagi pemerintah sekaligus bentuk evaluasi dan perencanaan bagi masing-masig
keluarga. Rapor keluarga bertujuan untuk menciptakan kesadaran di masyarakat terkait
dengan kondisi ekonomi dan sosial keluarganya, kemudian membuat target dan
perencanaan supaya kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Pengisian rapor keluarga
dilakukan 2 kali dalam setahun yang diisi oleh anggota keluarga atau tetangga yang
memahami kondisi kelauarga tersebut dengan didampingi oleh TKPK Pandeyan.
Dilihat dari segi produktivitas, segoro amarto merupakan sebuh ide program yang
baik supaya masyarakat memahami kondisi sosial ekonomi keluarganya serta membuat
target dan rencana pencapaian yang lebih baik. Hasil atau output dari rapor keluarga
direkap oleh TKPK dan menjadi acuan bagi pelaksanaan program-program pengentasan
kemiskinan. Menurut Bapak Martopo selaku anggota TKPK Pandeyan program rapor
keluarga sudah terlaksana dengan baik teetapi secara signifikan pengurangan dari
persentase kemiskinan, belum terlalu terlihat. Karena rapor keluarga ini baru mulai
dilaksanakan tahun 2016.
Sehingga dapat dikatakan tidak efisien, karena selain sumber daya manusia
dibutuhkan juga sumber dana untuk dapat mensukseskan gerakan segoro amarto. Sebagai
gantinya selama ini Kelurahan Pandeyan mengajukan proposal pendanaan kepada TKPK
16
Kota Yogyakarta untuk mendukung kelompok usaha di masyarakat apabila mereka
membutuhkan bantuan dana untuk memulai atau mengembangkan usahanya.
17
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis efektivitas gerakan Segoro Amarto dalam upaya
mengurangi kemiskinan di Keluarahan Pandeyan di tahun 2016 menurut teori Gibson
yaitu produktivitas, efisiensi, kepuasan, adaptasi, dan pengembangan dapat disimpulkan
belum efektif. Belum efektivnya gerakan segoro amarto dalam upaya mengurangi
kemiskinan dapat dilihat dari jumlah kepala keluarga pemegang KMS yang bertambah,
pada tahun 2015 sejumlah 243 KK dan pada tahun 2016 sejumlah 245 KK. Selain itu
tujuan gerakan segoro amarto untuk menciptakan masyarakat yang mandiri juga dapat
dikatakan belum berhasil, ditunjukkan dengan sikap beberapa masyarakat yang tidak jujur
dalam pendataan rapor keluarga (menyembunyikan aset).
Hal diatas disebabkan masih terbatasnya wewenang dari TKPK Kelurahan Pandeyan
selaku tim koordinasi di tingkat kelurahan. Sejauh ini tindak lanjut dari rapor keluarga
dikembalikan kepada TKPK Kota. Karena tidak memiliki wewenang yang besar TKPK
Pandeyan juga tidak memiliki anggaran khusus untuk melaksanakan program-program
pengentasan kemiskinan yang disesuaikan dari kebutuhan masyarakat.
III.2 Saran
Saran bagi pemerintah Kota Yogyakarta adalah pendelegasian wewenang yang
lebih besar kepada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di tingkat kelurahan.
Sehingga tujuan segoro amarto sebagai gerakan penanggulangan kemiskinan dengan
semangat kemandirian, kedisiplinan, kepedulian, dan kebersamaan yang didasari pada
kebutuhan masyarakat dapat tercapai lebih cepat. Selain itu konsep dari gerakan Segoro
Amarto harus lebih jelas.
18
DAFTAR PUSTAKA
Lena Satlita, A. P. (Juni 2017). Program Segoro Amarto : Model Pelembagaan Nilai untuk
Mengatasi Kemiskinan di Kota Yogyakarta. Socia : Jurnal-jural Ilmu Sosial, Vol 14
No 5 , 71-84.
Mutiarin, Dyah dan Zaenuri, Arif. (2014). Managemen Birokrasi dan Kebijakan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
19
Nuzulah, D. (2017). Efektivitas Program Patroli Keamanan Sekolah (PKS) Dalam
Penanaman Kesadaran Hukum Pada Siswa Di Smkn 1 Cerme Kabupaten Gresik. E-
Jurnal Unnesa Vol 5 No 2, 1-10.
Peraturan Wali Kota Yogyakarta No 53 Tahun 2011 Tentang Gerakan Segoro Amarto
Suroatmojo, W. (Januari 2015). Analisis Program Segoro Amarto dalam Upaya Mewujudkan
Pelaksanaan Good Governance di Kota Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pemerintahan
Volume 8, Nomor 1 , 43-50.
TKPK Jogja. (2016). Laporan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. (hal. 1-68).
Yogyakarta: BAPPEDA Kota Jogja.
20
Lampiran Dokumentasi
21
22
Lampiran Daftar Pertanyaan
1. Produktifitas
Kualitas dan kuantitas program Segoro Amarto
a. Apasaja program Segoro Amarto di Pandeyan?
b. Bagaimana dengan intensitas pelaksanaan program Segoro Amarto?
c. Siapa sasaran dari program Segoro Amarto? (Apakah hanya warga miskin atau
seluruh warga Kelurahan Pandeyan)
d. Sejauh mana program ini berhasil?
2. Efisiensi Program
Perbandingan atara input dan output
a. Berapa anggaran untuk program Segoro Amarto ini ?
b. Berasal darimana sumber pendanaan program Segoro Amarto?
c. Bagaimana dengan pelaksana atau SDM nya ?
d. Bagimana penyerapan anggaran? (kurang/lebih/cukup)
23
3. Kepuasan masyarakat
a. Apakah masyarakat merasakan adanya program Segoro Amarto?
b. Apakah masyarakat ikut berpartisipasi aktif?
c. Apakah program Segoro Amarto sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kelurahan
Pandeyan ?
d. Bagaimana pendapat massyarakat mengenai program tersebut ?
4. Adaptasi
Apakah tanggap terhadap perubahan Internal atau eksternal
a. Apasaja masalah atau kendala dalam pelaksanaan program Segoro Amarto ?
b. Bagaimana cara mengatasinya ?
5. Pengembangan
a. Bagaimana cara meningkatkan kapasitas dalam menghadapi tuntutan dari masyarakat
b. Bagaimana cara pemerintah dalam merespon tanggapan dari masyarakat terkait
dengan program Segoro Amarto ?
24
Lampiran Hasil Wawancara
A. TKPK Pandeyan
Pewawancara : Bagaimana struktur organisasi yang ada di TPKP Kelurahan
Pandeyan?
Narasumber : Jadi di TKPK strukturnya sudah berubah, sekarang yang menjadi ketua
dan sekretaris TKPK adalah PNS kalau dulu itu tokoh masyarakat. Ketua
TKPK sendiri dari Ibu Lurah kemudian sekretaris TKPK adalah sekretaris
kelurahan, untuk anggota TKPK adalah gabungan dari perangkat
kelurahan dan perwakilan dari masyarakat.
Pewawancara : Apa yang menjadi tugas dan fungsi dari TKPK Pandeyan?
25
B. Kemiskinan di Pandeyan
Pewawancara : Berapa jumlah penduduk miskin yang ada di Kelurahan Pandeyan
pada tahun 2016?
Narasumber : Jumlah kepala keluarga pemegang KMS sebanyak 245 KK. Untuk
KMS sendiri ada 3 jenis KMS 1, KMS 2, KMS 3.
C. Gerakan Segoro Amarto
Pewawancara : Apa yang dimaksud gerakan Segoro Amarto?
Narasumber : Bentuk atau wujud dari progam ini adalah pelatihan dan rapor keluarga.
Program yang berjalan dan sangat dirasakan oleh masyarakat adalah rapor
keluarga. Rapor keluarga bertujuan untuk menimbulkan kesadaran dan
kemandirian kepada masyarakat dengan cara melakukan evaluasi terhadap
keluarganya melalui 7 aspek ada pendidikan, pendapatan dan aset,
kesehatan, totalnya ada 7. Rapor keluarga harapannya bisa membuat
masyarkat paham kondisi keluarganya serta melakukan upaya untuk
mencapai target yang lebih baik sesuai dengan apa yang direncanakan.
Narasumber : Progam rapot keluarga ini mulai dilaksanakan pada tahun 2016 sebagai
perwujutan progam segoro amarto dan kebersamaan.
26
tersebut, untuk lansia biasanya pengisian dibantu oleh petugas. Dalam
melakukan pendataan kami anggota TKPK Pandeyan maupun relawan
mendata satu persatu door to door.
Pewawancara : Siapa saja sasaran dari gerakan segoro amarto?
Narasumber : Gerakan Segoro Amarto yaitu semangat gotong royong untuk
memajukan kota Jogja harapannya dipahami oleh seluruh masyarakat.
Tetapi khusus pelaksanaan rapor keuarga hanya dilakukan untuk warga
miskin pemegang KMS saja.
Pewawancara : Sejauh mana program rapor keluarga berhasil?
Narasumber : Secara signifikan pengurangan dari persentase kemiskinan, belum
terlalu keliatan. Karena rapor keluarga ini baru mulai dilaksanakan
tahun 2016.
2. Efisiensi program
Pewawancara`: Berapa anggaran yang diberikan untuk pelaksanaan program segoro
amarto dan berasal dari mana sumber dana tersebut?
Narasumber : Kalo anggaran yang khusus buat segoro amarto tidak ada. Kami itu
hanya tim koordinasi tidak punya dana tidak punya wewenang yang
besar. Tapi di masyarakat kan ada kelompok usaha seperti kelompok
usaha roti, sablon biasanya kita bikin proposal terus diajukan ke TKPK
Kota untuk mendukung usaha mereka. Sekarang TKPK Kota juga
sudah mulai menjalin kerjasama dengan pihak ketiga memanfaatkan
CSR
Narasumber : Rapor keluarga merupakan program dari TKPK Kota Jogja. TKPK
Kelurahan bertugas mendampingi masyarakat dalam pengisian rapor
keluarga.
3. Kepuasan masyarakat
Pewawancara : Apakah masyarakat ikut aktif melaksanakan program segoro
amarto.
Narasumber : Untuk rapor keluarga semua pemegang KMS mengisi, untuk
pelatihan beberapa warga berpartisipasi sesuai kebutuhan mereka.
27
Pewawancara : Apakah gerakan segoro amarto sesuai dengan kebutuhan
masyarakat?
Narasumber : Beberapa pelatihan sudah dilaksanakan seperti kebutuhan
masyarakat seperti pembuatan kripik singkong balado kemarin.
4. Adaptasi
Pewawancara : Apa saja masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan rapor
keluarga?
Narasumber : Kami itu kalau mendata ke rumah-rumah kadang-kadang itu sampek
harus malem hari. Biar kami tau kondisi keluarga mereka itu seperti
apa. Kalau siang hari kan misalnya punya motor nanti motornya
dititipkan ke mana. Mentalnya masih belum pada berubah keinginan
untuk diberi bantuan masih besar. Kalau rapor keluarga kan ada
pendataan aset nanti hasil rapor nya di skor terus dilihat apakah masih
berhak dapet KMS 1/KMS 2/KMS 3 atau kondisi ekonomi sudah baik.
Lha mereka masih seperti itu. Tapi kami punya satuu warga yang unik,
kalau berdasarkan rapor keluarga dia seharusnya menerima KMS tapi
dia mengembalikan katanya mau biayain sendiri takut nanti terus
tergantung dengan bantuan pemerintah. Harapan kami kan seperti itu
mereka mau untuk mandiri.
5. Pengembangan
Pewawancara : Bagaimana TKPK Pandeyan merespon tanggapan dari masyarakat
terkait segoro amasrto?
Narasumber : Tanggapan atau saran dari masyarakat akan kami tampung dan
sampaikan karena kami bukan eksekutor.
28